Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GADAR & KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. E DENGAN DIAGNOSA MEDIS


GAGAL GINJAL KRONIS DI RUANG ICU

Disusun Oleh :

Erlyana Rahayu Fibriani


NIM : 01.3.20.00446

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS. BAPTIS KEDIRI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
STIKES RS. BAPTIS KEDIRI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. E DENGAN DIAGNOSA MEDIS


GAGAL GINJAL KRONIS DI RUANG ICU

Mengetahui, Kediri, Maret 2021


PJMK Keperawatan Gadar Kritis Pembimbing Keperawatan Gadar Kritis

Desi Natalia T. I. S.Kep., Ns., M.Kep Fidiana Kurniawati. S.Kep., Ns., M.Kep
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Medis


1.1.1 Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Nuari &
Dhina, 2017).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di
dalam darah (Muttaqin & Kumala, 2011).
Gagal ginjal kronis adalah penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-
lahan. Biasanya, gagal ginjal jenis ini diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah dan
tidak dapat disembuhkan. Gagal ginjal kronik adalah kemunduran fungsi ginjal yang
progresif dan irreversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan
uremia atau azotemia (Harmilah 2020).
1.1.2 Etiologi
1. Penyakit dari ginjal
a. Penyakit pada jaringan (glomerulus) glomerulonefritis
b. Infeksi kuman, pyelonefritis, ureteritis
c. Batu ginjal (nefrolitiasis)
d. Kista di ginjal (polcystis kidney)
e. Trauma langsung pada ginjal
f. Keganasan pada ginjal
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/ striktur
2. Penyakit umum di luar ginjal
a. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE
d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan (luka bakar) (Harmilah, 2020).
1.1.3 Klasifikasi
Gagal ginjal kronis diklasifikasikan berdasarkan nilai GFR (Glomeruli Fitrate
Rate). Berikut tabel klasifikasi gagal ginjal kronis menurut (Harmilah, 2020) :
Derajat Deskripsi GFR (Ml/min/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal ≥ 90


2 Kerusakan ginjal dengan GFR ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan GFR sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan GFR berat 15-29
5 Gagal ginjal ˂ 15 (atau menjalani
dialisis)

1.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai fase awal gangguan, keseimbangan
cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan
bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari
25% normal, manifetasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-
nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami
hepertofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan
akhirnya mati. Sebagian siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan
pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein.
Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan
parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat
bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi
peningktan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan
semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan
secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi penumpukan
metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi
sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan GFR. Stadium-stadium
gagal ginjal kronik didasarkanpada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal
berikut :
a. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari
normal.
b. Insufiensi ginjal, yang terjadi jika GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri
karena beratnya beban yang mereka terima.
c. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.semakin
banyak nefron yang mati.
d. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fugsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofu tubulus.
Pada pasien gagal ginjal kronik dengan koping adaptif yang kurang baik akan
mengalami perubahan psikososial, terjadi pada waktu pasien mengalami perubahan
struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisis. Kondisi ini yang menyebabkan
pasien mengalami kecemasan (Harmilah, 2020).
PATHWAY
Penurunan fungsi nefron

Mekanisme kompesasi dan adaptasi asimtomatik

Peningkatan BUN + Creat, retensi natrium


Penumpukan cairan
Penumpukan toksi uremik
HIPERVOLEMIA
GGK kronik asimtomatik

Haematologis Gangguan Restlessleg


metabolisme protein , sindrome Hipertensi oedema
peningkatan ureum

trombositopenia Cegukan gastritis Miopati Peningkatan renin,


agiotensin, aldosteron

Penurunan fungsi lekosit Mual Perubahan Arteriosklerosis dini


proses pikir

Penurunan eritropoetin Mutah Penurunan curah


Resiko cidera jantung

Defisiensi besi Defisit Nutrisi Sesak

Haemolisis Perubahan POLA NAPAS TIDAK


peristaltik usus EFEKTIF

Kelemahan otot Konstipasi

Resti cidera
1.1.6 Masifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala seseorang mengalami penyakit ginjal menurut
Harmilah (2020), meliputi :
a. Lebih sering ingin buang air kecil, terutama di malam hari
b. Kulit terasa gatal
c. Adanya darah atau protein dalam urine yang dideteksi saat tes urine
d. Mengalami kram otot
e. Berat badan turun atau kehilangan berat badan
f. Kehilangan nafsu makan atau nafsu makan menurun
g. Penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan pada pergelangan
kaki, kaki, dan tangan
h. Nyeri pada dada akibat cairan menumpuk di sekitar jantung
i. Mengalami kejang pada otot
j. Mengalami gangguan pernapasan atau sesak napas
k. Mengalami mual dan muntah
l. Mengalami gangguan tidur atau susah tidur
m. Terjadi disfungsi ereksi pada pria.

