Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN.

DENGAN PENYAKIT GAGAL GINJAL


KRONIK (CKD) DI RUANGAN C2

DI RS.PROF.KANDOU MALALAYANG

Oleh :

Mahonis Ronaldo Wilson rael

711440117050

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

JURUSAN KEPERAWATAN

2020
A. LAPORAN PENDAHULUAN

1. pengertian
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan dan ketidakmampuan kembalinya
fungsi nefron.Gejala klinis yang serius seringtidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi
menjadi rusak setidaknya 70-75% di bawah normal.Bahkan, konsentrasi elektrolit darah relatif
normal dan volume cairan tubuh yang normal masih bisa di kembaikan sampai jumlah nefron
yang berfungsi menurun di bawah 20-25 persen.(Guyton and Hall, 2014).
Menurut Syamsir (2007) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kasus penurunan fungsi ginjal
yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronis (menahun).Penyakit ginjal kronis (Chronic
Kidney Disease) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
dalam keadaaan yang cocok untuk kelangsungan hidup.Kerusakan pada kedua ginjal bersifat
ireversibel.CKD disebabkan oleh berbagai penyakit.Brunner and Suddarth (2014) menjelaskan
bahwa ketika pasien telah mengalami kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan
terapi pengganti
ginjal secara terus menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke stadium akhir penyakit ginjal
kronis, yang dikenal juga dengan gagal ginjal kronis.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa gagal ginjal kronis adalah kerusakan
ginjal yang ireversibel sehingga fungsi ginjal tidak optimal dan diperkukan terapi yang
membantu kinerja ginjal serta dalam beberapa kondisi diperlukan transplantasi ginjal.

2. Etiologi
Di bawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006) diantaranya adalah
penyakit infeksi tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan
jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati
obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah:
a. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronis dan refluks nefropati.
b. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, dan
stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan
seklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis tubulus
ginjal.
f. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
g. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
h. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri dari hipertropi prostat,
setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

3. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin
dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktifitas aksis reninangiostensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.Aktivitas jangka panjang
aksis renin-angiostensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor β (TGF- β).Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
progresifitas penyakit ginjal kronis adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia.Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomelurus maupun tubulointersitial.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve) pada keadaan dimana basal LFG (Laju Filtrasi Glomelurus) masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, hipertensi gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
cairan seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG di bawah 15%akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal
(Brunner and Suddarth, 2014)

4. Manifstasi Klinis
Menurut Suyono (2001) menjelaskan bahwa manifestasi klinis pada gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan ganguan metabolisme protein di dalam
usus, terbentuknya zat-zat toksin akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia danmelil
guanidine serta sembabnya muosa usus.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri
dimulut menjadi amoni sehinnga nafas berbau amonia.
3) Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik.
b. Kulit
1) Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-
gatal akibat toksin uremin dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
2) Ekimosis akibat gangguan hematologi.
3) Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat.
4) Bekas-bekas garukan karena gatal.
c. Sistem Hematologi

1) Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : Berkurangnya produksi
eritropoitin, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksin,
defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan, dan
fibrosis sumsum tulang akibat hipertiroidism sekunder.
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
d. Sistem saraf dan otot
1) Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya sehinnga selalu digerakkan.
2) Burning Feet Syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak kaki.
3) Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsetrasi, tremor, asteriksis,
mioklonus, kejang.
4) Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama ekstermitas proksimal.
e. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem renin
angiotensin aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal jantung akibat penimbunan cairan
hipertensif.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan klasifikasi metastasik.
4) Edema akibat penimbuna cairan.

f. Sistem Endokrin
1) Gangguan seksual, libido, fertilitas, dan ereksi menurun pada laki-laki akibat testosteron dan
spermatogenesis menurun. Pada wnita tibul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi, sampai
amenore.
2) Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
3) Gangguan metabolisme lemak.
4) Gangguan metabolisme vitamin D.
g. Gangguan Sistem Lain
1) Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia, osteoslerosis, osteitis fibrosia dan klasifikasi
metastasik.
2) Asidosis metabolik akibat penimbuna asam organik sebagai hasil metabolisme.
3) Elektrolit : hiperfosfotemia, hiperkalemia, hipokalsemia
5. Pathway

GGK

Sekresi protein retensi Na COP turun

Terganggu

Sindrom uremia total CES naik suplai 02 jaringan turun

Gangguan keseimbangan metab.

Asam-basa tek. Kapiler naik

Timb. As. laktat

Prod. Asam naik vol. interstisial naik

- Tatique
- Nyeri sendi

As. Lambung naik edema


Gangguan pola

Tidur
Nausea, vomitus iritasi lambung preload naik

Resiko gangguan
nutrisi Infeksi beban jantung naik

Gastritis hipertrofi ventrikel kiri


Mual muntah

PAA turun Payah jantung kiri

COP turun

Retensi Na & H20 naik Aliran darah ginjal turun

Kelebihan
volume cairan

6. Komplikasi
penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2015) yaitu :
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet
berlebihan.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan
dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-angiostensin-
aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.
7. Penatalaksanaan
1. Manajemen terapi
Tujuan dari manajemen adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama
mungkin.Semua faktor yang berkontribusi terhadap gagal ginjal kronis dan semua faktor yang
reversibel (missal obstruksi) diindentifikasi dan diobati. Manajemen dicapai terutama dengan
obat obatan dan terapi diet, meskipun dialisis mungkin juga diperlukan untuk menurunkan
tingkat produk limbah uremik dalam darah (Brunner and Suddarth, 2014)
a. Terapi farmakologis
Komplikasi dapat dicegah atau ditunda dengan pemberian resep antihipertensi, eritropoitin,
suplemen Fe, suplemen fosfat, dan kalsium (Brunner and Suddarth, 2014).
2. Antasida
Hyperphosphatemia dan hipokalsemia memerlukan antasid yang merupakan zat senyawa
alumunium yang mampu mengikat fosfor pada makanan di dalam saluran
pencernaan.Kekhawatiran jangka panjang tentang potensi toksisitas alumunium dan asosiasi
alumunium tingkat tinggi dengan gejala neurologis dan osteomalasia telah menyebabkan
beberapa dokter untuk meresepkan kalsium karbonat di tempat dosis tinggi antasid berbasis
alumunium.Obat ini mengikat fosfor dalam saluran usus dan memungkinkan penggunaan dosis
antasida yang lebih kecil.Kalsium karbonat dan fosforbinding, keduanya harus di berikan dengan
makanan yang efektif.Antasid berbasis magnesium harus dihindari untuk mencegah keracunan
magnesium (Brunner and Suddarth, 2014).
3. Antihipertensi dan kardiovaskuler agen
Hipertensi dapat dikelola dengan mengontrol volume cairan intravaskular dan berbagai obat
antihipertensi.Gagal jantung dan edema paru mungkin juga memerlukan pengobatan dengan
pembatasan cairan, diet rendah natrium, agen diuretik, agen inotropik seperti digitalis atau
dobutamin, dan dialisis.Asidosis metabolik yang disebabkan dari gagal ginjal kronis biasanya
tidak menghasilkan gejala dan tidak memerlukan pengobatan, namun suplemen natrium
bikarbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika hal itu menyebabkan
gejala (Brunner and Suddarth, 2014).
4. Agen antisezure
Kelainan neurologis dapat terjadi, sehingga pasien harus diamati jika terdapat kedutan untuk fase
awalnya, sakit kepala, delirium, atau aktivitas kejang.Jika kejang terjadi, onset kejang dicatat
bersama dengan jenis, durasi, dan efek umum pada pasien, dan segera beritahu dosen segera.
Diazepam intravena (valium) atau phenytoin (dilantin) biasanya diberikan untuk mengendalikan
kejang. Tempat tidur pasien harus diberikan pengaman agar saat pasien kejang tidak terjatuh dan
mengalami cidera(Brunner and Suddarth, 2014).

