Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

(SINDROM NEFROTIK)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :
Nama : Sandri d. Makaluy
Nim : PO7120118087
Tingkat : IIIB

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


MALUKU

1
A. KONSEP DASAR

1. Definisi

Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis


(GN) ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif ≥ 3,5 g/hari,
hiperkolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan
diagnosis tidak semua gejala ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN
akan tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam
urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang
terjadi pada SN.

Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen,


hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta hormone tiroid
sering dijumpai pada SN. Umumnya, SN dengan fungsi ginjal normal kecuali sebagian
kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa
episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respone yang baik terhadap terapi
steroid akan tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.

2. Etiologi

Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan GN sekunder akibat infeksi,
keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), akibat obat atau
toksin dan akibat penyakit sistemik.

Glomerulonefritis Primer di bagi menjadi 5 jenis, yaitu :

a. Glumerulonefritis lesi minimal (GNLM)


b. Glomerulosklerosis fokal (GSF)

c. Glomerulonefritis membranosa (GNMN)

d. Glumerulonefritis membranoploriferatif (GNMP)

e. Glomerulonefritis proliperatif lainnya

2
Glomerulonefritis sekunder akibat infeksi seperti HIV, Hepatitis B dan C,
Tuberculosa. Sedangkan yang disebabkan oleh keganasan seperti adenokarsinoma paru,
payudara, kolon, limfoma, karsinoma ginjal. Yang disebabkan oleh penyakit jaringan
penghubung seperti lupus eritematosus sistemik, dan rematik. Sedangkan yang
dikarenakan efek obat dan toksin seperti obat anti imflamasi non steroid, pinisilin,
captopril, dan heroin. Yang disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus,
pre eklamsia

3. Epidemiologi

Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar2-5 kasus per
100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar15,5/100.000. Sindrom
nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik pada anak sisanya merupakan
sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000
anak. Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara
laki-laki dan perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5
tahun.

4. Anatomi dan Fisiolofi

Glomerulus adalah filter utama dari nefron dan terletak dalam Bowman's capsule.
Glomerulus dan seluruhBowman's capsule membentuk renal corpuscle, unit filtrasi dasar dari
ginjal. Dari Bowman capsule, keluarpembuluh sempit, disebut proximal convoluted tubule.
Tubule ini berkelok-kelok sampai berakhir pada saluranpengumpul yang menyalurkan urin ke

3
renal pelvis. Glomerulus adalah suatu jaringan yang terdiri dari pembuluhdarah yang luar
biasa tipisnya yang disebur kapileri.
Glomerulus membentuk saluran berlipat yang sangat banyaktempat lewatnya darah.
Glomerulus bersifat semipermeable (dapat ditembus air), memungkinkan air dan
larutanlimbah tembus dan dikeluarkan dari kapsul Bowman dalam bentuk urin. Darah yang
telah disaring keluar dariglomerulus melalui Efferent arteriole untuk menuju ke vena
intralobular melalui plexus medullary. Seluruh larutantersaring dihasilkan oleh glomerulus
kemudian masuk ke Bowman's Capsule. Pada saat cairan ini melewati proximalconvoluted
tubule, sebagian besar air dan garam diserap kembali, sebagian larutan lain diserap
seluruhnya,sebagian yang lain hanya sebagian.
Glomerulus merupakan suatu bongkahan pembuluh kapiler yang diselubungi oleh
kapsul Bowman dalam nefron.Glomerulus memperoleh suplai darah dari afferent arteriole
pada sirkulasi renal. Tidak seperti pangkal daripembuluh kapiler lainnya, glomerulus
bermuara pada efferent arteriole dan tidak pada cabang venna. Hambatanyang diberikan oleh
arteriole menghasilkan tekanan tinggi dalam glomerulus yang membantu proses
ultrafiltrasidimana cairan dan zat-zat terlarut dalam darah dipaksa keluar dari kapileri ke
Kapsul Bowman. Angka yangmenunjukkan darah yang dibersihkan oleh seluruh glomeruli
dan merupakan ukuran dari fungsi ginjal secarakeseluruhan disebut glomerular filtration rate
(tingkat penyaringan glomerular)
Glomerulus adalah bagian kecil dari ginjal yang mempunyai fungsi sebagai saringan
yang setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 5 ml plasma, mengalir melalui
semua glomeruli dan sekitar 100 ml (10%) dari itu disaring keluar. Plasma yang berisi semua
garam, glukosa dan benda halus lainnya disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk
dapat menembus pori saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah. Cairan yang disaring
yaitu filtrat glomerolus, kemudian mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya menyerap
semua bahan yang diperlukan tubuh dan meninggalkan yang tidak diperlukan. Keadaan
normal semua glukosa diabsorbsi kembali, kebanyakan produk sisa buangan dikeluarkan
melalui urin, diantaranya kreatinin dan ureum. Kreatinin sama sekali tidak direabsorbsi di
dalam tubulus, malahan sejumlah kecil kreatinin benar-benar disekresikan ke dalam tubulus
oleh tubulus proksimalis sehingga jumlah total kreatinin meningkat kira-kira 20 % (Guyton
CA, 1995).
Jumlah filtrat glomerolus yang dibentuk setiap menit pada orang normal rata-rata 125
ml permenit, tetapi dalam berbagai keadaanfungsional ginjal normal dapat berubah dari
beberapa mililiter sampai 200 ml per menit, jumlah total filtrat glomerolus yang terbentuk