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita gagal ginjal kronis menurut
Nuari & Dhina (2017), meliputi :
1. Laboratorium
a. Ureum kreatinin
b. Asam urat serum
c. Kimia darah
d. Mikrobiologi urin
e. Ureum kreatinin, clearens creatinin test (CCT)
f. Elektrolit
2. Pemeriksaan radiologi
a. Flat-flat radiologi keadaan ginjal, ureter dan vesika urinaria
b. Computer Tomography Scan
c. Intervenous Pyelography (IVP)
d. Atriorenal Angiography
e. Magnetig Rosonance Imaging (MRI)
3. Biopsi ginjal
1.1.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif gagal ginjal kronis lebih bermanfaat bila
penurunan faal ginjal masih ringan, yaitu dengan memperlambat progesif
ginjal, mencegah kerusakan lebih lanjut, pengelolaan uremia dan
komplikasinya, kalsium dan fosfor serum harus dikendalikan dengan diet
rendah fosfor dan hiperurisemia.
b. Dialisis
c. Hemodialisa
d. Transplantasi ginjal (Nuari & Dhina, 2017)

1.2 Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1. Airway
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan
adanya benda asing/ darah pada rongga mulut, adanya seret dan lidah jatuh
kebelakang.
2. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pasien sesak nafas
dan cepat letih, pernafaan kusmaul, dispnea, dan nafas berbau amoniak.
3. Circulation
a. TD meningkat
b. Nadi kuat
c. Disritmia
d. Adanya peningkatan JVP
e. Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
f. Capillary refill > 3 detik
g. Akral dingin
h. Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
4. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.
5. Eksposure
Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk memeriksa jejas.
1.2.2 Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
2) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
3) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS)
4) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul
abdomen
6) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan
cedera yang lain
7) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : Perubahan
kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak
tegang.
8) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
9) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : Cemas, mudah
tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
10) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Tanda : muntah,
gangguan menelan.
11) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus ataumengalami gangguan
fungsi.
12) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan
penglihatan seperti ketajaman. Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai
koma, perubahan status mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah
laku dan memoris.
13) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada
rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
14) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi
nafas berbunyi)
15) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
16) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.
1.2.3 Diagnosa Keperawatan
1.2.3.1 Diagnosa Keperawatan I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan sekresi yang tertahan
SLKI
Bersihan jalan nafas (L.01001)

Defisini: kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk


mempertahakan jalan nafas tetap paten

Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menuru meningkat
n

Batuk efektife 1 2 3 4 5

Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menuru meningkat
n

Produksi sputum 1 2 3 4 5

Mengi 1 2 3 4 5

Wheezing 1 2 3 4 5

Mekonium (pada 1 2 3 4 5
neunatus)

Dispnea 1 2 3 4 5

Ortopnea 1 2 3 4 5

Sulit bicara 1 2 3 4 5

Sianosis 1 2 3 4 5

Gelisah 1 2 3 4 5

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menuru
meningkat
n

Frekuensi nafas 1 2 3 4 5

Pola nafas 1 2 3 4 5

Pertukaran gas (L.01003)


Defisini: oksigenasi dan/atau eliminasi korbondioksida pada membran
alveolus kapiler dalam batas normal

Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menuru meningkat
n

Tingkat kesadaran 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menuru meningkat
n
Dispnea 1 2 3 4 5
Bunyi nafas 1 2 3 4 5
tambahan
Pusing 1 2 3 4 5
Penglihatan kabur 1 2 3 4 5
Diaforesis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Nafas cuping 1 2 3 4 5
hidung
Cukup
Cukup
Menurun Menuru Sedang Meningkat
meningkat
n
PCO2 1 2 3 4 5
PO2 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
pH arteri 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Pola nafas 1 2 3 4 5
Warna kulit 1 2 3 4 5

SIKI
Penghisapan jalan nafas (1.01011)
Definisi: Membersihkan sekret dengan memasukkan kateter suction
bertekanan negatif kedalam mulut, nasofaring, trakea dan endotracheal tube
(ETT
1. Observasi
 Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan
 Auskultasi suara napas sebelum dan setelah dilakukan penghisapan
 Monitor status oksigenasi (SaO2 dan SvO2) status neurologis (status
mental, tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral) dan status
hemodinamik (MAP dan irama jantung) sebelum, selama dan setelah
tindakan
2. Terapeutik
 Gunakan teknik aseptik
 Gunakan prosedural steril dan disposible
 Gunakan teknik penghisapan tertutup
 Pilih ukuran kateter suction yang menutupi tidak lebih dari setengah
diameter ETT lakukan penghisapan mulut, nasofaring,trakea dan ETT
 Berikan oksigenasi dengan konsentrasi tinggi (100%) paling sedikit 30
detik sebelum dan setelah tindakan
 Lakukan penghisapan lebih dari 15 detik
 Lakukan penghisapan ETT dengan tekanan rendah (80-120 mmHg)
 Lakukan penghisapan hanya disepanjang ETT untuk meminimalkan
invasif
 Hentikan penghisapan dan berikan terapi oksigen jika mengalami
kondisi brakikardi, penurunan saturasi
 Lakukan kultur dan uji sensitifitas sekret
3. Edukasi
 Anjurkan melakukan teknin nafas dalam, sebelum melakukan
penghisapan di nasothacheal
 Anjurkan bernafas dalam dan pelan selama insersi kateter suction