5. Eritropoetin
Anemia berhubungan dengan gagal ginjal kronis diobati dengan eritropoetin manusia
rekombinan (epogen).Pasien pucat (hematocrit kurang dari 30%) terdapat gejala nonspesifik
seperti malaise, fatigability umum, dan intoleransi aktivitas.Terapi epogen dimulai sejak
hematocrit 33% menjadi 38%, umumnya meredakan gejala anemia.Epogen diberikan baik
intravena atau subkutan tiga kali seminggu.Diperlukan 2-6 minggu untuk meningkatkan
hematokrit, oleh karena itu epogen tidak diindikasikan untuk pasien yang perlu koreksi anemia
akut.Efek samping terlihat dengan terapi epogen termasuk hipertensi (khususnya selama awal
tahap pengobatan), penigkatan pembekuan situs askes vaskular, kejang, dan kelebihan Fe
(Brunner and Suddarth, 2014).

6. Terapi gizi
Intervensi diet pada pasien gagal ginjal kronis cukup kompleks, asupan cairan dikurangi untuk
mengurangi cairan yang tertimbun dalam tubuh. Asupan natrium juga perlu diperhatikan untuk
menyeimbangkan retensi natrium dalam darah, natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/ hari
(1-2 gr natrium), dan pembatasan kalium. Pada saat yang sama, asupan kalori dan asupan
vitamin harus adekuat. Protein dibatasi karena urea, asam urat, dan asam organik hasil
pemecahan makanan dan protein menumpuk dalam darah ketika ada gangguan pembersihan di
ginjal. Pembatasan protein adalah dengan diet yang mengandung 0,25 gr protein yang tidak
dibatasi kualitasnya per kilogram berat badan per hari. Tambahan karbohidrat dapat diberikan
juga untuk mencegah pecahan protein tubuh. Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan
hingga 60-80 gr/ hari (1,0 kg per hari) apabila pendrita mendapatkan pengobatan hemodialisis
teratur (Price dan wilson, 2006). Asupan cairan sekitar 500 sampai 600 ml lebih banyak dari
output urin selama 24 jam. Asupan kalori harus adekuat untuk pencegahan pengeluaran energy
berlebih.Vitamin dan suplemen diperlukan kerena diet protein yang dibatasi.Pasien dialisis juga
kemungkinan kehilangan vitamin yang larut dalam darah saat melakukan hemodialisa (Brunner
and Suddarth, 2014).

7. Terapi dialisis
Hiperkalemi biasanya dicegah dengan memastikan dialisis yang memadai, mengeluarkan kalium
dan pemantauan seksama terhadap semua obat obatan baik peroral maupun intravena. Pasien
harus diet rendah kalium. Kayexalate, resin kation terkadang diberikan peroral jika
diperlukan.Pasien dengan peningkatan gejala kronis gagal ginjal progresif. Dialisis biasanya
dimulai ketika pasien tidak dapat mempertahankan gaya hidup yang wajar dengan pengobatan
konservatif (Brunner and Suddarth,2014).
Pengkajian dan penegakan diagnosa :
a. Laju filtrasi glomelurus
Penurunan LFG dapat dideteksi dengan pengujian kadar ureum kreatinin selama 24 jam. Nilai
bersihan kreatinin akan menurun sedangkan kreatinin serum dan kadar BUN meningkat.
Kreatinin serum merupakan indikator yang sensitif terhadap fungsi ginjal karena produksinya
yang konstan dalam tubuh.BUN dipengaruhi tidak hanya dipengaruhi oleh ginjal, tetapi juga di
pengaruhi oleh asupan protein, katabolisme, nutrisi parenteral, dan obat obatan kortikosteroid.
b. Retensi natrium dan air
Penderita gagal ginjal kronis tidak dapat mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal.Pada keadaan normal ginjal merespon masukan cairan dan elektrolit untuk menjaga
kestabilan di dalam tubuh, namun hal tersebut tidak terjadi pada penderita gagal ginjal
kronis.Pada beberapa kasus terdapat retensi natrium dan air
sehingga meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung, dan hipertensi.Hipertensi dapat
pula terjadi sebagai akibat dari aktifasi dari respon berantai renin – angiostensin – aldosteron dan
bersamaandengan peningkatan aldosteron. Pasien lainnya memiliki kecenderungan untuk
kehilangan garam dan menjadikannya beresiko terhadap terjadinya hipotensi dan hipovolemi, hal
ini akan memperburuk keadaan uremik.

c. Asidosis
Penyakit gagal ginjal kronis, menyebabkan terjadinya asidosis metabolik karena ginjal tidak
dapat mengeluarkan banyak peningkatan asam.Penurun asam sekresi terutama hasil dari
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengsekresikan amonia (NH3) dan juga
penurunan eksresi kembali bikarbonat (HCO3) serta penurunan eksresi fosfat dan asam organik
lainnya.
d. Anemia
Anemia berkembang sebagai akibat dari produksi erytropoetin yang tidak memadai, rentang
hidup singkat dari sel darah merah, kekurangan gizi, dan kecenderungan pasien
perdarahan.Erythropoietin zat yang diproduksi oleh ginjal, merangsang tulang belakang untuk
memproduksi sel darah merah.Pada ginjal, penurunan produksi erythropoeting dan hasil anemia
yang mendalam menyebaban kelelahan, angina, dan sesaak napas

Adapula rencana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal sesuai dengan derajatnya


1) Dengan LFG lebih dari atau sama dengan 90% yaitu dengan terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid, evaluasi pemburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular
2) Dengan LFG 60-89% yaitu dengan menghambat pemburukan fungsi ginjal
3) Dengan LFG 30-59% yaitu dengan evaluasi dan terapi komplikasi
4) Dengan LFG 15-29% yaitu dengan memberikan persiapan untuk terapi pegngganti ginjal
5) Dengan LFG di bawah 15% yaitu dengan memberikan pengganti ginjal.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Choronic Kidney Desease (CKD)

1. Fokus Pengkajian

Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal kronik
menurut Doeges (1999), Le Mone & Burke (2000) dan Smeltzer dan Bare (2001) ada berbagai
macam, meliputi :

a.Demografi

Tingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri, kromium dan sumber air tinggi
kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis
kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.

b.Riwayat penyakit dahulu

Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan saluran
penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan
neropati obstruktif.

c..Riwayat kesehatan keluarga

d.. Pola kesehatan fungsional

1.Pemeliharaan kesehatan : -

2. Pola nutrisi dan metabolik :mual,muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat, peningkatan
berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak
sedap pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan
dehidrasi.
3. Pola eliminasi : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.

4. Pola aktivitas dan latihan : Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.

5..Pola istirahat dan tidur : Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)

6. Pola persepsi sensori dan kognitif : Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku,
kedutan otot, perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang,
sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer), gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.

7. Persepsi diri dan konsep diri : Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan
menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.

8. Pola reproduksi dan seksual : Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi
testikuler.

e. Pengkajian fisik

1. Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.

2.Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.

3. Pengukuran antropometri : berat badan menurun, lingkar lengan atas (LILA) menurun.

4.Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia, pernapasan
kusmaul, tidak teratur.

5. Kepala

 Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema periorbital.
 Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
 Hidung : pernapasan cuping hidung
 Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta cegukan,
peradangan gusi.

6.Leher : pembesaran vena leher.

7.Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan,

pernafasan dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas monitis, edema pulmoner, friction rub
pericardial. dangkal, pneu

8. Abdomen : nyeri area pinggang, asites.

9. Genital : atropi testikuler, amenore.

10. Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik, kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.

11. Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu, mengkilat atau hiperpigmentasi,
gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.

f. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (1999) adalah :

1. Urine

- Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada.
- Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
pertikel koloid, fosfat atau urat.
- Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat)
- Klirens kreatinin, mungkin menurun
- Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium.
- Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.

2. Darah

- Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 gr
- Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
- GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
protein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
- Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis)
atau pengeluaran jaringan)
- Magnesium fosfat meningkat
- Kalsium menurun
- Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang
asam amino esensial.
- Osmolaritas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.

