Disusunoleh:
Pembimbing:
SEMARANG
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Insiden dan prevalensinya semakin
pertumbuhan dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir terjadi
peningkatan prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal yang memerlukan
terapi pengganti ginjal Tidak hanya itu, prevalensi CKD stadium awal juga turut mengalami
peningkatatan. Diperkirakan satu dari sembilan orang Amerika Serikat mengidap CKD dan
meliputi: identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen secara
paripurna. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya CKD adalah umur diatas 60 tahun,
diabetes melitus, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya riwayat keluarga yang
menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, penggunaan obat nefrotoksik
berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras) dan kontak dengan bahan kimia yang berulang.2
penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini dapat mencegah terjadinya gagal ginjal,
2
CKD merupakan penyakit yang kronis, sehingga diperlukan kerjasama tim medis,
pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap
pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh) dan menyerap zat-
zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidakdipergunakan lagi oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan dari tubuh berupa urin(air kemih).
Traktus urinarius memiliki fungsi:
1. Keseimbangan transportasi air dan zat terlarut
2. Mensekresi hormon yang membantu mengatur tekanan darah, erithropoietin dan
metabolisme kalsium
3
3. Menyimpan nutrient
4. Ekskresi zat buangan
5. Mengatur keseimbangan asam basa
6. Membentuk urin
Sistem kemih terdiri dari saluran kemih atas (sepasang injal dan ureter) dan saluran
sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak
sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan
adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi
atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga
11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus
vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan
Syntopi ginjal
Ginjal kiri Ginjal kanan
Anterior Dinding dorsal gaster Lobus kanan hati Duodenum
Usus halus
4
Fleksura lienalis
Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum, m.
calix minor.
Calix minor :Percabangan dari calix major.
Calix major :Percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis :Disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
Fungsi ginjal :
amoniak.
5
e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
f) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
g) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah.
b. Ureter
ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat
sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major,
lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara
untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik
urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering
terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus
urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra
6
urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
vesicouterina (perempuan)
Infero-posterior Laki-laki: gl.vesiculosa, ampula vas deferens,rektum Perempuan:
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga
bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan
(superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior,
dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor
berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae,
bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan
kosong. Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun
persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis.
7
b. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra
pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual
sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna
(otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa
(di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya
memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat
volunter). Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika,
bagian lainnya.
3. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
(somatis).
8
4. Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra
pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya
di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat
volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
2.2.1 Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak
ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
Kelainan patologik
pencitraan radiologi
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
9
2.2.3. Epidemiologi
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar
kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini
2.2.4. Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%). 1,2
a. Glomerulonefritis
mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.
Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga
serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah
merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal
terganggu.
10
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel,
atau amiloidosis.
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada
pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi
hematurim oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas,
b. Diabetes melitus
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air
menyebabkan munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda
awal penyakit ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial
11
glomerular yang pada akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang
kuat antara proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥
90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder
Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolic, modifikasi gaya hidup, serta terapi
Darah Hidup
Normal < 120 Dan < 80 edukasi tidak perlu obat
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89 Ya
antihipertensi
Stage 1 HT 140 – 159 Atau 90 – 99 Ya Thiazid tipe diuretik
12
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah <130/80
mmHg.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material
yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista
kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena
kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal
polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih
dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease),
oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata
kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan
autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.2
2.2.5. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang
diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
13
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga
Tinjauan mengenai perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan
melihat hubungan antara bersihan kreatinin dengan laju filtrasi glomerulus sebagai
persentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah
(BUN) karena massa nefron dirusak secara progresif oleh penyakit gagal ginjal kronik. 2
Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium:
Stadium pertama
Disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi
dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine
Stadium kedua
Perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila lebih dari 75% jaringan yang
berfungsidtelah rusak (GFR besarnya 25% dari normal) . Pada tahap ini kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,
bergantung pada kadar protein dalam makanan. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum
14
mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan ( kecuali bila pasien
mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi). Pada stadium insufisiensi
ginjal ini mulai timbul gejala-gejala nokturia dan poliuria ( akibat gangguan kemampuan
pemekatan). Gejala – gejala ini timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan
makanan atau minuman yang tiba-tiba. Pasien biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-
gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang teliti. Nokturia (berkemih dimalam hari) didefinisikan sebagai gejala
pengeluaran urin waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau pasien
terbangun untuk berkemih beberapa kali waktu malam hari. Nokturia disebabkan oleh
hilangnya pola pemekatan urine diurnal normal sampai tingkat tertentu dimalam hari.
Dalam keadaan normal perbandingan jumlah urine siang hari dan malam hari adalah 3:1
atau 4:1. Sudah tentu, nokturia kadang – kadang dapat terjadi juga sebagai respon
kegelisahan atau minum cairan yang berlebihan, terutama teh, kopi atau bir yang diminum
sebelum tidur. 2
Stadium ketiga
Disebut stadium akhir atau uremia. ESRD (gagal ginjal stadium akhir) terjadi
apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10% dari normal.
Pada keadaan ini kreatinin dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok.
Pasien mulai mersakan gejala-gejala yang cukup parah. Pasien menjadi oligourik karena
kegagalan glomerulus. 2
Pada stadium akhir (sindrom uremik) terjadi kompleks gejala yang berkaitan dengan
retensi metabolit nitrogen.Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik.
15
Pertama, gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi , kelainan volum cairan dan elektrolit,
ketidak seimbagan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta
anemia yang disebabkan oleh defisiensi sekresi ginjal. Kedua, timbul gejala yang
lainnya.1,2
2.2.6. Klasifikasi
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai
laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi
glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam
lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal,
stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3
kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal
dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat
(mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal dan atau dengan atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT).
4
16
GFR Dengan Kerusakan Ginjal Tanpa Kerusakan Ginjal
Dengan HT Tanpa HT Dengan HT Tanpa HT
(ml/min/1,73 m2)
> 90 1 1 HT Normal
60 – 89 2 2 HT dengan Penurunan
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.5
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan
pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama
disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya
anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri),
masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.5
b. Hipertensi
hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Hipertensi semacam ini biasanya memberikan
respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika
17
Hipertensi yang tidak member respon terhadap pengurangan volume tubuh sering
kali berkaitan dengan produksi rennin yang berlebihan. Kelebihan aktivitas simpatis juga
dapat berperan. 5
c. Dehidrasi
hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat
filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus sehingga mengekskresi urin yang sangat encer,
d. Kelainan kulit
gatal merupakan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan ini dapat timbul
karena deposit kalium fosfat pada jaringan. Bekuan uremik merupakan presipitat Kristal
ureum pada kulit dan timbul akibat adanya uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan
e. kelainan gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi pada
pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun demikian, gejala mual,
f. Lipid
katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialysis
peritoneal dari pada pasien yang menjalani haemodialisis, mungkin akibat hilangnya
g. Kelainan kardiovaskular
18
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal
5. Meramalkan prognosis
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit
termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
19
i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;
ii) sindrom uremia yang terduru daru lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
chlorida).
b. Pemeriksaan laboratorium
yang mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar
2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi
20
5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
2.2.9. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
a.Peranan diet
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
21
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50
u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis
pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus
c. Keluhan gastrointestinal
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
d. Kelainan kulit
22
e. Kelainan neuromuskular
f. Hipertensi
antiproteinuria.
yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh
keseimbanagan elektrolit.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
23
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi
tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,
hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
c. Transplantasi ginjal
2.2.10. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau
24
terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan
mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium
akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani
dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%),
2.2.11. Pencegahan
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah
terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan
hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal),
pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas
BAB III
25
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesa
Keluhan Utama : Sesak Nafas
26
Sembilan hari sebelum pasien MRS, pasien mengeluh kedua kakinya
bengkak. Kedua kaki tersebut bengkak secara bersamaan, disadari pertama kali saat
pasien baru bangun tidur. Bengkak pada kedua kaki tidak disertai oleh rasa nyeri
maupun kesemutan, hanya saja kedua kakinya dirasakan pasien lebih lemah bila
digunakan untuk berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang dengan beristirahat
maupun dengan pemberian minyak urut.
BAB tidak mengalami perubahan dalam hal frekuensi dan konsistensi. BAK
juga tidak mengalami perubahan dalam hal frekuensi, volume dan warna kencing.
Pasien mengaku kencing > 3x sepanjang hari tersebut. Pasien juga menyangkal
adanya kencing yang berwarna merah atau berbuih, nyeri saat kencing maupun
kencing yang berisi batu juga disangkal oleh pasien.
Saat pasien diperiksa, keluhan sesak nafas sudah agak berkurang, namun
pasien masih menggunakan 2 bantal saat tidur. Pasien sudah tidak batuk maupun
muntah. Kedua kaki masih bengkak, namun sudah berkurang jika dibandingkan
dengan saat pasien baru MRS. Badan masih dirasakan lemah oleh pasien, akan
tetapi nafsu makan sudah meningkat dibandingkan saat pasien baru MRS. BAB
normal dengan produksi kencing dikatakan sekitar satu botol air mineral sedang,
dengan warna kuning agak pekat dan tidak berbuih.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, dan
ini merupakan kali pertama pasien dirawat di Rumah Sakit. Pasien mengaku dirinya
memang memiliki riwayat penyakit batu ginjal (pada ginjal kiri) sejak 10 tahun
Pasien menetahui dirinya menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, dan
mendapat pengobatan captopril 2 x 1 tablet sehari. Akan tetapi pasien tidak rutin
minum obat. Pasien hanya minum obat bila merasa kepalanya pusing atau
tengkuknya sakit. Riwayat penyakit lain seperti diabetes melitus, penyakit jantung
serta asma disangkal, demikian pula tidak ada riwayat trauma pada kedua ginjal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Tidak
ada anggota keluarga yang menderita penyakit ginjal, hipertensi, jantung, asma,
maupun diabetes mellitus.
Riwayat Sosial dan Personal
27
Sehari-hari pasien berprofesi sebagai pedagang di pasar tradisional di desanya.
Aktivitas keseharian pasien kebanyakan dalam posisi duduk saat melayani pembeli.
Pasien mengaku jarang meluangkan waktu secara khusus untuk berolahraga. Pasien
tidak merokok maupun minum minuman
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6
BB / TB : 70 / 170
IMT : 21,5 Normoweight
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 160 / 90 mmHg
Nadi : 79 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu Axilla : 38,6 °C
Kepala : Normocephal
Rambut : Warna hitam dan putih, persebaran merata,
tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-,
pupil isokor, diameter 2,5mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+)
Hidung : Simetris, sekret -/-, deviasi septum (-), nafas
cuping hidung (-)
Telinga : Normotia, sekret -/-
Tenggorokan : Arkus faring tidak hiperemis, simetris, tonsil
T1-T1
Leher : Deviasi trachea (-), JVP PR + 2 cmH2O
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
pada axilla, supraklavikula
Paru
a. Inspeksi : simetris statis dan dinamis
28
b. Palpasi : vocal fremitus lapang paru kanan dan kiri sama kuat
c. Perkusi : terdengar sonor pada lapang paru kiri dan kanan
d. Auskultasi : lapang paru kanan dan kiri vesikuler, rhonki (+ di
lapangan paru bawah/-) dan wheezing(-/-)
Jantung
a. Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari lateral sela iga 5 Linea
Mid Clavicula Sinistra tidak kuat angkat.
b. Perkusi :
Batas atas ICS II Parasternal Line Sinistra
Batas bawah kiri 1 cm lateral ICS V MCL Sinistra
Batas bawah kanan ICS IV Sternal Line Dekstra
c. Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
a. Inspeksi : Datar, strie (-), skar (-), ekskoriasi (-)
b. Auskultasi : bising usus (+), peristaltic normal
c. Perkusi : Timpani, shifting dullness tidak ada
d. Palpasi :Supel, nyeri tekan tidak ada, defens muskular tidak
ada, hepar dan limpa tidak teraba
Ekstremitas: Akral dingin - -
- -
Edema - -
+ + minimal
capillary refill time< 2 detik
3.4. Diagnosis
Diagnosis Awal : Chronic Kidney Disease
3.5. Pemeriksaan Penunjang
1.5.1 Pemeriksan Laboratorium
Tanggal 4 september 2017
HEMATOLOGI Kesan
Hb 3,3 g/dl Menurun
Hematokrit 34,5% Menurun
29
Trombosit 194x103/uL Normal
Leukosit 12,5x103/uL Meningkat
Eritrosit 4,05x106/uL Menurun
MCV 86,4 fL Normal
MCH 30,0 pg Normal
MCHC 34,7% Normal
HITUNG JENIS
Netrofil 84,1% Meningkat
Limfosit 18,40% Menurun
Monosit 7,50% Normal
Eosinofil 2,4% Normal
Basofil 0,20% Normal
30
Pembacaan Hasil USG Abdomen
Pembacaan Hasil USG Abdomen(Ren Dextra et Sinistra)
31
Pankreas : tak membesar, kalsifikasi ( - )
Lien : tak membesar, v.lienalis tak melebar
Ren Dx. Dan Sn : ukuran dbn, batas korteks medulla tak jelas,
eksogenitas meningkat, PCS tak melebar, batu ( - )
Para aorta : tak tampak pembesaran limfonodi para aorta
Ves. Urinaria : dinding tak menebal, batu ( - ), massa ( - )
Kel. Prostat : tak membesar, kalsifikasi ( - )
BAB IV
KESIMPULAN
Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit
ginjal yang ditandai adanya kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3 bulan yang dengan
atau tanpa penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, dyang bersifat progresif dan
irreversible. Adapun gejala klasik CKD diantaranya adalah edema, hipertensi dan anemia.
Berdasarkan derajat penyakitnya CKD dibagi menjadi 5 stage yang dinilai dari LFG. Gejala
klinis CKD meliputi gejala penyakit dasar, gejala sindrom uremikum serta gejala
ginjal.
Pada kasus, pasien didiagnosis dengan CKD, sehingga penatalaksanaan utama pada
pasien ini ialah terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis. Disamping itu pada pasien ini
juga diberikan beberapa terapi penunjang lainnya, yang disesuaikan dengan manifestasi
klinis yang muncul. Penanganan etiologi, gejala dan komplikasi penyakit dengan tepat,
serta perubahan pola diet yang disesuaikan dengan fungsi ginjal diharapkan akan
32
membantu mencegah perburukan kondisi ginjal sehingga meningkatkan kualitas hidup
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
2. Wilson, Lorraine McCarty, RN, PhD. Dkk. Patofisiologi konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi Enam. Volume Dua. EGC. 2002
33