SIKI
Manajemen jalan nafas (1.01011)
Definisi: mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas
1. Observasi
 Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman , usaha nafas)
 Monitor bunyi nafas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust, jika curiga trauma serviksal
 Posisikan semi-fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisakan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisakan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan batuk efektif
4. kalaborasi
 kalaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitin, jika perlu
1.2.3.2 Diagnosa Keperawatan II : Gangguan petukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
SDKI

Gangguan Pertukaran Gas D.0003


Kategori: Fisiologis
Subkategori: Respirasi
Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi karbondioksida
pada membran alveolus -kapiler.
Penyebab
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran alveolus-kapiler

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objejktif
1. Dispnea 1. PCO2 meningkat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi napas tambahan

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Pusing 1. Sianonis
2. Penglihatan kabur 2. Diaphoresis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal
(cepat/lambat, regular/ireguler,
dangkal,dalam)
6. Warna kulit abnormal (mis.
Pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun

Kondisi Klinik Terkait


1. Penyakit paru obstruksi (PPOK)
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkolosis paru
6. Penyakit membran hialin
7. Asfiksia
8. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas

SLKI

Pertukaran Gas L01003


Definisi
Oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-
kapiler dalam batas normal.
Ekspektasi Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedan Cukup Meningkat
Menurun g Meningkat
Tingkat 1 2 3 4 5
Kesadaran
Menurun Cukup Sedan Cukup Meningkat
Menurun g Meningkat
Dispnea 1 2 3 4 5
Bunyi napas 1 2 3 4 5
tambahan
Pusing 1 2 3 4 5
Penglihatan 1 2 3 4 5
kabur
Diaforesis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Napas cuping 1 2 3 4 5
hidung
Menurun Cukup Sedan Cukup Meningkat
Menurun g Meningkat
PCO2 1 2 3 4 5
PO2 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
pH arteri 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5
Warna kulit 1 2 3 4 5

SIKI

Pemantauan Respirasi I.01014


Definisi
Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan
napas dan keefektifan pertukaran gas.
Tindakan
Observasi
-Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
-Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmul,
Cheyne-Stokes, Biot, ataksisk)
-Monitor kemampuan batuk efektif
-Monitor adanya produksi sputum
-Monitor adanya sumbatan jalan napas
-Palpasi kesimetrisan ekpansi paru
-Auskultasi bunyi napas
-Monitor nilai AGD
-Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
-Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
-Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
-Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Manajemen Ventilasi Mekanik I.01026


Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola pemberian oksigen pemberian sokongan
napas buatan melalui alat yang diinsersikan dalam trakea
Tindakan
Observasi
- Periksa indikasi ventilator mekanik (mis. kelelahan otot napas, disfungsi
neurologis, asidosis respiratorik)
- Monitor efek ventilator terhadap status oksigen (mis. bunyi paru, X Ray
paru, AGD, SaO2, SvO2, ETCO2)
- Monitor perlunya penyapihan ventilator
- Monitor efek negatif ventilator (mis. devasi trakea, barotrauma,
volutrauma,penurunan curah jantung)
- Monitor gejala peningkatan pernafasan (mis. denyut jantung atau
pernafasan, peningkatan tekanan darah, diaforesis, perubahan status mental
- Monitor kondisi yang meningkatkan konsumsi oksigen (mis. demam,
menggigil, kejang dan nyeri)
- Monitor gangguan mukosa oral, nasal, trakea dan laring
Terapeutik
- Atur posisi kepala 45-60° untuk mencegah aspirasi
- Reposisi pasien setiap 2 jam
- Lakukan perawatan mulut secara rutin
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir sesuai kebutuhan
- Dokumentasi respon terhadap ventilator
Kolaborasi
- Kolaborasi pemilihan metode ventilator (mis. kontrol volume, kontrol
tekanan atau gabungan
- Kolaborasi pemberian agen pelumpuh otot, sedatif, analgesik, sesuai
kebutuhan
- kolaborasi penggunaan PS atau PEEP untuk meminimalkan hipoventilasi
alveolus
DAFTAR PUSTAKA

Harmilah, (2020). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Muttaqin A & Kumala Sari, (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Nuari & Dhina, (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta: Budi Utama

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 3. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai