Anda di halaman 1dari 40

REFERAT (TINJAUAN PUSTAKA)

GLOMERULONEFRITIS AKUT

Disusun Oleh :
Debi setiyawan, S.Ked

Disusun oleh :
Ni Putu Ari Laksmi Dewi, S. Ked
Siska Dafita Wijaya, S.Ked
Wira Rila Zulma, S.ked

BAGIAN SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN MALAHAYATI
TAHUN 2015
DAFTAR ISI
0

DAFTAR ISI... 1
BAB I PENDAHULUAN... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..... 4
BAB III GLOMERULONEFRITIS AKUT... 11
BAB IV PEMBAGIAN GLOMERULONEFRITIS.. 23
Sindrom Nefritik Akut.... 23
Sindrom Nefrotik.... 26
Kelainan Urin Persisten.. 29
Gagal Ginjal Akut... 30
Gagal Ginjal Kronik.. 31
BAB V KESIMPULAN..... 37
DAFTAR PUSTAKA..... 39

BAB I
PENDAHULUAN
1

I.1. LATAR BELAKANG


Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang
dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama
terjadi pada gromerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromerolus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromerolus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Glomerulonefritis adalah penyakit yang sering dijumpai dalam praktik klinik
sehari-hari dan merupakan penyabab penting penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal
sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain sepertis diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik (LES),
myeloma multiple, atau amiloidosis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di
rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak
pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya
disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%
menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
Di Indonesia glomerulonefritis masih merupakan penyebab PGTA yang
menjalani terapi pengganti dialysis walaupun data US Renal Data System
menunjukkan bahwa dibetes merupakan penyebab PGTA yang tersering. Manifestasi
klinik glomerulonefritis sangat bervariasi mulai dari kelainan urin seperti proteinuria
atau hematuri saja sampai dengan glomerulonefritis progresif cepat.

I.2. TUJUAN PENULISAN


Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui definisi, patogenesis, gejala, tanda,
diagnosis, penanganan, komplikasi serta prognosis dari glomerulonefritis akut yang
dapat menyebabkan berbagai komplikasi, salah satunya gagal ginjal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3

II.1. ANATOMI GINJAL


Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,
retroperitoneal antara vertebra lumbal 1 dan 4. Ginjal terdiri dari korteks dan medula.
Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di
korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah
korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal.
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir
cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal
tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya
umur.

Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang


berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35
minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya
adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal,
anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman juga
disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi
peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya.

II. 1.1. Fungsi Ginjal


Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah
ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H+dan membentuk kembali HCO3
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi
produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang
paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan
hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan
dalam tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan
direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang
tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan
tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi
tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari
bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil
substansi-substansi yang disekresi.
II. 1. 2. Sistem Glomerolus Normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi
oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan
medula (juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan
kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan
normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat
masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya
terdapatkutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung
glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang
disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler
dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler
terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar
kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan
tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot
processes. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel
endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular
basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler.
6

Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga
lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna,
lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam
berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis
simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis
glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub
tubuler. Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit (crescent). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian
luar korteks.
2. glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai
ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan
korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting
untuk reabsoprsi air dan elektrolit.

Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai


penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma
yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter
500-1000 A. Membran basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang

berkesinambungan, antara sel endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel
disisi lain.
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan
sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara
tonjolan-tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan
lebar 200-300 A. Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit
diaphgrma. Mesangium (sel-sel mesangial dan matrik) terletak dianatara kapilerkapiler gromerulus dan membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium
berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran dalam
pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui
fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler
ke regio jukstaglomerular.

Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat
gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu
barier filtrasi. Sel endotel, membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus
memiliki kandungan ion negatif yang kuat. Muatan anion ini adalah hasil dari 2
muatan negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan glikoprotein yang mengandung
asam sialat. Protein dalam darah relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan
membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler
gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.

II.2. FISIOLOGI
II.2.1. Filtrasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring
melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang
berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti albumin dan globulin). Filtrat
dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR)
merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga
disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka
oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.
SN GFR = Kf.(P-)
= Kf.P.uf
Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler glomerulus yang
tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh :
- tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
o tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)
o tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus ( g)
o tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat
tidak mengandung protein.

BAB III
10

GLOMERULONEFRITIS AKUT
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan
istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis.
III. 1. ETIOLOGI
Berbagai kemungkinan penyebab GN antara lain: adanya zat yang berasal dari
luar yang bertindak sebagai antigen (Ag), rangsangan autoimun, dan induksi
pelepasan sitokin/ aktifasi komplemen lokal yang menyebabkan kerusakan
glomerular. Pada umumnya kerusakan glomerular (glomerular injury) tidak
diakibatkan secara langsung oleh endapan kompleks imun di glomerulus, akan tetapi
hasil interaksi dari sistem komplemen, mediator humoral dan selular.
Menurut kejadiannya GN dibedakan atas GN primer dan GN sekunder. Dikatakan
GN primer jika penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri dan GN sekunder jika
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti penyakit autoimun
tertentu, infeksi, keganasan atau penyakit metabolik.
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah
infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus
beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan
60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejalagejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko
terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
4. Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss.
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering
11

ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain


diantaranya:
a. Bakteri : Streptokokus grup C, Meningococcocus, Streptoccocus Viridans,
Gonococcus,
Leptospira,
Mycoplasma
Pneumoniae,
Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
b. Virus : Hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika dl
c. Parasit : Malaria dan toksoplasma
III. 1. 1. Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan
bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan
oleh Streptococcus hemolisis kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S.
pyogenes.
S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
1. Sterptolisin O
Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan
tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen.
Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika
pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng
agar darah. Sterptolisisin O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibodi
yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap streptokokus yang
menghasilkan sterptolisin O. Antibodi ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin
O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar
antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang
hipersensitifitas.
2. Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zona hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang
tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi
zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum
manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan
sterptokokus.

12

Streptococcus
Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering
disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.
III. 2. PATOFISIOLOGI
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang
merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks
antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya
komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus
(IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel
yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar
ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan
hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat
sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular
dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan
cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat
dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari

13

infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang


menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks
ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis
glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi
epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen
spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus,
merubah
IgG
menjadi autoantigenic. Akibatnya,
terbentuk
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk
komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga
terjadi cascade dari sistem komplemen.7
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat
terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang
dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi
filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel,
maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan
pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel,
maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis
glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke
dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

14

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit


kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian
ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama.
Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi,
dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara komplekskompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis,
tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat
lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau
dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun
dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat,
seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik
mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1.
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2.
Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3.
Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak
membrana basalis ginjal.
III. 3. PREVALENSI
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada
golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan
paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada
laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko
yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan
dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang
yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.
III. 4. GEJALA KLINIS

15

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi


tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler
gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan
albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak
kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang
terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada
oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari
sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling
nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja
biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah
terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah
tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat
peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan
seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
16

kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan
tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang
gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya.
Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak
jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya
sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
vasospasme masih belum diketahui dengna jelas.
III. 5. GAMBARAN LABORATORIUM
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria
makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan
eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin
(+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin
serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif
dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic
comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi
C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada
50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus
dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak
berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan
mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu
memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga
menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi,
antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap
beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 7580% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus
tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu
antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
17

menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50%
kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus
biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat,
hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya
infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks
imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai
diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
III. 6. GAMBARAN PATOLOGI
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena,
sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen
kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel
epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat
gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama,
komplemen dan antigen Streptococcus.

III. 7. DIAGNOSIS

18

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien


dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan
gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas
pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya
kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi
beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok
pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan
nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah
infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi
hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas
(synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang
tampak pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria
makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis
kronik
yang
menunjukkan
gejala
tersebut
adalah
glomerulonefritis
membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik.
Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal
sakit.
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik
(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan
proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum
selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan
glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain.
Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain
jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan
Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik
akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada
glomerulonefritis
membranoproliferatif.
Pasien
glomerulonefritis
akut
pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis;
tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik
yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.
III. 8. DIAGNOSIS BANDING
19

GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :


1. Nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini
mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
2. MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama
sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3. Lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
4. Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.
III. 9. PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama
6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4
minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap
perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang
anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan
ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan
amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap
golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3
dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)
dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan
suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada
anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,

20

4.

5.

6.

7.

sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular.
Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan
peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral
tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,
bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhirakhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali)
dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus.
Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

III. 10. KOMPLIKASI


1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini
terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejangkejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh

21

bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal


jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.

III. 11. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS


Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel
glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi
normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam
waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulanbulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok
yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh
sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami
proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.
Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis
jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain
menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi
pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis
belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada
kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler
dan gagal ginjal kronik.

22

BAB IV
PEMBAGIAN GLOMERULONEFRITIS

GN pada umumnya dibagi atas dasar gambaran histopatologik dan atas dasar
gambaran klinisnya
1. Berdasarkan gambaran histopatologisnya dapat dibedakan atas;
a. GN lesi minimal = nefrosis lipoid
b. GN membranosa = ekstramembranosa = epimembranosa
c. GN proliferative = endokapiler = post streptococcal
d. GN kresentik = progresif cepat
e. GN membranoproliferatif = mesangiokapiler : tipe 1 dan 2
f. GN proloferatif fokal segmental = proliferative mesangial
g. Glomerulosklerosis fokal segmental
2. Diagnosis GN dapat ditegakkan dengan pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang lain. Pemeriksaan sederhana pada umunya
dapat membantu menegakkan diagnosis klinik. Pemeriksaan penunjang
berupa biopsy ginjal dapat diperiksa dengan mikroskop electron, kadar
immunoglobulin, dan kadar komplemen. Berdasarkan gambaran klinisnya GN
dikenal 5 macam bentuk, yaitu;
a. Sindroma nefritis akut
b. Sindroma nefrotik
c. Kelainan urin persisten
d. Gagal ginjal akut progresif cepat
e. Gagal ginjal kronik
IV. 1. SINDROMA NEFRITIS AKUT
IV. 1. a. Definisi

Sindrom Nefritik Akut (Glomerulonefritis Akut, Glomerulonefritis Pasca


Infeksi) adalah suatu peradangan pada glomeruli yang menyebabkan hematuria
(darah dalam air kemih), dengan gumpalan sel darah merah dan proteinuria (protein
dalam air kemih) yang jumlahnya bervariasi.
IV. 1. b. Etiologi
Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus,
misalnya strep throat.
23

Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus.


Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan
bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya.
Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya.
Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi
dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif.
Glomerulonefritis pasca streptokokus paling sering terjadi pada anak-anak diatas 3
tahun dan dewasa muda. Sekitar 50% kasus terjadi pada usia diatas 50 tahun.

Sindroma nefritik akut juga bisa disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi
lainnya, seperti: infeksi pada bagian tubuh buatan, endokarditis bakterialis,
pneumonia, abses pada organ perut, cacar air, hepatitis infeksius, sifilis, malaria, dll.
IV. 1. c. Gejala Klinis
Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala. Jika ada gejala, yang
pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan
(edema), berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena
mengandung darah.
Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata,
tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat.
Tekanan darah tinggi dan pembengkakan otak bisa menimbulkan sakit kepala,
gangguan penglihatan dan gangguan fungsi hati yang lebih serius.
IV. 1. d. Diagnosa
Urinalisis (analisa air kemih) menunjukkan jumlah protein yang bervariasi
dan konsentrasi urea dan kreatinin di dalam darah seringkali tinggi.
Kadar antibodi untuk streptokokus di dalam darah bisa lebih tinggi daripada normal.
Kadang pembentukan air kemih terhenti sama sekali segera setelah terjadinya
glomerulonefritis pasca streptokokus, volume darah meningkat secara tiba-tiba dan

24

kadar kalium darah meningkat.Jika tidak segera menjalani dialisa, maka penderita
akan meninggal.
Sindroma nefritik akut yang terjadi setelah infeksi selain streptokokus biasanya lebih
mudah terdiagnosis karena gejalanya seringkali timbul ketika infeksinya masih
berlangsung.
IV. 1. e. Therapi
Pemberian obat yang menekan sistem kekebalan dan kortikosteroid tidak efektif,
kortikosteroid bahkan bisa memperburuk keadaaan.
Jika pada saat ditemukan sindroma nefritik akut infeksi bakteri masih berlangsung,
maka segera diberikan antibiotik.
Jika penyebabnya adalah infeksi pada bagian tubuh buatan (misalnya katup jantung
buatan), maka prognosisnya tetap baik, asalkan infeksinya bisa diatasi. Untuk
mengatasi infeksi biasanya dilakukan pengangkatan katup buatan yang terinfeksi dan
menggantinya dengan yang baru disertai dengan pemberian antibiotik.
Penderita sebaiknya menjalani diet rendah protein dan garam sampai fungsi ginjal
kembali membaik. Bisa diberikan diuretik untuk membantu ginjal dalam membuang
kelebihan garam dan air. Untuk mengatasi tekanan darah tinggi diberikan obat antihipertensi. Jika terjadi gagal ginjal yang berat, penderita perlu menjalani dialisa.
IV. 1. f. Prognosis
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan yang sempurna. Jika
pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya sejumlah besar protein dalam air
kemih atau terjadi kemunduran fungsi ginjal yang sangat cepat, maka kemungkinan
akan terjadi gagal ginjal dan kerusakan ginjal.
Pada 1% penderita anak-anak dan 10% penderita dewasa, sindroma nefritik akut
berkembang menjadi sindroma nefritik yang berkembang dengan cepat.
Sekitar 85-95% anak-anak kembali mendapatkan fungsi ginjalnya yang normal, tetapi
memiliki resiko tinggi menderita tekanan darah tinggi di kemudian hari.
Sekitar 40% dewasa mengalami penyembuhan yang tidak sempurna dan tetap
memiliki kelainan fungsi ginjal.
25

IV. 2. SINDROMA NEFROTIK


IV. 2. a. Definisi
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal.
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria
dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat.
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh:
Peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria)
Penurunan albumin dalam darah
Edema
Serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia)
Tanda tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran
kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus.
IV. 2. b. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya
etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
Malaria kuartana atau parasit lainnya.
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
Glumerulonefritis akut atau kronik,
Trombosis vena renalis.
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air
raksa.
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik

26

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan


histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa
dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
4. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan
cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
5. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa
proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
6. Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus.
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular
dan viseral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran
basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis
buruk.
Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
7. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi
tubulus. Prognosis buruk.
IV. 2. c. Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian
besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui,
meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan
retensi garam dan air.
Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan
sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi
natrium dan edema lebih lanjut.

27

Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan


peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena
hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng.
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik
yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap
menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa
termasuk lansia.

IV. 2. d. Manifestasi Klinik


Gejala utama yang ditemukan adalah :
Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
Hipoalbuminemia < 30 g/l.
o Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat
ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura.
o Anorexia
o Fatigue
o Nyeri abdomen
o Berat badan meningkat
o Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
o Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena
dan arteri.
IV. 2. e. Komplikasi
Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
Tromboembolisme (terutama vena renal)
Emboli pulmo
Peningkatan terjadinya aterosklerosis
Hypovolemia
Hilangnya protein dalam urin
Dehidrasi
IV. 2. f. Pemeriksaan Diagnostik
Adanya tanda klinis pada anak
Riwayat infeksi saluran nafas atas
Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin
Menurunnya serum protein
Biopsi ginjal
28

IV. 2. g. Penatalaksanaan Terapeutik


Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
Pembatasan sodium jika anak hipertensi
Antibiotik untuk mencegah infeksi
Terapi diuretik sesuai program
Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai program

IV. 3. KELAINAN URIN PERSISTEN


IV. 3. a. Kelainan dapat berupa:
Hematuria ringan dengan atau tanpa silinder eritrosit
Proteinuria dengan atau tanpa silinder hialin
Piuria dengan atau tanpa silinder leukosit
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Hematuri tanpa
proteinuri atau silinder mungkin dapat merupakan satu-satunya petunjuk adanya
neoplasma, infeksi TBC, atau nefropati analgesic. Hematuria yang menetap sering
memerlukan pemeriksaan pielografi intravena, sistoskopo dan kadang-kadang perlu
pemeriksaan arteriografi. Hematuria glomerurer disertai atau tanpa silinder eritrosit
atau silinder granuler, tanpa proteinuri sering didapatkan pada hematuria rekuren
jinak dan penyakit Buerger.
Hematuri dan proteinuri glomeruler bila terjadi bersama-sama terdapat pada banyak
penyakit ginjal yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal kronis.
Hematuria dan proteinuri glomeruler mempunyai prognosa lebih jelek daripada
hematuri atau proteinuri saja.
Proteinuri adalah tanda dari banyak penyakit ginjal yang sedikit banyak menunjukkan
manifestasi reaksi peradangan dalam glomerolus misalnya pada diabetes mellitus,
amiloidosis, dll.
Proteinuri ringan dapat merupakan bentuk dari semua penyakit ginjal yang dapat
menjadi sindroma nefrotik dikemudian hari.
IV. 3. b. Tatalaksana
Disini pada umumnya tidak memerlukan penatalaksanaan khusus. Namun perlu
disingkirkan kemungkinan penyebab kelainan ekstraglomerular dan memerlukan
monitoring terus-menerus.

IV. 4. GAGAL GINJAL AKUT PROGRESIF CEPAT


29

IV. 4. a. Definisi
Gagal ginjal akut merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal secara mendadak dengan akibat terjadinya peningkatan hasil metabolit
seperti ureum dan kreatinin.
IV. 4. b. Etiologi
Penyebab gagal ginjal dapat dikelompokkan kedalam:
1. Faktor prarenal, seperti hipovolemi, hipotensi, dan hipoksia.
2. Faktor renal, seperti glomeruloneritis akut, koagulasi intravaskular
terlokalisasi,nekrosis tubulus akut, nefritis interstitial akut, tumor, kelainan
perkembangan, dan nefritis herediter.
3. Faktor postrenal, seperti obstruktif saluran kemih akibat nefrolitiasis, tumor,
keracunan jengkol, dll.
IV. 4. c. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul mungkin didominasi oleh penyakit pencetus.Temuantemuan klinis yang terkait dengan gagal ginjal meliputi pucat, penurunan volume
urin, hipertensi, muntah dan letargi. Komplikasi gagal ginjal akut meliputi kelebihan
cairan, dengan gagal jantung kongestif dan edema paru.
IV. 4. d. Diagnosis
Anamnesis yang teliti dapat membantu dalam menentukan penyebab gagal ginjal.
Muntah, diare dan demam menandakan adanya dehidrasi. Adanya infeksi kulit atau
tenggorokan yang mendahuluinya menandakan glomerulonefritis pascastreptokokus.
Kelainan laboratorium dapat meliputi anemia, yang dapat disebabkan oleh
pengenceran akibat dari kelebihan beban cairan, peningkatan kadar BUN serum,
kreatinin, asam urat dan fosfat. Dan antibodi dapat dideteksi dalam serum
terhadapstreptokokus. Pada semua penderita gagal ginjal akut, kemungkinan
obstruksi dapatdinilai dengan melakukan roentgen abdomen, USG ginjal atau CTScan abdomen.
IV. 4. e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus ditujukan kepada penyakit primer yang menyebabkan gagal
ginjal akut tersebut, dan berdasarkan keadaan klinis yang muncul.

IV. 5. GAGAL GINJAL KRONIK


30

IV.5. A. Definisi
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo,
1996).
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak
dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit
yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996;
368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth,
2001; 1448)
IV. 5. b. Etiologi
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik
Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif.
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Penyebab GGK dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
1. Penyebab pre-renal: berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga ginjal
kekurangan suplai darah. Jaringan ginjal kekurangan oksigen dengan akibat lebih
31

lanjut jaringan ginjal mengalami kerusakan, misal: volume darah berkurang


karena dehidrasi berat atau kehilangan darah dalam jumlah besar, berkurangnya
daya pompa jantung, adanya sumbatan/hambatan aliran darah pada arteri besar
yang kearah ginjal, dsb.
2. Penyebab renal: berupa gangguan/kerusakan yang mengenai jaringan ginjal
sendiri, misal: kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus (diabetic nephropathy),
hipertensi (hypertensive nephropathy), penyakit sistem kekebalan tubuh seperti
SLE (Systemic Lupus Erythematosus), peradangan, keracunan obat, kista dalam
ginjal, berbagai gangguan aliran darah di dalam ginjal yang merusak jaringan
ginjal, dll.
3. Penyebab post renal: berupa gangguan/hambatan aliran keluar (output) urin
sehingga terjadi aliran balik urin kearah ginjal yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal, misal: akibat adanya sumbatan atau penyempitan pada saluran
pengeluaran urin antara ginjal sampai ujung saluran kencing, contoh: adanya batu
pada ureter sampai urethra, penyempitan akibat saluran tertekuk, penyempitan
akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor, dsb.
IV. 5. c. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium:
1. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum
merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam
masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja
yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test
GFR yang teliti.
2. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan aktifitas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan
cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat
obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan
secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih
berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN
ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar
32

kreatinin
serum
mulai
meningkat
melebihi
kadar
normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter
/ hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5
% 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan
darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
Manifestasi Klinis
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
Kardiovaskuler:
o Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi system renninangiotensin-aldosteron)
o Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
o Edema periorbital
o Gagal jantung kongestif
o Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
o Pembesaran vena leher
o Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung
koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
o Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
kalsifikasi metastatic.
Dermatologi/integumen:
o Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit
o Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan
akibat penimbunan urokrom
o Kulit kering, bersisik
o Ekimosis akibat gangguan hematologis
o Kuku tipis dan rapuh
o Rambut tipis dan kasar
o Butiran uremic/urea frost (suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat
ini jarang terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit
ginjal tahap akhir).
Pulmoner:
33

o
o
o
o

Crackles
Sputum kental dan liat
Napas dangkal
Pernapasan kussmaul

Gastrointestinal:
o Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau
ammonia. Akibat lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis
o Ulserasi dan perdarahan pada mulut
o Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan
metabolism di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism
bakteri usus seperti ammonia dan metil guanidine, serta sembabnya
mukosa usus
o Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui
o Konstipasi dan diare
o Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis
uremik)
Neurologi:
o Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bias tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
o Konfusi
o Disorientasi
o Kelemahan pada tungkai
o Rasa panas pada telapak kaki
o Perubahan perilaku
o Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di
telapak kaki
Muskuloskleletal:
o Kram otot
o Kekuatan otot hilang
o Fraktur tulang
o Foot drop
o Restless leg syndrome. Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga
selalu digerakkan
34

o Miopati. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot


ekstremitas proksimal
Reproduksi:
o Atrofi testikuler
o Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki
akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab
lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu (seng, hormone
paratiroid). Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi
sampai amenore
Hematologi:
o Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain:
1. Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan
eritropoesis pada sumsum tulang menurun
2. Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksik
3. Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan
yang berkurang
4. Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
5. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
o Gangguan perfusi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan
perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta
menurunnya factor trombosit III dan ADP (adenosine difosfat)
o Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi
limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.
Endokrin
o Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15 mL/menit),
terjadi penurunan klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh
hormone aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan
obat penurun glukosa darah akan berkurang
o Gangguan metabolisme lemak
o Gangguan metabolisme vitamin D
Sistem lain:
o Tulang: osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa,
osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatic

35

o Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil


metabolism
o Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia
Komplikasi
Komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan
kolaboratif dalam perawatan mencakup:
Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme, dan masukan diet berlebih.
Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron.
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin,
dan kehilangan darah selama hemodialisis.
Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal,
dan peningkatan kadar alumunium.
3. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah jelas dan
penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari hair
sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan
berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur,
kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir
timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari
keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai
merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun
proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus
ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom
uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.
36

BAB V
KESIMPULAN

Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral.


Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun
meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang , perbandingan
penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi. Tidak semua infeksi streptokokus
akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului
oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman
streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut
diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen disbanding yang lain. Mengapa tipe
tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa
lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang
paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan
fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
glomerulus. Pemberian penisilin untuk memberantas semua sisa infeksi,tirah baring
selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung
danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada
glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal
kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sembab dan
secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal(ureum dan
kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.
Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sediment urine yang menetap
(proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17
37

tahun di Trinidad.Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah


menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik
dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan,
protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan.
Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan,
tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap
menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit
glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED
digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi
pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna,
2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis
kronis.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,


Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
2. http://yumizone.wordpress.com/2009/07/28/glomerulonefritis-akut-gna/
3. markum. M.S,Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit
Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
4. Prico SA. & Wilson LM. 1995. Patologi. Konsep Klinik Proses-proses
Penyakit. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal. 827-829.
5. Soeparman & Sarwono Wapadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. hal. 274-280.
6. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/0
8_KlarifikasiHistopatologik.html
7. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_Hematur
iPadaAnak.html.

39

Anda mungkin juga menyukai