Anda di halaman 1dari 33

TINJAUAN PUSTAKA

NON ALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE


(NAFLD)

Disusun Oleh :
Anindhita Putri H

G99141012

Siska Dewi Agustina

G99141013

Candra Aji Setiawan

G99141014

Avamira Rosita P

G99141015

Elisabeth Puji Yanti

G99141016

Pembimbing :
Prof. Dr. dr. Sujono, Sp. Rad. (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.

Facies diaphragmatica hepar


Facies visceralis hepar
Vesica fellea
Produksi echo tergantung pada impedansi akustik relatif dari kedua

Gambar 5.

media
Jalur pemeriksaan ultrasonografi hepar. Potongan longitudinal dan

Gambar 6.

transversal dari hepar


Hepar normal potongan longitudinal. Echo sedang. Panah putih:

Gambar 7.

anechoic, pembuluh darah. Panah hitam: hiperechoic, diafragma


Hepar normal potongan transversal. RT: lobus dexter LT: lobus sinister,
CL: lobus caudatus, C: vena cava inferior

Gambar 8.

Hepar normal potongan longitudinal. RL: Lobus dexter, RK: Ren


Kanan, mempunyai echogenisitas yang hampir sama

Gambar 9.

Hepar normal potongan transversal. Vena porta dan cabangnya. RT:

Gambar 10.

Ramus Dexter, LT: Ramus Sinister, I: Vena cava


Hepar normal potongan transversal. Tiga vena hepatika. 2: V. Hepatica
dextra, 3: V. Hepatica media, 4: V. Hepatica sinistra, 1: Vena cava

Gambar 11.

Hepar potongan longitudinal. Fatty liver berat. Echogenisitas hepar


menngkat. Pembuluh darah tidak terlihat. Panah putih: diafragma tidak

Gambar 12.

jelas
Hepar potongan longitudinal. Fatty liver ringan. Echogenisitas hepar
sedikit meningkat. Pembuluh darah dan diafragma masih terlihat jelas

BAB I
PENDAHULUAN

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) mulai banyak dikenal sebagai


penyebab morbiditas dan mortalitas pada penyakit hati (Duvnjak et al, 2007). Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan penyebab umum dari penyakit hati
kronis dan insidennya mengalami peningkatan di seluruh dunia.
Sebelum uji diagnostik untuk hepatitis C tersedia, kasus NAFLD seringkali
salah didiagnosa sebagai non-A, non-B hepatitis. Namun sekarang setelah tes untuk
hepatitis C dan E tersedia, NAFLD dapat didiagnosa lebih akurat. Awalnya, NAFLD
diduga merupakan penyakit ringan dengan signifikansi klinis yang sedikit, namun
saat ini telah disadari bahwa NAFLD merupakan penyebab utama cryptogenic
cirrhosis pada hati (Dabhi et al, 2008).
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan penyakit inflamasi kronis
yang meliputi rentang penyakit yang luas: dari simple steatosis; steatohepatitis,
fibrosis dan cirrhosis; hingga hepatocarcinoma. Nonalcoholic fatty liver disease
(NAFLD) merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan spektrum
abnormalitas histologi, dari benign steatosis hingga nonalcoholic steatohepatitis
(NASH), pada orang yang mengonsumsi sedikit alkohol atau tidak mengonsumsi
alcohol. Meskipun riwayat NAFLD belum sepenuhnya dipahami, namun data yang
saat ini tersedia menunjukkan bahwa NAFLD memiliki potensi untuk menjadi sirosis,
hepatocellular carcinoma (HCC), end-stage liver disease, liver-related death, dan
kekambuhan setelah transplantasi. Terdapat pula spektrum yang berbeda dari penyakit
ini, yakni yang disebut NAFLD-associated subacute liver failure.
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) memiliki karakteristik kerusakan
hati yang sama dengan yang disebabkan oleh alkohol, namun NAFLD ini terjadi pada
individu yang tidak mengonsumsi alkohol dalam jumlah toksik. NAFLD merupakan
salah satu gangguan hati yang memiliki karakteristik steatosis makrovesikuler yang
terjadi tanpa pengonsumsian alkohol atau pengonsumsian alkohol pada batas yang
dapat ditoleransi oleh hati (kurang dari 40 gram etanol per minggu). Gangguan hati
tersebut dapat bervariasi mulai dari steatosis hepatis sederhana tanpa disertai

peradangan atau fibrosis sampai steatosis hepatis dengan komponen nekroinflamasi


yang dapat atau tidak memiliki hubungan dengan fibrosis (non-alcoholic
steatohepatitis-NASH) dan dapat berlanjut menjadi sirosis (Duvnjak et al, 2007).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI HEPAR
Hepar (liver/hati) merupakan kelenjar terbesar dari tubuh manusia dengan
berat sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Fungsi hepar antara lain:
1. Sebagai organ hematopoiesis pada fetus
2. Berperan dalam metabolism karbohidrat, lemak, dan protein
3. Menyimpan glikogen dan mensekresi empedu (bile)
Letak: regio hypochondriaca dextra, epigastrium, dan kadang sampai regio
hypochondriaca sinistra. Diaphragma memisahkan hepar dari pleura, pulmo,
pericardium, dan cor.
Bagian-Bagian Hepar
1. Facies Hepatis
a. Facies diaphragmatica merupakan permukaan yang halus dan
berbentuk

seperti

kubah

karena

sesuai

dengan

facies

inferior

diaphragmatica. Facies ini dibagi 2 yaitu:


-

Facies superior oleh ligamentum falciforme terbagi menjadi facies


lobi dexter dan facies lobi sinister. Pada facies ini terdapat lekukan
akibat hubungan dengan jantung yang disebut impressio cardiaca
hepatis.

Facies posterior terdapat pars affixa hepatis / area nuda / bare area
yaitu bagian hepar yang tidak tertutup peritoneum dan melekat
langsung pada diaphragma.

