Seorang wanita 68 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing
berkurang. Gejala ini disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise.
Dua minggu sebelumnya penderita merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh,
terutama lengan dan kaki, dan penderita minum obat untuk mengurangi rasa sakit
tersebut.
A. KATA SULIT
Malaise : perasaan lemas
B. KALIMAT SULIT
1. Wanita 68 tahun
2. Produksi unrin berkurang
3. Muntah-muntah, perasaan sangat lemas dan malaise
4. 2 minggu sebelumnya penderita merasa lemas pada seluruh tubuh terutama
pada lengan dan kaki
5. Penderita meminum obat untuk mengurangi rasa sakit
C. PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi, fisiologi, histologi, dan biokimia organ terkait
2. Jelaskan patomekanisme dari setiap gejala
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi produksi urin menurun
4. Jelaskan hubungan gejala dengan produksi urin menurun
5. Jelaskan pengaruh obat anti nyeri dengan produksi urin menurun
6. Mengapa nyeri terutama pada lengan dan kaki?
7. Jelaskan epidemiologi dan tindakan pencegahan penyakit sistem urogenital
terutama yang memberikan gejala produksi urin menurun
8. Jelaskan langkah-langkah diagnosis
9. Jelaskan DD dan DS
10. Jelaskan penatalaksanaan dari DS
11. Jelaskan asupan gizi yang baik pada scenario
12. Jelaskan prognosis dari DS
D. PEMBAHASAN
1. Anatomi, fisiologi, histology dan biokimia organ terkait
a. Ginjal
- Anatomi
Suplai darah ke ginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis . arteri
renalis merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis
yang bermuara langsung ke vena cava inferior. Baik arteri dan vena renalis
membentuk pedikel ginjal. Arteri yang memasuki ginjal dan vena yang keluar
dari ginjal disebut hilus renalis. System arteri ginjal adalah end arteries yang
mana artinya arteri pada ginjal in itidak mempunyai anastomosis dengan
cabang arteri dengan cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan
pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia / nekrosis pada
daerah yang dilayaninya. System limfatiknya berada di dalam retroperitoneum
yang dialirkan kedalam limfonodi yang terletak didalam hilus ginjal.
- Fisiologi
Fungsi ginjal yakni menyaring sisa hasil metabolism dan toksin dari darah,
serta mempertahankan homeostasis cairanya dan elektorilit tubuh yang
kemudian dibuang melalui urin. Selain itu ginjal juga berfungsi untuk
mengontrolseksresi hormone Aldosterondan ADH, mengatur metabolism ion
kalsiumdan vitamin D, menghasilkan beberapa hormone antara lain
eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darahmerah, renin yang
berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormone prostaglandin yang
berguna dalam berbagai mekanisme tubuh.
Vesika urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas lapisan otot
detrusor. Mukosa vesical urinaria terdiri atas sel transisional yang sama
seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter, dan urethra posterior. Pada
dasar vesical urinaria kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonumbuli-buli. Secara
anatomis vesical urianaria terdiri atas 3 permukaan yaitu permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, permukaan
inferiolateral, dan permukaan posterior. Permukaan superior merupakan
lokusminoris (daerahterlemah) dinding vesical urinaria.
Vesical urinaria berfungsi menampung urine dari ureter dan
kemudian mengeluarkannya melalui urethra dalam mekanisme miksi
(berkemih). Dalam menampung Urine Vesica urianaria mempunyai
kapasitas maksimal yang volumenya pada orang dewasa kurang lebih 300-
450 ml. Vesika Urinaria mendapatkan vaskularisasi dari cabang arteria
iliaka interna yakni arteria vesicalis superior, yang menyilang didepan
ureter. System vena dari vesical urinaria bermuara ke dalam vena iliaka
interna.
c. URETER
Morfologi dan lokalisasi :
Saluran terdiri dari jaringan otot ukuran 25 – 30 cm.
Menghubungkan ren dengan vesica urinaria
Terletak retroperitoneal
Sebagian terletak pada cavu abdominis pars abdominis sebagian
lagi pada cavum plevis disebut pars plevica
Bermuara dalam vesica urinaria jarak 5 cm satu sama lain
Bermuara pada v.u pada ostium ureteris
Ureter menyempit pada tiga tempat :
- peralihan pelvis renalis jadi ureter
- ketika menyilang a.iliaca communis
- ketika bermuara ke dalam vesica urinaris
VASCULARISASI
Ureter di darahi sangat bervariasi oleh :
a. Renalis
aorta abdominalis
arteria ovarica ( a. Testicularis )
a. Iliaca interna
a. Uterina
a. Vesicalis
lalu membentuk anastomosis
LYMPHONODUS
Pembuluh lymphe ureter :
bagjan cranial bergabung dengan lymphe ren
yang lain ada bergabung ke lymphonodi aorticic lateralis
yang ureter bagian caudal , menuju lymphonodi iliaci
communis, lymphonodi iliaci externi dan iliaci interni
INNERVASI
Serabut saraf dari Nervus Thoracalis 10 -12 , nervus vertebra
lumbal 1 & n. sacralis 4
d. VESICA URINARIA
Morfologi dan lokalisasi :
Vesica urinaria sebuah kantong dari jaringan ikat dan otot polos
Fungsi tempat penyimpan urine
Bila sudah terisi 200-300 cc maka timbul rasa ingin kencing (
miksi )
Dalam keadaan kosong bentuknya bulat
Terletak dalam pelvis, wanita lebih rendah dari pria
Pada keadaan kosong ada 4 buah dinding
Facies superior, facies inferior lateralis ( dua buah ) dan facies
posterior
Berbentuk segitiga dengan sisi basis menghadap ke arah posterior
e. URETHRA
Sel epitel dari uretra dimulai sebagai sel transisional setelah keluar dari
kantung kemih. Sepanjang uretra disusun oleh sel epitel bertingkat kolumnar,
kemudian sel bertingkat pipih di dekat lubang keluar.
BIOKIMIA
Susunan Urin :
Urin normal : tergantung makanan.
Proteinkinase C AMP
terikat fosfat
Terikat fosfat
Fosfat
lepas
2. Gangguan pra-renal
b. Vasodilatasi sistemik:
- Sepsis.
- Sirosis hati.
- Anestesia/ blokade ganglion.
- Reaksi anafilaksis.
- Vasodilatasi oleh obat.
c. Penurunan curah jantung / kegagalan pompa jantung:
- Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
- Emboli paru.
3. Gangguan Renal
a. Kelainan glomeroulus
b. Reaksi imun
c. Kelainan tubulus
d. Kelainan interstisial
e. Kelainan vaskuler
4. Gangguan post-renal
vasokonstruksi iskemik
NAT
LGF
NSAID
Aspirin nimesulid
Indometasin meloksikam
Piroksikam nabumeton generasi1 :
selekoksib
Ibuprofen diklofenak
refokoksib
Naproksen etodolak
valdekoksib
Asam mefenamat generasi 2 :
lumirakoksib
Ekskresi ginjal yang idak ade kuat merupakan penyebab yang sering.jika
oligouria atau anuria ada dengan semakin progresifnya gagal ginjal
akut,hiperkalemia pasti terjadi. Kaliumplasma meningkat0,05mmol/1 per hari
jika tak ada beban abnormal. Gagal ginjal kronik tidak menyebabkan hiper
kalemia berat atau progresif kecuali jika terdapat aligouria atau
anuria.perubahan adaptif meningkatkan ekskresikalium per nefron residual
bila gagal ginjal kronik semakin berlanjt.penurunan dalam volume sirkulasi
yang efektif cenderung menunggu ekskresi kalium. dalam keadaan seperti
deplesi garam dan air atau gagaljantung kongestif,laju filtrasi glomerulus
berkurang dan reabsorbsi cairan meningkat. Penurunan penghantaran cairan ke
tubulus distal ini,membatasi sekresi kalium ke dalam air kemih, hiperkalemia
dapt terjadi dalam beberapa pasien,biasanya sedang dan tidak progresif,tetapi
dapatmenjadi beratjika beban kalium tinggi.hiperkalemia sedang atau berat
menimbulkan dapak yang nyata pada otot-otot perifer.terutama pada otot
bagian kardivaskuler dan etremitas yang sering di gunakan seperti tangan dan
kaki.
Pencegahan :
GGA dapat dicegah pada beberapa keadaan misalnya penggunaan zat
kontras yang dapat menyebabkan nefropati kontras . Pencegahan nefropati
akibat zat kontras adalah menjaga hidrasi yang ysng baik, pemakaian N-asetyl
cystein serta pemakaian purosemid pada penyakit tropik perlu di waspadai
kemungkinan GGA pada gastrointeristis akut, malaria dan demam berdarah.
Pemberian kemoterapi dapat menyebabkan eksresi asam urat yang tinggi
sehingga menyebabkan GGA .
Urolithiasis
Epidemiologi :
Penyakit batu saluran kemih merupakan penyakit yang banyak di
derita oleh masyarakat, dan menempati urutan ketiga dari penyakit di bidang
urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat jinak.
Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali
penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai
belahan bumi. Di Amerika serikat dam eropa 5-10% penduduknya satu kali
dalam hidupnya pernah menderita penyakit saluran kemih, bahkan pada laki-
laki angka ini lebih tinggi yaitu 10-20%. Angka kejadiannya laki-laki
dibanding perempuan sebesar 3 dibanding 1, usia terjadinya batu antara 20
tahun sampai 40-50 tahun dimana merupakan usia produktif. Lebih kurang
dua pertiga dari pasien batu pada anak adalah batu kandung kemih. Biasanya
banyak didapatkan pada umur 2-7 tahun dan kebanyakan pada anak laki-laki. (
Smith, 2000; Sjamsuhidayat R, 1996 ) Batu saluran kemih pada laki-laki 3-4
kali lebih banyak daripada wanita. Hal ini mungkin karena kadar kalsium air
kemih sebagai bahan utama pembentuk batu pada wanita lebih rendah
daripada laki-laki dan kadar sitrat air kemih sebagai bahan penghambat
terjadinya batu (inhibitor) pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.
Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur
3060 tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan wanita
rerata 40,20 tahun). Umur terbanyak penderita batu di negara-negara Barat 20-
50 tahun dan di Indonesia antara 30-60 tahun. Kemungkinan keadaan ini
disebabkan adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya dan diet.
Jenis batu saluran kemih terbanyak adalah jenis kalsium oksalat seperti di
Semarang 53,3%, Jakarta 72%. Herring di Amerika Serikat melaporkan batu
kalsium oksalat 72%, Kalsium fosfat 8%, Struvit 9%, Urat 7,6% dan sisanya
batu campuran. Angka kekambuhan batu saluran kemih dalam satu tahun 15-
17%, 4-5 tahun 50%, 10-20 tahun 75% dan 95-100% dalam 20-25 tahun.
Apabila batu saluran kemih kambuh maka dapat terjadi peningkatan mortalitas
dan peningkatan biaya pengobatan. Manifestasi batu saluran kemih dapat
berbentuk rasa sakit yang ringan sampai berat dan komplikasi seperti
urosepsis dan gagal ginjal. Batu saluran kemih dapat menimbulkan keadaan
darurat bila batu turun dalam sistem kolektivus dan dapat menyebabkan
kelainan sebagai kolektivus ginjal atau infeksi dalam sumbatan saluran kemih.
Kelainan tersebut menyebabkan nyeri karena dilatasi sistem sumbatan dengan
peregangan reseptor sakit dan iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis
ginjal yang disertai edema dan penglepasan mediator sakit. Sekitar 60-70%
batu yang turun spontan sering disertai dengan serangan kolik
ulangan.(Kutuya,2008, Lozanovsky, 2011 ) Salah satu komplikasi batu saluran
kemih yaitu terjadinya gangguan fungsi ginjal yang ditandai kenaikan kadar
ureum dan kreatinin darah, gangguan tersebut bervariasi dari stadium ringan
sampai timbulnya sindroma uremia dan gagal ginjal, bila keadaan sudah
stadium lanjut bahkan bisa mengakibatkan kematian. Oleh karena itu besar
sekali kemungkinan bahwa masalah batu saluran kemih akan menjadi masalah
yang semakin besar di Indonesia, sehubungan dengan perbaikan taraf hidup
rakyat dengan adanya Program Perbaikan Gizi oleh Pemerintah. Kejadian batu
saluran kemih di Amerika Serikat dilaporkan 0,1-0,3 per tahun dan sekitar 5-
10% penduduknya sekali dalam hidupnya pernah menderita penyakit ini, di
Eropa Utara 3-6%, sedangkan di Eropa Bagian Selatan di sekitar laut tengah
6-9%. Di Jepang 7% dan di Taiwan 9,8% sedangkan di Indonesia sampai saat
ini angka kejadian batu saluran kemih yang sesungguhnya belum diketahui,
diperkirakan 170.000 kasus per tahun. Jumlah penderita baru saluran kemih di
sub bagian urologi Rumah Sakit DR. Sardjito periode Januari 1994 –
Desember 2005 yaitu sebesar 1028 pasien, dengan jenis kelamin 694(67%)
laki-laki dan 334(32,5%) wanita. Di Jakarta dilaporkan 34,9% kasus urologi
adalah batu saluran kemih. Analisis jenis batu saluran kemih di Yogyakarta
didapatkan paling banyak batu Kalsium yaitu Kalsium Oksalat (56,3%),
Kalsium Fosfat 9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu Urat 5,5% dan sisanya
campuran.
Pencegahan :
Tindakan selanjutnya yang tidak kala penting setelah batu dikeluarkan dari
saluran kemih adalah pencegahan atau menghindari terjadinya kekambuhan.
Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang
lebih 50% tahun dalam 10 tahun. Pencegahan dilakukan berdasarkan
kandungan dan unsur yang menyusun batu saluran kemih dimana hasil ini
didapat dari analisis batu. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan dengan
pengaturan diet makanan, cairan dan aktivitas serta perawatan pasca operasi
untuk mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi. Beberapa tindakan gaya
hidup yang dapat dimodifikasi dalam upaya pencegahan kekambuhan
urolithiasis adalah:
1) Cairan
Strategi pengobatan yang umum digunakan pada urolithiasis yang bukan
disebabkan karena infeksi bakteri adalah dengan meningkatkan konsumsi air.
Peningkatan konsumsi air setiap hari dapat mengencerkan urin dan membuat
konsentrasi pembentuk urolithiasis berkurang. Selain itu, saat mengkonsumsi
makanan yang cenderung kering hendaknya mengkonsumsi air yang banyak.
Konsumsi air sebanyak-banyaknya dalam satu hari minimal 8 gelas atau setara
dengan 2-3 liter per hari dalam penelitiannya menyatakan bahwa pencegahan
lain dapat dilakukan dengan mengkonsumsi air jeruk nipis atau jeruk lemon
yang berfungsi sebagai penghambat pembentukan batu ginjal jenis kalsium
dengan mekanisme utamanya yaitu menghambat pembentukan batu kalsium
melalui reaksi pemutusan ikatan antara kalsium oksalat maupun kalsium
posfat oleh sitrat,
sehingga pada akhir reaksi akan terbentuk senyawa garam yang larut air,
endapan kalsium tidak terbentuk dan tidak tidak terbentuk batu saluran kemih
jenis batu kalsium. Penelitian ini didukung oleh Colella dan Purnomo, (2012)
yang menyatakan bahwa asupan jeruk nipis yang rendah dapat menyebabkan
hipositraturia dimana kemungkinan dapat meningkatkan resiko terbentuknya
batu.
2) Makanan
a. Konsumsi makanan seperti ikan dan kurangi konsumsi oksalat (seperti
daging) untuk menurunkan oksalat dalam urin dan resiko pembentukan
batu oksalat.
b. Mengurangi diet protein hewani dan purin lainnya untuk menurunkan
kadar asam urat dalam urin dan resiko pembentukan batu asam urat.
c. Mengurangi makanan yang mengandung tinggi kadar garam karena
dapat meningkatkan rasa haus, selain itu garam akan mengambil
banyak air dari dalam tubuh sehingga tubuh akan mengalami dehidrasi
tanpa disadari. Disarankan jika terlalu banyak mengkonsumsi garam
hendaknya anda imbangi dengan mengkonsumsi banyak air yang
berfungsi untuk melarutkan garam yang ada di dalam tubuh.
d. Meningkatkan diet kalsium untuk mengikat oksalat di usus dan dengan
demikian akan menurunkan kadar oksalat dalam urin.
3) Aktivitas
Aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya urolithiasis.