4
setiap hari rata-rata sekitar 180 liter, atau lebih dari pada dua kali berat badan total, 99 persen
filtrat tersebut biasanya direabsorbsi di dalam tubulus, sisanya keluar sebagai urin. (Evelyn
C , 1999). Filtrasi glomerulus Ketika darah memasuki kapiler glomerulus, air dan zat terlarut
dipaksa ke dalam kapsul glomerulus.
Bagian sel dan molekul tertentu dibatasi sebagai berikut:
 Para fenestrae (pori-pori) dari endotelium kapiler yang besar, yang memungkinkan
semua komponen plasma darah untuk lulus kecuali sel darah.
 Sebuah membran basal (terdiri dari bahan ekstraselular) yang terletak di antara
endotelium kapiler dan lapisan viseral dari kapsul glomerulus menghambat pintu masuk dari
protein besar menjadi kapsul glomerulus.
 Celah filtrasi antara gagang bunga dari podocytes mencegah perjalanan menengah
protein ke dalam kapsul glomerulus. Tekanan filtrasi netto (NFP) menentukan jumlah filtrat
yang dipaksa masuk ke dalam kapsul glomerulus. The NFP, diperkirakan sekitar 10 mm Hg,
adalah jumlah dari tekanan yang mempromosikan filtrasi dikurangi dengan jumlah mereka
yang menentang filtrasi. Berikut ini berkontribusi pada NFP:
 The hidrostatik glomerulus tekanan (tekanan darah dalam glomerulus)
mempromosikan filtrasi.
 Tekanan osmotik glomerulus menghambat filtrasi. Tekanan ini dibuat sebagai hasil
dari gerakan air dan zat terlarut keluar dari kapiler glomerulus, sedangkan protein dan sel
darah tetap. Hal ini meningkatkan konsentrasi zat terlarut (sehingga menurunkan konsentrasi
air) dalam kapiler glomerulus dan karena itu mendorong kembalinya air ke glomerular
kapiler melalui osmosis.
 Tekanan hidrostatik kapsul menghambat filtrasi. Tekanan ini berkembang sebagai
air terkumpul dalam kapsul glomerulus. Semakin banyak air dalam kapsul, semakin besar
tekanan.

Laju filtrasi glomerulus (GFR) adalah tingkat di mana filtrat kolektif terakumulasi
dalam glomerulus nefron masing-masing. GFR, sekitar 125 ml / menit (180 liter / hari), diatur
sebagai berikut:
 Autoregulasi ginjal adalah kemampuan ginjal untuk mempertahankan GFR konstan
bahkan ketika tekanan darah tubuh berfluktuasi. Autoregulasi dilakukan oleh sel dalam
aparatus juxtaglomerular bahwa penurunan atau peningkatan sekresi zat vasokonstriktor yang
melebarkan atau menyempitkan, masing-masing, arteriola aferen.

5
 Peraturan saraf GFR terjadi ketika serat vasokonstriktor dari sistem saraf simpatik
menyempitkan arteriol aferen. Rangsangan tersebut dapat terjadi selama latihan, stres, atau
melawan-atau-penerbangan kondisi dan hasil dalam penurunan produksi urin.
 Kontrol hormonal GFR dilakukan dengan mekanisme renin /
angiotensinogen.Ketika sel-sel dari aparat juxtaglomerular mendeteksi penurunan tekanan
darah dalam arteri aferen atau penurunan zat terlarut (Na + dan Cl -) konsentrasi di tubulus
distal, mereka mengeluarkan enzim renin. Renin akan mengubah angiotensinogen (protein
plasma yang diproduksi oleh hati) menjadi angiotensin I. Angiotensin I pada gilirannya akan
diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzim (ACE), enzim yang
diproduksi terutama oleh endotelium kapiler di paruparu.
Angiotensin II beredar dalam darah dan meningkatkan GFR dengan melakukan hal
berikut:
 Konstriksi pembuluh darah ke seluruh tubuh, menyebabkan tekanan darah
meningkat
 Merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan aldosteron, hormon yang
meningkatkan tekanan darah dengan keluaran air menurun oleh ginjal Tubular reabsorpsi
Pada ginjal sehat, hampir semua zat organik diinginkan (protein, asam amino, glukosa)
diserap oleh sel-sel yang melapisi tabung ginjal. Zat ini kemudian pindah ke kapiler
peritubular yang mengelilingi tubula. Sebagian besar air (biasanya lebih dari 99 persen saja)
dan ion banyak diserap kembali juga, tetapi jumlah yang diatur sehingga konsentrasi volume
darah, tekanan, dan ion dipertahankan dalam tingkat yang diperlukan untuk homeostasis.
Zat diserap kembali berpindah dari lumen tubulus ginjal ke lumen kapiler
peritubular.Tiga membran yang dilalui:
 Membran luminal, atau sisi dari sel-sel tubulus yang dihadapi dalam lumen tubulus
 Membran basolateral, atau sisi dari sel-sel tubulus menghadapi cairan interstisial
 Endotelium dari kapiler Persimpangan ketat antara sel-sel tubulus mencegah zat dari
bocor keluar di antara sel. Gerakan zat dari tubulus, maka, harus terjadi melalui sel-sel, baik
dengan transpor aktif (membutuhkan ATP) atau oleh proses transportasi pasif. Setelah di luar
dari tubulus dan dalam cairan interstisial, zat pindah ke kapiler peritubular atau vasa recta
oleh proses pasif. Reabsorpsi zat yang paling dari tubulus ke cairan interstisial membutuhkan
protein terikat membran transportasi yang membawa zat-zat melintasi membran sel tubulus
dengan transportasi aktif. Ketika semua protein transportasi yang tersedia yang digunakan,
tingkat reabsorpsi mencapai maksimum transportasi (Tm), dan zat yang tidak dapat diangkut

6
hilang dalam urin. Berikut mekanisme reabsorpsi tubular langsung di daerah yang
ditunjukkan:
 Transpor aktif Na + (dalam PCT, DCT, dan mengumpulkan saluran). Karena
konsentrasi Na + rendah dalam sel tubular, Na + memasuki sel tubular (melintasi membran
luminal) oleh difusi pasif. Pada sisi lain dari sel tubulus, membran basolateral beruang
protein yang berfungsi sebagai natrium-kalium (Na +-K +) pompa. Pompa ini menggunakan
ATP untuk secara bersamaan ekspor Na + + K saat mengimpor. Dengan demikian, Na +
dalam sel tubulus diangkut keluar dari sel dan ke dalam cairan interstisial dengan transportasi
aktif. Na + dalam cairan interstisial kemudian memasuki kapiler oleh difusi pasif.(The + K
yang diangkut ke dalam sel kebocoran kembali secara pasif ke dalam cairan interstisial.)
 Symporter transportasi (transpor aktif sekunder) nutrisi dan ion (dalam PCT dan
nefron loop) Berbagai nutrisi seperti glukosa dan asam amino, dan ion tertentu (K + dan Cl
-). Di anggota tubuh menaik tebal dari loop nefron adalah diangkut ke dalam sel tubulus oleh
aksi symporters Na +. Sebuah Na + symporter adalah protein transportasi yang membawa
kedua Na + dan molekul lain, seperti glukosa, melintasi membran dalam arah yang sama.
Gerakan glukosa dan nutrisi lainnya dari lumen tubulus ke dalam sel tubulus terjadi dalam
mode ini. Proses ini membutuhkan konsentrasi rendah Na + di dalam sel, suatu kondisi
dipelihara oleh operasi +-K pompa Na + pada membran basolateral dari sel-sel tubulus.
Gerakan nutrisi ke dalam sel dengan mekanisme ini disebut sebagai transpor aktif sekunder,
karena mekanisme ATP-membutuhkan adalah Na +-K + pompa dan bukan symporter itu
sendiri.Setelah di dalam sel tubulus, nutrisi bergerak ke dalam cairan interstisial dan ke dalam
kapiler oleh proses pasif.
 Transpor pasif dari H 2 O dengan osmosis (dalam PCT dan DCT).Penumpukan Na
+ di kapiler peritubular menciptakan gradien konsentrasi di mana air secara pasif bergerak,
dari tubulus ke kapiler, melalui osmosis.Dengan demikian, reabsorpsi Na + dengan
transportasi aktif menghasilkan reabsorpsi selanjutnya dari H 2 O dengan transportasi pasif,
proses yang disebut wajib H 2 O reabsorpsi.
 Transpor pasif zat terlarut berbagai oleh difusi (dalam PCT dan DCT, dan
mengumpulkan saluran) Sebagai H 2 O bergerak dari tubulus ke kapiler, larutan berbagai
seperti K +, Cl -, HCO 3 -, dan urea menjadi lebihterkonsentrasi. dalam tubula. Akibatnya,
zat terlarut tersebut mengikuti air, bergerak dengan difusi dari tubulus dan masuk ke
pembuluh kapiler di mana konsentrasinya lebih rendah, proses yang disebut tarik pelarut.

7
Juga, akumulasi dari Na + yang bermuatan positif di kapiler menciptakan gradien listrik yang
menarik (oleh difusi) ion bermuatan negatif (Cl -, HCO 3 -).
 H 2 O dan transportasi zat terlarut diatur oleh hormon (dalam DCT dan
mengumpulkan saluran) Permeabilitas dari DCT dan mengumpulkan saluran dan reabsorpsi
dihasilkan dari H 2 O dan Na + dikendalikan oleh dua hormon.:  Aldosteron meningkatkan
reabsorpsi Na + dan H 2 O dengan merangsang peningkatan jumlah Na +-K + pompa protein
dalam sel-sel utama yang melapisi DCT dan mengumpulkan saluran.  Hormon antidiuretik
(ADH) meningkatkan reabsorpsi H 2 O dengan merangsang peningkatan jumlah H 2 O-
channel protein dalam sel-sel utama dari duktus pengumpul. Tubular sekresi Berbeda dengan
reabsorpsi tubular, yang mengembalikan zat ke dalam darah, sekresi tubular menghilangkan
zat-zat dari darah dan mengeluarkan mereka ke dalam filtrat. Zat disekresikan termasuk H +,
K +, NH 4 + (ion amonium), kreatinin (produk limbah kontraksi otot), dan zat lain yang
beragam (termasuk penisilin dan obat lainnya). Sekresi terjadi pada bagian-bagian dari PCT,
DCT, dan mengumpulkan saluran.
 Sekresi H +. Karena penurunan H + menyebabkan peningkatan pH (penurunan
keasaman), sekresi H + ke dalam tubulus ginjal adalah mekanisme untuk meningkatkan pH
darah. Berbagai asam yang dihasilkan oleh metabolisme sel menumpuk dalam darah dan
mengharuskan kehadiran mereka dinetralkan dengan menghapus H +. Selain itu, CO 2, juga
produk sampingan metabolisme, menggabungkan dengan air (dikatalisis oleh enzim karbonat
anhidrase) untuk menghasilkan asam karbonat (H 2 CO 3), yang berdisosiasi untuk
menghasilkan + H, sebagai berikut: CO 2 + H 2 O ← → H 2 CO 3 ← → H + + HCO 3 -
Reaksi kimia terjadi pada kedua arah (itu adalah reversibel) tergantung pada konsentrasi
reaktan yang berbeda. Akibatnya, jika HCO 3 - dalam darah meningkat, ia bertindak sebagai
penyangga H +, menggabungkan dengan itu (dan efektif menghapus itu) untuk menghasilkan
CO 2 dan H 2 O. CO 2 dalam sel tubular dari saluran mengumpulkan menggabungkan
dengan H 2 O membentuk H + dan HCO 3 -. CO 2 dapat berasal dari sel tubular atau
mungkin memasuki sel-sel dengan difusi dari tubulus ginjal, cairan interstisial, atau
peritubular kapiler. Dalam sel tubulus, Na + / H + antiporters, enzim yang memindahkan zat
diangkut dalam arah yang berlawanan, transportasi H +melewati membran luminal ke dalam
tubula saat mengimpor Na +. Di dalam tubula, H + dapat menggabungkan dengan salah satu
dari beberapa buffer yang masuk tubulus sebagai filtrat (HCO 3 - , NH 3, atau HPO 4 2 -).
Jika HCO 3 - adalah buffer, kemudian H 2 CO 3 terbentuk, memproduksi H 2 O dan CO
2.The CO 2 kemudian memasuki sel tubular, di mana ia dapat menggabungkan dengan H 2 O

8
lagi. Jika H + menggabungkan dengan buffer lain, diekskresikan dalam urin. Terlepas dari
nasib + H di tubulus tersebut, HCO 3 - yangdihasilkan pada langkah pertama diangkut
melintasi membran basolateral oleh HCO 3 - / Cl - antiporter. Para HCO 3 - memasuki
kapiler peritubular, di mana ia menggabungkan dengan H + dalam darah dan meningkatkan
pH darah.Perhatikan bahwa pH darah meningkat dengan menambahkan HCO 3 - untuk
darah, bukan dengan menghapus H +.
 Sekresi dari NH 3. Ketika asam amino dipecah, mereka menghasilkan NH beracun
3. Hati mengkonversi paling NH 3 sampai urea, zat yang kurang beracun. Keduanya
memasuki filtrat selama filtrasi glomerulus dan diekskresikan dalam urin. Namun, ketika
darah sangat asam, sel-sel tubulus memecah asam amino glutamat, menghasilkan NH 3 dan
HCO 3 - . NH 3menggabungkan dengan H +, membentuk NH 4 +, yang diangkut melintasi
membran luminal oleh Na + antiporter dan diekskresikan dalam urin. Para HCO3 - bergerak
ke darah (seperti yang dibahas sebelumnya untuk sekresi H +)dan pH darah meningkat.
 Sekresi K +. Hampir semua + K dalam filtrat diserap kembali selama tubular
reabsorpsi. Ketika jumlah yang diserap melebihi kebutuhan tubuh, + K kelebihan
disekresikan kembali ke dalam filtrat di daerah saluran dan terakhir mengumpulkan dari
DCT. Karena aldosteron merangsang peningkatan Na + / K + pompa, sekresi K + (serta
reabsorpsi Na +) meningkat dengan aldosteron.

5. Patofisiologi

Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah proteinuria,


yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerolus. Penyebab
peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi dihubungkan dengan hilangnya
glikoprotein bermuatan negatif pada dinding kapiler.

Mekanisme timbulnya edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh hipoalbumin


akibat proteinuria. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma
sehingga terjadi transudasi cairan dari kompartemen intravaskulerke ruangan interstitial.
Penurunan volum intravaskuler menyebabkan penurunan perfusi renal sehingga
mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron yang selanjutnya menyebabkan
reabsorpsi natrium di tubulus distal ginjal. Penurunan volum intravaskuler juga
menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik (ADH) yang akan meningkatkan reabsorpsi
air di tubulus kolektivus.

9
Mekanisme terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida akibat 2faktor.
Pertama, hipoproteinemia menstimulasi sintesis protein di hati termasuk lipoprotein.
Kedua, katabolisme lemak terganggu sebagai akibat penurunan kadar lipoprotein lipase
plasma (enzim utama yang memecah lemak di plasma darah).

10
Sumber patway : Id.scribd.com

6. Manifestasi Klinik

1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi


dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung
bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan
berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa.

3. Pucat Hematuri, azotemeia hipertensi ringan

4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.

5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umumnya terjadi.

6. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.

7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).

7. Pemeriksaan diagnostik
1. Uji urine

a. Protein urin – meningkat.


b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria.

c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah.

d. Berat jenis urin – meningkat

2. Uji darah

a. Albumin serum – menurun.


b. Kolesterol serum – meningkat.

c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi).

11
d. Laju endap darah (LED) – meningkat.

e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.

3. Uji diagnostik

Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin.

8. Penatalaksanaan Medis

a. Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit


dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria, mengontrol edema
dan mengobati komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus dicari dan
diberi terapi, dan obat-obatan yang menjadi penyebabnya disingkirkan.
b. Diuretik

Diuretik misalnya furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) atau golongan tiazid
dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic (spironolakton)
digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh
melebihi 0,5 kg/hari.

c. Diet.

Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari


karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan. Penelitian
telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit ginjal tertentu, asupan yang
rendah protein adalah aman, dapat mengurangi proteinuria dan memperlambat
hilangnya fungsi ginjal, mungkin dengan menurunkan tekanan intraglomerulus.
Derajat pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien yang kekurangan
protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0
gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan
kalau pasien mengalami kekurangan vitamin ini.

d. Terapiantikoagulan

12
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi antikoagulan
dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu
tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan
jumlah antitrombin III. Setelah terapi heparin intravena , antikoagulasi oral dengan
warfarin dilanjutkan sampai sindrom nefrotik dapat diatasi.

e. Terapi Obat

Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid yaitu


prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4 – 6 minggu.
Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai dosis maintenance (5 – 10 mg)
kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada
saat tapering off, keadaan penderita memburuk kembali (timbul edema, protenuri),
diberikan kembali full dose selama 4 minggu kemudian tapering off kembali. Obat
kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani sindroma nefrotik (prednisone,
metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion (MGL), focal segmental
glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus glomerulonephritis. Obat antiradang
nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada pasien dengan nefropati membranosa dan
glomerulosklerosis fokal untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan
dilatasi. Ini menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan
intraglomerulus, dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon, kambuh
yang berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat diberikan
siklofosfamid 1,5 mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan statin seperti
simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserida
dan meningkatkan kolesterol HDL.

f. Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3 x 12,5 mg), kalsium
antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim konversi
angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor

13
angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai
efek aditif dalam menurunkan proteinuria.

9. Komplikasi

a. Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar kolesterol pada
umumnya meningkat sedangkan trigliserida bervariasi dari normal sampai sedikit
tinggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL (low density
lipoprotein) yaitu sejenis lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Tingginya kadar
LDL pada SN disebabkan oleh peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme
hati. Mekanisma hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis
lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme.
b. Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai oleh akumulasi lipid pada debris sel
dan cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast. Lipiduria
lebih dikaitkan dengan protenuria daripada dengan hiperlipidemia.

c. Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan koagulasi


intravascular. Pada SN akibat GNMP kecenderungan terjadinya trombosis vena
renalis cukup tinggi. Emboli paru dan trombosis vena dalam sering dijumpai pada SN.
Terjadinya infeksi oleh kerana defek imunitas humoral, selular, dan gangguan system
komplemen. Oleh itu bacteria yang tidak berkapsul seperti Haemophilus influenzae
and Streptococcus pneumonia boleh menyebabkan terjadinya infeksi. Penurunan IgG,
IgA dan gamma globulin sering ditemukan pada pasien SN oleh kerana sintesis yang
menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang
melalui urine.
Gagal ginjal akut disebabkan oleh hypovolemia. Oleh kerana cairan berakumulasi di
dalam jaringan tubuh, kurang sekali cairan di dalam sirkulasi darah. Penurunan aliran
darah ke ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dan timbulnya
nekrosis tubular akut.

14
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Sindrom Nefrotik

A. Pengkajian

1. Keadaan Umum :

2. Riwayat :

Identitas anak : nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.


Riwayat kesehatan yang lalu : pernahkah sebelumnya klien sakit seperti ini ?
Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi,
hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
Pola kebiasaan sehari-hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat
tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eleminasi.
3. Riwayat penyakit saat ini :
 Keluhan utama
 Alasan masuk rumah sakit
 Faktor pencetus
 Lamanya sakit
4. Pengkajian sistem
 Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada ( terkait dengan
edema ).
o Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya
sianosis, diaphoresis.
o Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronkhi, retraksi
dada, cuping hidung.

15
o Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku (mood, kemampuan
intelektual, proses pikir), kaji pula fungsi sensori, fungsi pergerakan dan fungsi
pupil.
o Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali /
splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
o Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.

B. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Sindrom Nefrotik

 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder


terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kelebiahn volume cairan


teratasi.volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema,
ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari,
tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi :

1. Catat intake dan output secara akurat. Rasional : Evaluasi harian


keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan.
2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine. Rasional :
Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi.

3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. Rasional : Estimasi
penurunan edema tubuh.

4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam. Rasional : Mencegah
edema bertambah berat.

5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan protein bertujuan untuk
meringankan beban kerja hepar dan mencegah bertamabah rusaknya
hemdinamik ginjal.

6. Berikan diuretik sesuai instruksi. Rasional : Menurunkan Edema

16
 Gangguan perfusi jaringan renal berhubungan dengan penurunan konsentrasi
Hb di dalam darah, hipoksia jaringan
Tujuan : menunjukan keseimbangan cairan dengan kriteria evaluasi sesak nafas
teratasi, edema perifer tidak ada, kadar kreatinin dan ureum dalam batas normal,
kadar Hb dalam darah dalam batas normal.
Intervensi :

1. Observasi status hidrasi klien (misalnya : membran mukosa lembab,


keadekuatan nadi dan tekanan darah ) . Rasional : Memberikan infirmasi
tentang status keseimbangan cairan.

2. Pantau hasil laboratorium terutama peningkatan kreatinin dan ureum.


Rasional : Peningkatan kadar kreatinin dan ureum dapat
mengidentifikasikan penurunan fungsi ginjal.

3. Observasi TTV klien tiap 1 jam. Rasional : Untuk mengetahui status


kondisi terkini klien.

4. Kaji adanya edema. Rasional : Adanya edema merupakan tanda kurangnya


fungsi ginjal.

5. Pantau intake dan output cairan. Rasional : Dapat mengetahui jumlah


cairan yang masuk ke tubuh pasien

 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai nutrisi dan O 2 yang
kurang.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan gangguan perfusi jaringan serebral dengan


kriteria hasil tekanan darah dalam batas normal, klien menunjukan konsentrasi dan
komunikasi jelas, nilai GCS dalam batas normal yaitu E 4 V 5 M 6

 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.


Tujuan : Infeksi dapat teratasi dengan kriteria evaluasi suhu dalam batas normal,

17
nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi :

1. Pantau suhu minimal setiap 4 jam sekali. Rasional : Peningkatan suhu tubuh
merupakan tanda awitan komplikasi dari proses penyakit.

2. Pantau SDP (Sel Darah Putih). Rasional : Peningkatan SDP total


mengidentifikasikan adanya infeksi.

3. Gunakan teknik aseptik yang ketat pada setiap tindakan. Rasional : Untuk
menghindari transmisi atau penyebaran patogen.

4. Kolaborasi pemberian antibiotik. Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi


yang lebih lanjut.

 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : Tidak ada hambatan mobilitas fisik dibuktikan dengan kriteria evaluasi
kekuatan output dalam batas normal, TTV dalam batas normal.

Intervensi :

1. Lakukan latihan ROM pasif untuk sendi jika tidak merupakan kontraindikasi
minimal 2 kali sehari. Rasional : Tindakan ini mencegah kontaktor sendi dan
atropi.

2. Atur posisi pasien dengan memiringkan tubuhnya kekanan dan kekiri setiap 2
jam. Rasional : Mencegah kerusakan kulit dengan mengurangi tekanan.

3. Kaji tingkat fungsional klien dengan menggunakan skala mobilitas. Rasional :


Mempertahankan sendi pada posisi fungsional dan mencegah deformitas
muskulus skeletal .

 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perpindahan cairan dari intra sel ke
intratisial.

18
Tujuan : Ventilasi dan oksigen adekuat dengan kriteria evaluasi saturasi oksigen
dalam batas normal, klien tidak sesak, suara nafas normal, pernafasan dalam batas
normal, tidak terdapat sianosis.

Intervensi :

1. Observasi status neurologis. Rasional : dapat memberikan informasi yang


aktual tentang kondisi klien.
2. Observasi status pernafasan, peningkatan frekuensi, upaya nafas atau
perubahan pola nafas. Rasional : mengetahui secara dini kebutuhan oksigen
klien.

3. Kaji adanya bunyi nafas dan bunyi nafas tambahan . Rasional : bunyi nafas
abnormal mengindikasikan kekurangan oksigen.

4. Atur posisi klien semi fowler. Rasional : untuk memaksimalkan ventilasi.

5. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah. Rasional : menunjukan status


oksiegnisasi dan status asam basa.

19
20

Anda mungkin juga menyukai