Gambar 1. Facies diaphragmatica hepar


b. Facies visceralis ditutupi oleh peritoneum, kecuali pada fossa vesica
fellea dan porta hepatis. Facies ini berbatasan dengan pars abdominalis
oesophagus, gaster, duodenum, flexura coli dextra, ren dextra dan
glandula suprarenalis dextra, serta vesica fellea.
Pada facies visceralis dijumpai:
-

Fossa sagitalis dextra


Merupakan fossa yang tidak berbatas nyata yang membatasi lobus
hepatis dexter dengan lobus caudatus dan lobus quadratus. Pada fossa
ini terdapat fossa vesica fellea dan sulcus vena cava inferior (dilewati
vena cava inferior).

Fossa sagitalis sinistra


Merupakan celah yang membatasi lobus hepatis dexter et sinister.
Padanya terdapat fissura sagitalis sinistra, yang terdiri dari:
1) Fissura ligamenti teretis hepatis dilalui oleh ligamentum teres
hepatis (obliterasi dari vena umbilicalis yang bermuara ke vena
portae hepatis).

2) Fissura ligamenti venosi Arantii dilalui oleh ligamentum


venosum Arantii (obliterasi dari ductus venosus Arantii yang
menghubungkan vena umbilicalis dan vena cava inferior).
-

Portae hepatis (fissura transversa)


Memisahkan lobus quadratus dan lobus caudatus. Portae hepatis
dilalui oleh: ductus hepaticus dexter et sinister, ramus dexter et sinister
arteria hepatica, vena portae hepatis, plexus hepaticus, dan nodi
lymphatici hepatici. Bangunan-bangunan yang melalui porta hepatis
tersebut, di luar akan berjalan dalam ligamentum hepatoduodenale
(antara portae hepatis dan duodenum).

Facies lobi quadrati

Facies lobi caudati

Gambar 2. Facies visceralis hepar


2. Lobi hepatis
a. Lobus Hepatis Dexter
Merupakan lobus terbesar yang terletak di regio hypochondriaca dextra
dan dipisahkan dari lobus sinister oleh:
-

Ligamentum falciforme hepatis (pada facies diaphragmatica)

Fossa sagitalis sinistra (pada facies visceralis)

Pada facies visceralis terdapat fossa vesica fellea, portae hepatis, dan
sulcus vena cava. Selain itu juga terdapat beberapa pendesakan organ lain
(impressiones) yaitu:
-

Impressio colica

: ditempati flexura colica dextra

Impressio renalis

: ditempati ren dexter

Impressio suprarenalis : ditempati glandula suprarenalis dextra

Impressio duodenalis

: ditempati pars descendens duodenum

b. Lobus Quadratus, terletak di antara fossa vesicae felleae dan fissura


ligamenti teres hepatis. Secara fungsional, lobus ini berhubungan dengan
lobus hepatis sinister. Lobus ini berbentuk empat persegi dengan batasbatasnya:
-

Ventral

: margo inferior hepar

Dorsal

: portae hepatis

Dexter

: fossa vesica fellea

Sinister : fissura ligamenti teretis hepatis

c. Lobus Caudatus
Lobus ini setinggi vertebra thoracalis X-XI dan memiliki 2 penonjolan
yaitu processus papilaris dan processus caudatus (memisahkan portae
hepatis dengan vena cava inferior, menghubungkan lobus caudatus dan
lobus hepatis dexter). Batas-batas:
-

Inferior : vena portae hepatis

Dexter

Sinister : fissura ligamenti venosi

: sulcus vena cava

d. Lobus Hepatis Sinister


Terletak di regio epigastrica dan hypochondriaca sinstra. Pada lobus ini
ada 2 bangunan penting yaitu:
-

Impressio gastrica : akibat desakan facies ventralis gaster

Impressio oesophagea

Tuber omentale

: penonjolan di bagian dexter, di depan

omentum minus, bersentuhan dengan curvatura ventriculi minor.


Struktur Hepar
Secara umum, hepar tersusun oleh:
1. Lobuli hepar
Lobuli hepar dipisahkan satu sama lain oleh jaringan fibrosa yang dinamakan
septum interlobularis. Terdapat bangunan intralobular yang merupakan
lanjutan dari bangunan interlobular pada canalis portae antara lain:
Vena centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke venae

hepaticae
-

Sinusoid membawa darah ke vena centralis

Arteri intralobularis cabang a. interlobularis

Canaliculi billiveri mencurahkan bilus ke ductus biliverus

Spatium (perivascularisasi) Disse mencurahkan lymphe ke vasa


lymphatica interlobularis

2. Trigonum portae (canalis portae)


Bangunan interlobulair yang terdapat pada setiap sudut dari lobulus hepar.
Bangunan yang mengisinya:
-

Arteri interlobularis dari a. hepatis dextra et sinistra

Vena Interlobularis bermuara ke vena portae

Ductus biliverus mencurahkan bilus ke ductus hepaticus

Vasa lymphatica

Saluran Empedu
Empedu disekresi oleh sel-sel hepar dan akan disimpan serta dipekatkan di
vesica fellea. Empedu akan disekresikan ke duodenum dan mengemulsikan lemak
yang masuk duodenum. Ductus biliaris hepatis terdiri dari: ductus hepaticus

dexter et sinister, ductus hepaticus communis, ductus choledochus, vesica fellea,


dan ductus cysticus.

INTRAHEPATAL
Canaliculi biliveri ductus biliverus ductus hepaticus dexter et sinister
Vesica fellea

Ductus hepaticus communis Ductus cysticus

Ductus choledochus
Lig. hepatoduodenale
Ductus pancreaticus Wirsungi

Papilla duodeni mayor

Neurovascularisasi
1. Vascularisasi
a. Arteriosa
Truncus coeliacus a. hepatica communis a. hepatica propria a.
hepatica dextra et sinistra (masuk porta hepatis) a. interlobaris
(dalam canalis portae) a. intralobaris (dalam lobulus hepar)
b. Venosa

Vena portae hepatis


Vena ini mengalirkan darah dari sebagian tractus gastrointestinalis mulai
dari sepertiga bagian bawah oesophagus sampai setengah bagian atas
canalis analis. Vena portae hepatis juga mengalirkan darah dari lien,
pancreas, dan vesica fellea. Vena-vena yang bermuara ke vena portae
hepatis: v. lienalis, v. mesenterica superior, v. gastrica sinistra, v. gastrica
dextra, v. cystica.
Anastomosis Portal Sistemik
Selain rute venosa (hubungan langsung) di atas, terdapat hubungan yang
lebih kecil di antara sistem portal dan sistem sistemik. Hubungan ini
menjadi penting bila rute venosa terhambat. Hubungan-hubungan tersebut
antara lain:
-

Pada sepertiga bawah oesophagus, rami oesophagei sinistra (cabang


portal) beranastomosis dengan venae oesophageales.