3. Pemeriksaan radiologik

- Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB): menunjukkan
ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu).
- Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,
masa
- Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter
dan retensi.
- Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemuhan bagian atas.
- Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan seljaringan
untuk diagnosis hostologis.
- Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
- Elektrokardiografi/EKG: mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
- Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan demineralisasi,
kalsifikasi.
- Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan
bentuk ginjal.
- CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebaran tumor).
- Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi invasif
ginjal

g. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doeges (1999),
Carpenito (2000) dan Smeltzer dan Bare (2001) adalah
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet
berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane
mukosa mulut.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan tatique dan nyeri sendi
h. Intervensi keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


kriteriahasil
Kelebihan Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan :
volume tindakan keperawatan  Timbang berat badan harian 1. Sebagai data dasar untuk
cairan selama 3x24jam  Keseimbangan intake dan memantau perubahan dan
berhubunga diharapkan output cairan mengevaluasi intervensi
n dengan Kelebihan volume  Turgor kulit dan adanya 2. Memantau TTD agar tetap
retensi Na cairan dapat teratasi edema dalam rentang stabil,
dan H20 dengan kriteria hasil : 2. Pantau TTD, denyut dan pembatasan cairan akan
 Pembatasan irama nadi, batasi masukan menentukan berat tubuh
dietdan cairan ideal output urine dan
cairan. 3. Jelaskan pada pasien dan respons terhadap terapi
 Turgor kulit keluarga tentang 3. Pemahaman dapat
 normal tanpa pembatasan cairan meningkatkan kerjasama
edema. 4. Bantu pasien dalam pasien dan keluarga dalam

 Tanda-tanda menghadapi pembatasan cairan

vital normal ketidaknyamanan akibat 4. Kenyamanan pasien


pembatasan cairan meningkatkan kepatuhan
terhadap pembatasan diet

Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi :  Menyediakan data besar


gangguan tindakan keperawatan  Perubahan berat badan untuk memantau
nutrisi selama 3x24jam  Pengukuran antropometri perubahan dan
kurang dari diharapkan Tujuan :  Nilai laboratorium mengevaluasi perubahan
kebutuhan Mempertahan kan (elektrolit serum, B intervensi
tubuh masukan nutrisi yang  UN, kreatinin, protein,  Pola diet sekarang dan
berhubunga adekuat. transferin, dan kadar besi) dahulu dapat
n dengan Criteria hasil : dipertimbangkan dalam
suplai  Pengukuran 2. Kaji pola diet dan nutrisi menyusun menu
nutrisi antropometri pasien :  Menyediakan informasi
dalam darah dalam batas  Riwayat diet mengenai faktor lain yang
turun normal.  Makanan kesukaan dapat diubah atau
Perlambatan  Hitung kalori dihilangkan untuk
atau meningkatkan masukan
 penurunan 3. Kaji faktor-faktor yang diet
berat badan dapat merubah masukan  Mendorong pemasukan
yang cepat nutrisi : nutrisi yang adekuat
tidak terjadi.  Anorexia, mual dan muntah dengan diet makanan yang
Pengukuran  Diet yang tidak dibatasi oleh dokter
 biokomis menyenangkan pasien
dalam batas  Kurang memahami diet
normal
(albumin, 4. Menyediakan makanan
kadar kesukaan pasien
elektrolit).
Pemeriksaan
 laboratorium
klinis dalam
batas normal.
Pematuhan

Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur pasien siang - Untuk memberikan
pola tidur tindakan keperawatan dan malam informasi yang
berhubunga selama 3x24jam 2. Kaji keluhan untuk tanda- menetapkan rencana
n dengan diharapkan Tujuan : tanda nyeri, dyspnea, perawatan untuk koreksi
tatique dan Pola tidur teratasi. nokturia atau keram kurang tidur
nyeri sendi Criteria hasil : 3. Pastikan lingkungan tenang, - Mungkin penyebab
 Pola tidur berventilasi baik, tidak ada sering terbangun siklus
teratasi bau dan memiliki suhu tidur
 Pasien merasa yang nyaman - Rangsangan eksternal
nyaman 4. Bantu pasien melakukan dapat mengganggu tidur
latihan tidur dengan sering terbangun
- Mempromosikan pola
latihan tidur yang baik
dan benar

C. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DIRUANGAN C2 DI RS.PROF.KANDOU MALALAYANG

a. Pengkajian

1.Identitas pasien :

Nama : Ny. w.b


Umur : 56 Tahun
jenis kelamin : Perempuan
pendidikan : SMP
alamat : Likupang
pekerjaan : IRT
agama : Kristen
suku bangsa :sangihe
tanggal dan jam MRS : 23 juni 2020
nomor register :-
diagnosa medis : Chronic kidney disease (CKD)
2.Identitas Penanggung jawab

