Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

GAGAL GINJAL KRONIK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Radiologi

Di RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusunoleh:

Dafiq Mihal Fina Yusuf ( 30101206606 )

Pembimbing:

dr. Rochmad Widiatma, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses

patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Insiden dan prevalensinya semakin

meningkat dan sudah merupakan masalah kesehatan global.1

Di negara-negara barat CKD merupakan sebuah epidemi dengan angka

pertumbuhan dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir terjadi

peningkatan prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal yang memerlukan

terapi pengganti ginjal Tidak hanya itu, prevalensi CKD stadium awal juga turut mengalami

peningkatatan. Diperkirakan satu dari sembilan orang Amerika Serikat mengidap CKD dan

sebagian besar tidak menyadari hal ini.2

Tiga strategi yang dapat membantu untuk memperlambat progresifitas CKD

meliputi: identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen secara

paripurna. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya CKD adalah umur diatas 60 tahun,

diabetes melitus, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya riwayat keluarga yang

menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, penggunaan obat nefrotoksik

berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras) dan kontak dengan bahan kimia yang berulang.2

Pada stadium dini CKD dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan

penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini dapat mencegah terjadinya gagal ginjal,

penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah kematian sebelum waktunya. 2

2
CKD merupakan penyakit yang kronis, sehingga diperlukan kerjasama tim medis,

pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap

pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat

membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki

kualitas hidup penderita.2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Traktus Urinarius


Traktus urinarius adalah sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah(sehingga

darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh) dan menyerap zat-

zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidakdipergunakan lagi oleh

tubuh larut dalam air dan dikeluarkan dari tubuh berupa urin(air kemih).
Traktus urinarius memiliki fungsi:
1. Keseimbangan transportasi air dan zat terlarut
2. Mensekresi hormon yang membantu mengatur tekanan darah, erithropoietin dan

metabolisme kalsium

3
3. Menyimpan nutrient
4. Ekskresi zat buangan
5. Mengatur keseimbangan asam basa
6. Membentuk urin

Sistem kemih terdiri dari saluran kemih atas (sepasang injal dan ureter) dan saluran

kemih bawah (kandung kemih dan uretra)

2.1.1 Saluran kemih atas


a. Ginjal

Organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di

sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak

sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan

adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi

atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga

11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus

vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan

adalah pertengahan vertebra L3.


Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah

dibandingkan ginjal kiri.

Syntopi ginjal
Ginjal kiri Ginjal kanan
Anterior Dinding dorsal gaster Lobus kanan hati Duodenum

Pankreas pars descendens

Limpa Fleksura hepatica

Vasa lienalis Usus halus

Usus halus

4
Fleksura lienalis
Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum, m.

transversus abdominis(aponeurosis), n.subcostalis,

n.iliohypogastricus, a.subcostalis, aa.lumbales 1-2(3), iga 12

(ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal kiri).

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

 Korteks :Yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari

korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus

kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.


 Medula :Terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,

lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).


 Columna renalis :Bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis :Bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
 Hilus renalis :Yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut

saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.


 Papilla renalis :Bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan

calix minor.
 Calix minor :Percabangan dari calix major.
 Calix major :Percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvis renalis :Disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan

antara calix major dan ureter.


 Ureter :Saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria

Fungsi ginjal :

a) Memegang peranan penting dalam pengeluaran racun,


b) Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
c) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
d) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan

amoniak.

5
e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
f) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
g) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah

merah.
b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan

ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat

sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major,

lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara

postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial

untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik

urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter

mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis

serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering

terbentuk batu/kalkulus.

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,

a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui

segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus

hipogastricus superior dan inferior.

2.1.2 Saluran kemih bawah


a. Vesica urinaria
Sering disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung

urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra

dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica

6
urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain

seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh

darah, limfatik dan saraf.

Syntopi vesica urinaria


Vertex Lig. umbilical medial
Infero-lateral Os. Pubis, M.obturator internus, M.levator ani
Superior Kolon sigmoid, ileum (laki-laki), fundus-korpus uteri, excav.

vesicouterina (perempuan)
Infero-posterior Laki-laki: gl.vesiculosa, ampula vas deferens,rektum Perempuan:

korpus-cervis uteri, vagina

Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga

bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan

(superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior,

dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor

(otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian

posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian

berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae,

bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan

kosong. Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun

pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan

persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis.

Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan

n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui

n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.

7
b. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju

lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra

pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual

(berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya

sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna

(otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa

(di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya

memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat

volunter). Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika,

pars membranosa dan pars spongiosa.


1. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan

aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m.

sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat.

Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.


2. Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus

kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding

bagian lainnya.
3. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan

tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis

melintasi diafragma urogenital.Diliputi otot polos dan di luarnya oleh

m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter

(somatis).

8
4. Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,

membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar

penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra

pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya

di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat

volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak

memiliki fungsi reproduktif.

2.2 Chronic Kidney Disease

2.2.1 Definisi

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,

berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak

ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi

glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m². Batasan penyakit ginjal kronik1

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau

tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

 Kelainan patologik

 Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan

pencitraan radiologi

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

9
2.2.3. Epidemiologi

Di amerika serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal

kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar

8% Setiap tahunnya. Di malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800

kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini

deperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun. 1

2.2.4. Etiologi

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry

(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut

glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik

(10%). 1,2

a. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana

mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang

dapat mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.

Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga

oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu

menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli

berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai

serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah

merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal

terganggu.

10
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan

sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri

sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit

sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel,

atau amiloidosis.

Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada

pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi

hematurim oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas,

dan nyeri pinggang karena peregangan kapsul ginjal.

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat

mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat

bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak

menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air

kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun.

Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan

mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin

menyebabkan munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda

awal penyakit ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial

11
glomerular yang pada akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang

kuat antara proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa

peningkatan ekskresi protein urin mencerminkan gangguan vaskular umum yang

mempengaruhi banyak organ, termasuk mata, jantung, dan sistem saraf .

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥

90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan

penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau

hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder

atau disebut juga hipertensi renal.

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolic, modifikasi gaya hidup, serta terapi

obat berdasarkan Joint National Committee (JNC) VII.3

Klasifikasi Sistolik Diastolik Modifikasi Terapi

Tekanan (mmHg) (mmHg) Gaya

Darah Hidup
Normal < 120 Dan < 80 edukasi tidak perlu obat
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89 Ya
antihipertensi
Stage 1 HT 140 – 159 Atau 90 – 99 Ya Thiazid tipe diuretik

Dapat juga ACEI, ARB,

BB, CCB, atau kombinasi


Stage 2 HT > 160 Ya Kombinasi 2 jenis obat

(biasanya thiazid tipe

diuretik dan ACEI atau

ARB atau BB atau CCB)

12
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah <130/80

mmHg.

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material

yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista

kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena

kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal

polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih

dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease),

oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata

kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan

autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.2

2.2.5. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.

Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang

masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang

diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang

masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2

13
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas

tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai

oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga

dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah

albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual

untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun interstitial.4

Tinjauan mengenai perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan

melihat hubungan antara bersihan kreatinin dengan laju filtrasi glomerulus sebagai

persentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah

(BUN) karena massa nefron dirusak secara progresif oleh penyakit gagal ginjal kronik. 2

Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium:

 Stadium pertama

Disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar

BUN normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi

dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine

yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.2

 Stadium kedua

Perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila lebih dari 75% jaringan yang

berfungsidtelah rusak (GFR besarnya 25% dari normal) . Pada tahap ini kadar BUN baru

mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,

bergantung pada kadar protein dalam makanan. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum

14
mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan ( kecuali bila pasien

mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi). Pada stadium insufisiensi

ginjal ini mulai timbul gejala-gejala nokturia dan poliuria ( akibat gangguan kemampuan

pemekatan). Gejala – gejala ini timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan

makanan atau minuman yang tiba-tiba. Pasien biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-

gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang teliti. Nokturia (berkemih dimalam hari) didefinisikan sebagai gejala

pengeluaran urin waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau pasien

terbangun untuk berkemih beberapa kali waktu malam hari. Nokturia disebabkan oleh

hilangnya pola pemekatan urine diurnal normal sampai tingkat tertentu dimalam hari.

Dalam keadaan normal perbandingan jumlah urine siang hari dan malam hari adalah 3:1

atau 4:1. Sudah tentu, nokturia kadang – kadang dapat terjadi juga sebagai respon

kegelisahan atau minum cairan yang berlebihan, terutama teh, kopi atau bir yang diminum

sebelum tidur. 2

 Stadium ketiga

Disebut stadium akhir atau uremia. ESRD (gagal ginjal stadium akhir) terjadi

apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10% dari normal.

Pada keadaan ini kreatinin dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok.

Pasien mulai mersakan gejala-gejala yang cukup parah. Pasien menjadi oligourik karena

kegagalan glomerulus. 2

Pada stadium akhir (sindrom uremik) terjadi kompleks gejala yang berkaitan dengan

retensi metabolit nitrogen.Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik.

15
Pertama, gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi , kelainan volum cairan dan elektrolit,

ketidak seimbagan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta

anemia yang disebabkan oleh defisiensi sekresi ginjal. Kedua, timbul gejala yang

merupakan gabungan kelainan kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna dan kelainan

lainnya.1,2

2.2.6. Klasifikasi

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai

laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi

glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam

lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal,

stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3

kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal

dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat

dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:4

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerulus.4

Derajat Penjelasan LFG

(mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal dan atau dengan atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT).
4

16
GFR Dengan Kerusakan Ginjal Tanpa Kerusakan Ginjal
Dengan HT Tanpa HT Dengan HT Tanpa HT
(ml/min/1,73 m2)
> 90 1 1 HT Normal
60 – 89 2 2 HT dengan Penurunan

penurunan GFR GFR


30 – 59 3 3 3 3
15 – 29 4 4 4 4
< 15 (atau dialisis) 5 5 5 5

2.2.7. Gambaran klinik

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat

kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran

cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.5

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan

pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama

disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya

anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri),

masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,

penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.5

b. Hipertensi

sebagian besar hipertensi pada penyakit gagal ginjal kronik disebabkan

hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Hipertensi semacam ini biasanya memberikan

respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika

fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.

17
Hipertensi yang tidak member respon terhadap pengurangan volume tubuh sering

kali berkaitan dengan produksi rennin yang berlebihan. Kelebihan aktivitas simpatis juga

dapat berperan. 5

c. Dehidrasi

hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat

hilangnya nefron. Namun demikian, beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian

filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus sehingga mengekskresi urin yang sangat encer,

yang dapat menyebabkan dehidrasi.5

d. Kelainan kulit

gatal merupakan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan ini dapat timbul

karena deposit kalium fosfat pada jaringan. Bekuan uremik merupakan presipitat Kristal

ureum pada kulit dan timbul akibat adanya uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan

anemia menyebabkan pucat.

e. kelainan gastrointestinal

Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi pada

pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun demikian, gejala mual,

muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. 5

f. Lipid

Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia, akibat penurunan

katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialysis

peritoneal dari pada pasien yang menjalani haemodialisis, mungkin akibat hilangnya

protein plasma regulator seperti alipoprotein A-1 di sepanjang membrane peritoneal.5

g. Kelainan kardiovaskular

18
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat

kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem

vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal

dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.5

2.2.8. Pendekatan diagnosis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.

1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

4. Menentukan strategi terapi rasional

5. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan

pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik

diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan

dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit

termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik

(keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum

klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

19
i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;

ii) sindrom uremia yang terduru daru lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,

nokturia, kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic

frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma;

iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah

jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,

chlorida).

b. Pemeriksaan laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit

yang mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin

serum, dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan

rumus Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar

hemoglobin, hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi

meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, dan silinder.2

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:1

1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak

2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa

melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk

oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi

4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks

yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi

20
5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

2.2.9. Penatalaksanaan

1. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara

progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki

metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

a.Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama

gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

b. Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan

tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara

status nutrisi dan memelihara status gizi.

c. Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah

diuresis mencapai 2 L per hari.

d. Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG

dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).

21
2. Terapi simptomatik

a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan

suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena

bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

b. Anemia

Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50

u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis

pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih

dari tiga kali dalam seminggu.

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu

pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus

hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief

complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa

mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi

dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

22
e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis

reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

f. Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym

Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui

berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan

antiproteinuria.

g. Kelainan sistem kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal

yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh

penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan

kardiovaskular yang diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi,

dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan

keseimbanagan elektrolit.

3. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu

pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis

peritoneal, dan transplantasi ginjal.

a. Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik

azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien

23
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi

tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang

termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,

bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,

hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg

% dan kreatinin > 10 mg%.

Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,

anoreksia, muntah, dan astenia berat.

b. Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis

(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu

pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah

menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV

shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual

urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-

mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual

tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

c. Transplantasi ginjal

2.2.10. Prognosis

Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau

stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan

24
terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan

mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium

akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani

dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%),

kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).

2.2.11. Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai

dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah

terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan

hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal),

pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas

fisik dan pengendalian berat badan.

BAB III

25
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Penderita


Nama : Tn. S
Usia : 50 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat :Bakaran wetan 4/1 Juwana, Pati, Jawa Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan :-
Status : Menikah
SukuBangsa : Jawa (WNI)
Status : Rawat Inappada tanggal 3 september 2017

3.2. Anamnesa
Keluhan Utama : Sesak Nafas

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):


Pasien datang ke IGD RSUD Soewondo , dengan keluhan utama sesak
nafas. Sesak nafas mulai dirasakan pasien sejak satu minggu SMRS. Keluhan
muncul secara mendadak saat pasien bangun tidur, bertahan sepanjang hari, dan
tidak disertai suara ngik-ngik. Keluhan akan semakin memberat dalam posisi tidur,
dan sedikit membaik bila pasien duduk bersandar. Sesak nafas juga dirasakan
bertambah berat saat pasien beraktivitas, sehingga selama keluhan muncul pasien
hanya terbaring di tempat tidur. Pasien juga mengalami batuk yang timbul
bersamaan dengan keluhan sesak nafas. Batuk muncul terus menerus sepanjang
hari, berisi dahak yang berwarna putih dan kadang-kadang berbuih. Batuk dirasakan
bertambah berat bila pasien sedang sesak dan agak membaik setelah keluhan sesak
berkurang. Batuk tidak disertai dengan panas badan maupun berkeringat malam
hari.
Tiga hari SMRS pasien mengalami muntah dengan frekuensi 3-4
kali/hari.Volume tiap kali muntah ± ¼ gelas air mineral, berisi makanan yang pasien
makan sebelumnya dan tidak berisi darah. Muntah selalu didahului rasa mual, yang
muncul beberapa saat setelah pasien makan atau minum sesuatu.

26
Sembilan hari sebelum pasien MRS, pasien mengeluh kedua kakinya
bengkak. Kedua kaki tersebut bengkak secara bersamaan, disadari pertama kali saat
pasien baru bangun tidur. Bengkak pada kedua kaki tidak disertai oleh rasa nyeri
maupun kesemutan, hanya saja kedua kakinya dirasakan pasien lebih lemah bila
digunakan untuk berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang dengan beristirahat
maupun dengan pemberian minyak urut.
BAB tidak mengalami perubahan dalam hal frekuensi dan konsistensi. BAK
juga tidak mengalami perubahan dalam hal frekuensi, volume dan warna kencing.
Pasien mengaku kencing > 3x sepanjang hari tersebut. Pasien juga menyangkal
adanya kencing yang berwarna merah atau berbuih, nyeri saat kencing maupun
kencing yang berisi batu juga disangkal oleh pasien.
Saat pasien diperiksa, keluhan sesak nafas sudah agak berkurang, namun
pasien masih menggunakan 2 bantal saat tidur. Pasien sudah tidak batuk maupun
muntah. Kedua kaki masih bengkak, namun sudah berkurang jika dibandingkan
dengan saat pasien baru MRS. Badan masih dirasakan lemah oleh pasien, akan
tetapi nafsu makan sudah meningkat dibandingkan saat pasien baru MRS. BAB
normal dengan produksi kencing dikatakan sekitar satu botol air mineral sedang,
dengan warna kuning agak pekat dan tidak berbuih.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, dan
ini merupakan kali pertama pasien dirawat di Rumah Sakit. Pasien mengaku dirinya
memang memiliki riwayat penyakit batu ginjal (pada ginjal kiri) sejak 10 tahun
Pasien menetahui dirinya menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, dan
mendapat pengobatan captopril 2 x 1 tablet sehari. Akan tetapi pasien tidak rutin
minum obat. Pasien hanya minum obat bila merasa kepalanya pusing atau
tengkuknya sakit. Riwayat penyakit lain seperti diabetes melitus, penyakit jantung
serta asma disangkal, demikian pula tidak ada riwayat trauma pada kedua ginjal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Tidak
ada anggota keluarga yang menderita penyakit ginjal, hipertensi, jantung, asma,
maupun diabetes mellitus.
Riwayat Sosial dan Personal

27
Sehari-hari pasien berprofesi sebagai pedagang di pasar tradisional di desanya.
Aktivitas keseharian pasien kebanyakan dalam posisi duduk saat melayani pembeli.
Pasien mengaku jarang meluangkan waktu secara khusus untuk berolahraga. Pasien
tidak merokok maupun minum minuman

3.3. Pemeriksaan Obyektif


 Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak lemah
2. Kesadaran : Composmentis (E4V5M6)

 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6
BB / TB : 70 / 170
IMT : 21,5 Normoweight
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 160 / 90 mmHg
Nadi : 79 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu Axilla : 38,6 °C
Kepala : Normocephal
Rambut : Warna hitam dan putih, persebaran merata,
tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-,
pupil isokor, diameter 2,5mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+)
Hidung : Simetris, sekret -/-, deviasi septum (-), nafas
cuping hidung (-)
Telinga : Normotia, sekret -/-
Tenggorokan : Arkus faring tidak hiperemis, simetris, tonsil
T1-T1
Leher : Deviasi trachea (-), JVP PR + 2 cmH2O
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
pada axilla, supraklavikula
Paru
a. Inspeksi : simetris statis dan dinamis

28
b. Palpasi : vocal fremitus lapang paru kanan dan kiri sama kuat
c. Perkusi : terdengar sonor pada lapang paru kiri dan kanan
d. Auskultasi : lapang paru kanan dan kiri vesikuler, rhonki (+ di
lapangan paru bawah/-) dan wheezing(-/-)

Jantung
a. Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari lateral sela iga 5 Linea
Mid Clavicula Sinistra tidak kuat angkat.
b. Perkusi :
Batas atas ICS II Parasternal Line Sinistra
Batas bawah kiri 1 cm lateral ICS V MCL Sinistra
Batas bawah kanan ICS IV Sternal Line Dekstra
c. Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
a. Inspeksi : Datar, strie (-), skar (-), ekskoriasi (-)
b. Auskultasi : bising usus (+), peristaltic normal
c. Perkusi : Timpani, shifting dullness tidak ada
d. Palpasi :Supel, nyeri tekan tidak ada, defens muskular tidak
ada, hepar dan limpa tidak teraba
Ekstremitas: Akral dingin - -
- -
Edema - -
+ + minimal
capillary refill time< 2 detik
3.4. Diagnosis
Diagnosis Awal : Chronic Kidney Disease
3.5. Pemeriksaan Penunjang
1.5.1 Pemeriksan Laboratorium
Tanggal 4 september 2017
HEMATOLOGI Kesan
Hb 3,3 g/dl Menurun
Hematokrit 34,5% Menurun

29
Trombosit 194x103/uL Normal
Leukosit 12,5x103/uL Meningkat
Eritrosit 4,05x106/uL Menurun
MCV 86,4 fL Normal
MCH 30,0 pg Normal
MCHC 34,7% Normal
HITUNG JENIS
Netrofil 84,1% Meningkat
Limfosit 18,40% Menurun
Monosit 7,50% Normal
Eosinofil 2,4% Normal
Basofil 0,20% Normal

Tanggal 4 September 2017


KIMIA KLINIK Kesan
GDS/PP 131 mg/dl Normal
SGOT 27,0 U/L Normal
SGPT 14,7 U/L Normal
Ureum 319,9 mg/dl Meningkat
Creatinin 12,9 mg/dl Meningkat
SERO IMUNOLOGI
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

1.5.2 Pemeriksaan Radiologi

30
Pembacaan Hasil USG Abdomen
Pembacaan Hasil USG Abdomen(Ren Dextra et Sinistra)

Hepar : ukuran dbn, permukaan rata tepi tajam, parenkim


homogen, v. porta / hep/ duct. Billier dbn, nodul ( - )
Gall Bladder : double wall ( - ), sludge ( - ), batu ( - )

31
Pankreas : tak membesar, kalsifikasi ( - )
Lien : tak membesar, v.lienalis tak melebar
Ren Dx. Dan Sn : ukuran dbn, batas korteks medulla tak jelas,
eksogenitas meningkat, PCS tak melebar, batu ( - )
Para aorta : tak tampak pembesaran limfonodi para aorta
Ves. Urinaria : dinding tak menebal, batu ( - ), massa ( - )
Kel. Prostat : tak membesar, kalsifikasi ( - )

Kesan : Proses Kronis Ren Duplex

BAB IV

KESIMPULAN

Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit

ginjal yang ditandai adanya kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3 bulan yang dengan

atau tanpa penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, dyang bersifat progresif dan

irreversible. Adapun gejala klasik CKD diantaranya adalah edema, hipertensi dan anemia.

Berdasarkan derajat penyakitnya CKD dibagi menjadi 5 stage yang dinilai dari LFG. Gejala

klinis CKD meliputi gejala penyakit dasar, gejala sindrom uremikum serta gejala

komplikasi CKD. Penatalaksanaan CKD disesuaikan dengan derajat kerusakan fungsi

ginjal.

Pada kasus, pasien didiagnosis dengan CKD, sehingga penatalaksanaan utama pada

pasien ini ialah terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis. Disamping itu pada pasien ini

juga diberikan beberapa terapi penunjang lainnya, yang disesuaikan dengan manifestasi

klinis yang muncul. Penanganan etiologi, gejala dan komplikasi penyakit dengan tepat,

serta perubahan pola diet yang disesuaikan dengan fungsi ginjal diharapkan akan

32
membantu mencegah perburukan kondisi ginjal sehingga meningkatkan kualitas hidup

pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.

2. Wilson, Lorraine McCarty, RN, PhD. Dkk. Patofisiologi konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi Enam. Volume Dua. EGC. 2002

3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:


Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari:
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm

4. Editorial. Glomerulonefritis. Diunduh dari :


http://www.emedicine.com/article/777272-overview.htm

5. O’callaghan, C. A. At a Glance SISTEM GINJAL. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit


Erlangga.

6. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari:


http://www.emedicine.medscape.com/article/238798-overview

33

Anda mungkin juga menyukai