Pada pertengahan atas canalis analis, vena rectalis superior (cabang


portal) beranastomosis dengan vena rectalis media dan vena rectalis
inferior (cabang sistemik)

Venae paraumbilicales menghubungkan r. Sinister venae portae hepatis


dengan venae superficialis dinding anterior abdomen (cabang
sistemik)

Vena-vena colon ascendens, colon descendens, duodenum, pancreas,


dan hepar (cabang portal) beranastomosis dengan vena renalis, vena
lumbalis, dan vena phrenicae (cabang sistemik)

2. Innervasi
Plexus hepaticus cabang plexus coeliacus mengandung serabut saraf:
-

Preganglioner parasimpatis n. Vagus

Simpatis preganglioner: n. splanchinus mayor; postganglioner: Ggl.


Coeliacum

B. ANATOMI VESICA FELLEA


Vesica fellea (gallbladder/kandung empedu) adalah kantong berbentuk
buah pir yang terletak di facies visceralis hepar di antara lobus dexter hepatis dan
lobus quadratus hepar. Panjangnya sekitar 7-10 cm dan dapat menampung
empedu 30-50 mL. vesica fellea berfungsi menyimpan empedu dan memekatkan
empedu dengan cara menyerap cairan. Pengeluaran empedu dikontrol oleh
kolesistokinin

yang

dihasilkan

oleh

tunica

mucosa

duodenum.
Bagian-Bagian
1. Fundus : berbentuk bulat dan menonjol di bawah margo
inferior hepar. Proyeksi fundus ke dinding anterior
abdomen adalah setinggi ujung cartilago costae IX
dextra.
2. Corpus : berhubungan dengan facies visceralis hepar dan
arahnya ke atas, belakang, dan kiri.
3. Infundibulum
4. Collum : bagian yang sempit dan melanjutkan diri sebagai ductus cysticus,
yang berbelok ke dalam omentum minus dan bergabung dengan ductus

hepaticus

communis

choledochus.

membentuk

Infundibulum

dan

ductus
collum

kadangkala membentuk ampulla.

Gambar 3. Vesica
fellea

Saluran Keluar
Saluran vesica fellea disebut ductus cysticus yang terdiri dari:
a. Pars valvularis tunica mucosa membentuk lipatan-lipatan yang berjalan
spiral yang disebut valvula spiralis Heisteri, berfungsi untuk mempertahankan
lumen terbuka agar aliran empedu tidak terganggu.
b. Pars glebra mempunyai tunica mucosa yang licin
Pars glebra ductus systicus bergabung dengan ductus hepaticus communis
menjadi ductus choledochus. Ductus choledochus berjalan dalam ligamentum
hepatoduodenale dan bersama dengan ductus pancreaticus Wirsungi akan
bermuara pada papilla duodeni major.
Pada muara tersebut terdapat musculus sphincter Oddi yang berfungsi
mengatur pemasukan empedu dan enzim pancreas ke duodenum.
M. sphinter Oddi dibentuk oleh:
-

M. sphincter ductus choledoci tunica muscularis muara ductus choledochus

M. sphincter ductus pancreatici tunisa muscularis muara ductus


pancreaticus

M. sphincter ampullae tunica muscularis ampulla vateri

Neurovascularisasi
1. Vascularisasi
a. cystica cabang a. hepatica dextra
v. cystica, bermuara ke vena portae hepatis

2. Innervasi
Plexus cysticus, cabang dari plexus hepaticus yang mengandung serabut
simpatis maupun parasimpatis (nervus vagus).

C. FISIOLOGI HEPAR
Liver merupakan organ metabolik terbesar yang penting bagi sistem
pencernaan untuk sekresi garam empedu, tetapi juga melakukan fungsi lain
diantaranya:
1. Pengolahan metabolik nutrien utama seperti karbohidrat, lemak dan
protein.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa, hormon, obat dan senyawa asing
lainnya.
3. Sintesis berbagai protein plasma yang berfungsi untuk pembekuan darah
dan mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolestrol dalam darah.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D.
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang berkat adanya
makrofag residen.
7. Ekskresi kolestrol dan bilirubin.
Hepatosit mampu melaksanakan berbagai tugas metabolik seperti diatas
kecuali aktivitas fagositik yang dilakukan oleh makrofag residen yang lebih
dikenal sebagai sel Kuppfer. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap hepatosit
berkontak langsung dengan darah dari dua sumber yakni darah vena dari saluran
pencernaan dan darah arteri dari aorta. Darah vena memasuki hati melalui sistem
porta hati. Vena dari saluran cerna yang mengangkut produk yang di serap dari
saluran cerna memasuki vena porta hepatika terlebih dahulu untuk diolah,
disimpan dan didetoksifikasi di hati sebelum memasuki sirkulasi umum. Di hati,
vena porta bercabang menjadi jaringan kapiler (sinusoid hati) untuk pertukaran
antara darah dan hepatosit sebelum mengalirkan darah ke vena hepatika dan
kemudian menyatu dengan vena cava inferior.

Liver tersusun atas unit-unit fungsional yang di kenal sebagai lobulus yakni
susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Diantara
sudut yang dibentuk oleh setiap 3 lobulus terdapat 3 pembuluh yakni cabang
arteri hepatika, cabang vena porta, dan duktus biliaris. Vena sentral semua lobulus
hati menyatu membentuk vena hepatika. Terdapat sebuah saluran tipis penyalur
empedu, kanalikulus biliaris yang berjalan di antara sel dalam setiap lempeng
hati. Hepatosit secara terus menerus mengeluarkan empedu ke dalam saluran
tersebut dan mengangkutnya ke duktus biliaris di perifer lobulus yang kemudian
menyatu membentuk duktus biliaris komunis untuk menyalurkan empedu dari
liver ke duodenum.
Lubang duktus biliaris ke dalam duodenum dijaga oleh sfingter oddi, bila
sfingter tertutup maka sebagian besar empedu yang disekresikan dibelokkan ke
dalam kandung empedu, dimana empedu kemudian dipekatkan di dalam
kandung empedu diantara waktu makan. Empedu terdiri dari cairan alkalis encer
yang serupa dengan sekresi NaHCO3

pankreas serta beberapa konstituen

organik, termasuk garam empedu, kolestrol, lesitin, dan bilirubin. Konstituen


organik berasal dari aktivitas hepatosit sedangkan air, NaHCO3 dan garam
anorganik lain ditambahkan oleh sel-sel duktus. Empedu tidak mengandung
enzim pencernaan apapun tetapi penting untuk proses pencernaan dan penyerapan
lemak terutama melalui aktivitas garam empedu.
Garam empedu merupakan turunan kolesterol yang aktif disekresikan ke
dalam empedu dan akhirnya masuk ke duodenum, akan tetapi setelah ikut serta
dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar direabsorbsi ke dalam
darah oleh mekanisme transportasi aktif khusus di ileum terminal, bagian terakhir
dari usus halus kemudian di kembalikan melalui sistem vena porta ke hati.
Pendaurulangan garam-garam empedu antara usus halus dan hati ini disebut
sebagai sirkulasi enterohepatik.
Garam empedu membantu pencernaan lemak melalui efek deterjen
(emulsifikasi) dan mempermudah penyerapan lemak melalui partisipasi mereka

dalam pembentukan misel dimana kedua fungsi ini terkait dengan struktur garam
empedu.
Efek deterjen garam empedu mengacu pada kemampuan garam empedu
mengubah globulus-globulus lemak berukuran besar menjadi emulsi lemak yang
terdiri dari banyak butir lemak kecil yang berada dalam cairan kimus. Dengan
demikian, luas permukaan untuk aktivitas lipase meningkat. Agar dapat mencerna
lemak, lipase harus berkontak langsung dengan molekul trigliserida. Molekul
garam empedu mengandung bagian larut lemak (steroid yang berasal dari
kolestrol) ditambah bagian larut air yang bermuatan negatif. Gerakan mencampur
usus akan memecah butiran lemak menjadi butiran yang lebih kecil yang akan
kembali menyatu bila tidak terdapat garam empedu di permukaannya yang
membentuk selaput bermuatan negatif larut air di permukaan setiap butir kecil
tersebut. Karena muatan yang sama akan tolak menolak menyebabkan butiran
lemak tersebut saling tolak menolak sehingga tidak menyatu kembali. Tanpa
garam empedu maka pencernaan lemak akan berlangsung sangat lambat.
Garam empedu bersama kolestrol dan lesitin mempermudah penyerapan
lemak melalui pembentukan misel. Lesitin juga memiliki bagian yang larut
lemak dan larut air sedangkan kolestrol hampir sama sekali tidak larut air. Dalam
suatu misel, garam empedu dan lesitin menggumpal dalam kelompok-kelompok
kecil dengan bagian larut lemak berkerumun di bagian tengah untuk membentuk
inti hidrofobik sementara bagian larut air membentuk selaput hidrofilik di bagian
luar. Misel, karena larut air akibat lapisan hidrofiliknya, dapat melarutkan zat-zat
yang tidak larut air di intinya yang larut lemak, dengan demikian misel
merupakan vehikulum praktis untuk mengangkut bahan-bahan yang tidak larut air
dalam isi lumen yang banyak mengandung air. Bahan larut lemak yang paling
penting yang diangkut adalah pencernaan lemak (monogliserida dan asam lemak
bebas) serta vitamin larut lemak, yang diangkut ke tempat penyerapannya
menggunakan misel. Apabila sekresi kolestrol oleh hati melebihi sekresi garam
empedu atau lesitin , kelebihan kolestrol dalam empedu akan mengendap menjadi

mikrokristal yang dapat menggumpal menjadi batu empedu. Salah satu


pengobatan untuk batu empedu yang mengandung kolestrol adalah ingesti garamgaram empedu untuk meningkatkan kandungan garam empedu sebagai usaha
melarutkan batu kolestrol. Namun hanya 75% batu empedu yang berasal dari
kolestrol, 25% sisanya terbentuk akibat pengendapan normal konstituen empedu
lainnya yakni bilirubin.
Bilirubin adalah salah satu produk sisa yang diekskresikan dalam empedu,
merupakan pigmen empedu utama yang berasal dari penguraian sel darah merah
usang yakni produk akhir yang dihasilkan oleh penguraian bagian hem dari
hemoglobin. Bilirubin adalah pigmen kuning yang di dalam saluran cerna
mengalami modifikasi oleh enzim-enzim bakteri sehingga menyebabkan tinja
berwarna coklat khas. Jika tidak terjadi sekresi bilirubin, misal bila duktus biliaris
tersumbat total oleh batu empedu maka feses akan berwarna putih keabu-abuan.
Normal, sejumlah kecil bilirubin direabsorbsi oleh usus untuk kembali ke darah
dan sewaktu akhirnya di keluarkan melalui urin dimana bilirubin juga penentu
utama warna kuning pada urin. Ginjal baru mampu mengekskresikan bilirubin
bila zat telah di modifikasi sewaktu melalui hati dan usus. Bila bilirubin yang
dibentuk lebih cepat dari pada yang dapat diekskresikan maka akan terjadi
penimbunan yang menyebabkan ikterus. Ikterus dapat ditimbulkan oleh tiga
mekanisme:
1. Ikterus prahepatik atau hemolitik, disebabkan oleh penguraian berlebihan
sel darah merah sehingga hati lebih banyak menerima bilirubin daripada
kemampuan mengekskresikannya.
2. Ikterus hepatik, jika hati sakit dan tidak mampu menangani beban normal
bilirubin.
3. Ikterus pascahepatik atau obstruktif, jika duktus biliaris tersumbat misal
oleh batu empedu, sehingga bilirubin tidak dapat dieliminasi melalui feses.
Sekresi empedu dapat ditingkatkan melalui mekanisme kimiawi, hormonal
dan saraf. Mekanisme kimiawi, setiap bahan yang meningkatkan sekresi empedu
oleh hati disebut koleretik, dimana yang paling kuat adalah garam empedu itu

sendiri, sehingga selama makan, sewaktu garam empedu dibutuhkan dan sedang
dipakai, maka sekresi empedu oleh hati di pacu. Mekanisme hormonal, sekretin
selain meningkatkan sekresi NaHCO3 encer oleh pankreas, juga merangsang
sekresi empedu alkalis encer oleh duktus hati tanpa disertai peningkatan garam
empedu. Mekanisme saraf, stimulasi terhadap saraf vagus hati hanya sedikit
berperan meningkatkan sekresi empedu selama fase sefalik pencernaan yakni
sebelum makanan mencapai lambung atau usus.

D. FATTY LIVER
1. Definisi
Kandungan lemak di hati ( terutama trigliserida) melebihi 5% dari
seluruh berat hati, diagnosis ditetapkan berdasar ditemukannya 5-10% sel
lemak dari keseluruhan sel hepatosit.
2. Faktor Risiko
Obesitas, Diabetes mellitus (DM), dan dislipidemia
3. Patogenesis
Hipotesis yang sampai saat ini banyak diterima adalah "The two hit theory"
Hit pertama. Proses penumpukan lemak di sel hepatosit terjadi akibat
dislipidemia, DM, dan obesitas. Pada kondisi normal asam lemak bebas akan
dihantar masuka ke hepar melalui arteri dan sirkulasi portal untuk
dimetabolisme, salah satu bentuk metabolisme di hati adalah proses
reesterifikasi menjadi trigliserida atau bentuk lemak lainnya. Apabila pada
seseorang terjadi penumpukan lemak tubuh seperti pada obesitas sentral akan
terjadi peningkatan pelepasan asam lemak bebas diikuti dengan penumpukan
di hepatosit. Asam lemak bebas yang menumpuk di hepatosit akan
meningkatkan proses oksidasi dan esterifikasi terkhususnya di dalam
mitokondria, akibatnya mitokondria akan rusak.

Hit kedua, peningkatan stress oksidatif yang dapat disebabkan oleh


resistensi insulin, peningkatan endotoksin di hepar maupun penurunan
aktivitas antioksidan menyebabkan aktivasi sel stelat dan sitokin pro
inflamasi. Kondisi ini menyebabkan inflamasi yang progresif yang diikuti
dengan pembengkakan sel hepatosit dan kematian sel.
4. Manifestasi Klinis
Sebagian besar pasien dengan fatty liver non alkoholik tidak
menunjukkan gejala maupun tanda-tanda adanya penyakit hati. Beberapa
pasien melaporkan adanya rasa lemah, malaise, keluhan tidak enak seperti
mengganjal di perut kanan

atas. Pada kebanyakan pasien, hepatomegali

merupakan satu-satunya kelainan fisik yang didapatkan. Umumnya pasien


dengan

fatty liver non alkoholik ditemukan secara kebetulan pada saat

dilakukan pemeriksaan lain, misalnya dalam medical check-up dan didapatkan


peningkatan

level transaminase (SGOT dan SGPT) dan level alkaline

phospatase.

Rasa lemah, malaise penumpukan asam

laktat (sisa metabolisme

karbohidrat) karena fungsi hepar, khususnya dalam hal ini, untuk konversi
asam laktat menjadi asam piruvat terganggu karena hepatosit yang

mengalami kerusakan.
Keluhan tidak enak seperti mengganjal di perut kanan atas akibat
hepatomegali pembesaran hepar terjadi karena penumpukan lemak di
hepatosit akibat peningkatan penglepasan asam lemak bebas karena

peningkatan massa jaringan lemak tubuh.


Peningkatan level transaminase dan alkaline phospatase level
transaminase dan alkaline phospatase dapat menunjukkan fungsi hati,
mengalami peningkatan jika terjadi kerusakan hepar (hepatosit). (Hasan,
2007)

5. Diagnosis

Gold standart pemeriksaan NASH adalah dengan biopsi hati, manfaat


dari biopsi diantaranya; dapat menyingkirkan etiologi lainnya, membedakan
steatosis dengan steatohepatitis, memperkirakan prognosis, dan menilai
progresi proses fibrotik dari waktu ke waktu. Alternatif yang sedang banyak
dikembangkan saat ini adalah dengan pendekatan radiologis maupun kimia
darah.
6. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pasien NASH menunjukkan peningkatan
ringan-sedang dari AST/ALT, biasanya tidak meningkat lebih dari 4x nilai
normalnya dan rasio antara AST/ALT < 1,sementara rasio AST/ALT menjadi
>1 pada pasien dengan fibrosis lanjut. Selain peningkatan dari AST/ALT,
karena salah satu faktor risiko dari NASH adalah kondisi dislipidemia maka
pada profil lipid pasien dapat ditemukan peningkatan.
Hipoalbuminea, waktu protrombin memanjang, dan hiperbilirubinemia
umumnya didapatkan pada pasien dengan sirosis hepatis.
7. Imaging
USG merupakan pilihan terbaik untuk pemeriksaan imaging dari NASH,
pada USG infiltrasi lemak di hati tampak sebagai peningkatan difus
echogenesitas (hiperechoic/bright liver) jika dibandingkan dengan ginjal.
Sensitivitas dari pemeriksaan ini adalah 89%, sedangkan spesifitasnya 93%.
Namun pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk membedakan steatos
dengan steatohepatitis.
8. Grading Steatosis