Nama : Tn. A.s

Umur : 57 Tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Alamat : likupang

Hubungan : suami

b.Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama : pasien mengatakan bengkak seluruh badan dan merasa lemah.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien Ny. W.B Usia 56 Tahun berjenis kelamin
perempuan MRS dengan keluhan utama bengkak seluruh badan dan merasa sangat lemah
disertai dengan sering mual, muntah 2×, kurang nafsu makan(anorexia), sukar tidur, gatal
dan kesemutan di daerah kaki.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu :

Pasien mengatakan punya riwayat penyakit Diabetes Melitus (DM) sejak usianya 40 Tahun.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga :

Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit kronik dan menular pada keluarganya

c. Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari

a. Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari

1. Pola Aktivitas / Istirahat :


2. Pasien mengatakan sukar tidur karena kesemutan didaerah Kaki
3. Pola Nutrisi dan Metabolisme :
Pasien mengatakan mual, muntah 2×, anoreksia, bengkak seluruh tubuh(Edema).

4. Pola Eliminasi : -pasien mengatakan BAB 2X sehari feses berwarna coklat, lembek

BAK 3 x sehari

5. Persepsi diri dan konsep diri: pasien mengaatakan menerima dirinya apa adanya

6. Pola reproduksi dan seksual: Pasien berjenis kelamin wanita dan sudah menikah

d.Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum : Cukup


2) Kesadaran : Kompos mentis
3) Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah : 140/90Mmhg
 Nadi : 86×/menit
 Pernafasan : 24x/menit
 Suhu : 37,50C
4) Kepala dan leher
 Wajah : Tampak bengkak
 Mata : konjungtiva tidak anemis
 Mulut :
 Leher : pembesaran tiroid (-) limfa (-)

5) Abdomen
 Bentuk : tampak bengkak
 Bekas luka :-
6) Ekstermitas
 Edema : (+) Edema pada kaki, terpasang
infus RL pada tangan kiri
 Varises : tidak ada varises
 Reflek Patela : kanan (+) dan kiri (+)
7) Genitalia Luar
 Bekas luka :-
 Pengeluaran :-
8) Anus
 Hemoroid :-

e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang merupakan pemeriksaan pendukung yang terdiri dari Hasil
laboratorium, rontgen, USG, dan CT-Scan.
Pemeriksaan Penunjang

1)Laboratorium

a. Urine : GFR/LGF :59


b. Laju endap darah : -
c. Ureum dan kreatinin:
d. BUN : 30(normal7-20, laki-laki 8-20, perempuan6-20)
e. Kreatinin : 1,5 mg/dl (normal laki-laki 0,6-1,2 perempuan 0,5 – 1,1)
f. Hiponatremi: (+)
g. Hiperkalemia: (-)
h. Hipoklasemia dan hiperfosfatemia: (-)
i. Alkalin fosfat meninggi : -
j. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : -
k. Peninggian gula darah : -
l. Hipertrigleserida, : -
m. Asidosis metabolik : -
2)Pemeriksaan Diagnostik lain

a. Foto polos abdomen : -


b. Intra Vena Pielografi (IVP) : -
c. Ultrasonografi (USG) : -
d. Renogram : -
e. Elektrokardiografi (EKG) : -

f. Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1. Ds : pasien mengatakan Retensi Na dan Kelebihan volume
bengkak seluruh tubuh H20naik cairan

Do : Tampak seluruh
badan pasien mengalami
edema (bengkak)

2. Ds : - Suplai nutrisi dalam Resiko gangguan


darah turun nutrisi kurang dari
Do : Tampak pasien
kebutuhan tubuh
lemah, mual dan muntah,
anorexia (+)
3. Ds : Pasien mengatakan tatique dan nyeri sendi Gangguan pola tidur
sukar tidur karena gatal
dan kesemutan didaerah
kaki

Do : Pasien tampak
mengantukdan gelisah
saat tidur, pasien tampak
menggaruk kaki

g. Diagnosis Keperawatan

Dx 1 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na dan H20

Dx 2 : Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan suplai nutrisi
dalam darah turun

Dx 3 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan tatique dan nyeri sendi

h. Intervensi Keperawatan

No Diagnose Tujuan dan Intervensi Rasional


kriteriahasil
1 Kelebihan Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan : 1. Sebagai data dasar untuk
volume tindakan memantau perubahan
cairan keperawatan selama  Timbang berat badan dan mengevaluasi
berhubunga 3× 24 jam harian intervensi
n dengan diharapkan  Keseimbangan intake 2. Memantau TTD agar
retensi Na kelebihan volume dan output cairan tetap dalam rentang
dan H20 cairan dapat diatasi  Turgor kulit dan adanya stabil, pembatasan
dengan kriteria hasil edema cairan akan menentukan
: 2. Pantau TTD, denyut dan berat tubuh ideal output
 Pembatasan irama nadi, batasi urine dan respons
diet dan masukan cairan terhadap terapi
cairan. 3. Jelaskan pada pasien dan 3. Pemahaman dapat
 Turgor kulit keluarga tentang meningkatkan kerjasama
 normal tanpa pembatasan cairan pasien dan keluarga
edema. 4. Bantu pasien dalam dalam pembatasan

 Tanda-tanda menghadapi cairan

vital normal ketidaknyamanan akibat 4. Kenyamanan pasien


pembatasan cairan meningkatkan
kepatuhan terhadap
pembatasan diet

2 Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi : 1. Menyediakan data besar


gangguan tindakan  Perubahan berat badan untuk memantau
nutrisi keperawatan selama  Pengukuran antropometri perubahan dan
kurang dari 3×24 jam  Nilai laboratorium mengevaluasi perubahan
kebutuhan diharapkan Resiko (elektrolit serum, B intervensi
tubuh gangguan nutrisi  UN, kreatinin, protein, 2. Pola diet sekarang dan
berhubunga kurang dari dahulu dapat
n dengan kebutuhan tubuh transferin, dan kadar besi) dipertimbangkan dalam
suplai bisa teratasi dengan menyusun menu
nutrisi kriteria hasil : 2. Kaji pola diet dan nutrisi 3. Menyediakan informasi
dalam  Pengukuran pasien : mengenai faktor lain
darah turun antropometri  Riwayat diet yang dapat diubah atau
dalam batas  Makanan kesukaan dihilangkan untuk
normal.  Hitung kalori meningkatkan masukan
Perlambatan diet
atau 3. Kaji faktor-faktor yang 4. Mendorong pemasukan
 penurunan dapat merubah masukan nutrisi yang adekuat
berat badan nutrisi : dengan diet makanan
yang cepat  Anorexia, mual dan yang dibatasi oleh
tidak terjadi. muntah dokter
Pengukuran  Diet yang tidak
 biokomis  menyenangkan pasien
dalam batas  Kurang memahami diet
normal
(albumin,
4. Sediakan makanan
kadar
kesukaan pasien
elektrolit).
Pemeriksaan
 laboratorium
klinis dalam
batas
normal.
Pematuhan

3 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur pasien 1. Untuk memberikan


pola tidur tindakan siang dan malam informasi yang
berhubunga keperawatan selama 2. Kaji keluhan untuk tanda- menetapkan rencana
n dengan 3x24jam diharapkan tanda nyeri, dyspnea, perawatan untuk koreksi
tatique dan Gangguan pola tidur nokturia atau keram kurang tidur
nyeri sendi dapat teratasi 3. Pastikan lingkungan 2. Mungkin penyebab
dengan kriteria hasil tenang, berventilasi baik, sering terbangun siklus
: tidak ada bau dan tidur
memiliki suhu yang 3. Rangsangan eksternal
 Pola tidur nyaman dapat mengganggu tidur
teratasi 4. Bantu pasien melakukan dengan sering terbangun
 Pasien latihan tidur 4. Mempromosikan pola
merasa latihan tidur yang baik
nyaman dan benar

i. Implementasi dan evaluasi keperawatan

No hari/tangga Implementasi evaluasi


l
1. 23-06-20 1. Mengkaji status cairan : S: pasien mengatakan badan masih
08.00 menimbang berat badan pasien bengkak
09.00 2. Memantau TTD, denyut dan O : Tampak badan pasien masih
irama nadi, bengkak
10.00 3. Menjelaskan pada pasien dan A : masalah belum teratasi
keluarga tentang pembatasan P : lanjutkan intervensi
cairan
11.00 4. Membantu pasien dalam
menghadapi ketidaknyamanan
akibat pembatasan cairan