Tingginya aktivitas yang dilakukan dengan diimbangi asupan cairan yang
seimbang maka ada kemungkinan akan memperkecil resiko terjadinya
pembentukan batu, latihan fisik seperti treadmill atau aerobic ini dapat
dilakukan selama 1 jam/ hari selama 5 hari atau anda dapat melakukan
olahraga lari selama 20 meter/ menit selama 5 hari. Aktivitas fisik dapat
menyebabkan kehilangan banyak cairan sehingga memungkinkan untuk
berada dalam kondisi dehidrasi tanpa disadari maka dari itu disarankan untuk
mempertahankan hidrasi (cairan) dalam tubuh sebanyak-banyaknya selama
melakukan aktivitas, khususnya aktivitas berat seperti latihan fisik (treadmill)
untuk mengganti ciaran tubuh yang hilang saat melakukan aktivitas.
4) Dukungan sosial
Rahman, et al., (2013) dalam penelitiannya tentang hubungan antara
adekuasi hemodialisa terhadap kualitas hidup pasien menyatakan bahwa
dukungan sosial merupakan salah satu indikator yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup seseorang. Dukungan sosial dapat diberikan dari keluarga dan
lingkungan sekitar dapat meningkatkan keoptimisan pada diri sendiri untuk
sembuh dari penyakit dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Dukungan
yang dapat diberikan berupa memberikan dukungan kepada orang lain untuk
beradaptasi dengan kondisinya saat ini (Guundgard,2006).
8. Langkah-langkah diagnostik
1. Anamnesis
Identitas Pasien : Perempuan 68 tahun
Keluhan Utama : produksi kencing berkurang
Keluham penyerta : muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise,
2 minggu sebelumnya merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh
terutama lengan dan kaki, riwayat minum obat untuk mengurangi rasa
sakit
Anamnesis Tambahan
Apakah sebelumnya mengalami demam?
Apakah pasien merasa menggigil?
Apakah nyeri pada pinggang?
Apakah ada rasa sakit saat berkemih
Apakah pada saat berkemih berwarna merah?
Apakah pernah mengalami sakit ini sebelumnya?
Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya?
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ginjal
Inspeksi daerah pinggang apakah terdapat pembesaran asimetris pada
daerah pinggang atau abdomen sebelah atas. Pembesaran tersebut
dapat disebabkan karena hidronefroaia, abses paranefrik,atau tumor
ginjal,atau tumor pada organ retroperitoneum yang lain.
Palpasi dengan melakukan palpasi bimanual, ginjal kanan yang
normal pada anak atau dewasa yang bertubuh kurus seringkali masih
dapat diraba. Ginjal kiri sulit diraba, karena terletak lebih tinggi
daripada kanan.
Perkusi dengan pemeriksaan ketok ginjal. Pembesaran ginjal karena
hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan
terasa pada perkusi.
Auskultasi suara bruit yang terdengar pada saat auskultasi di daerah
epigastrium atau abdomen sebelah atas patut dicurigai adanya stenosis
aterial renali. Bruit pada abdomen juga bisa di sertai oleh
aneurismaarteria renalis atau malformasi arteriovenous.
Pemeriksaan buli-buli
Untuk memperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut
bekas irisan/operasi supresimfisis.
Pemeriksaan genitalia eksterna
Untuk melihat adanya kelainan penis/urethra, antara lain
:mikropenis,makropenis,hipospadia,kordae,epispadia,stenosis pada
meatus urethra eksterna,fimosis/parafimosis,fistel uretro-kutan,dan
ulkus/tumor penis.
Pemeriksaan skrotum dan isinya
Untuk menilai apakah ada perbesaran skrotum,perasaan nyeri saat
diraba,atau hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada
kriptokismus
Colok dubur (rectal toucher)
Pada pemeriksaan colok dubur, yang dinilai adalah ;
1. Tonus sfingter ani dan refleks bulbokarvernosus(BCR)
2. Mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum
3. Menilai keadaan prostat
Pemeriksaan neurologik
Untuk mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang
mengakibatkan kelainan pada sistem urogenitalia seperti lesi motor
neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab buli-buli
neurogen
3. Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium seperti:
1. Urinalisis
2. Pemeriksaan darah
3. Analisis semen
4. Analisis batu
5. Kultur urine
6. Sitologi urine
7. Histopatologi
Pemeriksaan radiologi :
1. Foto polos abdomen
2. Pielografi intra vena (PIV)
3. Sistografi
4. Uretrografi
5. Pielografi retrograd (RPG)
6. Pielografi antegrad
7. Ultrasonografi (USG)
8. CT scan
9. MRI
10. Sintigrafi
11. Angiografi
9. Jelaskan DD dan DS
A. ACUTE KIDNEY INJURY (AKI)
Perubahan istilah Gagal Ginjal Akut (Acute Renal Failure – ARF) Menjadi
Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury – AKI)
Adanya pasien yang sembuh atau membaik dari penurunan fungsi ginjal
yang mendadak mununjukan terdapat derajat dari GGA dari ringan sampai berat.
GGA dapat terjadi oleh berbagai macam sebab. Perbedaan geografis juga
menentukan sebab dari GGA misalnya di negara maju GGA terjadi pada orang tua
terutama pada usia lanjut sedangkan di negara berkembang lebih kerap timbul
pada usia muda dan anak-anak misalnya karena malaria dan gastrointeristis akut.
Laporan insiden GGA berlainan dari negara ke negara, dari klinik ke klinik, oleh
karena kriteria diagnostic yang tidak seragam dan kausa yang berbeda-beda.
Defenisi GGA
Penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan
kadar kreatinin serum ≥ 0.3 mg/dl (≥ 26.4 µmol/l), presentasi kenaikan kreatinin
serum ≥50% (1.5 x kenaikan dari nilai dasar), atau pengurangan produksi urin
(oligouria yang tercatat ≤ 0.5 ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam.
Kriteria diatas memasukan baik nilai absolut maupun nilai presentasi dari
perubahan kreatinin untuk menampung variasi yang berkaitan dengan umur,
gender, indeks masa tubuh dan mengurangi kebutuhan untuk pengukuran nilai
basal kreatinin serum dan hanya diperlukan 2 kali pengukuran dalam 48 jam.
Produksi air senu dumasukan sebagai kriteria karena mempunyai prediktif dan
mudah di ukur. Kriteria di atas harus memperhatikan adanya obstruksi saluran
kemih dan sebab-sebab oligouria lain yang reversible.
Klasifikasi AKIN (Acute Kidney Injury Network)
Pre-renal AKI
Terjadi gangguan hemodinamik cairan sehingga dapat menyebabkan:
1. Penurunan intravascular sebab kehilangan cairan, penyakit hati yang kronik,
kondisi-kondisi yang malnutrisi.
2. Penurunan cardiac output seperti infark miokard, aritmia, iskemia,
kardiomiopati, penyakit valvular, hipertensi dan cor pulmonale
3. Peripheral vasodilatasi seperti sepsis, hypercapnia, gangguan analisis gas
darah
4. Sever renal vasokontriks seperti konsumsi obat-obatan antipiterik, analgetik
tak terkontrol.
5. Mechanical oklusi dari arteri renalis seperti trombotik oklusi, emboli dan
trauma.
Renal AKI
1. Tubular (ATN): kausa sepsis, iskemik, toksin.
2. Intertisium (AIN): kausa obat-obatan, infeksi, neoplasma
3. Glomerulus (AGN): kuasa (primari post- infeksius, reumatologi, vasculitis,
HUS, TTP)
4. Vaskular: ateroembolik, renal arteri tromboembolisme, renal artei diseksi,
renal vein thrombosis
5. Intratubular obstruksi: mioglobin, hemoglobin, myeloma light chains, asam
urat, tumor lisis, obat-obatan (bakteri, indinavir, axyclovir, foscarnet, oxalate
ethylene glycol toxicity).
Post-renal AKI
1. Upper Tract Obstruksi
a. Intrinsic: batu ginjal, bekuan darah, pappilary nekrosis, kanker.
b. Ekstrinsik: pelvic malignancy, endomteriosis, aneurisma, retroperitoneal
fibrosis.
2. Lower Tract Obtruksi
a. Benigna prostat hyperplasia (BPH) atau kanker prostat
b. Kanker buli-buli
c. Urethral strictures
d. Batu kemih
e. Bekuan darah
f. Obstruksi fungsional sebagai akhir dari neurogenic bladder
Diagnosis
1. Anamnesis: tanyakan secara detail riwayat penyakit serta keluhan.
2. Laboratorium: monitor serum kreatinin untuk penanda penyakit pasien,
BMP, UA, Uosm, Ucr, Una.
3. Ultrasound: melihat struktur anatomi yang anomaly – adanya polikistik,
penyumbatan, obstruksi, dan lain-lain.
4. Cek silang
Tata Laksana
Lakukan RRT ( Renal Replacement Therapy):
1. Dialysis peritoneal
2. Alat intermiten hemodialysis
3. Hemofiltrasi berkelanjutan CAVH, SCUF, CVVH, CVVHD, dan lain-lain.
B. CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis denga etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsu ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Uremia (sindroma uremik) adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik
yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit
ginjal kronik.3
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru Gagal Ginjal per tahunnya. Di negara-
negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta
penduduk pertahun.
1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
a) Kerusakan ginjal (renal demage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
b) Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2, selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG
sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73 m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal
kronik.
2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
Klasifikasi ini didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (Stage) penyakit
(tabel 1) dan atas dasar diagnosis etiologi (tabel 2). Klasifikasi atas dasar
penyakit, dibuat berdasarkan LFG, yang dihitung dengan mempergunakan Rumus
Kockcroft-Gault sebagai berikut:
- Untuk Laki-laki:
- Untuk Perempuan:
LFG (ml/mnt/1,73 m2) = ( 140 – umur ) x BB X 0,85
72x Kreatinin plasma(mg/dl)
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktifitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin - angiotensin -
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor β(TFG-β). Beberapa hal yan juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hiperglikemia,
dislipidemia. Terdapat variabiltas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, saluran pernafasan, maupun
infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo
atau hipervolemia. Gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
serius dan pasien sudah lebih memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau tranplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Manifestasi Klinik
Gagal ginjal kronik disertai sekelompok tanda dan gejala dengan atau tanpa
penurunan curah urin, tetapi selalu disertai dengan konsentrasi nitrogen urea dan
kreatinin serum yang meningkat. Riwayat penyakit sering sangat membantu,
terutama jika terdapat fungsi ginjal yang normal sebelum timbulnya kerugian
yang terjadi secara mendadak.
Adapun manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada penyakit ginjal kronik :
1. Gangguan cairan dan elektrolit
Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal menjadi tidak
mampu mengatur cairan, elektrolit dan sekresi hormon, sehingga dapat
terjadi hipernatremia dan hiponatremia, hiperkalemia dan hipokalemia,
asidosis metabolik, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan yang amat memberatkan pada
seseorang yang mengalami penyakit ginjal kronik. Hipertensi
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, selain
juga progresivitas penurunan fungsi ginjal yang terus berlangsung.
Sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh meningkatnya produksi
renin dan angiotensin, atau akibat kelebihan volume yang disebabkan oleh
retensi garam dan air. Keadaan ini dapat mencetuskan gagal jantung dan
mempercepat kemerosotan GFR bila tidak dikendalikan dengan baik.
3. Kelainan Kardiopulmoner
Gagal jantung kongestif dan edema paru-paru terjadi akibat kelebihan
volume. Aritmia janung dapat terjadi akibat hiperkalemia. Perikarditis
uremia mungkin terjadi pada penderita uremia dan juga dapat muncul pada
pasien yang sudah mendapat dialisis.
4. Anemia
Anemia terutama terjadi akibat menurunnya sintesis eritropoietin
pada ginjal. Sediaan apus darah tepi mengungkapan anemia normokromik,
normositik. Selain itu waktu hidup eritrosit memendek pada penderita gagal
ginjal.
5. Kelainan Hematologi
Selain anemia, pasien pada gagal ginjal memiliki waktu perdarahan
yang lebih lama dan kecenderungan untuk berdarah, meskipun waktu
protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan hitung trombosit normal.
Mukosa gastrointestinal adalah tempat yang paling lazim untuk perdarahan
uremia.
6. Efek gastrointestinal
Anoreksia, mual, dan muntah terjadi pada uremia. Perdarahan
gastrointestinal sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh gastritis erosif
dan angiodisplasia. Kadar amilase serum dapat meningkat sampai tiga kali
kadar normal karena menurunnya bersihan ginjal.
7. Osteodistrofi ginjal
Hiperparatiroidisme menyebabkan osteitis fibrosa kistika dengan pola
radiologik yang klasik berupa resorpsi tulang subperiosteal (yang paling
mudah dilihat pada falangs distal dan falangs pertengahan jari kedua dan
ketiga), osteomalasia dan kadang-kadang osteoporosis.
8. Efek neuromuskular
Neuropati uremia terutama melibatkan tungkai bawah dan dapat
menyebabkan gejala “restless leg”, mati rasa, kejang dan foot drop bila
berat. Penurunan status jiwa, hiperefleksia, klonus, asteriksis, koma, dan
kejang mungkin terjadi pada uremia yang telah parah.
9. Efek imunologis
Pasien dengan gagal ginjal dapat sering mengalami infeksi bakterial
yang berat karena menurunnya fungsi limfosit dan granulosit akibat
beredarnya toksin uremia yang tidak dikenal.
10. Efek Dermatologis
Pruritus sering ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis, selain itu
juga dijumpai adanya pucat, hiperpigmentasi dan ekimosis.
11. Obat
Banyak obat nefrotoksik dapat memperburuk fungsi ginjal dan harus
dihindari (NSAID, aminoglikosida). Dosis obat-obat mungkin terpaksa
diatur pada pasien dengan gagal ginjal.
Pendekatan Diagnostik
Gambaran Klinis :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti DM, Infeksi Traktus
urinarius, Batu Traktus urinarius, Hipertensi, Hiperurikemia, SLE, dll.
b. Sindroma uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus,
uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, klorida).
Gambaran Laboratoris :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar Hb, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemi, hiponatremia, heper atau
hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
d) Kelainan urinalisis, meliputi proteinuria, leukosuria, cast, isostenuria.
Gambaran Radiologik :
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak dapat
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c) Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista,
massa, kalsifikasi.
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi, dikerjakan bila ada
indikasi. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada
pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis secara non invasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan
terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.
Biopsi ginjal kontraindikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran
ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan
darah, gagal nafas dan obesitas.
Penatalaksanaan
Menurut Buku Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam
dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS Dr.Cipto
Mangunkusomo edisi 2004, tata laksana dari penyakit ginjal kronik
sebagai berikut :
a) Nonfarmakologis :
Pengaturan asupan protein :
- Pasien non dialisis 0,6-0,7 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan
CCT dan toleransi pasien.
- Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB/hari
- Pasien peritoneal diaisis 1,3 gram/kgBB/hari
Pengaturan asupan kalori : 35 kal/kgBB ideal/hari
Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas
jenuh dan tidak jenuh
Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total
Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD: 17 mg/hari
Kalsium: 1400-1600 mg/hari
Besi: 10-18 mg/hari
Magnesium: 200-300 mg/hari
Asam folat pasien HD: 5 mg
Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss). Pada
CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar.
Kenaikan BB di antara waktu HD <5% BB kering.
b) Farmakologis:
Kontrol Tekanan Darah:
- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II
kemudian evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat
peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemia harus
dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
Pada pasien DM, kontrol gula darah dan hindari pemakaian
Metformin atau obat-obat Sulfonilurea dengan masa kerja panjang.
Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi,
untuk DM tipe 2 adalah 6%.
Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 gr/dl.
Kontrol Hiperfosfatemia: Kalsium karbonat atau kalsium asetat
Kontrol renal osteodistrofi: Kalsitriol.
Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l.
Koreksi hiperkalemi
Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan
golongan Statin.
Tatalaksana ginjal pengganti: Transplantasi ginjal, dialysis
Pencegahan
Prinsip-prinsip pencegahan penyakit ginjal adalah sebagai berikut:
Pada orang dengan ginjal normal
a) Pada individu beresiko yaitu ada keluarga yang: berpenyakit ginjal
turunan seperti batu ginjal, ginjal polikistik, atau yang berpenyakit
umum seperti DM, Hipertensi, Dislipidemia (Cholesterol tinggi),
obesitas, Gout. Pada kelompok ini ikuti pedoman yang khusus untuk
menghindari penyakit tersebut di atas, sekali-kali kontrol periksa ke
dokter atau laboratorium.
b) Individu tanpa resiko (hidup sehat), pahami tanda-tanda sakit ginjal
seperti: BAK terganggu, nyeri pinggang, bengkak mata/kaki, infeksi di
luar ginjal (leher dan tenggorokan) kemudian berobat/kontrol untuk
menghindari fase kronik/berkepanjangan. Pada orang dengan ginjal
terganggu ringan/sedang hati-hati dengan obat rematik, antibiotik
tertentu, infeksi harus segera diobati, hindari kekurangan cairan dan
kontrol secara periodik. Ginjal terganggu berat/terminal terapi
pengganti ginjal (renal replacement treatment).
Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronik pada usia lanjut kurang begitu baik jika
dibandingkan dengan prognosis gagal ginjal kronik pada usia muda.
C. GLOMERULONEFRITIS (GN)
Definisi
Glomerulonefritis akut (Glomerulonefritis akut, Glomerulonefritis
Pasca Infeksi) adalah suatu peradangan pada glomerulus yang
menyebabkan hematuria (darah dalam air kemih), dengan gumpalan sel
darah merah dan proteinuria (protein dalam air kemih).
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi
kuman streptokokus. Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun, lebih sering
pada laki-laki.
Etiologi
Timbulnya GNA didahului infeksi ekstrarenal, terutama disaluran
napas atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta haemolyticus
golongan A tipe 12, 4, 16, 25, dan 49. Antara infeksi bakteri dan
timbulnya GNA terdapat masa laten selama 10 hari. GNA juga dapat
disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridon), amiloidosis,
trombosit vena renalis, penyakit kolagen.
Glomerulonefritis akut dapat timbul setelah sutau infeksi oleh
streptokokus. Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca
stertokokus. Glomerulus mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen
dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang
menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomerulus dan
mempengaruhi fungsinya. Glomerulonefritis timbul dalam waktu 1-6
minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi. Glomerulonefritis pasca
streptokokus paling sering terjadi pada anak-anak diatas 3 tahun dan
dewasa muda.
Epidemiologi
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi
secara epidemic atau sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang
lebih muda, antara 5-8 tahun, meskipun pada remaja dapat juga
terserang.Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Di
Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988
melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan,
terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung
(17,6%), dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan
perempuan 1,3:1dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).
Manifestasi klinis
Diagnosis
Urinalisis (analisa air kemih) menunjukkan jumlah protein yang
bervariasi dan konsentrasi urea dan kreatinin di dalam darah seringkali
tinggi. Kadar antibodi untuk streptokokus di dalam darah bisa lebih tinggi
daripada normal. Kadang pembentukan air kemih terhenti sama sekali
segera setelah terjadinya glomerulonefritis pasca streptokokus, volume
darah meningkat secara tiba-tiba dan kadar kalium darah meningkat. Jika
tidak segera menjalani dianalis, maka penderita akan meninggal.
Glomerulonefritis akut yang terjadi setelah infeksi selain streptokokus
biasanya lebih mudah terdiagnosis karena gejalanya seringkali timbul
ketika infeksinya masih berlangsung. Pada pemeriksaan laboratorium
darah didapatkan laju endap darah meningkat, kadar hemoglobin menurun
akibat hipervomia (retensi air dan garam). Sedangkan pada pemeriksaan
urine didapatkan jumlah urin berkurang, berat jenis meningkat, hematuria
makroskopik dan ditemukan albumin (+), eritrosit (++), dan leukosit (+),
silinder leukosit, eritrosit, dan hialin. Ureum dan kreatinin darah
meningkat.
Komplikasi
Glomerulonefritis akut dapat menyebabkan beberapa komplikasi, antara
lain:
- Gagal ginjal akut
- Ensefalopati hipertensif
- Gagal jantung
- Edema paru
- Retinopati hipertensif
Klasifikasi
Klasifikasi batu saluran kemih menurut Joyce M Black dalam buku
Medical Surgical Nursing, 2001 hal 822-824 dan Basuki B Purnomo, 2000
hal 64-66 adalah:
1. Batu Kalsium
Batu kalsium merupakan jenis batu terbanyak, batu kalsium biasanya
terdiri dari fosfat atau kalsium oksalat. Dari bentuk partikel yang terkecil
disebut pasir atau kerikil sampai ke ukuran yang sangat besar “staghorn”
yang berada di pelvis dan dapat masuk ke kaliks.
Faktor penyebab terjadinya batu kalsium adalah:
a) Hypercalsuria (peningkatan jumlah kalsium dalam urin) biasanya
disebabkan oleh komponen:
(1) Peningkatan resopsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada
hiperparatiroid primer atau pada tumor paratiroid
(2) Peningkatan absorbs kalsium pada usus yang biasanya dinamakan
susu-alkali syndrome, sarcoidosis
(3) Gangguan kemampuan renal mereabsorbsi kalsium melalui tubulus
ginjal
(4) Abnormalitas struktur biasanya pada daerah pelvikalises ginjal
b) Hiperoksaluri: eksresi oksalat urine melebihi 45 gram perhari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan
pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak
mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft
drink, jeruk sitrun, sayuran berdaun hijan banyak terutama bayam
c) Hipositraturi: di dalam urin sitrat akan bereaksi menghalangi ikatan
kalsium dengan oksalat atau fosfat. Karena sitrat dapat bertindak
sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. Hal ini dapat terjadi
karena penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau
pemakaian diuretic golongan thiazid dalam jangka waktu yang lama.
d) Hipomagnesuri: magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya
batu kalsium, karena didalam urin magnesium akan bereaksi dengan
oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium
oksalat
2. Batu struvit
Batu struvit dikenal juga dengan batu infeksi karena terbentuknya batu
ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab
infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea spilitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi basa melalui
hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana ini memudahkan garam-garam
magnesium, ammonium fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium
ammonium fosfat (MAP). Kuman-kuman pemecah urea adalah proteus
spp, klabsiella, serratia, enterobakter, pseudomonas, dan stapillokokus
3. Batu asam urat
Factor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah:
a) Urin yang terlalu asam yang dapat disebabkan oleh makanan yang
banyak mengandung purine, peminum alcohol.
b) Volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 liter perhari) atau dehidrasi.
c) Hiperurikosuri: kadar asam urat melebihi 850 mg/ 24jam. Asam urat
yang berlebih dalam urin bertindak sebagai inti batu untuk
terbentuknya batu kalsium oksalat.
4. Batu sistin
Cystunuria mengakibatkan kerusakan metabolic secara congetinal
yang mewarisi pengahambat atosomonal. Batu sistin merupakan jenis
yang timbul biasanya pada anak kecil dan orang tua, jarang ditemukan
pada usia
5. Batu xanthine
Batu xanthine terjadi karena kondisi hederiter hal ini terjadi karena
defisiensi oksidasi xathine.
Etiologi
Faktor Endogen
Faktor genetik familial pada hiper sistinuria
Suatu kelainan herediter yang resesif autosomal dari pengangkutan asam
amino dimembran batas sikat tibuli proksimal.
Faktor hiperkalsiuria primer dan hiper oksaluria primer.
Faktor eksogen
- Infeksi
Infeksi oleh bakteri yang memecahkan ureum dan membentuk
amonium akan mengubah Ph uriun menjadi alkali dan akan
mengendapkan garam-garam fosfat sehinggga akan mempercepat
pembentukan batu yang telah ada.
- Obstruksi – statis urine
Obstruksi dan statis urine memudahkan terjadinya infeksi yang
meningkatkan resiko terbentuknya batu saluran kemih
- Jenis kelamin
Lebih banyak ditemukan pada laki-laki
Ras : Lebih banyak ditemukan di Negara Afrika & asia, Amerika dan
Eropa Jarang
Keturunan Anggota keluarga batu saluran kemih lebih banyak
mempunyai kesempatan menderita batu saluran kemih
Air minum orang yang banyak minum akan mengurangi terbentuknya
batu, sedangkan orang uang kurang minum kadar semua substansi
meningkat, yang mempermudah pembentukan batu
- Pekerjaan
Pekerja yang lebih banyak duduk lebih beresiko terkena batu dibanding
dengan pekerja yang banyak bergerak
- Makanan masyarakat yang lebih banyak makan protein hewani angka
morbilitas batu saluran kemih kurang, sedangkan orang yang kurang
makan putih telur lebih beresiko terkena batu saluran
kemihàmasyarakat ekonomi lemah lebih banyak terkena batu saluran
kemih
- Suhu
Daerah tropis atau kamar mesin yang menyebabkan keringat berlebihan
beresiko terkena batu saluiran kemih.
Komplikasi
Batu yang terlelak pada piala ginjal atau ureter dapat memberikan
komplikasi obstruksi baik sebagian atau total.
Hal tersebut diatas dipengaruhi oleh :
Sempurnaya obstruksi
Lamanya obstruksi
Lokasi obstruksi
Adanya tidaknya infeksi
Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat terjadi dari beberapa faktor yaitu imobilisasi
yang dapat menyebabkan statis urin, peningkatan atau penurunan pH, diit
makanan tertentu seperti; tinggi oksalat, purin, dan kalsium. Ketiga factor
tersebut dapat meningkatkan substansi dari kalsium, oksalat, asam urat atau
fosfat sehingga urin menjadi keruh dan menghambat aliran urine yang
merangsang pembentukan batu. Batu saluran kemih juga dapat diakibatkan
oleh ISK yang terdapat kuman pemecah urea yang dapat menghasilkan enzim
urease yang menghidrolisis urea menjadi amoniak yang memudahkan garam-
garam magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu
magnesium fosfat. Selain itu batu dapat terbentuk dari penurunan sitrat dan
magnesium yang merupakan faktor penghambat pembentukan batu sehingga
mempermudah terjadinya batu khususnya batu kalsium oksalat dan kalsium
fosfat. Ada batu di dalam saluran kemih, membuat terjadinya obstruksi,
obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan hidroureter karena ureter
membengakak oleh urine, hidroureter yang tidak diatasi dapat menyebabkan
hidronefrosis. Obstruksi juga menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik
interstitium dan dapat menyebabkan penurunan Glomerulus Filtration Rate
(GFR). Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan kolapsnya nefron dan
kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah terganggu, akhirnya
dapat terjadi gagal ginjal. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (statis urine)
maka infeksi bakteri meningkat dan menyebabkan pielonefrilitis, ureteritis,
dan sistitis.
Pemeriksaan Diagnostik.
Penatalaksanaan
a. Menghilangkan obstruksi
b. Mengobati infeksi
c. Menghilangkan rasa nyeri.
d. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan
terjadinya rekurensi
e. Terapik medik dan simtomatik
Terapik medik => mengeluarkan batu ginjal atau melarutkan batu
Pengobatan Simtomatik = > mengusahakan agar nyeri khususnya
kolik ginjal yang terjadi menghilang dengan pemberian
simpatolitik selain itu dapat diberikan minum berlebihan disertai
diuretikum bendofluezida 5 - 10 mg/hr.
f. Terapi mekanik
E S W L = > Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy
Terapi pembedahan
Jika tidak tersedia alat litotriptor
Pencegahan
Indikasi yang mutlak untuk dialisis adalah terdapatnya sindroma uremia dan
terdapatnya kegawatan yang mengancam jiwa yaitu hipervolemia (edema paru),
hiperkalemia, atau asidosis berat yang resisten terhadap pengobatan konservatif.
Dialisis ginjal mengacu kepada proses penyesuaian kadar elektrolit dan dalam
darah. Hal ini dilaksanakan dengan dengan melewatkan darah melalui suatu
medium artifisial yang mengandung air dan elektrolit dengan konsentrasi yang
telah ditentukan sebelumnya. Medium artifisial adalah cairan dialisis.