Grade 1 <33% hepatosit terisi lemak

Grade 33-66% hepatosit terisi lemak

Grade >66% hepatosit terisi lemak

9. Penatalaksanaan

Sampai sekarang modalitas

pengobatan yang terbukti baik masih

terbatas. Belum ada terapi yang secara universal dapat dikatakan efektif,
strategi pengobatan cenderung dilakukan dengan pendekatan empiris karena
patogenesis penyakit juga belum begitu jelas diketahui. Pengobatan lebih
ditujukan pada tindakan untuk mengontrol faktor risiko, seperti memperbaiki
resistensi insulin dan mengurangi asupan asam lemak ke hati, selanjutnya baru
pemakaian obt yang dianggap memiliki potensi hepatoprotektor.
Pengontrolan Faktor Risiko:

Mengurangi berat badan dengan diet dan latihan jasmani


Intervensi terhadap gaya hidup dengan tujuan mengurangi berat badan
merupakan terapi lini pertama bagi steatohepatitis non alkoholik. Target
penurunan berat badan adalah untuk mengoreksi resistensi insulin dan
obesitas sentral, bukan untuk memperbaiki bnetuk tubuh. Penurunan berat
badan

secara

bertahap

terbukti

memperbaiki

konsentrasi

serum

aminotransferase (AST dan ALT) serta memperbaiki gambaran histologis


pasien dengan steatohepatitis non alkoholik. Perlu diperhatikan bahwa
penurunan berat bdan terlalu drastis atau fluktuasi berat badan yang
bolak-balik naik turun justru memicu progresi penyakit hati. Hal ini dapat
terjadi akibat meningkatnya aliran asam lemak bebas ke hati sehingga
peroksidasi lemakpun turut meningkat. Sebaliknya penurunan berat badan
secara bertahap ternyata tidak mudah dilakukan dan seringkali sulit untuk
dipertahankan.
Aktifitas fisik hendaknya berupa latihan bersifat aerobik paling sedikit 30
menit sehari. Sedangkan pengaturan dietnya dengan menguangi asupan
lemak total menjadi < 30 % dari total asupan energi, mengurangi asupan
lemak jenuh, mengganti dengan karbohidrat kompleks yang mengandung
setidaknya 15 gr serat serta kaya akan buah dan sayuran.

Mengurangi berat badan dengan tindakan bedah

Dilakukan jika penurunan berat badan dengan pengaturan diet dan latihan
jasmani gagal. Terlihat adanya perbaikan pada gambaran histologis hati
serta parameter umum sindrom metabolik. Sekali lagi harus diingat
potensi timbulnya eksaserbasi steatohepatitis pada penurunan berat badan
yang terlalu cepat.
Terapi Farmakologis :
Antidiabetik dan insulin sensitizer
o Metformin meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan menurunkan
produksi glukosa hati. Penelitian yanng dilakukan Marchesini dkk
menunjukkan bahwa 14 pasien steatohepatitis non alkoholik yang
mendapat terapi metformin 3x500nmg /hari selama 4 bulan dengan
kontrol 4 pasien yang hanya mendapatkan terapi diet, didapatkan
perbaikan konsentrasi rata-rata SGPT, peningkatan sensitifitas insulin
dan penurunan volume hati pada pasien yang mendapatkan terapi
metformin.
o Tiazolidindion merupakan obat antidiabetik yang juga memberbaiki
sensitifitas insulin pada jaringan adiposa. Selain itu, juga menghabat
ekspresi leptin dan TNF-alpha, konsituen yang dianggap terlibat dalam
patogenesis steatuhepatitis non alkooholik. Obat ini terbukti
memperbaiki level aminotransferase dan memperbaiki derajat steatosis
dan nekroinflamasi. Namun, masih perlu penelitian lebih lanjut karena
bukti penelitian tersebut dilakukan pada sampel yang kecil (8-10
pasien).

Obat anti hiperlipidemia

o Studi dengan menggunakan gemfibrozil menunnjukkan perbaikan


ALT dan konsentrasi lipid setelah pemberian obat selma satu bulan,
tetapi evaluasi histologis tidak dilakukan.
o Studi terhadap stati dengan sampel kecil menunnjukkan perbaikan
parameter biokimiawi dan histologi pada sekelompok pasien yang
mendapatkan atorvastatin. Sebaliknya studi lain menunnjukkan tidak
adanya perbedaan anatar kontrol dan pasien yang menggunakan
berbagai jenis statin.
Antioksidan
Diduga

berpotensi

untuk

mencegah

progresi

steatosis

menjadi

steatohepatitis dan fibrosis. Antioksidan yang pernah dievaluasi adalah


vitamin E, vitamin C, betain dan N-asetilsistein. Terlihat perbaikan
konsentrasi aminotransferase, steatosis, aktifitas nekroinflamasi dan
fibrosis. Namun, masih diperlukan penelitian terkontrol dengan jumlah
lebih besar.
Hepatoprotektor
Ursodeoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu dengan banyak
potensi seperti efek imunodulator, pengaturan lipid dan efek sitoproteksi.
Studi paling akhir menyangkut UDCA dilakukan terhadap 24 pasien
dengan dosis 250 mg 3x sehari selama 6-12 bulan. Dilaporkan adanya
perbaikan konsentrasi aminotransferase dan petanda fibrogenesis. (Hasan,
2007)

Pengaturan pola hidup dengan menurunkan berat badan 3-5 % dapat


memperbaiki steatosis. Penurunan berat badan hingga 10 % dapat
memperbaiki nekroinflamasi dan latihan jasmani saja dapat memperbaiki

steatosis.
Pasien dengan fatty liver non alkoholik tidak boleh mengonsumsi alkohol.
Terapi lini pertama pada anak dengan fatty liver non alkoholik adalah
pengaturan pola hidup (diet dan latihan jasmani).

Metformin tidak memiliki efek pada(perubahan) gambaran histologi

hepar.
Pioglitazone dapat digunakan untuk mmemperbaiki steatohepatitis pada
pasien steatohepatitis non alkoholik non diabetik dengan

penegakan

diagnosis biopsi, tetapi efektifitas pada pasien non diabetik dan efek

jangka panjangnya belum diketahui.


Pada pasien anak, metformin 500 mg 2x sehari untuk fatty liver non
alkoholik kurang bermanfaat dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengkonfirmasi manfaat vitamin E pada pasien steatohepatitis non

alkoholik yang terbukti melalui biopsi.


Vitamin E 800 IU/hari merupakan terapi farmako lini pertama untuk
pasien steatohepatitis non alkoholik non diabetik dewasa dengan
penegakan diagnosis melalui biopsi, namun tidak direkomendasikan pada
pasien steatohepatitis non alkoholik diabetik, fatty liver non alkoholik
tanpa biopsi hepar, sirosis steatohepatitis non alkoholik atau sirosis

kriptogenik.
Asam lemak omega 3 digunakan sebagai terapi lini pertama pada

hipertrigliseridimia.
Statin dapat digunakan untuk dislipidemia pada pasien steatohepatitis non

alkoholik dan fatty liver non alkoholik.


UDCA tidak direkomendasikan untuk pasien steatohepatitis non alkoholik

dan fatty liver non alkoholik.


Pembedahan tidak dikontraindikasikan pada pasien obesitas dengan
steatohepatitis non alkoholik dan fatty liver non alkoholik, tetapi tidak
disarankan pada pasien dengan sirosis (Barclay, 2012).

E. ULTRASONOGRAFI PADA FATTY LIVER


1. Definisi
Ultrasonografi (USG) melibatkan penggunaan gelombang suara
frekuensi tinggi untuk membuat gambar organ dan sistem dalam tubuh.

Sebuah mesin ultrasonograf menciptakan gambar yang memungkinkan


berbagai organ dalam tubuh untuk diperiksa. Mesin mengirimkan gelombang
suara frekuensi tinggi yang akan memantul saat mengenai berbagai struktur
tubuh. Sebuah komputer kemudian memproses gelombang yang terpantul
untuk menciptakan sebuah gambar. Berbeda dengan x-ray atau CT scan, tidak
ada paparan radiasi pengion dalam pemeriksaan ultrasonografi ini (Dugdale,
2010).
2. Cara Kerja Ultrasonografi
Transduser

bekerja

sebagai

pemancar

dan

sekaligus

penerima

gelombang suara. Pulsa listrik yang dihasilkan oleh generator diubah menjadi
energi akustik oleh transduser, yang dipancarkan dengan arah tertentu pada
bagian tubuh yang akan dipelajari. Sebagian akan dipantulkan dan sebagian
lagi akan merambat terus menembus jaringan yang akan menimbulkan
bermacam-macam echo sesuai dengan jaringan yang dilaluinya (Rasad, 2005).

Gambar 4. Produksi echo tergantung pada impedansi akustik relatif dari kedua
media (Aldrich, 2007)
Pantulan echo yang berasal dari jaringan-jaringan tersebut akan
membentur transduser, dan kemudian diubah menjadi pulsa listrik lalu
diperkuat dan selanjutnya diperlihatkan dalam bentuk cahaya pada layar
osiloskop. Dengan demikian bila transduser digerakkan seolah-olah kita
melakukan irisan-irisan pada bagian tubuh yang diinginkan, dan gambaran
irisan-irisan tersebut akan dapat dilihat di layar monitor. Masing-masing

jaringan tubuh mempunyai impedansi akustik (rasio tekanan yang timbul pada
garis imajiner gelombang dengan laju partikel yang melewati garis tersebut)
tertentu. Dalam jaringan yang heterogen akan ditimbulkan bermacam-macam
echo, jaringan tersebut dikatakan echogenic. Sedang pada jaringan yang
homogen hanya sedikit atau sama sekali tidak ada echo, disebut anechoic atau
echofree atau bebas eko. Suatu rongga berisi cairan bersifat anechoic,
misalnya: kista, asites, pembuluh darah besar, perikardial atau pleural
effusion. Dengan demikian kista dan suatu massa solid akan dapat dibedakan
(Rasad, 2005).
3. Ultrasonografi Abdomen
Ultrasonografi

abdomen

merupakan

ultrasonografi

medis

yang

difokuskan pada pemeriksaan organ dalam abdomen antara lain: hepar,


kandung empedu, lien, pankreas, dan ren. Beberapa pembuluh darah besar
yang mengarah ke organ-organ tersebut juga dapat dilihat dengan USG
abdomen (Dugdale, 2012).
Indikasi untuk pemeriksaan USG abdomen adalah, tetapi tidak terbatas pada:
a. Nyeri perut, panggul dan / atau nyeri punggung.
b. Tanda-tanda atau gejala yang dapat mengarah ke kelainan abdomen seperti
ikterus atau hematuria.
c. Massa abdomen atau organomegali.
d. Temuan hasil laboratorium abnormal atau temuan abnormal pada
e.
f.
g.
h.
i.
j.

pemeriksaan pencitraan lainnya yang mengarah pada kelainan abdominal.


Follow up dari kelainan abdominal yang telah diketahui.
Mencari metastasis abdominal atau neoplasma primer abdomen.
Curiga kelainan kogenital pada abdomen.
Trauma abdomen.
Pre-transplantasi dan evaluasi post-transplantasi.
Perencanaan dan bantuan pada prosedur invasif.

Pemeriksaan USG abdomen harus dilakukan ketika ada alasan medis yang
sah. Tidak ada kontraindikasi absolut (AIUM, 2012).

Pemeriksaan USG hepar termasuk dalam USG Abdomen. USG Hepar


harus meliputi tampilan longitudinal dan transversal. Parenkim hati harus
dievaluasi untuk kelainan fokal/difus. Jika memungkinkan, echogenisitas hati
harus dibandingkan dengan ginjal kanan. Beberapa hal yang harus dicitrakan
antara lain: pembuluh darah utama pada hepar, termasuk vena kava inferior,
vena hepatika, vena portal, lobus hati (dexter, sinister, dan caudatus) dan jika
memungkinkan, hemidiafragma dan ruang pleura (AIUM, 2012).

Gambar 5. Jalur pemeriksaan ultrasonografi hepar. Potongan


longitudinal dan transversal dari hepar (Block, 2004).
Anatomi ultrasonografi hepar normal adalah sebagai berikut (Abraham et al.,
2010):

Homogen, tekstur echogenik


Panjang kira-kira 15 cm dan anterior-posterior kira-kira 10-12,5 cm
pengukuran dilakukan di linea mid clavicula

Terdiri dari lobus dexter, sinister, dan caudatus


Vena porta: masuk melalui hilum, bercabang menjadi ramus dexter

dan ramus sinister. Dinding vena tebal dan echogenik.


Vena hepatika: Vena hepatika dextra, media, dan sinistra bermuara
pada vena cava inferior. Dinding lebih tipis dibanding vena porta.

Gambar 6. Hepar normal potongan longitudinal. Echo sedang. Panah putih:


anechoic, pembuluh darah. Panah hitam: hiperechoic, diafragma (Abraham et
al., 2010).

Gambar 7. Hepar normal potongan transversal. RT: lobus dexter LT: lobus
sinister, CL: lobus caudatus, C: vena cava inferior (Abraham et al., 2010).

Gambar 8. Hepar normal potongan longitudinal. RL: Lobus dexter, RK: Ren
Kanan, mempunyai echogenisitas yang hampir sama (Abraham et al., 2010).

Gambar 9. Hepar normal potongan transversal. Vena porta dan cabangnya.


RT: Ramus Dexter, LT: Ramus Sinister, I: Vena cava (Abraham et al., 2010).

Gambar 10. Hepar normal potongan transversal. Tiga vena hepatika. 2: V.


Hepatica dextra, 3: V. Hepatica media, 4: V. Hepatica sinistra, 1: Vena cava
(Abraham et al., 2010).

4. Temuan USG pada Fatty Liver


Sensitivitas dan spesifisitas deteksi fatty liver dengan B-mode
pemeriksaan USG cukup tinggi yaitu secara berurutan 89% dan 93%. Di USG
abdomen, fatty liver ditandai dengan peningkatan echogenisitas, yang sering
dibandingkan dengan limpa atau parenkim ginjal pada kedalaman yang sama
(Hasan , 2009).
Temuan lain pada kasus fatty liver dapat disebabkan karena efek redam
(attenuation), yaitu penurunan intensitas gelombang ultrasonik ketika berjalan
melalui suatu jaringan karena mengalami penyerapan, hamburan dan
divergensi. Redaman dapat mengurangi detail dari arsitektur pembuluh darah,
hilangnya visibilitas struktur dalam dari hati dan terhambatnya pencitraan
diafragma (Dietrich et al., 2012).
Tanda-tanda ultrasonografi steatosis hati termasuk hepatomegali dengan
batas hati yang menumpul, peningkatan echogenisitas, redaman USG yang
disebabkan oleh penyerapan, hamburan, dan divergensi dan detail arsitektur
vaskular intra-hepatik yang menurun. Terdapat juga bebedaan yang berlebihan
antara echogenisitas hepar dan antara parenkim ginjal dan echogenicity hati
(Dietrich et al., 2012). Berikut pembagian deskripsi fatty liver pada USG
menurut Abraham et al. (2010):

Stadium ringan:
o Peningkatan minimal echogenisitas hepar
o Pembuluh darah intrahepatik dan diafragma terlihat
Stadium sedang:
o Peningkatan sedang echogenisitas hepar
o Pembuluh darah intrahepatik dan diafragma sedikit lebih kabur
Stadium berat:
o Peningkatan echogenisitas yang signifikan
o Visualisasi liver posterior terganggu
o Pembuluh darah dan dan diafragma susah terlihat

Gambar 11. Hepar potongan longitudinal. Fatty liver ringan. Echogenisitas


hepar sedikit meningkat. Pembuluh darah dan diafragma masih terlihat
(Abraham et al., 2010).

Gambar 12. Hepar potongan longitudinal. Fatty liver berat. Echogenisitas


hepar menngkat. Pembuluh darah tidak terlihat. Panah putih: diafragma tidak
jelas (Abraham et al., 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Abraham D, Silkowski C, Odwin C (2010). Emergency medicine sonography: Pocket


guide to sonographic anatomy and pathology. Burlington: Jones & Bartlett
Learning.
AIUM (2012). AIUM practice guideline - Ultrasound examination of the abdomen
and/or
retroperitoneum.
http://www.aium.org/resources/guidelines/
abdominal.pdf - Diakses 8 Juni 2014.
Barclay L (2012). Guidelines for Nonalcoholic Fatty Liver Disease Issued
http://www.medscape.org/viewarticle/768610 - Diakses 7 Juni 2014
Block, Berthold (2004). Color atlas of ultrasound anatomy. Stuttgart: Thieme.
Dietrich CF, Serra C, Jedrzejczyk M (2012). Ultrasound of the liver.
http://jpkc.fudan.edu.cn/picture/article/186/12/38/f59739554eef9f213815111
6a918/58b78c8f-785f-4584-9c55-6ce131f6f21b.pdf - Diakses 8 Juni 2014.
Dugdale DC (2010). Ultrasound. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/
003336.htm - Diakses 8 Juni 2014.
Dugdale

DC
(2012).
Abdominal
ultrasound.
http://www.nlm.nih.gov/
medlineplus/ency/article/003777.htm - Diakses 8 Juni 2014.

Hasan, Irfan (2009). Perlemakan hati non alkoholik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
John E. Aldrich (2007). Basic physics of ultrasound imaging. Crit Care Med, 35(5):
S131-S137.
Putz R, Pabst R (2005). Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 21 jilid 2. EGC :
Jakarta.
Rasad, Sjahriar (2005). Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI, 453- 455.

Snell, Richard S (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa
Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai