Disusun Oleh :
LEMBAR PENGESAHAN
Desi Natalia T. I. S.Kep., Ns., M.Kep Fidiana Kurniawati. S.Kep., Ns., M.Kep
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai fase awal gangguan, keseimbangan
cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan
bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari
25% normal, manifetasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-
nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami
hepertofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan
akhirnya mati. Sebagian siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan
pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein.
Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan
parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat
bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi
peningktan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan
semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan
secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi penumpukan
metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi
sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan GFR. Stadium-stadium
gagal ginjal kronik didasarkanpada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal
berikut :
a. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari
normal.
b. Insufiensi ginjal, yang terjadi jika GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri
karena beratnya beban yang mereka terima.
c. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.semakin
banyak nefron yang mati.
d. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fugsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofu tubulus.
Pada pasien gagal ginjal kronik dengan koping adaptif yang kurang baik akan
mengalami perubahan psikososial, terjadi pada waktu pasien mengalami perubahan
struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisis. Kondisi ini yang menyebabkan
pasien mengalami kecemasan (Harmilah, 2020).
PATHWAY
Penurunan fungsi nefron
Resti cidera
1.1.6 Masifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala seseorang mengalami penyakit ginjal menurut
Harmilah (2020), meliputi :
a. Lebih sering ingin buang air kecil, terutama di malam hari
b. Kulit terasa gatal
c. Adanya darah atau protein dalam urine yang dideteksi saat tes urine
d. Mengalami kram otot
e. Berat badan turun atau kehilangan berat badan
f. Kehilangan nafsu makan atau nafsu makan menurun
g. Penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan pada pergelangan
kaki, kaki, dan tangan
h. Nyeri pada dada akibat cairan menumpuk di sekitar jantung
i. Mengalami kejang pada otot
j. Mengalami gangguan pernapasan atau sesak napas
k. Mengalami mual dan muntah
l. Mengalami gangguan tidur atau susah tidur
m. Terjadi disfungsi ereksi pada pria.
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menuru meningkat
n
Batuk efektife 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menuru meningkat
n
Produksi sputum 1 2 3 4 5
Mengi 1 2 3 4 5
Wheezing 1 2 3 4 5
Mekonium (pada 1 2 3 4 5
neunatus)
Dispnea 1 2 3 4 5
Ortopnea 1 2 3 4 5
Sulit bicara 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Frekuensi nafas 1 2 3 4 5
Pola nafas 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menuru meningkat
n
Tingkat kesadaran 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menuru meningkat
n
Dispnea 1 2 3 4 5
Bunyi nafas 1 2 3 4 5
tambahan
Pusing 1 2 3 4 5
Penglihatan kabur 1 2 3 4 5
Diaforesis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Nafas cuping 1 2 3 4 5
hidung
Cukup
Cukup
Menurun Menuru Sedang Meningkat
meningkat
n
PCO2 1 2 3 4 5
PO2 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
pH arteri 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Pola nafas 1 2 3 4 5
Warna kulit 1 2 3 4 5
SIKI
Penghisapan jalan nafas (1.01011)
Definisi: Membersihkan sekret dengan memasukkan kateter suction
bertekanan negatif kedalam mulut, nasofaring, trakea dan endotracheal tube
(ETT
1. Observasi
Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan
Auskultasi suara napas sebelum dan setelah dilakukan penghisapan
Monitor status oksigenasi (SaO2 dan SvO2) status neurologis (status
mental, tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral) dan status
hemodinamik (MAP dan irama jantung) sebelum, selama dan setelah
tindakan
2. Terapeutik
Gunakan teknik aseptik
Gunakan prosedural steril dan disposible
Gunakan teknik penghisapan tertutup
Pilih ukuran kateter suction yang menutupi tidak lebih dari setengah
diameter ETT lakukan penghisapan mulut, nasofaring,trakea dan ETT
Berikan oksigenasi dengan konsentrasi tinggi (100%) paling sedikit 30
detik sebelum dan setelah tindakan
Lakukan penghisapan lebih dari 15 detik
Lakukan penghisapan ETT dengan tekanan rendah (80-120 mmHg)
Lakukan penghisapan hanya disepanjang ETT untuk meminimalkan
invasif
Hentikan penghisapan dan berikan terapi oksigen jika mengalami
kondisi brakikardi, penurunan saturasi
Lakukan kultur dan uji sensitifitas sekret
3. Edukasi
Anjurkan melakukan teknin nafas dalam, sebelum melakukan
penghisapan di nasothacheal
Anjurkan bernafas dalam dan pelan selama insersi kateter suction
SIKI
Manajemen jalan nafas (1.01011)
Definisi: mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas
1. Observasi
Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman , usaha nafas)
Monitor bunyi nafas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust, jika curiga trauma serviksal
Posisikan semi-fowler atau fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisakan lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisakan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
Anjurkan anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Ajarkan batuk efektif
4. kalaborasi
kalaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitin, jika perlu
1.2.3.2 Diagnosa Keperawatan II : Gangguan petukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
SDKI
SLKI
SIKI
Nuari & Dhina, (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta: Budi Utama
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI