Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN INFARK

MIOKARD AKUT

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Keperawatan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado

Oleh

Vanessa Rosalina Lumopa

NIM : 711440117087

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian yang


menyumbang sebanyak 31,3% dari semua kematian pada tahun tertentu ( Mozaffarian et al,
2016). Penyakit kardiovaskuler adalah gangguan pada jantung pada pembuluh darah,
termasuk penyakit jantung koroner, serebrovaskuler, penyakit jantung rematik dan kondisi
lainnya. Penyakit kardiovaskuler menuntut lebih banyak nyawa setiap tahun daripada semua
bentuk kanker dan penyakit saluran pernafasan bawah kronis. World Health Organization
(WHO) telah memperkirakan angka kematian akibat ACS akan mencapai 14,3% pada tahun
2030. Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) study, melaporkan bahwa sekitar
47% dari pasien ACS adalah ST segmen elevation myocardial infarction (STEMI) (Giugliano
dan Braunwald, 2014). Terhitung sebanyak 7,2 juta (12,2%) Kematian terjadi akibat IMA
diseluruh Dunia.
Infark Miokard Akut yang disebabkan oleh pecahnya plak arteroma dipembuluh darah
koroner sehingga mengakibatkan terbentuknya thrombus, akibatnya suplai oksigen dan nutrisi
menuju miokard terhambat (PERKI, 2015).

Prioritas utama dalam penatalaksanaan medis dan keperawatan adalah aspek fisik dengan
menyelamatkan kehidupan pasien (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2012;)
Infark Miokard Akut merupakan Jenis penyakit kardiovaskuler yang mempunyai tingkat
morbilitas dan mortalitas yang tinggi dan menjadi salah satu penyebab kematian yang utama
dibandingkan penyakit kardiovaskuler lainnya (WHO, 2017).
Dari seluruh kematian penyakit kardiovaskuler 7,4 juta (42,3%) diantaranya disebabkan
oleh penyakit jantung koroner (PJK), Prevalensi infark miokard akut meningkat dari 25% ke
40% (Kemenkes. RI, 2017).
Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan, prevalensi tertinggi untuk penyakit
kardiovaskuler di Indonesia adalah PJK, Yakni sebesar 1,5%. Dari prevalensi tersebut,
Angka tertinggi ada di provinsi Kalimantan utara (2,2%) dan terendah di Provinsi Nusa
tenggara timur (0.7%).

Data Statistik tahun 2017 Menunjukkan bahwa penyakit Jantung Infark Miokard Akut
Merupakan penyebab utama kematian dibanyak Negara.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan Study Kepustakaan dengan pendekatan Asuhan Keperawatan Gawat


Darurat pada Pasien dengan kasus Infark Miokard akut

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran Study Kepustakaan dengan pendekatan Asuhan


Keperawatan Gawat Darurat dengan kasus Infark Miokard Akut.

2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Pengkajian Keperawatan pada Pasien dengan infark Miokard


Akut .

2. Mengidentifikasi Penetapan Diagnose dalam penerapan asuhan keperawatan pada


Pasien dengan Infark Miokard akut.

3. Mengidentifikasi Perencanaan (intervensi) keperawatan pada pasien dengan


Infark Miokard akut

4. Mengidentifikasi Implementasi sesuai perencanaan keperawatan pada Pasien


Dengan Infark Miokard akut

5. Mengidentifikasi Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada Pasien dengan


Infark Miokard Akut.
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menjadi bahan untuk pengembangan penelitian selanjutnya terkait dengan penerapan


Study Kepustakaan dengan pendekatan Asuhan Keperawatan khususnya penyakit Infark
Miokard Akut dan pengalaman dalam melakukan penelitian.

2. Institusi Pendidikan

Sebagai bahan atau sumber pengembangan mata kuliah yang terkait dengan Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Infark Miokard Akut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Infark Miokard Akut

1. Definisi

Infark Miokard Akut adalah sumbatan pada arteri koroner akibat ketidak
seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen. Sumbatan akut terjadi oleh karena
adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke
jaringan otot jantung. (Black, 2014).

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler terdiri dari 3 bagian yang saling mempengaruhi yaitu Jantung,
pembuluh darah, dan darah.
(1). Jantung
Jantung adalah organ berotot yang memompa darah melalui pembuluh darah
teroksigenasi ke paru-paru untuk pertukaran gas. Jantung terletak dalam mediastinum
di rongga dada, yaitu diatas kedua paru-paru. Jantung terdiri dari 3 lapisan: lapisan
terluas disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan otot yang disebut
miokardium , sedangkan lapisan terdalam yaitu lapisan endotel yang disebut
endokardium. Ruangan jantung bagian atas yaitu atrium dan ventrikel. Secara
fungsional darah dibagi menjadi alat pompa kanan dan pompa kiri yang memompa
darah vena menuju sirkulasi paru-paru dan peredaran darah bersih ke sistemik.
Terpisahnya ruangan dalam jantung mencegah percampuran antara daerah yang
menerima darah yang tidak teroksigenasi dari vena kava superior, inferior dan system
koroner. Darah ini melalui katup mitrat ke ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta
untuk sirkulasi koroner dan sistematik.
(2) Pembuluh darah
Pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh bagian
dan alat tubuh disebut arteri pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari
ventrikel kiri disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi
sifatnya elastis dan terdiri 3 lapisan yaitu : lapisan terluar dinding arteri disebut tunika
externa. Keadaan tidak elastic disebut disebut arteri osklerosis, sedangkan bagian
dalam dari arteri adalah tunika interna atau intima. Pembersihan plaqual yang terjadi
pada dinding arteri bagian dalam disebut atherosclerosis. Hal ini mengakibatkan
aliran darah arteri terganggu dan dapat mengakibatkan proses iskemia.
(3) Darah
Darah merupakan media transportasi oksigen, karbondioksida dan metabolic. Jadi
darah merupakan pengatur keseimbangan asam basa, pengatur hormon, dan
pengontrol suhu. Dalam darah terdapat eritrosit, leukosit dan trombosit, meskipun
55% elemen dalam darah adalah plasma. Hemoglobin yang ada dalam eritrosit
membawa oksigenasi sel-sel. Peran eritrosit dalam mengangkut hemoglobin adalah
penting. Oleh karena itu perlu keseimbangan antara pembentukan dan pemecahan
eritrosit untuk menjamin pengantaran oksigen secara adekuat.

b. Fisiologi Kardiovaskuler

Proses memompa darah, proses memompa darah sehingga darah dapat


bersirkulasi ke tubuh dan paru-paru mengikuti urutan sebagai berikut :

(1) Pada saat jantung sedang relaks(diastole), darah kurang oksigen dari vena
tubuh mengalir ke serambi kanan. Pada saat yang sama, serambi kiri terisi
demgam darah kaya oksigen dari paru-paru.

(2) Pusat listrik yang ada diserambi kanan menembakkan impuls listrik yang
menyebabkan kedua serambi mengkerut secara serentak. Pada saat yang sama ,
katup-katup diantara serambi dan bilik terbuka, memungkinkan darah mengalir
kedalam bilik.

(3) Tahap berikutnya adalah pemompaan darah dari bilik. Pada tahap ini sinyal
listrik dari node yang lain menyebabkan kedua bilik mengkerut secara serentak.
Ini mendorong darah yang kurang oksigen dari paru-paru. Darah yang kaya
oksigen dari bilik kiri di desak ke dalam arteri utama yang disebut aorta dan dari
sini darah disebarkan ke seluruh bagian tubuh. Klep-klep tertutup untuk menjamin
agar tidak ada aliran balik ke serambi.

(4) Setelah pengerutan bilik, jantung mengendur dan memungkinkan serambi


terisi darah sehingga proses sirkulasi dimulai kembali. Sistem pembuluh dan
peredaran darah merupakan suatu jaringan pembuluh nadi (arteri) serta pembuluh
balik (vena), yang secara garis besar terdiri tiga sistem alirah darah, yaitu :
a. Sirkulasi Pulmonal
Dari bilik jantung (ventrikel) darah mengalir ke paru-paru melalui klep
pulmonik untuk mengambil oksigen (O2) dan melepaskan karbodioksida (CO2)
kemudian masuk ke serambi kiri. Sistem peredaran darah kecil ini berfungsi
membersihkan darah yang setelah beredar ke seluruh tubuh memasuki serambi
jantung kanan dengan kadar O2 yang rendah antara 60-70% dan kadar CO2 yang
tinggi antara 40-45%. Setelah beredar melalui kedua paru-paru, kadar zat O2
meningkat menjadi kira-kira 96% serta CO2 menurun. Proses pembersihan gas
dalam jaringan paru-paru berlangsung khususnya dalam gelembung-gelembung
paru-paru yang halus dan berdinding sangat tipis dimana gas O2 dari udara
diserap oleh komponen sel darah merah. Adapun gas CO2 dikeluarkan sebagian
melalui udara pernafasan. Dengan demikian darah yang memasuki serambi kanan
dikatakan darah kotor karena kurang O2 sedangkan darah yang memasuki
serambi kiri disebut darah bersih yang kaya O2.
b. Sirkulasi Sistemik
Darah kaya O2 dari serambi kiri memasuki bilik kiri melalui klep mitral
untuk kemudian dipompakan ke seluruh tubuh dan membawa zat O2 serta bahan
makanan yang diperlukan oleh seluruh sel dari alat-alat tubuh kita. Darah ini
dipompakan keluar dari bilik kiri dan melewati klep aorta serta memasuki
pembuluh darah utama dan selanjutnya melalui cabang-cabang pembuluh ini
disalurkan ke seluruh bagian tubuh.
c. Sirkulasi Koroner
Pembuluh koroner utama dibagi menjadi Right Coronary Artery (RCA),
Left Coronary Artery (LCA), left arterior descending artery dan circum flexi
artery. Artinya, khusus untuk menyuplai darah ke otot jantung yaitu melalui
pembuluh koroner dan kembali melalui pembuluh balik yang kemudian menyatu
serta bermuara langsung ke dalam bilik kanan. Melalui sistem peredaran darah
koroner ini, jantung mendapatkan O2, zat makanan serta zat-zat lain agar dapat
menggerakkan jantung sesuai dengan fungsinya.
3. Etiologi

Penyebab Infark Miokard Akut paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap
dari arteri coroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak arterosklerosis yang rentan dan diikuti
oleh pembentukan trombus. Ruptur plak dapat dipicu oleh faktor-faktor internal maupun
eksternal. (M.Black, Joyce, 2014 : 343).

Factor internal antara lain karakteristik plak, seperti ukuran dan konsistensi dari inti lipid
dan ketebalan lapisan fibrosa , serta kondisi bagaimana plak tersebut terpapar, seperti status
koagulasi dan derajat vasokontriksi arteri. Plak yang rentan paling sering terjadi pada area
dengan stenosis kurang dari 70 % dan ditandai dengan bentuk yang eksentrik dengan batas
tidak teratur; inti lipid yang besar dan tipis ;dan pelapis fibrosa yang tipis. (M. Black, Joyce,
2014: )

Factor eksternal berasal dari aktivitas klien atau kondisi eksternal yang memengaruhi
klien. Aktivitas fisik berat dan stress emosional berat, seperti kemarahan, serta peningkatan
respon system saraf simpatis dapat menyebabkan rupture plak.

. Pada waktu yang sama, respon system saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan
oksigen miokardium. Peneliti telah melaporkan bahwa factor eksternal, seperti paparan dingin
dan waktu tertentu dalam satu hari, juga dapat memengaruhi rupture plak. Kejadian coroner akut
terjadi lebih sering dengan paparan terhadap dingin dan pada waktu –waktu pagi hari. Peneliti
memperkirakan bahwa peningkatan respon system saraf simpatis yang tiba-tiba dan berhubungan
dengan faktor-faktor ini dapat berperan terhadap ruptur plak.
4. Patofisiologi Infark Miokard Akut
Tersumbatnya arteri koroner pada jantung akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
yang membawa nutrisi dan oksigen menuju sel otot jantung, keadaan ini disebut dengan iskemia
(Kowalak et al, 2011) sehingga mengakibatkan sel tidak mampu untuk melakukan metabolisme
anaerob sehingga terjadi penurunan ATP (Muttaqin, 2009). Iskemia yang berkepanjangan pada
akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan asam laktat yang dihasilkan akan tertimbun dalam miokard
dan akan menstimulasi ujung- ujung saraf sebagai pertanda adanya kerusakan pada miokard
(Muttaqin, 2009 ; Kozier et al, 2010). Rasa nyeri pada infark miokard muncul sebagai respon
terjadinya iskemia pada miokard (ENA, 2007). Dampak yang dapat timbul akibat nyeri infark yang
tidak tertangani adalah terjadinya penurunan kontraktilitas, penurunan curah jantung serta kekakuan
ventrikel yang dapat mempengaruhi sirkulasi darah kedalam tubuh (Corwin, 2009). Apabila hal
tersebut tidak segera ditangani maka keadaan infark miokard akan berujung pada syok kardiogenik
(Kowalak et al., 2011). Progresi lesi atherosclerosis sampai dengan pembentukan trombus
merupakan proses kompleks yang berhubungan dengan cedera vaskular. Dalam sebagian besar
kasus terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak
atherosclerosis yang tidak stabil. Besarnya kerusakan yang disebabkan oleh oklusi koroner ini
tergantung daerah yang dipasok oleh pembuluh darah yang terkena, pembuluh darah tersebut
tertutup seluruhnya atau tidak, jumlah darah yang dipasok oleh pembuluh darah kolateral ke
jaringan yang terkena dan besarnya kebutuhan O2 miokard yang pasokan darahnya mendadak
menjadi terbatas.
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial. Infark miokard transmural
disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga
minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlihat mengalami nekrosis dalam waktu yang
bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari
bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang berhubungan dengan IMA berasal dari iskemia otot jantung dan
penurunan fungsi serta asidosis yang terjadi. Manifestasi klinis utama dari IMA adalah nyeri
dada yang serupa dengan angina pectoris tetapi lebih parah dan tidak berkurang dengan
nitrogliserin. Nyeri dapat menjalar leher, rahang, bahu, punggung atau lengan kiri. Nyeri juga
dapat ditemukan di dekat epigastrium, menyerupai nyeri pencernaan. IMA juga dapat
berhubungan dengan manifestasi klinis yang jarang terjadi berikut ini. (M.Black, Joyce, 2014)

a.    Nyeri dada, perut, punggung, atau lambung yang tidak khas.
b.    Mual atau pusing.
c.    Sesak napas dan kesulitan bernapas.
d.   Kecemasan, kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan
e.    Palpitasi, keringat dingin, pucat.

Hermawati (2014), Mengatakan bahwa beberapa manifestasi klinis Penyakit Jantung


Koroner timbulnya rasa nyeri di dada (angina pectoris), Nyeri dada yang dirasakan oleh pasien
infark miokard biasanya dirasakan terus menerus selama 30-60 menit (Zafari, 2017), sesak napas,
keanehan pada irama jantung, pusing, rasa lelah berkepanjangan. Teori pasien dengan Infark
Miokard akan mengalami masalah di circulation berupa bradikardi, akral dingin, hipotensi,
sianosis, CRT> 2 detik (ENA, 2007; Corwin, 2009).

6. Klasifikasi IMA

a. Infark Miokard Subendokardial

Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang


relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan
arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan
hipoksia (Rendy & Margareth, 2012 : 87).
b. Infark Miokard Transmural
Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan dengan trombosis
koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan
arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan (Rendy & Margareth, 2012 : 87).
7. Komplikasi

Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai IMA. Oleh karena itu, tujuan
kolaborasi utama antara lain pencegahan komplikasi yang mengancam jiwa atau paling tidak
mengenalinya. (M.Black, Joyce, 2014 : 347)
a. Disritmia.

Disritmia merupakan penyebab dari 40 % hingga 50 % kematian setelah IMA. Ritme


ektopik muncul pada atau sekitar batas dari jaringan miokardium yang iskemik. Nyeri
pada infark dimulai dari iskemia miokard yang mengakibatkan sel tidak mampu untuk
melakukan metabolisme anaerob sehingga terjadi penurunan ATP (Muttaqin, 2009). dan
mengalami cedera parah. Miokardium yang rusak juga dapat mengganggu system
konduksi, menyebabkan disosiasi atrium dan ventrikel (blok jantung). Supraventrikel
takikardia (SVT) kadang kala terjadi sebagai akibat gagal jantung. Reperfusi spontan atau
dengan farmakologis dari area yang sebelumnya iskemik juga dapat memicu terjadinya
ventrikel disritmia. (M.Black, Joyce, 2014 ; 347)

b. Syok kardiogenik. Syok kardiogenik berperan hanya pada 9 % kematian akibat tetapi
lebih dari 70 % klien syok meninggal karena sebab ini. Penyebabnya antara lain (1)
penurunan kontraksi miokardium yang berakibat pada penurunan curah jantung efek dari
penurunan curah jantung adalah tidak adekuatnnya sirkulasi darah menuju jaringan (Corwin,
2009). Salah satu tanda adanya perfusi jaringan yang tidak efektif adalah bradikardi, akral dingin,
hipotensi, sianosis, dan CRT >2 detik (Muttaqin, 2009; NANDA, 2015 (2) disritmia tak
terdeteksi, dan (3) sepsis. (M.Black, Joyce, 2014 :347)

c. Gagal jantung dan edema paru. Penyebab kematian paling sering pada klien rawat inap
dengan gangguan jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22 % klien
laki-laki dan 46 % wanita yang mengalami IMA serta bertanggung jawab pada sepertiga
kematian setelah IMA. (M.Black, Joyce, 2014 :347)

d. Emboli paru. Emboli paru (PE) dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul
(trombosis vena) atau karena atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru terjadi pada 10 %
hingga 20 % klien pada suatu waktu tertentu, saat serangan akut atau pada periode
konvalensi. (M.Black, Joyce, 2014: 347)

e. Infark miokardum berulang. Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18 % laki-laki dan 35
% wanita dapat mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin adalah olahraga
berlebih, embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan pada arteri coroner oleh atheroma.
(M.Black, Joyce, 2014 : 347)

f. Komplikasi yang disebabkan oleh nekrosis miokardium. Komplikasi yang terjadi karena
nekrosis dari miokardium antara lain aneurisme ventrikel, ruptur jantung (ruptur
miokardium), defek septal ventrikel (VSD), dan otot papiler yang ruptur. Komplikasi ini
jarang tetapi serius, biasanya terjadi sekitar 5 hingga 7 hari setelah MI. Jaringan
miokardium nekrotik yang lemah dan rapuh akan meningkatkan kerentanan terkena
komplikasi ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 347)

g. Perikarditis. Sekitar 28 % klien dengan MI akut transmural akan mengalami pericarditis


dini (dalam 2 hingga 4 hari). Area yang mengalami infark akan bergesekan dengan
permukaan pericardium dan menyebabkan hilangnya cairan pelumas. Gesekan friksi
pericardium dapat didengar di area prekardial. Klien mengeluh bahwa nyeri dada
memburuk dengan gerakan, inspirasi dalam, dan batuk. Nyeri pericarditis akan mereda
dengan duduk dan condong ke depan. (M.Black, Joyce, 2014 : 348)

8. Pemeriksaan Diagnostik

1.   EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologis
2.     Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
3.     Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal
hipokalemi, hiperkalemi
4.     Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
5.      Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6.     GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.

7.     Kolesterol atau Trigliserida serum

Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI. Jika


kolesterol total, kolsestrol LDL dan trigliserida darah melewati batas normal,
maka akan diendapkan pada dinding pembuluh darah dan membentuk bekuan
yang dapat menyumbat pembuluh darah (Botham,K.M Mayes,P.A 2009)

8.     Foto / Ro dada

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau 


aneurisma ventrikuler.

9.     Ecokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding


ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

9. Penatalaksanaan

Manajemen awal dari rencana penanganan pasien dengan Infark Miokard Akut memiliki
tujuan sebagai pemulihan keseimbangan antara suplai oksigen dan permintaan untuk
mencegah iskemia lanjut, pereda nyeri dan pencegahan serta pengobatan komplikasi
(Zafari, 2017). Hal pertama yang harus dilakukan adalah mempertahankan kepatenan jalan
napas (airway), status pernapasan (breathing) dan status sirkulasi (circulation) (ENA,
2007). Penanganan akut miokard infark di Instalasi gawat darurat dimulai dengan
pemberian suplemen oksigen pada pasien yang memiliki saturasi oksigen <90% dan
dilanjutkan dengan pemberian terapi farmakologi (AHA, 2014 ; Zafari, 2017). Selain itu
semua pasien yang datang ke instalasi gawat darurat dengan gejala nyeri dada akan
dilakukan pengkajian serta pemeriksaan fisik terfokus dilanjutkan dengan pemeriksaan
EKG 12 Lead untuk menegakkan diagnosa infak miokard (Kowalak et al., 2011). Menurut
European Society of Cardiology (ESC), American Heart Association (AHA) dan American
College of Cardiology (ACC) diagnosa infark miokard akut dapat juga ditegakkan melalui
pemeriksaan Troponin (cTnT dan cTnI) dan Creatinine Kinase- MB (CK-MB) dimana
hasil pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi adanya nekrosis pada miokard (Schreiber,
2017)

a. Pengobatan iskemia dan infark ( Firdaus I, 2011 )

(1). Nitrogliserin

Terutama untuk dilatasi arteria dan vena perifer dengan memperlancar distribusi
aliran darah koroner menuju daerah yang mengalami iskemia meliputi, Vasodilatasi
pembuluh darah kolateralis. Dilatasi vena akan meningkatkan kapasitas penambahan
darah oleh vena diperiver, akibatnya aliran balik vena ke jantung menurun sehingga
memperkecil volume dan ukuran ventrikel. Dengan demikian vasodilatasi perifer akan
mengurangi beban awal akibatnya kebutuhan oksigen pun akan berkurang.

(2). Propranol

Suatu penghambat beta adrenergic , menghambat perkembangan iskemia dengan


menghambat secara selektif pengaruh susunan saraf simpatis terhadap jantung. Pengaruh
ini disalurkan melalui reseptor beta. Rangsangan beta meningkatkan kecepatan denyut
dan daya kontraksi jantung. Proprenol menghambat pengaruh-pengaruh ini. Dengan
demikian, dapat mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.

(3). Digitalis

Digitalis dapat meredakan angina yang menyertai gagal jantung. Dengan


meningkatkan daya kontraksi dan akibatnya akan meningkatnya curah sekuncup. Dengan
meningkatnya pengosongan ventrikel, maka ukuran ventrikel berkurang. Meskipun
kebutuhan akan oksigen meningkat akibat meningkatnya daya kontraksi, hasil akhir dari
pengaruh digitalis terhadap gagal jantung adalah menurunkan kebutuhan miokardium
akan oksigen.

(4). Diuretika

Mengurangi volume darah dari aliran balik vena ke jantung, dan dengan demikian
mengurangi ukuran dan volume ventrikel. Obat vasodilator dan anti hipertensi dapat
mengurangi tekanan dan resistensi arteria terhadap ejeksi ventrikel, akibatnya beban
akhir menurun/berkurang. Sedative dan anti depresan juga dapat mengurangi angina yang
ditimbulkan oleh stress atau depresi.

b). Pengobatan untuk mencegah komplikasi

Dua kategori komplikasi yang perlu di antisipasi yaitu ketidakstabilan lisrik atau aritmia,
dan gangguan mekanis jantung /kegagalan pompa. Segera lakukan pemantauan
elektrokardiografi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian Infark Miokard Akut

Pengkajian adalah dasar utama dalam proses keperawatan dalam mengumpulkan data
yang akurat dan sistematis membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan
tubuh pasien, mengidentifikasi kesehatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnose
keperawatan. (Antman et al, 2013).

(a). Identifikasi

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama, nomor registrasi, pendidikan,
tanggal masuk rumah sakit , serta pekerjaan. Identitas tersebut digunakan untuk membedakan
antara pasien yang satu dengan yang lain dan untuk menentukan resiko penyakit jantung koroner
yaitu laki-laki umur diatas 35 tahun dan wanita lebih dari 1 tahun.

Pengkajian Sekunder pada Pasien Infark Miokard Akut

b) Keluhan Utama

Pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang rasanya tajam dan
menekan sangat nyeri, terus menerus, dan dangkal. Nyeri dapat menyebar kebelakang ke
belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri. Nyeri miokard
kadang-kadang sulit dilokalisasi, dan nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit tidak hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin.

c) Riwayat penyakit sekarang


pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang dirasakan lebih
dari 30 menit, nyeri dapat menyebar sampai ke lengan kiri, rahang dan bahu yang di sertai rasa
mual, muntah, badan lemah dan pusing.

d) Riwayat penyakit dahulu

pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin peernah mempunyai riwayat
diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel endotel vaskuler berakibat
berkurangnya produksi nitri oksida sehingga terjadi spasme otot polos dinding pembuluh arah.
Hipeertensi yang sebagian ddiakibatkan dengan adanya penyempitan pada arteri renalis dan hipo
perfusi ginjal dan kedua hal ini disebabkan lesi arteri oleh arteroma dan memberikan komplikasi
tromblo emboli.

e) Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit jantung keluarga diabetes mellitus, peningkatan kolesterol darah,


kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara genetic berdasarkan kebiasaan
keluarganya

Pengkajian Primer pada Pasien Infark Miokard Akut

a. Airways (jalan nafas)


Sumbatan:
( ) Benda asing
( ) Broncospasme
( ) Darah
( ) Sputum
( ) Lendir
Suara nafas:
( ) Snowring ( ) Gurgling
( ) ................................
b. Breathing (pernafasan)
Sesak dengan:
( ) Aktivitas ( ) Tanpa aktivitas ( ) Menggunakan otot tambahan
Frekuensi: .......x/mnt
Irama:
( ) Teratur ( ) Tidak
Kedalaman:
( ) Dalam ( ) Dangkal
Reflek batuk: ( ) Ada ( ) Tidak
Batuk: ( ) Produktif ( ) Non Produktif
Sputum: ( ) Ada ( ) Tidak
Warna: ....................
Konsistensi: ...........................
Bunyi nafas:
( ) Ronchi ( ) Creakless
( ) Wheezing
( ) ................................
BGA: ...............................

c. Circulation (Sirkulasi)
Sirkulasi perifer:
Nadi: ........... x/mnt
Irama: ( ) Teratur ( ) Tidak
Denyut: ( ) Lemah ( ) Kuat ( ) Tdk Kuat
TD:.............mmHg

Ekstremitas:
( ) Hangat ( ) Dingin
Warna kulit:
( ) Cyanosis ( ) Pucat
( ) Kemerahan
Nyeri dada:
( ) Ada
( ) Tidak
Karakteristik nyeri dada:
( ) Menetap ( ) Menyebar
( ) Seperti ditusuk-tusuk
( ) Seperti ditimpa benda berat
Capillary refill: ( ) < 3 detik ( ) > 3 detik

Edema:
( ) Ya ( ) Tidak

Lokasi edema:
( ) Muka ( ) Tangan
( ) Tungkai ( ) Anasarka

Disability
Tingkat kesadaran :
( ) CM ( ) Apatis ( ) Somnolent ( ) Sopor ( ) Soporocoma (Coma)
Pupil : ( ) Isokor ( ) Miosis ( ) Anisokor ( ) Midriasis ( ) Pin poin
Reaksi terhadap cahaya :
Kanan () Positif () Negatif
Kiri ( ) Positif () Negatif
GCS : E : M: V :
Jumlah :

e. Eksposure/Environment/Event
Pemeriksaan seluruh bagian tubuh terhadap adanya jejas dan perdarahan dengan
pencegahan hipotermiPemeriksaan penunjang yang telah dilakukan Event/penyebab kejadian.

Pemeriksaan Head to toe


a) Kepala
Kesimetrisan wajah
Rambut : warna, distribusi, tekstur, tengkorak/kulit kepala
Sensori :
1. Mata : Inspeksi bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, pupil, reaksi pupil
terhadap cahaya, lensa, tes singkat visus.
2. Telinga : Letak, bentuk, serumen, kemampuan mendengar : uji berbisik
3. Hidung : Deviasi septum nasi, kepatenan jalan napas lewat hidung
4. Mulut : Bibir sumbing, mukosa mulut, tonsil, gigi, gusi, lidah, bau mulut

b) Leher
Deviasi/simetris, cidera cervical :
kelenjar thyroid :
kelenjar limfe :
Trakea :
JVP :

c). Dada
I : Sesimetrisan, penggunaan otot bantu napas, ictus sordis
P : Taktil fremitus, ada/tidaknya massa, ictus cordis teraba/tidak
P : Adanya cairan di paru, suara perkusi paru dan jantung
A : Suara paru dan jantung

d). Abdomen : IPPA


Elasitas :
Kembung :
Asites :
Auskultasi bising usus :
Palpasi : posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih, nyeri tekan
Perkusi : Suara abnormal

e). Ekstremitas/muskuloskeletal
Rentang gerak :
Kekuatan otot :
Deformitas :
Edema :
Nyeri :
f). Kulit/Integumen
Turgor Kulit :
Mukosa kulit :
Kelainan kulit

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri

2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik,


penurunan karakteristik miokard.

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung,


penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria..

4.. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen


miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrosis jaringan miokard ditandai dengan
gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia,
kelemahan umum.

5. cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar

Intervensi Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
ditandai dengan :

1) nyeri dada dengan / tanpa penyebaran


2) wajah meringis
3) gelisah
4) delirium
5) perubahan nadi, tekanan darah.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di Rumah Sakit

Kriteria Hasil:

a) Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1


b) ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
c) tidak gelisah
d) nadi 60-100 x / menit,
e) TD 120/ 80 mmHg

Intervensi :

a. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada.


b. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
c. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku distraksi,
visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
d. Pertahankan oksigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
e. Monitor tanda-tanda vital ( nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik,
penurunan karakteristik miokard.

Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di
Rumah Sakit

Kriteria Hasil :

a. Tidak ada edema


b. Tidak ada disritmia
c. 3 Haluaran urin normal
d. TTV dalam batas normal
Intervensi :
a) Pertahankan tirah baring selama fase akut
b) Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
c) Monitor haluaran urin
d) Kaji dan pantau TTV tiap jam
e) Kaji dan pantau EKG tiap hari
f) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
g) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
h) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis

i) Berikan makanan sesuai diitnya

j) Hindari valsava manuver, mengejan

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung,


penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria Ditandai dengan :

1. Daerah perifer dingin


2. EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
3. RR lebih dari 24 x/ menit
4. Kapiler refill lebih dari 3 detik
5. Nyeri dada
6. Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
7. HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80 AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa CO2 > 45
mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
8. Nadi lebih dari 100 x/ menit
9. Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL

Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan
perawatan di RS.

Kriteria Hasil:

1) Daerah perifer hangat


2) Tidak sianosis
3) Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
4) RR 16-24 x/ menit
5) Tidak terdapat clubbing finger
6) Nadi 60-100x / menit
7) TD 120/80 mmHg

Intervensi :

a) Monitor Frekuensi dan irama jantung


b) Observasi perubahan status mental
c) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
d) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
e) Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
f) Pantau pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium misal EKG, elektrolit , GDA (Pa O2,
Pa CO2 dan saturasi O2 ) Dan pemberian oksigen

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen


miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrosis jaringan miokard ditandai dengan
gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia,
kelemahan umum

Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan
selama di Rumah Sakit

Kriteria Hasil :

a. Klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien


b. Frekuensi jantung 60-100 x/ menit
c. TD 120-80 mmHg

Intervensi :

1. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
2. Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
3. Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila
tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan.
5. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau
memerlukan pelaporan pada dokter.

5. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis

Tujuan : Cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di Rumah
Sakit

Kriteria Hasil :

1. Klien tampak rileks


2. Klien dapat beristirahat
3. TTV dalam batas normal

Intervensi :

a) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
b) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
c) Ajarkan tehnik relaksasi
d) Minimalkan rangsang yang membuat stress
e) Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
f) Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
g) Berikan support mental
h) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung /


implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan
pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan,
terjadinya kompliksi yang dapat dicegah.

Tujuan : Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan
kesehatan selama di Rumah Sakit
Kriteria Hasil :

a) Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan, tujuan


pengobatan & efek samping / reaksi merugikan
b) Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.

Intervensi :

1. Berikan informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi, contoh buku, program audio/
visual, tanya jawab
2. Beri penjelasan faktor resiko, diet ( rendah lemak dan rendah garam ) dan aktifitas yang
berlebihan,
3. Peringatan untuk menghindari aktifitas manuver valsava
4. Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja, rekreasi
aktifitas seksual.

4. Implementasi

Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan perawat.


Dokumentasi intervensi mencatat pelaksanaan, rencana perawatan, pemenuhan kriteria
hasil dan tindakan keperawatan mandiri dan tindakan kolaboratif. Pelaksanaan tindakan
keperawatan disesuaikan dengan intervensi dari masing-masing diagnosa tersebut di atas
(Hidayat, 2008).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah hasil akhir yang diharapkan dari tindakan keperawatan yang telah
diberikan sesuai dengan masing-masing diagnosa diatas mengalami keberhasilan atau
tidak (Kusuma, 2015).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian Study kepustakaan dengan pendekatan Asuhan Keperawatan Gawat


Darurat pada kasus Infark Miokard Akut.

B. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Infark Miokard Akut

C. Sumber Data

Sumber data yang menjadi bahan akan penelitian ini berupa jurnal, buku dan situs
internet yang terkait dengan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan
Infark Miokard Akut.

D. Tehnik Dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yaitu mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, makalah atau artikel, jurnal
dan sebagainya (Arikunto, 2010).

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah daftar check-list klasifikasi bahan
penelitian, skema/peta penulisan dan format catatan penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi
(Content Analysis).
F. Prosedur Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam penelitian kepustakaan menurut Kuhlthau (2002)


adalah sebagai berikut :

1. Pemilihan topik
2. Eksplorasi informasi
3. Menentukan fokus penelitian
4. Pengumpulan sumber data
5. Persiapan penyajian data
6. Penyusunan laporan

.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengkajian

Pengkajian pada pasien Bp. WS dilakukan pada Hari Senin, 10 Juli 2017 pada pukul
03.15 wita. Bp. WS merupakan pasien rujukan dari Klinik Bintang Klungkung, datang ke
Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Sanglah Denpasar diantar menggunakan ambulans. Tn.
WS kemudian dilakukan pengkajian di fasttrack, setelah dilakukan pemeriksaan EKG lalu
didiagnosa mengalami Infark Miokard dengan kategori P1 dan segera di pindahkan ke ruang
Emergency Cardio. Pengkajian pada pasien 2, Bp HR dilakukan pada Hari Selasa, 11 Juli 2017
pada pukul 00.01 wita. Bp HR datang ke IGD RSUP Sanglah Denpasar diantar oleh keluarga
dengan menggunakan mobil pribadi. Bp. HR dilakukan pengkajian di fasttrack dan didiagnosa
Acute Coronary Syndrome (ACS) dengan kategori P1 dan segera dipindahkan ke ruang
Emergency Cardio.

Identitas Pasien
Pengkajian identitas diperoleh dari hasil pengkajian kepada pasien, keluarga, dan rekam
medis ruangan.
Tabel 1. Identitas Pasien Infark Miokard Akut di Ruang Emergency Cardio RSUP Sanglah
Denpasar.

Identitas Pasien Pasien 1 Pasien 2

Nama Bp.WS Bp.HR


Umur 55 Tahun 55 Tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki

Agama Hindu Islam

Status Perkawinan Menikah Menikah

Pendidikan SD SMA

Pekerjaan Petani Pegawai PDAM

Suku Bangsa Indonesia Indonesia

Alamat Karangasem Denpasar

No.RM 17029428 17029420

Tanggal masuk 10 Juli 2017 11 Juli 2017

Triage P1 P1

Diagnosa Medis STEMI Anterior late STEMI Inferior onset 4


onset jam
Sumber Informasi Pasien, keluarga, dan Pasien, keluarga, dan
dokumentasi dokumentasi
keperawatan keperawatan

Pengkajian Primer
Pengkajian primer merupakan pengkajian pertama kali yang dilakukan di IGD untuk menilai
kegawatan pasien. Adapun hasil pengkajian primer yang didapatkan adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Pengkajian Primer Pasien Infark Miokard Akut di Ruang Emergency Cardio RSUP
Sanglah Denpasar.
No Pasien 1 Pasien 2

1. Airway

Jalan Nafas Jalan napas paten Jalan napas paten


Obstruksi Tidak ada Tidak ada
Suara Nafas Tidak ada Tidak ada
Keluhan Lain Tidak ada Tidak ada

2 . Breathing

Nafas Spontan Spontan


Gerakan Dada Simetris Simetris
Irama Nafas Cepat , dangkal Cepat, dangkal
Pola Nafas Tidak teratur Tidak teratur
Sesak Nafas Ada Ada
Frekuensi nafas RR : 28x/menit RR : 26x/menit
Keluhan Lain Orthopnea Orthopnea

3 Circulation

Nadi Teraba, N: 113 x/menit, Teraba, N: 118 x/menit,


TD: 124/76 mmHg, S: TD: 140/100 mmHg, S:
36,6 0C 36 0C
Sianosis Tidak ada, CRT < 2 Tidak ada, CRT < 2
detik detik
Akral Hangat Hangat
Pendarahan Tidak ada Tidak ada
Turgor Elastis Elastis
Keluhan Lain Diaphoresis Diaphoresis

4 Disability

Respon Alert Alert


Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis
GCS 15 ( E4 V5 M6 ) 15 ( E4 V5 M6 )
Pupil Isokor Isokor
Refleks Cahaya Ada Ada
Keluhan Lain Tidak ada Tidak ada

5 . Eksposure

Deformitas Tidak ada Tidak ada


Contusio Tidak ada Tidak ada
Abrasi Tidak ada Tidak ada
Laserasi Tidak ada Tidak ada
Swelling Tidak ada Tidak ada
Krepitasi Tidak ada Tidak ada
Pemendekan Tidak ada Tidak ada
ekstremitas

Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder pada pasien infark miokard akut mendapatkan data keluhan utama
adalah nyeri dada atau ulu hati. Nyeri biasanya muncul tiba – tiba, dada terasa berat atau panas
dan sesak saat bernafas. Nyeri tidak dapat hilang saat istirahat dan terasa memberat saat
beraktivitas. Nyeri dirasakan mulai dada, ulu hati tembuh ke punggung dan menjalar kebahu
sampai ke lengan. Selain itu, pada pasien 1 ditemukan data ada suara jantung tambahan s3 dan
murmur. Hasil perekaman endokardiogram juga menunujukan ada infark pada jantung. Pasien 1
infark posterior dan pasien dua infark inferior yang ditunjukan adanya elevasi pada segment T.
Sedangkan pada hasil laboratorium untuk enzim jantung menunjukan adanya nilai positif pada
troponin dan CKMB.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian dengan
pasien INFARK Miokard Akut adalah Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
(ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada miokard akut) ditandai dengan
adanya keluhan nyeri, pasien mengatakan tidak mengetahui penyebab timbulnya nyeri, nyeri
muncul tiba-tiba saat sedang beraktifitas nyeri tidak hilang saat istirahat, pasien mengatakan
nyeri terasa seperti terbakar, pasien mengatakan nyeri ulu hati menjalar ke dada, leher belakang
dan bagian punggung, skala nyeri 7, nyeri diasakan hilang timbul sejak kemarin, namun
dirasakan semakin berat sejak kemarin malam dirasakan lebih dari 30 menit, diaphoresis,
takikardi (113x/menit), sesak (RR: 28x/menit), wajah meringis, adanya Levine sign’s (kepalan
tangan pada daerah dada). Diagnosis ini muncul baik pada pasien 1 dan 2. Diagnosisi ini
merupakan diagnosis prioritas yang muncul pada pasien dengan IMA.

Perencanaan Keperawatan
Langkah berikutnya setelah menetapkan diagnosa prioritas maka disusunlah rencana
keperawatan. Adapun rencana keperawatan pasien IMA dengan nyeri akut adalah
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif meliputi lokasi, krakteristik, durasi,frekuensi,
kualitas,intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.

2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secara efektif.

3. Kaji adanya diaphoresis.

4. Monitor tanda-tanda vital.

5. Beikan posisi fisiologis: semifowler

6. Lakukan pemeriksaan EKG 12 Lead

7. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai indikasi.

8. Ajarkan teknik nonfarmakologi distraksi dan relaksasi napas dalam pada saat nyeri
9. Kolaborasikan pemberian terapi analgetik, antiplatetlet, antiangina, analgesik, antikoagulan,
dan fibrinolitik
Implementasi
Pelaksanaan intervensi keperawatan pada pasien 1 dilakukan selama 1 jam mulai pukul
03.15 -04.15 wita mulai dari melakukan pengkajian sampai terapi untuk mengurangi nyeri dan
tindakan kolaborasi sesuai dengan rencana tindakan. Pelaksanaan intervensi keperawatan pada
pasien 2 dilakukan selama 1 jam mulai pukul 01.15 -02.15 wita mulai dari melakukan pengkajian
sampai terapi untuk mengurangi nyeri dan tindakan kolaborasi sesuai dengan rencana tindakan.

Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan gambaran asuhan keperawatan berdasarkan pada kriteria hasil saat
membuat perencanaan keperawatan. Adapun hasil evaluasi pasien IMA dengan diagnosis nyeri
akut adalah pasien mengatakan nyerinya sudah mulai berkurang , skala nyeri 2, pasien sudah
tidak tampak meringis, - N : 98x/menit, - RR : 20/menit, Levine signs tidak ada, Diaphoresis
tidak ada dan pasien dilanjutkan perawatannya.

PEMBAHASAN

Pengkajian gawat darurat dibagi atas pengkajian primer dan sekunder. Pada pengkajian
primer terdiri dari airway, breathing, circulation, disability, dan exsposure, data fokus yang
mengalami kesenjangan antara tinjauan kasus dan teori ada pada pengkajian circulation, dimana
pada pasien 1 dan pasien 2 tidak ditemukan adanya bradikardi, akral dingin, hipotensi, sianosis,
CRT> 2 detik. Pada teori pasien dengan infark miokard akan mengalami masalah di circulation
berupa bradikardi, akral dingin, hipotensi, sianosis, CRT> 2 detik (ENA, 2007; Corwin, 2009).
Kemungkinan perbedaan data yang ditemukan pada tinjauan kasus dan teori disebabkan oleh
masih adekuatnya sirkulasi darah kejaringan. Hal ini didukung oleh teori yang menyatakan
bahwa tersumbatnya arteri koroner dapat mengakibatkan terhambatnya suplai oksigen dan nutrisi
ke miokard (PERKI,2015). Jika miokard mengalami masalah maka akibatnya adalah
terganggunya fungsi ventikel kiri sehingga terjadi perubahan kontraktilitas yang berakibat pada
penurunan curah jantung, efek dari penurunan curah jantung adalah tidak adekuatnnya sirkulasi
darah menuju jaringan (Corwin, 2009). Salah satu tanda adanya perfusi jaringan yang tidak
efektif adalah bradikardi, akral dingin, hipotensi, sianosis, dan CRT >2 detik (Muttaqin, 2009;
NANDA, 2015). Jadi berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan data yang
diperoleh pada tinjauan kasus dan teori dikarenakan oleh pasien 1 dan pasien 2 tidak mengalami
penurunan curah jantung yang berat sehingga sirkulasi darah ke jaringan masih adekuat.
Medication, Last oral intake dan Event leading injury (SAMPLE), pemeriksaan fisik
terfokus dan pemeriksaan laboratorium. Pada pengkajian sekunder terdapat beberapa data yang
berbeda antara pasien 1 dan pasien 2 yaitu pada sign and simptoms, pemeriksaan fisik dan hasil
laboratorium. Pada kasus ditemukan tanda sign and symptoms yaitu nyeri. Nyeri yang memiliki
penjalaran yang berbeda. Bp. WS (Infark anterior) mengeluh nyeri pada ulu hati yang menjalar
ke dada, leher belakang dan punggung. Sementara itu Bp. HR (infark Inferior) mengeluh nyeri
dada yang menjalar ke punggung, lengan sampai tanggan kiri. Perbedaan penjalaran daerah nyeri
yang dirasakan mungkin dibedakan oleh letak lokasi infark yang berbeda.
Menurut Kozier (2010) nyeri merupakan salah satu respon mekanisme pertahanan tubuh
yang menandakan adanya kerusakan jaringan. Nyeri pada infark dimulai dari iskemia miokard
yang mengakibatkan sel tidak mampu untuk melakukan metabolisme anaerob sehingga terjadi
penurunan ATP (Muttaqin, 2009). Tanpa ATP pompa kalium dan natrium akan berhenti.
Menurut ENA (2007) infark anterior terjadi pada V1-V4 dan infark inferior terjadi pada Lead II,
III, dan AVF. Jadi berdasarkan teori, sesuai diagnosa medis pasien 1 (Bp. WS) yang mengalami
infark anterior maka pasien merasakan nyeri pada daerah ulu hati. Sedangkan pasian 2 (Bp. HR)
yang di diagnosa medis infark inferior maka akan mengalami penjalaran nyeri sampai dengan
daerah ektremitas. Pada pemeriksaan fisik terfokus ditemukan perbedaan pada auskultasi suara
jantung dimana pada Bp. WS ditemukan suara jantung abnormal yaitu S3, S4 dan murmur.
Sedangkan pada Bp. HR ditemukan suara jantung normal S1, S2 reguler (tidak ditemukan suara
jantung abnormal). Teori menyebutkan bahwa pasien infark miokard akan mengalami perubahan
pada suara jantung dimana suara S3 muncul akibat adanya infark yang berat, S4 terjadi karena
iskemia dan kekakuan ventrikel dan murmur akibat gangguan aliran darah dalam jantung (ENA,
2007).
Teori mengatakan bahwa infark miokard dibagi menjadi beberapa bagian killip menurut
tanda gejala yang muncul (Zafari, 2017). Suara jantung tambahan yang muncul pada Bp. WS
termasuk ke killip II dan tanda gejala yang muncul pada Bp. HR merupakan killip I, hal ini
mungkin berhubungan dengan waktu kejadian yang dialami oleh pasien (onset). Infark akan
semakin memberat yang mengakibatkan gangguan kontraktilitas jantung ini dapat kita lihat dari
pasien 1 (Bp. WS ) yang memiliki onset waktu serangan lebih dari 12 jam sedangkan pasien 2
(Bp. HR) memiliki onset 4 jam. Dapat disimpulkan bahwa munculnya suara jantung abnormal
tambahan berkaitan erat dengan seberapa berat infark yang terjadi, semakin lama onsetnya, maka
semakin berat infarknya yang dapat memicu munculnya suara jantung abnormal. Kesenjangan
berikutnya ada pada pemeriksaan fisik leher, pada pasien 1 (Bp. WS) dan pasien 2 (Bp. HR)
tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis sedangkan menurut teori pada pemeriksaan fisik
pasien Infark miokard adalah ditemukannya distensi vena jugularis (ENA, 2007; Kowalak et al,
2011). Hal ini didukung oleh teori yang menyatakan bahwa distensi vena jugularis terjadi akibat
adanya disfungsi ventrikel kanan dan kongesti paru (Kowalak et al., 2011). Jika pada penjelasan
sebelumnya dijelaskan bahwa suara jantung abnormal muncul akibat dari kekauan dinding
ventrikel dan infark yang berat, maka dapat disimpulkan bahwa disfungsi miokard yang terjadi
belum sampai ventrikel kanan.
Pada pemerikssan laboratorium ditemukan pada pasien 1 (Bp. WS) mengalami
peningkatan pada pemeriksaan Troponin T dan pasien 2 (Bp. HR) peningkatan pada CK-MB
mass. Menurut tinjauan teori CK-MB (Creatinine Kinase Myoglobin Bund) merupakan
pemeriksaan yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya infark miokard yang meningkat
setelah 3 jam bila terjadi infark miokard dan mencapai puncak dalam 10 sampai 24 jam dan
kembali normal dalam 2 hari (Zafari, 2017).
Sementara pemeriksaan Troponin (cTnT dan cTnI) merupakan pemeriksaan yang lebih
sensitive menandakan adanya nekrosis pada miokard. Kadar Troponin (cTnT dan cTnI) akan
meningkat dalam waktu 3 sampai 6 jam setelah awitan infark (AHA, 2014) dan menghilang
dalam waktu 2 sampai 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas peningkatan ini akan menetap
dalam waktu 1 minggu sampai 2 minggu (Nawawi et al.,2006; PERKI, 2015).
Pasien 1 (Tn.WS) mengalami peningkatan pada hasil pemerikaan Tropnin T, hasil ini
menandakan bahwa telah terjadi kerusakan (nekrosis) pada miokard Bp. WS dengan onset lebih
dari 12 jam. Hasil pemeriksaan pasien 2 (Tn.HR) ditemukan bahwa terjadi peningkatan pada
hasil pemeriksaan CKMB hal ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa CKMB
akan meningkat setelah 3 jam gejala infark. Peningkatan hasil CKMB menunjukkan adanya
infark miokardium.
Berdasarkan data pengkajian yang diperoleh, maka didapat beberapa kesenjangan data
pengkajian antara tinjauan kasus dan teori yaitu terletak pada pengkajian circulation, dimana
tidak ditemukan adanya bradikardi, akral dingin, sianosis dan CRT > 2 detik. Pengkajian fokus
pada pengkajian sekunder terletak di sign and symptoms, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Pada pengkajian sign and symptoms didapatkan data bahwa terjadi perbedaan
karakteristik nyeri antara nyeri pasien 1 dan pasien 2. Pada pemeriksaan fisik difokuskan pada
leher dan thorak. Sementara itu didapatkan perbedaan hasil pemeriksaan cardiac marker pada
kedua pasien yang menandakan beratnya infark yang dialami pasien menurut waktu onsetnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengkajian pada pasien 1 (Bp. WS) dan pasien 2
(Bp. HR) dengan Infark Miokard Akut didapatkan fokus diagnosa yang muncul yaitu nyeri akut.
Diagnosa ini ditegakkan dari data hasil pengkajian pasien 1 (Bp. Ws) dan pasien 2 (Bp. HR)
yaitu adanya keluhan nyeri, dipsnea, diaphoresis, takikardi, wajah tampak meringis, adanya
Levine sign’n dan tanda gejala tersebut sudah sesuai dengan batasan karakteristik pada tinjauan
teori. Menurut tinjauan teori ada tiga macam diagnosa yang muncul pada kasus Infark Miokard
Akut yaitu nyeri akut, penurunan curah jantung dan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
(NANDA, 2015). Diagnosa pada tinjauan teori yang tidak muncul pada tinjauan kasus adalah
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
Menurut NANDA (2015) ketidakefektifan perfusi jaringan perifer merupakan definisi
dari adanya penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan. Salah satu
indikatornya adalah dengan pengukuran capillary refill time (CRT) yang memanjang, namun
pada kasus Bp. WS dan Bp.HR, CRT nya <2 detik. Jadi dapat disimpulkan bahwa diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer tidak dapat diambil, hal ini berkaitan dengan tidak
adanya data tanda dan gejala yang diperoleh pada pasien sesuai dengan batasan karakteristik
yang ada di NANDA (2015).
Perencanaan yang dilaksanakan pada kasus Bp. WS dan Bp. HR sudah sesuai dengan
tinjauan teori. Fokus perencanaan ditujukan untuk diagnose keperawatan nyeri akut. Intervensi
yang dilakukan berupa terapi nonfarmakologi (pengkajian nyeri, pemberian posisi semifowler,
pemberian oksigen, teknik distraksi dan relaksasi serta terapi farmakologi (anti-ischaemic
therapy dan terapi reperfusi). Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data pasien 1 (Bp. WS)
didiagnosa medis STEMI dengan onset nyeri lebih dari 12 jam dan pasien 2 dengan diagnosa
medis STEMI (Bp. HR) dengan onset nyeri kurang dari 12 jam (4 jam).Menurut teori, pasien
IMA yang didiagnosa STEMI akan wajib mendapatkan anti-ischaemic therapy (nitrat,
antikoagulan, antiplatelet) dan terapi reperfusi (Zafari, 2017; PERKI, 2015). Terapi reperfusi
tersebut akan dilaksanakan apabila onset gejala yang dialami pasien STEMI tidak lebih dari 12
jam (Sudoyo et al., 2009). Bp. Ws yang memiliki onset nyeri lebih dari 12 jam hanya mendapat
antiischaemic therapy sedangkan Bp. HR yang memiliki onset nyeri 4 jam, disarankan untuk
menjalani terapi fibrinololitik, terapi ini akan memiliki manfaat untuk menghancurkan thrombus
apabila dilakukan lebih cepat dengan onset gejala kurang dari 12 jam. Jadi dapat disimpulkan
bahwa rencana keperawatan yang disusun pada pasien infark miokard dengan nyeri itu berbeda,
disesuaikan dengan karakteristik nyeri pada pasien itu sendiri.
Secara umum implementasi yang dilakukan pada kasus Bp. WS dan Bp. HR sudah sesuai
dengan intervensi yang direncanakan sebelumnya. Hanya saja terdapat beberapa implementasi
tambahan seperti pemberian obat farmakologi fibrinolitik (1,5 juta unit) yang diberikan pada Bp.
HR dilakukan selama 1 jam (30 menit pertama untuk pemberian fibrinolitik 750.000 unit dan 30
menit kedua untuk 750.000 unit berikutnya). Pada saat pemberian terapi fibrinolitik ini, perawat
melakukan observasi yang ketat melalui pemeriksaan vital sign setiap 5 menit sampai pemberian
terapi fibrinolitik tersebut selesai.Menurut teori terapi ini harus diawasi agar keadaan
hemodinamik pasien tetap stabil dan untuk mencegah terjadinya perdarahan (Zafari, 2017;
Sudoyo et al., 2010).
Implementasi yang dilakukan pada Bp. WS yaitu selama 1 jam (Pukul 03.15 wita sampai 04.15
wita). Sedangkan pada Bp. HR implementasi menjadi 1 jam 45 menit (Pukul 00.01 wita sampai
01.45 wita. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan implementasi kita wajib untuk
mengetahui respon yang muncul dari intervensi yang kita berikan kepada pasien.
Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada Bp. WS dan Bp. HR adalah 4x 15 menit.
Setelah implementasi dilakukan selama 1 jam, pada Bp. WS diperoleh hasil nyeri yang dirasakan
menjadi berkurang dengan skala nyeri 2 setelah pemberian terapi farmakologi anti-ischaemic
therapy berupa antiplatelet (Acetosal dan Clopidrogel), antikoagulan (Enoxaparin), dan
analgesik (ISDN). Sementara itu Bp. HR juga mendapat anti-ischaemic therapy yang sama
ditambah dengan terapi pemberian terapi fibrinolitik, dengan hasil akhir nyeri berkurang dengan
skala nyeri 2. Evaluasi pada Bp. WS dilakukan dalam waktu 4x15 menit dan sesuai dengan
kriteria hasil yang ingin dicapai, sedangkan pada Bp. HR evaluasi ke 4 dilakukan 45 menit
setelah evaluasi 3, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui efektifitas fibrinolitik yang diberikan
dengan tetap melakukan observasi tanda vital pasien setiap 5 menit sewaktu pemberian
fibrinolitik. Jadi dapat disimpulkan bahwa nyeri Bp. WS hilang karena pengaruh analgetik yang
sifatnya sementara sedangkan nyeri yang dirasakan Bp. HR hilang karena terapi fibrinolitik yang
memiliki manfaat yang lebih panjang. Menurut Sudoyo et al (2009) manfaat fibrinolitik bisa
dipertahankan sampai 10 tahun. Evaluasi 4x15 menit pada pasien IMA dipilih karena menurut
teori IMA adalah suatu keadaan yang terjadi akibat iskemia yang berkepanjangan, apabila
keadaan tersebut tidak tertangani dalam 20 menit maka sel-sel miokardium akan mengalami
kematian yang irreversible (Corwin, 2009; Zafari, 2017). Menurut Depkes (2005) keadaan gawat
memerlukan evaluasi setiap 15 menit. Jadi berdasarkan pernyataan tersebut evaluasi yang
dilakukan pada pasien infark miokard dengan nyeri akut sudah sesuai dengan tinjauan teori
sehingga tujuan dan kriteria hasil dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai