Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah
kehilangan atau penurunan fungsi ginjal yang sudah lanjut dan bertahap serta
bersifat menahun sehingga ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dan perlu
dilakukan perawatan dan pengobatan yang serius.1 CKD dapat berkembang
cepat 2-3 bulan dan dapat pula berkembang dalam waktu yang sangat lama
30-40 tahun.2
Chronic Kidney Disease telah menjadi kekhawatiran yang berkembang
di dunia karena prevalensinya yang meningkat serta hasil akhirnya yang
buruk. Di Amerika serikat penderita CKD mencapai 20 juta yang berarti 1
dari 9 orang dewasa. Meskipun teknik dialisis dan transplantasi makin
berkembang namun prognosis gagal ginjal tetap buruk. Sistem pendataan
ginjal di Amerika Serikat pada tahun 2001 menunjukkan angka lebih dari
76.500 kematian pasien dengan End Stage Renal Disease (ESRD), angka ini
seakan tidak berubah selama satu dekade terakhir. Morbiditas gagal ginjal
juga cukup tinggi di mana pasien yang menjalani dialysis rata-rata 4 (empat)
kondisi komorbid, 15 (lima belas) hari perawatan Rumah Sakit (RS) per
tahun, dan kualitas hidup yang lebih rendah dari rata-rata populasi. Jumlah
pasien dengan tingkat CKD yang lebih dini lebih besar namun mortalitas,
morbiditas, hari perawatan RS per tahun, dan kualitas hidup belum diteliti
lebih lanjut. Sebagian besar penderita tidak menyadari penyakit tersebut
karena CKD asimtomatik sampai ia berkembang dengan signifikan.3
Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah
penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan
pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian
epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia. Dari data
di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi
penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta penduduk

1
2

dan 200 - 250/ 1 juta penduduk. Berdasarkan hasil studi dokumentasi dari
bagian pencatatan dan pelaporan di Ruang Melati Lantai 2 Rumah Sakit Pusat
dr. Hasan Sadikin Bandung, tercatat selama kurun waktu bulan Januari
sampai dengan April 2008, klien yang dirawat dengan gagal ginjal kronik
mencapai 22 orang dengan persentase 27,5 %.2
Pendekatan diagnosis pada gagal ginjal kronik dapat menggunakan
temuan gambaran klinis, laboratoris, radiologis dan histopatologi
ginjal.Temuan ginjal kecil ekogenik bilateral (<10 cm) menggunakan USG
mendukung dianosis CKD, meskipun ginjal yang normal atau besar dapat
pada gagal ginjal yang disebabkan penyakit ginjal polikistik dewasa,
nefropati diabetik, nefropati terkait HIV, mieloma multipel, amiloidosis, dan
uropati obstruktif. Bukti radiologis osteodistrofi ginjal merupakan temuan
lain yang bermakna, karena perubahan pada x-ray karena hiperparatiroidisme
sekunder tidak muncul kecuali jika tingkat paratiroid telah meningkat selama
1 tahun.1

1.2 Tujuan
1.2.1 Memahami anatomi dan fisiologi ginjal
1.2.2 Memahami definisi, etiologi, patogenesis, dan cara penegakan
diagnosis chronic kidney disease
1.2.3 Memahami gambaran radiologi chronic kidney disease

1.3 Manfaat
1.3.1 Dapat menerapkan cara penegakan diagnosis chronic kidney disease
1.3.2 Dapat mengusulkan jenis pemeriksaan radiologi chronic kidney
disease
1.3.3 Dapat mendeskripsikan gambaran radiologi chronic kidney disease
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Organ Ginjal


Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang pada
orang dewasa berukuran panjang 10-13 cm (4 -5 inci), lebar: 5-7,5 cm (2-3
inci), dan berat + 150 gram. Persentase berat ginjal: 0,5% dari berat tubuh.
Terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra)
dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang
mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11
(vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11
atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus
vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal
kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat
bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.4

Batas Ginjal Ginjal Ginjal Kiri


Kanan
Anterior Lobus kanan Dinding dorsal gaster
hati
Duodenum Pankreas
pars descendens
Fleksura Limpa
hepatica
Usus halus Vasa lienalis
Usus halus
Fleksura lienalis
Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus
lumborum, m. transversus abdominis(aponeurosis),
4

n.subcostalis, n.iliohypogastricus, a.subcostalis,


aa.lumbales 1-2(3), iga 12 (ginjal kanan) dan iga 11-
12 (ginjal kiri).
Tabel 1. Batas-batas Ginjal

Gambar 1. Batas-batas Ginjal


5

Bagian ginjal di mana di dalamnya


terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi
Korteks
(glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distalis.
Terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri
Medula dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus
pengumpul (ductus colligent).
Columna
Bagian korteks di antara pyramid ginjal
renalis
Processus Bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
renalis, korteks
Suatu bagian/area di mana pembuluh darah,
Hilus
serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan
renalis
ginjal.
Papilla Bagian yang menghubungkan antara duktus
renalis pengumpul dan calix minor.
Calix
Percabangan dari calix major.
minor
Calix major Percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis Disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
renalis menghubungkan antara calix major dan ureter.
Saluran yang membawa urine menuju vesica
Ureter
urinaria.

Tabel 2. Bagian-bagian Ginjal


6

Gambar 2. Anatomi dan Histologi Ginjal

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada
tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh
kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus)
serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan
letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana
korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya
sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2)
nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi
7

medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan
dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava
inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang
menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu
pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior,
inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus
major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk
vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui
n.vagus.4
2.1.1. Fisiologi
Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun;
mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan
kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan
garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme
hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tiga tahap
pembentukan urine :5
a Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus
ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut
filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara
8

kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam


kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh
tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik
koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-
tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
b Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non
elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi
selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
c Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang
secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-
ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan
ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya
bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular perjalanannya
kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium
harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu
kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya.
Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi
penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
9

2.2. Chronic Kidney Disease


2.2.1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) menurut National Kidney Foundation
(NKF) di Amerika Serikat didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju
filtrasi glomerolus (GFR) < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih.
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi
acuan untuk mengetahui adanya suatu gangguan ginjal. Kadar ureum >40
mg/dl dan kreatinin >1.5 mg/dl dapat menjadi suati tanda adanya gangguan
fungsi ginjal.
Kerusakan ginjal sendiri didefinisikan sebagai abnormalitas patologis
atau marker (penanda) kerusakan, termasuk abnormalitas di uji darah atau
urin ataupun hasil pencitraan.3
2.2.2. Epidemiologi
Di Amerika serikat penderita CKD mencapai 20 juta yang berarti 1 dari
9 orang dewasa. Meskipun teknik dialisis dan transplantasi makin
berkembang namun prognosis gagal ginjal tetap buruk. Sistem pendataan
ginjal di Amerika Serikat pada tahun 2001 menunjukkan angka lebih dari
76.500 kematian pasien dengan End Stage Renal Disease (ESRD), angka ini
seakan tidak berubah selama satu dekade terakhir.
Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah
penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan
pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian
epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia. Dari data
di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi
penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta penduduk
dan 200 - 250/ 1 juta penduduk. Berdasarkan hasil studi dokumentasi dari
bagian pencatatan dan pelaporan di Ruang Melati Lantai 2 Rumah Sakit Pusat
dr. Hasan Sadikin Bandung, tercatat selama kurun waktu bulan Januari
sampai dengan April 2008, klien yang dirawat dengan gagal ginjal kronik
mencapai 22 orang dengan persentase 27,5 %.2
10

2.2.3. Patofisiologi
11

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus


meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini
menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan
pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti
lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran
histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh
penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah
kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat
dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini
berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal
terminal.3
2.2.4. Klasifikasi
12

CKD jarang reversibel dan mengarah pada penurunan progresif fungsi


ginjal. Hal ini terjadi bahkan setelah kejadian yang memicu telah
disingkirkan. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi nefron-
nefron yang tersisa dengan hiperfiltrasi, dan angka Glomerus Filtration Rate
pada nefron-nefron tersebut di atas normal. Adaptasi ini memberikan beban
pada nefron-nefron tersisa dan menyebabkan sklerosis glomerular progresif
dan fibrosis intersisial, yang menunjukkan bahwa hiperfiltrasi memperburuk
fungsi ginjal.
Definisi tidak dapat berdasarkan nilai kreatinin serum (Creatinin
Clearence Test) semata karena korelasi non-linear antara nilai kreatinin serum
dengan GFR. Namun demikian prediksi GFR dapat dilakukan dengan
memasukkan nilai kreatinin serum ke dalam persamaan tertentu dengan
mempertimbangkan pula jenis kelamin, usia, ras, dan ukuran tubuh.
Caranya, cukup mengukur kadar kreatinin darah (sCr: serum Creatinin),
bisa diketahui persentase fungsi ginjal dari GFR-nya dengan rumus :
Laki-laki GFR = (140 - umur) x (BB)/ (serum Creatinin x 72)
Wanita GFR = (140 - umur) x (BB) x 0.85/ (serum Creatinin x 72)

Literatur barat memiliki kecenderungan terkini adalah menggantikan


persamaan yang terdahulu yaitu persamaan Cockcroft-Gault dengan
persamaan dari studi Modification of Diet in Renal Disease (MDRD). Selain
melibatkan lebih banyak variabel persamaan MDRD juga memprediksi GFR
lebih baik daripada persamaan Cockcroft-Gault dengan bias dan dan sebaran
yang lebih sedikit. Sebuah studi dalam 100 pasien menunjukkan bahwa
persamaan Cockcroft-Gault memiliki bias 14% sampai dengan +25% dan
75% perkiraan termasuk dalam 30% nilai GFR yang diukur. Tiga penelitian
mengenai persamaan MDRD menunjukkan bias 3% sampai dengan +3%
dan 90% perkiraan termasuk dalam 30% nilai GFR yang diukur. Terdapat
beberapa persamaan MDRD namun yang banyak diadopsi dalam Clinical
Practice Guidelines adalah versi singkat dengan empat variabel, yaitu
13

GFR (ml/menit/1,73 m2) = 186 x (SCr)-1,154 x (Usia dalam tahun)-


0,203 dengan penyesuaian dikalikan 0,742 untuk perempuan dan 1,21 untuk
ras kulit hitam
Pengukuran klirens kreatinin menggunakan penampungan urin 24 jam
tidak memberikan perkiraan GFR yang lebih tepat dibandingkan
menggunakan persamaan. Klasifikasi CKD menurut National Kidney
Foundation adalah sebagai berikut:3
Tingkat Deskripsi GFR Nilai
Kerusakan ginjal dengan GFR
90
normal atau menurun
Kerusakan ginjal dengan GFR
60-89
menurun ringan
GFR menurun sedang 30-59
GFR menurun berat 15-29
< 15 (atau
Gagal ginjal
dialysis)
Tabel 3. Klasifikasi CKD menurut National Kidney Foundation

2.2.5. Etiologi dan Faktor Resiko


Meskipun CKD dapat disebabkan oleh kelainan atau penyakit dari
ginjal itu sendiri , namun penyebab utamanya adalah :1
Diabetes Melitus type 1 dan 2
Diabetes Melitus dapat menyebabkan kondisi diabetic nefrofathy dan
merupakan penyebabkan utama penyakit ginjal di Unted State.1 Menurut
American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator,
karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat
timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
14

perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih
sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung
lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan
diperiksa kadar glukosa darahnya.3
Hipertensi
Hipertensi jika tidak terkontrol dapat mengakibat kerusakan pada
ginjal.1 Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya
atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.3
Glomerulonephritis
Glomerulonephritis adalah inflamasi dan kerusakan dari system filtrasi
di ginjal dan dapat menyebabkan gagal ginjal. Kondisi post infeksi dan
LUPUS adalah penyebab utama glomerulonephritis.1 Istilah
glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya
tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,
glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer
apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan
glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit
sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),
mieloma multipel, atau amiloidosis.Gambaran klinik glomerulonefritis
mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan
urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus
memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis.3
Polycystic kidney diease
Polycystic kidney diease adalah contoh penyebab yang sifatnya
herediter dari CKD, dimana ginjal mempunyai multiple cystic.1 Kista adalah
suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan
15

kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula.


Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik
yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah
penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh
karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun.
Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil,
sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah
penyakit ginjal polikistik dewasa.3
Penggunaan analgetik
Penggunaan analgetik seperti asetaminofen (Tylenol ) dan ibuprofen
(motrin, advil ) secara reguler dan dalam waktu lama dapat menyebabkan
neprophaty analgetic. Beberapa jenis obat yang lain dapat pula menyebabkan
kerusakan di ginjal.
Artherosclerosis
Artherosclerosis menyebabkan kondisi yang disebut ischemik
neprophathy.
Obstruksi aliran urine
Obstruksi aliran urine oleh karena batu saluran kencing, pembesaran
prostat, stuktur atau cacer dapat menyebabkan kidney disease.
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian
Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi
terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),
hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
Berdasarkan data dari National Kidney Foundation pada tahun 2009
faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit
ginjal dalam keluarga.3
16

2.3.1 Gejala Klinis


Fatigue dan lemah
Fatigue dan lemah akibat anemia dan akumulasi dari produk sisa
metabolism.
Loss of appetite, nausea & vomiting
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari
sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium
terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas,
diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora
usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang
menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus
halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda
atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
Edema
Gatal, mear, kulit pucat
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum
jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme
sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan
paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost.
Sakit kepala, peripheral neurophaty, gangguan tidur, gangguan
status mental (encephalopaty karena uremia)
Kelainan Mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada
sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat
hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal
kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.
Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi
maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal
17

kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada


conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi
dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada
beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit
hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
Hipertensi
Edema pulmonal sehingga timbul sesak nafas
Nyeri sendi, tulang dan fraktur
Disfungsi seksual
2.3.2 Diagnosis
2.3.2.1 Anamnesis
Pada awalnya, gagal ginjal mungkin tanpa gejala (tidak
menghasilkan gejala apapun). Seperti penurunan fungsi ginjal,
gejala terkait dengan ketidakmampuan untuk mengatur air dan
elektrolit saldo, untuk membersihkan produk sisa dari tubuh, dan
untuk mempromosikan produksi sel darah merah. Kelesuan,
kelemahan , sesak napas , pembengkakan dan umum dapat terjadi.
Belum diakui atau tidak diobati, keadaan yang mengancam jiwa
dapat berkembang.
Asidosis metabolik, atau peningkatan keasaman tubuh karena
ketidakmampuan untuk memproduksi bikarbonat, akan mengubah
enzim dan metabolisme oksigen, menyebabkan gagal organ.
Ketidakmampuan untuk mengekskresikan kalium dan kadar kalium
dalam serum meningkat ( hiperkalemia ) dikaitkan dengan
gangguan irama jantung fatal ( aritmia ) termasuk takikardia
ventrikel dan fibrilasi ventrikel.
Tingkat urea meningkat dalam darah (uremia) dapat mempengaruhi
fungsi berbagai organ mulai dari otak ( ensefalopati ) dengan
perubahan pemikiran, untuk radang selaput jantung ( perikarditis ),
untuk fungsi otot menurun karena tingkat kalsium yang rendah (
hypocalcemia).
18

Kelemahan umum dapat terjadi karena anemia , suatu jumlah sel


darah menurun merah, karena tingkat lebih rendah dari
erythropoietin yang dihasilkan oleh ginjal gagal tidak cukup
merangsang sumsum tulang. Penurunan sel merah sama dengan
penurunan oksigen-membawa kapasitas darah, mengakibatkan
pengiriman oksigen menurun menjadi sel bagi mereka untuk
melakukan pekerjaan, sehingga ban tubuh dengan cepat. Juga,
dengan oksigen sedikit, sel-sel lebih siap menggunakan
metabolisme menyebabkan peningkatan jumlah produksi asam
yang tidak dapat ditangani oleh ginjal sudah gagal.
Sebagai produk limbah membangun di, darah kehilangan nafsu
makan , lesu, dan kelelahan menjadi jelas. Ini akan maju ke titik di
mana fungsi mental akan berkurang dan koma dapat terjadi.
Karena ginjal tidak dapat mengatasi beban asam yang meningkat
dalam tubuh, pernapasan menjadi lebih cepat karena paru-paru
mencoba untuk buffer keasaman dengan meniup karbon dioksida.
Tekanan darah mungkin naik karena kelebihan cairan, dan cairan
ini dapat disimpan di paru-paru, menyebabkan gagal jantung
kongestif

Efek dan gejala penyakit ginjal kronis meliputi;

Sering buang air kecil , terutama pada malam hari (nokturia);

Pembengkakan pada kaki dan bengkak di sekitar mata (retensi


cairan);

Tekanan darah tinggi;

kelelahan dan kelemahan (dari anemia atau akumulasi produk


limbah dalam tubuh);

Kehilangan nafsu makan, mual dan muntah ;


19

Gatal kulit, memar, dan pucat mudah (anemia);

Sesak napas dari akumulasi cairan di paru-paru;

sakit kepala , mati rasa pada kaki atau tangan (neuropati perifer),
gangguan tidur , perubahan status mental ( ensefalopati dari
akumulasi produk-produk limbah atau racun uremik), dan restless
leg syndrome ;

nyeri dada karena perikarditis (radang di sekitar jantung);

Perdarahan (karena pembekuan darah yang buruk);

Nyeri tulang dan patah tulang, dan

Penurunan minat seksual dan disfungsi ereksi

2.3.2.2 Pemeriksaan laboratorium


Ureum serum, nilai normal 20 40 mg/dl

Kreatinin serum, nilai normal 0.5 1.5 mg/dl

Asam urat serum, nilai normal pada pria berkisar 3,5 7 mg/dl
dan wanita 2,6 6 mg/dl.

Kadar Hb, nilai normal pada pria adalah 13 gr% - 18 gr%, dan
wanita adalah 11,5 gr% - 16,5 gr%

2.3.2.3 Pemeriksaan Radiologis


Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan
tujuannya, yaitu:

Foto polos abdomen

Pada foto polos abdomen perhatikan dan ukur kontur


ginjal. Pada foto polos kontur ginjal sering tidak tervisualisasi.
Pielografi retrograde
20

Pielografi retrograde adalah pemasukan zat kontras


melalui kateter ke dalam ureter dan pelvis ginjal yang dapat
dilakukan selama sistoskopi. Dilakukan untuk mendeteksi batu
ginjal, tumor, hyperplasia prostat, penyebab dari hematuria dan
infeksi saluran kemih, dan mengeluarkan batu ginjal.

BNO-IVP

Pemeriksaan IVP untuk mengetahui adanya kelainan


pada sistem urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem
urinary pasien. Dengan IVP dapat diketahui adanya kelainan
pada sistem tractus urinary dari batu ginjal, pembesaran
prostat, dan tumor pada ginjal, ureter dan blass Kontra
Indikasinya adalah alergi terhadap media kontras, pasien yang
mempunyai kelainan atau penyakit jantung, pasien dengan
riwayat atau dalam serangan jantung, neonates, diabetes
mellitus tidak terkontrol, pasien yang sedang dalam keadaan
kolik, dan hasil ureum dan kreatinin yang tidak dalam batas
normal
21

Gambar 3. Conventional plain film of the abdomen


called a KUB (Kidneys, Ureters, Bladder) obtained
following adminstration of IV contrast for IV
urography shows normal collecting system. Calyces
(arrows), renal pelvis (P), ureters (*) and bladder(B).

Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan penunjang radiologis yang umumnya dilakukan


pada pasien gagal ginjal adalah pemeriksaan dengan ultrasonografi.
USG saat ini digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara rutin
pada keadaan gagal ginjal yang digunakan untuk memperoleh
informasi tentang parenkim, sistem collecting dan pembuluh darah
22

ginjal.6 Gagal ginjal kronik pada umumnya diikuti dengan kenaikan


kadar kreatinin dan menimbulkan gambaran ultrasonografi gagal ginjal
kronik.1

Pemeriksaan ultrasonografi pada gagal ginjal untuk mengetahui


adanya pembesaran ginjal, kristal, batu ginjal, mengkaji aliran urin
dalam ginjal.3 USG abdomen pada pasien gagal ginjal kronik biasanya
ditandai dengan korteks yang lebih hiperechoic hingga hampir sama
dengan sinus renalis.Selain itu dapat ditemukan pula ukuran ginjal
yang mengecil dan batas korteks medula yang tidak jelas. Pada
pemeriksaan USG gambaran hiperechoic pada parenkim ginjal kanan
dapat menimbulkan kecurigaan adanya radang pada ginjal kanan.
Normalnya, parenkim ginjal pada bagian korteks memiliki
sonodensitas yang lebih rendah dari pada hepar, sehingga bersifat
hipoechoic.

Sonodensitas yang lebih tinggi dapat ditemukan pada parenkim


sinus renalis karena komposisi lemak yang dimilikinya. Gambaran
sonodensitas parenkim yang meningkat mungkin disebabkan proses
inflamasi akibat riwayat konsumsi jamu dan obat-obatan yang sangat
mungkin bersifat nefrotoksik.

Besar kedua ginjal yang masih normal pada USG menandakan


proses penyakit ginjal kronik yang masih awal dimana berkurangnya
massa ginjal belum jelas terlihat. Gambaran PCS yang tidak melebar
dan tidak ditemukannya batu pada struktur ginjal kanan dan kiri dapat
menyingkirkan kemungkinan proses obstruktif sebagai etiologi.
23

Gambar 4. This elderly male patient presented with symptoms of medical renal disease.
Sonography of the kidneys revealed:

1) bilateral echogenic (hyperechoic renal cortex) kidneys

2) both kidneys appear small in size (atrophic)

3) reduced thickness (thinning) of renal cortex (10mm.)

4) reduction in cortico-medullary differentiation

These ultrasound images are diagnostic of chronic medical renal disease (or chronic renal
failure). All ultrasound images above (taken using Toshiba Nemio-XG Color Doppler
imaging system, by Joe Antony, MD, India.
24

Nefrotomogram

Nefrotomogram adalah serangkaian gambar sinar-x dari ginjal.


Sinar-x diambil dari sudutyang berbeda dan menunjukkan ginjal dengan
jelas, tanpa bayangan dari organ-organ di sekitarnya.

Gambar 5. UPJO in a 24-year-old patient.

(a) Distal obstructive ureter was not displayed by IVU image.

(b) Oblique reconstructed imaging of CTU images showed


left side hydronephrosis and distal obstructive ureter.

(c) Detection of the ventral crossing artery at the


ureteropelvic junction by axial CTU image.
25

Nefrogram

Pemeriksaan Renograf dapat melihat adanya gejala kelainan ginjal.


Hasil yang diperoleh dari renograf adalah grafik renogram. Teknik
Renografi untuk memeriksa fungsi ginjal telah dikenal sejak tahun 1950-
an. Alat renograf menggunakan radioisotop sebagai perunut (tracer) yang
dimasukkan ke dalam tubuh pasien. Indikasi pemeriksaan renografi dapat
dilakukan atas permintaan dokter untuk pasien dengan berbagai latar
belakang klinis gangguan fungsi ginjal. Renografi dalam sistem pelayanan
kesehatan dapat berperan sebagai sarana screening diagnostic maupun
sebagai sarana pemantauan hasil pengobatan atau tindakan medis.

Waktu yang diperlukan untuk persiapan dan pemeriksaan pasien


relatif singkat. Dosis isotop yang lebih aman (seperempat dari yang
diperlukan pada penggunaan kamera gamma), kelengkapan perangkat
lunak (software) yang mudah digunakan (user friendly) dan kesederhanaan
alat yang tidak memerlukan personil terdidik khusus (high skill personnel)
untuk pengoperasian dan perawatan alat, serta biaya investasi yang kurang
dari sepersepuluh kamera gamma, sehingga biaya operasional per pasien
sangat ekonomis. Renograf Dual Probes sesuai untuk rumah sakit kecil
yang belum memiliki kamera gamma, ataupun rumah sakit sibuk yang
berusaha mengurangi beban penggunaan kamera gamma yang telah ada
untuk pemeriksaan ginjal.

Radioisotop yang dikandung oleh ginjal akan menjadi sumber


radiasi bagi alat renograf. Selanjutnya radiasi yang dipancarkan akan
dideteksi oleh suatu detector yang terdaoat pada alat renograf. Dalam
kedokteran nuklir, pengamatan terhadap perunut yang dilakukan dari luar
tubuh penderita disebut pengamatan in-vivo yang artinya memasukkan
radioisotop ke dalam tubuh manusia.

Pada prinsipnya alat renograf bekerja sebagai alat pencacah


aktivitas perunut radioisotop yang terkandung oleh ginjal. Suatu perunut
26

radioisotope I-131 disuntikkan pada tubuh pasien secara intravena.


Parunut akan dibawa oleh darah ke organ-organ tubuh dan disebarkan ke
seluruh pembuluh darah yang ada di organ-organ tersebut, yang berakhir
di ginjal. Pada ginjal perunut dikumpulkan pada pelvis renalis, kemudian
bersama-sama zat lain yang tidak berguna dibuang melalui urine. Peristiwa
mengalirnya perunut radioaktif dalam pembuluh-pembuluh ginjal
dideteksi oleh detector yang diletakkan tepat pada posisi organ ginjal. Dari
pemantauan detector dihasilkan laju cacahan atau jumlah pulse per detik

Tabel 4. Dosis Dewasa untuk Renogram

Persiapan pemeriksaan renografi yaitu yakinkan peralatan telah


disiapkan sesuai radiofarmaka yang akan digunakan (setting LLD-ULD)
dan telah dilakukan uji kesetabilan (chi-square test). Berikan kepada
pasien air minum (hydrate) sebanyak 250 s/d 500 ml sebelum prosedur
pemeriksaan. Pasien diminta buang air kecil sebelum pengaturan posisi
pemeriksaan. Isikan data pasien pada form file baru (pada komputer).

Atur posisi pasien (duduk atau tiduran), arahkan masing-masing


probe ke ginjal kiri dan kanan, pasien diminta untuk tidak menggerakkan
punggung selama pemeriksaan. Ketepatan posisi dan pengaturan arah
probe sangat menentukan keberhasilan pengukuran. Kunci posisi
kursi/tempat tidur pasien dan detektor probes agar tidak berubah selama
pengukuran. Injeksikan radiofarmaka secara intravena pada lengan kanan
atau lengan kiri pasien (gunakan bolus teknik), serentak dengan injeksi
27

mulailah pengukuran. Pengukuran berlangsung selama 18 s/d 20 menit dan


dapat diperpanjang sampai 40 menit apabila diperlukan.

Pada dasarnya metoda renografi adalah memonitor kedatangan,


sekresi, ekskresi (arrival, uptake, transit and elimination) dari
radiofarmaka pada ginjal sesaat setelah injeksi intravena. Pemonitoran dari
luar tubuh ini dimungkinkan karena radiofarmaka yang digunakan
mengandung isotop yang memancarkan radiasi gamma. Hasil pengukuran
adalah berupa kurva renogram.

Fisiologis renogram (normal) terdiri atas 3 segmen (fase) :

o Fase I : Memberikan informasi tentang kapasitas respon


renovaskuler. Kurva memiliki up-slope yang tajam dan
berlangsung cepat (sekitar 30 detik).

o Fase II : Memberikan informasi tentang kapasitas uptake,


konsentrasi dan sekresi jaringan parenchym ginjal (nephron).
Kurva memiliki up-slope yang lebih landai dan berlangsung kurang
dari 5 menit.

o Fase III : Memberikan informasi tentang kapasitas ekskresi atau


eliminasi kedua ginjal. Kurva menurun (downslope) dimulai dari
puncak fase II sampai akhir pemeriksaan.

Ketiga fase merupakan refleksi keadaan urodinamik kedua ginjal.


Gangguan pada masing-masing fase memiliki makna klinis yang berbeda.
Walaupun secara komprehensip dapat saling mempengaruhi.8
28

Gambar 4. Pola renogram untuk kondisi ginjal tertentu

2.3.3 Penatalaksanaan
Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat
akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara
optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.3

Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk


mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk
jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
29

Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus


adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan
keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi
dan memelihara status gizi.

Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus


adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual


tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying
renal disease).

Terapi simtomatik
Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan


serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan
mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen
alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat
20 mEq/L.

Anemia

Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC)


merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan
efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

Keluhan gastrointestinal
30

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan


yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal
ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK.
Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus
dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-
obatan simtomatik.

Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis


keluhan kulit.

Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi


hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau
operasi subtotal paratiroidektomi.

Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan


kardiovaskular yang diderita.

Terapi pengganti ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi
tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal.3

Hemodialisis
31

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk


mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi
terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK
yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi
absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati
azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg%
dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara
5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970


dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah
sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal.

Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous


Ambulatory Peritoneal Dialysis(CAPD) di pusat ginjal di
luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
32

kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,


pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin
masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari
pusat ginjal.

Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti


ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program
transplantasi ginjal, yaitu:

Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat


mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil
alih 70-80% faal ginjal alamiah

Kualitas hidup normal kembali

Masa hidup (survival rate) lebih lama

Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi)


terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi
penolakan.

2.3.4 Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi
komplikasi penyakit. Faktor prognosis yang mempengaruhi meliputi
komplikasi penyakit anemia, asidosis metabolik, hiperkalemia, tekanan
darah yang cenderung tidak normal, edema, edema paru, fluktuasi berat
badan, dan penyakit dasar batu ginjal, glomerulonefretis, hipertensi,
33

diabetes melitus, dan penyakit dasar yang lainnya. Faktor umur, jenis
kelamin dan frekuensi hemodialisis juga perlu dipertimbangkan.

Penelitian dilakukan di laboratorium instalansi hemodialisis rumah


sakit dr Soetomo Surabaya, waktu studi 3 tahun dan Januari 1998 sampai
dengan Desember 2000. Berdasar hasil pengamatan terhadap lembar
observasi pasien gagal ginjal kronis ditemukan 258 orang pasien yang
digunakan sebagai anggota populasi ada 4 faktor prognosis gagal ginjal
kronis yaitu penyakit dasar yang lain ( PDL), edema paru (EP), frekuensi
hemodialisis (FHD) dan fluktuasi berat badan (FBB) berpengaruh nyata
terhadap waktu survival berarti belum terkoreksi dengan baik oleh terapi
hemodialisis, sedangkan faktor prognosis lainnya sudah terkoreksi dengan
baik.9
CASE REPORT

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Usia : 60 th
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Muslim
pekerjaan : IRT
Alamat : Jl.Gajah Timur Dalam no.17 RT 05/08, Gayamsari
Semarang
MR number : 01311187
Ruang : Baitul Izzah 1 410.1
Tanggal masuk : 20 April 2017
Tanggal keluar : 29 April 2017

B. Data
1. Anamnesis
Masalah Utama : Sesak Napas

o Riwayat Penyakit Sekarang

o Kronologi
o Pasien datang ke poli dalam RSUD dr. Soewondo Pati dengan
keluhan sesak napas, sejak 1 minggu yang lalu, napas cepat dan
dalam, sesak tidak dipengaruhi aktivitas namun lebi nyaman saat
posisi duduk, sesak dirasakan terus menerus sepanjang hari, pasien
mengeluh sangat lemas , nyeri perut, kaki dan tangan sering
kesemutan, kedua kaki bengkak, pasien sering baung air kecil > 3
kali, pasien merasa sering haus namun setiap minum hanya sedikit,
pasien juga pasien merasa sering lapar.

34
35

o Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM :+
Riwayat Hipertensi :+
Riwayat Gastritis :-
Riwayat DHF :-
Riwayat Stroke :-
Riwayat penyakit jantung :-
Riwayat Thyfoid :-
Riwayat alergi obat :-
o Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat DM :+
Riwayat Hipertensi :-
Riwayat penyakit jantung :-
Riwayat Gastritis :-
Riwayat DHF :-
Riwayat Stroke :-
Riwayat Thyfoid :-
Riwayat alergi obat :-
o Riwayat sosial - ekonomi
Status pembayaran menggunakan BPJS PBI
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak lemas
Kesadaran : compos mentis
Vital sign
Tekanan darah : 170/80mmHg
Heart rate : 90x/mnt
Respiratory rate : 30 x/mnt
Suhu tubuh : 37,3
b. Umum : Pasien terlihat lemas
c. Kulit : gatal (-), luka (-), kuning (-), pucat(+).
36

d. Kepala : mesocephal, pusing (+)


e. Mata : mata merah(-), konjungtiva anemis(-), sclera ikterik (-),
penglihatan kabur (-
)
f. Telinga : berdenging (-), kurang pendengaran (-)
g. Hidung : simetris, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-),
mimisan (-), secret (-)
h. Mulut : simetris, sianosis (-), bibir pucat(-),mukosa
hiperemis (-), deviasi lidah (-), lidah tremor (-), lidah
kotor (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-).
i. Tenggorokan : nyeri tenggorokan (-), serak (-), nyeri telan (-)
j. Leher : deviasi trachea (-), pembesaran thyroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-)
k. Dada : sesak nafas (+), nyeri dada (-)
l. Sistem GI : mual (-), muntah (-)
m. Sistem Muskuloskeletal: nyeri otot terasa kaku di tengkuk (-), merah (-),
bengkak (-)
n.
o. PF thorax
Pulmo:
INSPEKSI ANTERIOR POSTERIOR

Statis RR:30x/min, Hiperpigmentasi (-),


Hyperpigmentas (-), tumor (-),
tumor (-), inflammation (-),
inflammation (-), spider nevi (-),
spider nevi (-), Hemithorax D=S, ICS
Hemithorax D=S, ICS Normal, Diameter AP
Normal, Diameter AP < LL
< LL
37

Dinamik Pergerakan Pergerakan hemithorax


Hemithorax kanan= kanan= kiri
kiri
PALPASI

Nyeri tekan (-), tumor Nyeri tekan (-), tumor


(-), ICS normal, (-), ICS normal,
enlargement of ICS (- Sterm fremitus D=S
), Stem fremitus D=S

PERKUSI D= sonor, S= sonor D= sonor, S= sonor

AUSKULTASI ronchi (-) , wheezing (- ronchi (-) , wheezing (-


KESAN: NORMAL ) )
NORMAL
38

Jantung :
INSPEKSI

Ictus cordis tidak terlihat

PALPASI

Kuat angkat (+), pulsus parasternal (-),


sternal lift (-), pulsus epigastrium(-)
PERKUSI

Redup : ICS II lineasternalis sinistra


Batas atas jantung : ICS III lineaparasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS V linea sternalis dextra
Kanan jantung : ICS V linea midcalvicula sinistra
Kiri jantung
AUSKULTASI

katup aorta : SD I-II murni, reguler A1<A2


katup trikuspidal : SD I-II murni,reguler T1<T2
katup pulmonal : SD I-II murni, reguler P1<P2
katup mitral : SD I-II murni, gallop (-)
bising :-
HR :68 x/menit
KESAN: Cor Normal
39

p. Abdomen

INSPEKSI
sikatrik(-), striae(-), caput medusa (-), hyperpigmentasi (-), spider nevi
(-)
AUSKULTASI
peristaltic (+) normal
PERKUSI
timpani, undulasi(-) Hepar : pekak (+),
liver span dextra 9
cm, liver span sinistra
6 cm, massa (-)
Lien : troube space
perkusi (+) timpani
PALPASI
Superfisial : Dalam:
Nyeri tekan abdomen (-)Massa (-), defence muscular (-) Nyeri tekan (+)
Turgor kulit : normal epigastrium, tidak
INTERPRETASI : NORMAL teraba pembesaran
hepar, permukaan
rata, tepi rata, lien
tidak
40

q. Extremities

EKSTREMITAS Superior Inferior

Oedem -/- +/+

Akral dingin -/- -/-

Capillary refill <2 detik <2 detik

D. PemeriksaanPenunjangLaboratorium
1. Hematology
Laboratory`s Examination

Pemeriksaan Hasil Hasil Nilai rujukan


10 maret 2017 18 Maret 2017
Hb 8,9 gr/dL 7,3 g/dL 11,7-15,5 gr/dL
Hematokrit 25,4 % 20,9 % 33-45%
Leukosit 9,54 ribu/uL 21,44 ribu/uL 3,6-11,0
ribu/uL
Trombosit 273 ribu/uL 367 ibu/uL 140-392
ribu/uL

2. Kimia ( 10 maret 2017 )


PEMERIKSAAN HASIL NILAI
41

RUJUKAN

GDS 539 75-110 mg/dl

URIC ACID 7,1 2,6-5,7 mg/dl

UREUM 121 10-50 mg/dl

CREATININ 3,94 0,5-0,9 mg/dl


DARAH
NATRIUM 130,9 135-147 mmol/L

KALIUM 4,93 3,5-5 mmol/L

CHLORIDE 104,7 95-105 mmol/L

3. Kimia (14/03/2017)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

UREUM 103 10-50 mg/dl

CREATININ DARAH 3,69 0,5-0,9 mg/dl

4. USG ABDOMEN
42

Interpretasi
Kesan :
Ekogenisitas korteks kedua ginjal meningkat (sesuai klasifikasi
Brenbridge grade 1) cenderung gambaran proses kronis kedua ginjal
Tak tampak batu maupun bendungan pada ginjal kanan dan kiri
Tak tampak kelainan lain pada organ abdomen lain
3.4.1 Pemeriksaan Radiologi
Pembacaan Hasil USG Abdomen
43

Pembacaan Hasil USG Abdomen (Hepar dan Gall Bladder)


Hepar : Ukuran dbn, permukaan rata, tepi tajam, perenkim
homogen, IHBD (Intrahepatic bile duct) melebar,
vena porta/ vena hepatica tidak melebar
Gall Bladder : Dinding tidak menebal, sludge (+), batu (-)
Lien : Tak membesar, vena lienalis dbn
Pankreas : Tak membesar, kalsifikasi (-)
Ren Dx & Sn : Ukuran dbn, batas korteks medula jelas, PCS tak
melebar, batu (-)
Vesica Urinaria: Dinding tak menebal, batu (-), massa (-)
Kesan :
Penyakit hati kronis menyebabkan kolestasis
Kolesistitis
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis, pasien mengeluh nyeri perut sejak 2 minggu


sebelum masuk rumah sakit, nyeri perut dirasakan pasien di bagian kanan
atas, nyeri dirasakan hilang timbul dan sampai mengganggu aktivitas,
pasien menyadari perutnya semakin lama semakin membesar namun tidak
dapat menyebutkan kapan pertama kali mulai membesar, jika buang air
kecil berwarna seperti teh sudah sejak lama namun dianggap biasa saja.
Pasien juga mengeluh mual dan pusing. Pasien mengaku belum pernah
mengalami sakit serupa dan keluarga pasien tidak ada yang mengalami
sakit serupa.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak
lemah, tampak kulit pasien ikterik, sklera ikterik dan pada pemeriksaan
abdomen tampak perut pasien cembung, dari hasil tes undulasi dan shifting
dullnes (+) menandakan pasien ascites, serta terdapat nyeri tekan pada
bagian hipochondriaca dextra atau bagian perut kanan atas.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil anemia,
trombositosis, dan hasil tes fungsi hati menunjukkan peningkatan
SGOT/SGPT, hipoalbumin hipoglobulin, dan hiperbilirubin (bilirubin
total, direct, indirect)
Dari hasil pemeriksaan penunjang USG Abdomen terdapat kelainan
berupa :
Pemeriksaan USG Abdomen :
Hepar : Ukuran dbn, permukaan rata, tepi tajam, perenkim
homogen, IHBD (Intrahepatic bile duct) melebar,
vena porta/ vena hepatica tidak melebar
Gall Bladder : Dinding tidak menebal, sludge (+), batu (-)
Kesan :
Penyakit hati kronis menyebabkan kolestasis
Kolesistitis

44
45

BAB V
KESIMPULAN

Chronic Kidney Disease (CKD) menurut National Kidney Foundation


(NKF) di Amerika Serikat didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju
filtrasi glomerolus (GFR) < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih.
Kadar ureum >40 mg/dl dan kreatinin >1.5 mg/dl dapat menjadi suati tanda adanya
gangguan fungsi ginjal.
Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah
penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan
pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian
epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia.
Etiologi CKD dari yang terbanyak yaitu glomerulonefritis (25%),
diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
Gambaran klinis pasien CKD yaitu lemas, penurunan nafsu makan,
edema.
Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosis CKD yaitu kadar
ureum >40 mg/dl dan kreatinin serum >1.5 mg/dl.
Pemeriksaan penunjang radiologi berupa foto polos abdomen, BNO-
IVP, pielografi retrograde, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, dan
pemeriksaan renografi.
USG saat ini digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada
keadaan gagal ginjal yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang
parenkim, sistem collecting dan pembuluh darah ginjal. Sedangkan renogram
dapat melihat adanya gejala kelainan ginjal. Hasil yang diperoleh dari
renogram adalah grafik renografi.
Penatlaksanaan CKD berupa terapi konservatif, terapi simptomatik, dan
terapi pengganti ginjal dimana terapi pengganti ginjal dilakukan pada
penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit.
Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal.
46

Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi


penyakit.
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan
penunjang radiologi dengan X-foto thorax didapatkan gambaran bercak
kesuraman pada lapangan atas paru kanan dan diafragma kanan letak tinggi.
Kemudian dilakukan CT- scan yang hasilnya tampak massa isodens pada
apex paru kanan, yang disertai dengan fibrosis, ukuran sedang, serta tampak
massa kistik homogen, ukuran = ( 13,8 x 11,8 x 13,1 cm ) pada lapangan
tengah dan bawah paru kanan. Kemudian setelah dilakuka USG abdomen
tampak tumor kistik bersepta- bersepta pada area sinus kostofrenikus kanan
s/d lap.tengah paru kanan sehingga diagnosis tumor paru disertai efusi pleura
duplex pada pasien ini dapat ditegakkan.
47

DAFTAR PUSTAKA

1. Purwahyudi, Ari. Chronic Kidney Disease. Chronic Kidney Disease 2010 Mar
28 (citied 2012 Jan 30). Available at http://aripurwahyudi.com/intensive-
care/chronic-kidney-disease.htm
2. Hukari, Dwi. Leaflet Chronic Kidney Disease. Leaflet Manajemen Nyeri 2010
Apr 04 (citied 2012 Jan 30). Available at http://rentalhikari.word-
press.com/2010/04/04/leaflat-chronic-kidney-disease.htm
3. Nurdin HM. Chronic Kidney Disease. Be Smart and Educated 2010 Aug 16
(citied 2012 Jan 30). Available at
http://coolhendra.blogspot.com/2010/08/chronic-kidney-disease.html
4. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2001.
6. Rasad, Sjahriar. (2005). Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Antony, Joe. Chronic Renal Failure. Ultrasound Images of Diseases of the
Kidneys 2007 (citied 2012 Jan 30). Available at http://www.ultrasound-images.com
8. Wahid. Renograf Dual Probes Sebagai Pendeteksi Fungsi Ginjal.
Instrumentasi Medis Fisika UI 2011 Mei 21 (citied 2012 Feb 10). Available at
http://medical-instruments11.blogspot.com/2011/05/renograf-dual-probes.html
9. Suharto. Penerapan Model PH Cox pada Studi Pasien Gagal Ginjal Kronik
2004 Feb 19 (citied 2012 Feb 08). Available at
http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-2004-suharto-969-cox

Anda mungkin juga menyukai