2. 5. Menkaji status nutrisi : Perubahan S : Pasien mengatakan badan masih


13.00 berat badan. lemah tapi akan berupaya makan
6. Mengkaji pola diet dan nutrisi sesuai anjuran dokter
14.00 pasien : kesukaan makanan O : Tampak pasien masih sdikit
pasien. lemah
7. Mengkaji faktor-faktor yang dapat A : Masalah teratasi sebagian
15.00 merubah masukan nutrisi P : Lanjutkan intervensi
8. Menyediakan makanan kesukaan
16.00 pasien

9. Mengkaji pola tidur pasien siang


3. 17.00 dan malam S : pasien mengatakansetelah diberi
18.00 10. Mengkaji keluhan untuk tanda- tindakan pertama kondisinya lebih
tanda nyeri, dyspnea, nokturia baik
atau keram O : Pasien tampak beristirahat tapi
19.00 11. Mempastikan lingkungan tenang, masih sedikit gelisah
berventilasi baik, tidak ada bau A : Masalah teratasi sebagian
dan memiliki suhu yang nyaman P : Lanjutkan Intervensi
20.00 12. Membantu pasien melakukan
latihan tidur
2. 24-06-20 1. Menkaji status nutrisi : Perubahan S: pasien mengatakan bengkak pada
08.00 berat badan. badan aedikit berkurang
09.00 2. Mengkaji pola diet dan nutrisi O : Tampak bengkakpada badan
pasien : kesukaan makanan pasien sedikit berkurang
pasien. A : masalah teratasi sebagian
10.00 3. Mengkaji faktor-faktor yang dapat P : lanjutkan intervensi
merubah masukan nutrisi
11.00 4. Menyediakan makanan kesukaan
pasien

1. 12.00 5. Mengkaji status cairan : S : Pasien mengatakan sudah agak


menimbang berat badan pasien baik sudah makan sdikit”
13.00 6. Memantau TTD, denyut dan O : Tampak pasien masih sdikit
irama nadi, lemah tapi sudah mulai makan
14.00 7. Menjelaskan pada pasien dan A : Masalah teratasi sebagian
keluarga tentang pembatasan P : Lanjutkan intervensi
cairan
15.00 8. Membantu pasien dalam
menghadapi ketidaknyamanan
akibat pembatasan cairan.
3. 17.00 9. Mengkaji pola tidur pasien siang S : pasien mengatakan setelah sudah
dan malam mulai istirahat lebih baik dari hari
18.00 10. Mengkaji keluhan untuk tanda- pertama
tanda nyeri, dyspnea, nokturia O : Pasien tampak tidak mengantuk
atau keram saat diwawancarai
19.00 11. Mempastikan lingkungan tenang, A : Masalah teratasi
berventilasi baik, tidak ada bau P : Hentikan intervensi
dan memiliki suhu yang nyaman
20.00 12. Membantu pasien melakukan
latihan tidur
1. 25-06-20 13. Mengkaji status cairan : S: Pasien mengatakan bengkak pada
07.00 menimbang berat badan pasien badan sudah turun
08.00 14. Memantau TTD, denyut dan O : Tampak bengkak pada badan
irama nadi, pasien sudah turun
09.00 15. Menjelaskan pada pasien dan A : masalah teratasi
keluarga tentang pembatasan P : Hentikan Intervensi
cairan
10.00 16. Membantu pasien dalam
menghadapi ketidaknyamanan
akibat pembatasan cairan.

2. 11.00 17. Menkaji status nutrisi : Perubahan S : Pasien mengatakan nafsu makan
berat badan. sudah kembali normal
12.00 18. Mengkaji pola diet dan nutrisi O : Pasien tampak tidak lemah lagi
pasien : kesukaan makanan A : Masalah teratasi
pasien. P : Hentikan Intervensi
13.00 19. Mengkaji faktor-faktor yang dapat
merubah masukan nutrisi
20. Menyediakan makanan kesukaan
pasie

Anda mungkin juga menyukai