Anda di halaman 1dari 43

A.

PENDAHULUAN
1. Hematemesis dan Melena
Hematemesis didefinisikan sebagai muntah darah dimana darah dapat berupa
darah segar, bekuan/gumpalan, cairan berwarna merah cerah atau berubah karena
enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Hematemesis pada umumnya menandakan perdarahan terjadi di sebelah piroksimal
dari legamentum Treitz, karena perdarahan dibawah duodenum sangat jarang masuk
ke lambung. Perdarahan hematemesis bisa juga bersamaan dengan melena tetapi
melena tidak selalu disertai hematemesis. Definisi Melena adalah keluarnya feses
berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah. Tinja yang gelap dan
padat dengan hasil tes perdarahan samar (occult blood) positif menunjukkan
perdarahan pada usus halus dan bukan melena.
Hematemesis biasanya disebabkan oleh lesi yang berada di proksimal sambungan
duodeno-jejunum, selain itu dapat disebabkan karena pendarahan usus proksimal.
Sedangkan melena umumnya disebabkan oleh lesi dari esofagus sampai kolon
dimana lesi saluran cerna atas dapat menyebabkan pendarahan rectal yang nyata.
Adanya melena dapat menunjukkan darah telah berada di dalam saluran pencernaan
paling tidak selama 14 jam.
Pada orang dewasa pendarahan dari lambung atau duodenal ulceration dan
esophageal varices adalah penyebab yang paling sering. Sedangkan pada anak-anak
mucosal lesions dan variceal hemorrhage adalah penyebab paling sering. Beberapa
gangguan saluran pencernaan atas yang menyebabkan hematemesis dan melena dapat
dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Gangguan Saluran Pencernaan Atas yang Menyebabkan Hematemesis


dan Melena

Persentase (%)
Penyebab
Duodenal Ulcerations 24,3
Gastric Erosions 23,4
Gastric Ulcers 21,3
Gastric or Esophageal Varices 10,3
Mallory-Weiss Tears 7,2
Erosive Esophagitis 6,3
Erosive Duodenitis 5,8
Neoplasms 2,9
Stomal Ulcers 1,8
Esophageal Ulceration 1,7

1
Dan lain lain 6,8
2. Patofisiologi Hematemesis dan Melena
Gejala perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis dan melena
menunjukkan bahwa sumber perdarahan terletak di bagian proksimal. Warna darah
yang dimuntahkan tergantung pada konsentrasi asam hidroklorida di dalam lambung
dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera setelah terjadinya
perdarahan, maka muntahan akan tampak berwarna merah lalu beberapa waktu
kemudian berubah warna menjadi merah gelap, coklat atau hitam.
Umumnya perdarahan akibat hematemesis juga disertai dengan melena,
kurang dari separuh pasien melena menderita hematemesis. Jadi melena dapat
menggambarkan perdarahan dari esophagus, lambung atau duodenum. Namun lesi di
bagian jejunum, ileum dan bahkan kolon asendens juga dapat menyebabkan melena
asalkan waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup panjang. Kurang
lebih 60 ml darah cukup untuk menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja
berwarna hitam. Kehilangan darah akut yang lebih besar daripada jumlah ini dapat
menimbulkan melena lebih dari 7 hari. Hal ini dapat diamati dengan alat diagnosa.
Setelah warna tinja kembali normal hasil tes menunjukkan tetap positif untuk adanya
darah okulta selama lebih dari seminggu. Warna merah melena yang hitam terjadi
akibat kontak darah dengan asam hidroklorida sehingga terbentuk hematin. Tinja
tersebut akan berbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan bau yang khas.
Konsistensi seperti ter ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam atau gelap
setelah seseorang mengkonsumsi zat besi, bismuth atau licorice. Perdarahan
gastrointestinal meski hanya terdeteksi dengan tes yang positif untuk darah okulta,
menunjukkan penyakit yang potensial serius dan harus diselidiki lebih lanjut.

3. Definisi Alat Kesehatan


Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin atau implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan
dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan
dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa
tujuan yaitu, diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan
penyakit; diagnosis, pemantauan perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi
sakit; penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses
fisiologis; mendukung atau mempertahankan hidup; menghalangi pembuahan;
desinfeksi alat kesehatan; menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis
melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia.

2
Landasan hukum mengenai hubungan antara farmasis dan alat kesehatan telah
diatur berdasarkan keputusan menteri kesehatan republik Indonesia nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit,
yang menyatakan bahwa perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari
obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi, dan gas medis. Dalam
keputusan ini juga menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat
dan alat kesehatan adalah seorang farmasis harus dapat mengindentifikasi, mencegah,
memantau efektifitas dan keamanan yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan.

4. Pendekatan Kepada Pasien dengan Pendarahan Saluran Cerna Atas


Pendekatan kepada pasien perdarahan tergantung pada lokasi, luas dan kecepatan
perdarahan. Langkah awal pada perawatan pasien yang berdarah adalah
mempertahankan volume intravaskuler yang adekuat dan stabilitas hemodinamik.
Pasien dengan hematemesis biasanya mengalami perdarahan dalam jumlah lebih
besar (sering lebih dari 1000 mL) dibandingkan dengan penderita yang mengalami
melena saja. (biasanya 500 mL atau kurang), dan mortilitas pada hematemesis sekitar
dua kali dibandingkan pada melena. Pada saat pertama terlihat, pasien mungkin
dalam keadaan syok. Sebelum melakukan anamnesis dan melakukan seluruh
pemeriksaan fisis, tanda-tanda vital harus dicatat, pemeriksaan golongan darah dan
pencocokan silang (cross-matching), dan pasang infus intravena dengan jarum besar
untuk infus garam faali atau plasma expander lain.
Riwayat penyakit atau gejala yang mengarah ke penyakit ulkus dapat digunakan
sebagai petunjuk. Demikian pula riwayat penggunaan alkohol yang berlebihan atau
pemakaian obat-obat antiinflamasi yang belum lama dapat menimbulkan kecurigaan
terhadap kemungkinan gastritis erosif. Jika penggunaan alkohol tersebut telah
berjalan lama, varises esofagus lebih cenderung menjadi penyebab perdarahan.
Riwayat perdarahan gastrointestinal sebelumnya dapat membantu memperkirakan
riwayat penyakit intestinal atau kelainan perdarahan didalam keluarga. Gejala muntah
tanpa isi yang terjadi dan diikuti hematemesis menunjukan kemungkinan sindroma
Mallory-Weiss. Diare berdarah akut dapat menunjukan keberadaan penyakit usus
inflamatorik atau koliitis infeksiosa. Penyakit sistemik yang menyertai, luka bakar
atau trauma yang terjadi dapat menimbulkan gastritis erosif.
Langkah selanjutnya yakni pemeriksaan fisik untuk mengevaluasi perubahan
ortostatik pada denyut nadi dan tekanan darah, penilaian klinis tekanan vena sentral
serta pemberian cairan untuk mengganti volume cairan yang hilang. Pasien diperiksa
untuk menemukan bukti-bukti yang menunjukkan adanya penyakit yang mendasari

3
perdarahan tersebut. Sumber perdarahan diluar intestinum harus dikesampingkan
dengan pemeriksaan yang teliti terhadap rongga mulut dan nasofaring. Pemeriksaan
dermatologi dapat mengungkapkan telangiektasia yang khas pada penyakit Osle
Weber-Rendu, pigmentasi perioral pada sindroma Peutz-Jeghers, fibroma kulit pada
neurodibromatosis, kista sebasea serta tumor-tumor tulang pada sindroma Gardner,
purpuna. Stigmata pada penyakit hepar kronik seperti spider angiomata,
ginekomastia, atrofi testis, ikterus, asites, dan hepatosplenomegali, menunjukkan
kemungkinan adanya hipertensi portal sebagai penyebab perdarahan varises esofagus
atau lambung. Pembesaran kelenjar limfe yang signifikan atau massa dalam abdomen
dapat mencerminkan kelainan melignitas intraabdominal sebagai penyebab
perdarahan tersebut. Pemeriksaan rektum yang cermat sangat penting untuk
menyingkirkan kelainan patologi setempat disamping untuk melihat warna tinja
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan pendahuluan harus
mencakup hematokrit, hemoglobin, pemeriksaan morfologi sel darah merah yang
teliti (sel darah merah hipokromik mikrositik menunjukan bahwa kehilangan darah
terjadi secara kronik), jumlah leukosit, hitung jenis dan jumlah trombosit. Walaupun
protrombin, waktu tromboplastin parsial dan pemeriksaan koagulasi lainnya
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan pembekuan yang
primer atau sekunder. Radiografi abdomen jarang membantu menegakkan diagnosis
kecuali kika lesi iskemik atau perforasi dicurigai. Meskipun uji awal berguna dan
penting, evaluasi ulangan data laboratorium penting untuk mengikuti perjalanan
klinis perdarahan (James, 1995).
Pendekatan diagnostik dan terapeutik bagi pasien perdarahan saluran cerna
atas harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing pasien. Kalau terdapat riwayat
melena atau hematemesis atau adanya kecurigaan bahwa perdarahan berasal dari
traktus gastrointestinal bagian atas, kita harus memasang NGT (Nasogastric tube)
untuk mengosongkan lambung pasien dan menentukan apakah perdarahan terjadi
disebelah proksimal dari ligamentum Treitz. Jika cairan aspirasi permulaan dari
lambung tampak jernih, selang nasogastik tersebut dibiarkan terpasang selama
beberapa jam karena perdarahan doudenum yang aktif dapat terjadi dengan hasil
aspirasi nasogastrik yang pada mulanya jernih. Jika hasil aspirasi tersebut tidak
mengandung darah selama periode perdarahan yang aktif, dapat disimpulkan bahwa
perdarahan aktif tersebut tidak berlangsung di bagian gastrodoudenum dapat
dibenarkan dan selang nasogastrik boleh dilepas. Namun demikian bila tidak terdapat
gejala yang membuktikan adanya perdarahan aktif pada saat selang nasogastrik
dipasang, kita tidak boleh mengasumsikan bahwa perdarahan bukan berasal dari
lambung atau duodenum dan pada keadaan ini diperlukan pemeriksaan endoskopi.

4
Jika darah yang bewarna merah atau bahan seperti “ampas kopi’ teraspirasi
lewat selang nasogastrik, irigasi lambung dengan larutan garam faali (saline) harus
dilakukan. Tindakan irigasi ini memiliki dua tujuan yakni memberikan informasi
kepada dokter tentang kecepatan perdarahan, dan membersihkan darah yang lama
dari dalam lambung sebelum dilakukan endoskopi. Tindakan diagnostik selanjutnya
akan tergantung apakah perdarahan masih terus berlanjut, keadaan ini dapat dinilai
berdasarkan tanda-tanda vital, kebutuhan transfusi dan jumlah serta konsistensi tinja.
Jika perdarahan sudah berhenti dan keadaan pasien stabil maka pemeriksaan
dilanjutkan dengan esofagogastro duodenoskopi. Meskipun pada beberapa penetilian
menunjukkan bahwa endoskopi emergensi dan pendekatan diagnostik yang intensif
pada umumnya tidak menurunkan morbiditas atau mortilitas pasien, namun tindakan
endoskopi emergensi sangat penting untuk penyusunan rencana terapi pada pasien
tertentu dengan riwayat pembedahan lambung, hipertensi portal, atau penyakit
multisistem yang kompleks. Dengan mengenali pasien dengan pembuluh darah
terlihat atau mempunyai varises, sebagian pasien dapat ditangani lewat endoskopi dan
komplokasi yang mungkin terjadi bisa diantisipasi. Endoskopi tidak diperlukan jika
pendekatan diagnosis dan tindakan terapeutiknya sudah jelas dari data klinis atau data
lainnya.
Perdarahan saluran cerna atas yang persisten harus dilihat secara berbeda, dan
kebanyakan dokter akan segera melanjutkan pemeriksaan dengan esofago
duodenoskopi. Penentuan lokasi dan penyebab perdarahan sangat penting dalam
penyusunan rencana untuk terapi yang tepat. Antisipasi tindakan pembedahan,
angiografi atau kecurigaan akan adanya varises yang berdarah merupakan indikasi
yang kuat untuk tindakan esofago duodenoskopi. Perdarahan dari arteriol pada ulkus
peptikum dapat dikendalikan lewat tindakan koagulasi endoskopik dengan
menggunakan laser Nd:YAG, heater probe atau elektrokauter. Namun demikian,
esofago duodenoskopi lebih sulit dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan masif
karena jumlah darah yang banyak akan mengaburkan visualisasi kelainan pada
patologi mukosa, dan pada keadaan ini diperlukan permeriksaan angiografi selain
endoskopi.
Apabila perdarahannya berlanjut dan pemeriksaan endoskopi tidak berhasil
menentukan sumber perdarahan, lokasi perdarahan mungkin terletak disebelah distal
ligamentum Treitz. Pada situasi ini, pemeriksaan angiografi sering sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis. Untuk melihat lokasi perdarahan lewat angiografi
diperlukan pengurangan darah dengan kecepatan sedikitnya 0,5 mL/menit. Korelasi
klinis yang mencerminkan derajat kehilangan darah ini mencakup hipotensi postural
dan keharusan transfusi darah untuk mempertahankan tanda-tanda vital yang stabil.

5
Pemeriksaan angiografi emergensi dapat menentukan lokasi perdarahan. Meskipun
demikian, penyebab perdarahan mungkin tidak bisa ditentukan kecuali bila terlihat
varises, malformasi vaskuler atau aneurisma.
Angiografi terapeutik merupakan pendekatan yang sangat membantu dalam
mengendalikan perdarahan yang persisten. Pemberian preparat vasokonstriksi
intraarterial, seperti vasopresin, secara kontinyu sering berhasil mengendalikan
perdarahan akibat ulkus lambung atau ruptur Malloy-Weiss. Selain itu, bahan yang
bisa menghasilkan embolus dapat disuntikan langsung ke dalam pembuluh arteri yang
mengaliri tempat perdarahan.
Jika varises esofagus yang berdarah terlihat pada endoskopi proksimal, infus
vasopresin melalui vena perifer dapat mengendalikan perdarahan dengan segera.
Respon terhadap terapi seperti ini tergantung pada keadaan umum pasien yang dinilai
berdasarkan parameter klinis dan laboratorium. Penyuntikan vasopresin intraarterial
ternyata tidak lebih efektif daripada penyuntikan intravena dalam mengendalikan
perdarahan varises. Terapi sklerosis endoskopik dan ligasi varises kini telah
digunakan sebagai terapi yang efektif untuk perdarahan lebih lanjut pada pasien
dengan riwayat perdarahan varises tetapi tidak memperpanjang usia pasien ini.
Perdarahan varises juga dapat dikendalikan dengan tamponade balon dengan
Sengstaken-Blakemore tube. Seperti halnya vasopresin, teknik ini umumnya
digunakan sebagai tindakan untuk membuat stabil keadaan pasien dan harus diikuti
dengan terapi definitif yang kalau mungkin sudah dilakukan dalam tempo 48 jam.

(Sumber: Healthy WA, 2012)


Gambar 1. Diagnostic Imaging Pathways – Perdarahan Saluran Pencernaan
Atas

6
(Sumber: Wilkins, 2012)
Gambar 2. Alogritma Manajemen Perdarahan Saluran Cerna Atas

B. ALAT KESEHATAN PENUNJANG MANAJEMEN PERDARAHAN


SALURAN CERNA ATAS
1. Endoscope
1.1. Esophagogastro duodenoscopy (Endoscopy Saluran Cerna Atas)
Endoskopi adalah suatu alat untuk melihat ke bagian dalam tubuh dengan
menggunakan suatu selang fiberoptik (serat optik yang fleksibel) yang disesuaikan
dengan sistem kerja lapangan pandang manusia sehingga memungkinkan kita untuk
melakukan pemeriksaan pada organ-organ bagian dalam tubuh manusia. Endoskopi
serat optik yang fleksibel digunakan untuk memvisualisasikan secara laangsung

7
struktur internal esophagus, lambung, dan duodenum. Nama alat yang digunakan
untuk memvisualisasikan esophagus, lambung, dan duodenum adalah esofagogastro
dudodenoskopi. Pemeriksaan endoskopi terhadap penyakit hematemesis difokuskan
pada endoskopi saluran cerna atas. Endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan
pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis penyakit saluran cerna yang
penting dan dapat digunakan untuk melakukan penatalaksanaan atau pengobatan
beberapa penyakit saluran cerna atas.

Tujuan
Tujuan dilakukan pemeriksaan endoskopi selain memvisualisasikan
esophagus, lambung dan duodenum internal adalah untuk mengambil spesimen
siotologi, dan untuk memastikan apakah terdapat kondisi patologi pada saluran
gastrointestinal. Endoskopi saluran cerna atas digunakan untuk mendeteksi beberapa
kondisi patologis pada esophagus yakni hernia hiatal, stenosis esophagus, akalasia,
neoplasma esophagus (tumor benigna atau maligna), varises esophagus, robekan
Mallory-Wiss, pada lambung yakni gastritis, neoplsama lambung (benigna dan
maligna), tukak lambung (akut atau kronis), varises lambung, dan pada duodenum
(usus halus) yakni dudenitis, divertikulum, tukak duodenum, neoplasma (benigna
atau maligna). Berdasarkan tiga bagian ini yang berhubungan dengan gejala penyakit
hematemesis adalah varises esophagus, varises lambung serta tukak duodenum, maka
pemeriksaan ini merupakan prosedur yang tepat untuk menegakkan diagnosis suatu
penyakit dengan gejala hematemesis.

Prosedur
Kondisi pasien sebelum melakukan pemeriksaan endoskopi harus
dipersiapkan antara lain :
1. Pasien diminta menandatangani lembar persetujuan tindakan,
2. Pasien harus dipuasakan (termasuk merokok dan mengunyah permen karet)
selama 8-12 jam sebelum uji dilakukan.
3. Pasien harus memberitahu dokter mereka tentang semua kondisi kesehatan
mereka memiliki masalah-terutama jantung dan paru-paru, diabetes, dan alergi,
serta semua obat yang sedang digunakan.
4. Pasien mungkin diminta untuk menghentikan sementara konsumsi obat yang
mempengaruhi pembekuan darah atau berinteraksi dengan obat penenang, yang
sering diberikan selama endoskopi GI atas.

8
5. Obat-obat yang dilarang tersebut antara lain obat anti inflamasi seperti aspirin dan
ibuprofen, obat pengencer darah, obat tekanan darah, obat diabetes, antidepressan,
dan suplemen makanan.
6. Pasien diberi anastesi lokal dengan cara disemprot di bagian belakang
tenggorokan.
7. Anastesi yang biasa digunakan adalah spray xylocain 10% yang berisi lidokain.
8. Gigi palsu, perhiasan, dan pakaian harus dilepas dari area leher sampai ke
pinggang.
9. Pasien diminta untuk berkemih sebelum prosedur dilakukan untuk mengukur
tanda vital.
10. Wadah spesimen harus dicantumkan label yang berisikan nama klien, tanggal,
dan jenis jaringan.
11. Obat dan peralatan kegawatdaruratan harus tersedia untuk mengatasi jika terjadi
hipersensitivitas terhadap obat (pramedikasi dan anesthesia) dan untuk mengatasi
laringospasme berat.
12. Pemeriksaan ini memerlukan waktu kira-kira 1 jam atau kurang.
13. Setelah melakukan pemeriksaan, pasien tidak boleh menyetir sendiri karena
kemungkinan dampak akan timbul sesudah sedasi.
Selama prosedur, pasien berbaring telentang pada meja pemeriksaan (Control
Head). Sebuah endoskopi (Flexible Shaft yang dilengkapi dengan manoeverable tip )
dimasukkan secara hati-hati ke kerongkongan dan ke dalam lambung dan duodenum.
Sebuah kamera kecil yang terpasang pada endoskopi mengirimkan gambar video ke
monitor video, memungkinkan pemeriksaan dekat lapisan usus. udara dipompa
melalui endoskopi untuk mengembangkan lambung dan duodenum, sehingga
membuat lambung dan duodenum lebih mudah dilihat. Alat khusus yang meluncur
melalui endoskopi (melalui saluran suction) memungkinkan dokter untuk melakukan
biopsi, menghentikan pendarahan, dan menghilangkan pertumbuhan abnormal.
Setelah endoskopi GI atas, pasien mungkin merasa kembung atau mual dan mungkin
juga memiliki sakit tenggorokan.
Hematemesis dan melena merupakan salah satu indikasi tersering setelah sakit
perut berulang dalam hal dasar penggunaan alat endoskopi. Endoskopi jelas lebih
baik dibandingkan dengan foto kontras dalam menentukan penyebab perdarahan.
Endoskopi merupakan pemeriksaan yang lebih disukai untuk melakukan evaluasi
perdarahan pada saluran cerna, umumnya endoskopi diindikasikan untuk perdarahan
saluran cerna yang memerlukan transfusi darah atau perdarahan berulang yang tidak
diketahui sebabnya, endoskopi sangat berperan dalam menentukan penyebab
perdarahan saluran cerna yang sulit ditentukan berdasarkan pemeriksaan radiologis.

9
Beberapa lesi yang tak terlihat pada pemeriksaan radiologis bisa tampak pada
pemeriksaan endoskopi seperti esofagitis, Mallory Weiss síndrome, gastritis erosif.
Pemeriksaan endoskopi yang dilakukan dalam 12- 24 jam saat perdarahan saluran
cerna sangat membantu dalam menentukan lokasi dan terapi yang tepat untuk
kelainan tersebut.

Kelemahan
Pemeriksaan endoskopi memiliki beberapa kelemahan, yakni pada 10-20%
dari kasus tetap tidak dapat ditentukan lokasi perdarahannya. Hal ini mungkin karena
keluarnya darah terjadi di nasofaring atau karena jumlah darah yang hilang tidak
banyak. Masalah lain dalam penggunaan endoskopi adalah waktu antara terjadinya
hematemesis dan waktu dilakukan endoskopi. Keterlambatan lebih dari 24 jam dapat
mengurangi keberhasilan dalam menemukan sumber perdarahan.

Gambar 3. Upper Gastrointestinal Endoscopy

(a) (b) (c) (d)


(a) normal oesophagogastrtric junction dengan demarcated Z-line demarcated Z-line yang baik
(b) normal oesophagus dengan deposit glikogen mukosa
(c) normal oesophagogratric junction pada dewasa muda
(d) normal gastric fundus dan body (Fork, 2008)
Gambar 4. Endoskopi Saluran Cerna Atas Kondisi Normal

10
(e) (f)
(e) oesophagitis refluks dengan erosi kecil dan terpisah
(f) oesophagitis refluks denganerosi panjang dan pembentukan bekas luka yang mengindikasikan
longstanding GORD (Fork, 2008)
Gambar 5. Endoskopi Erosi Oesophagitis

(g) (h)
(g) varises oesophageal. Varises oesophageal yang berwarna ungu gelap hampir memnuhi
diaphragmatic inlet. (h) varises oesophageal. Terdapat perdarahan kecil (Fork, 2008)
Gambar 6. Endoskopi Varises Oesophageal

11
(i) (j)

(k) (l)

(i) Mallory-Weiss tear


(j) erosi elongated dan superfisi dengan perdarahan. Biasanya disebabkan oleh pemakaian NSAID
(k) mukosa gastric yang disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori
(l) antral ulcer dengan base necrotic ulcer dan sopt perdarahan pada ulcer rim. Pasien dengan anemia
defisiensi zat besi dan positif-H.pylori (Fork, 2008)
Gambar 7. Endoskopi Ulcer dan Erosi

1.1.1. Endoscopic Therapy dengan Thermocoagulation atau Clip


Pemeriksaan endoskopi tidak hanya untuk diagnosis penyakit namun juga
berfungsi untuk terapi penyembuhan penyakit. Terdapat tiga cara dari terapi
endoskopi yakni dengan cara hemoclip, injection, dan thermo-coagulant. Tiga terapi
ini dapat dilakukan tersendiri maupun kombinasi. Hemoclip digunakan untuk
menghentikan pendarahan tepat di pembuluh darah yang terdapat pada saluran cerna
atas. Injection digunakan untuk menyuntik bahan obat dalam hal ini epinefrin yang
bersifat vasokonstriksi sehingga mampu menghentikan pendarahan pada pembuluh
darah kapiler suatu permukaan, selain epinefrin terdapat beberapa obat yang dapat
digunakan dalam metode ini yakni ethanol, monoethanolamine oleate, polidocanol
dan, N-butyl-2-cyanoacrylate. Thermo-coagulant merupakan metode yang efektif
setelah metode injeksi dalam mengentikan pendarahan (Anjiki, 2010).

12
(a) (b) (c)
(a) Gastric ulcer dengan protuberant vessel, (b) diterapi dengan thermocoagulation, (c) endoscopy
lanjutan setelah 4 minggu untuk melihat penyembuhan
Gambar 8. Endoscopy dengan Thermocoagulation

1.1.2. Endoscopic Ligation


Perdarahan varises esofagus dan lambung adalah sumber utama morbiditas
dan mortalitas pada pasien dengan hipertensi portal dari berbagai penyebab, termasuk
penyakit hati stadium akhir dan sirosis. Perkembangan penyakit sirosis ke arah
varises esophagus terjadi hampir 90%. Sebuah perangkat endoscopic variceral
ligation banding awalnya diperkenalkan pada tahun 1986 dan sekarang alat ini telah
ditetapkan sebagai terapi standar untuk penatalaksanaan perdarahan varises esofagus.
Semua perangkat band ligating bekerja dengan cara menangkap lesi atau
inflamasi yang terjadi pada jaringan target. Karet atau band yang digunakan dengan
diameter kecil terbuat dari bahan karet, lateks, atau bahan sejenis digunakan disekitar
jaringan untuk mencapai kompresi yang ketat yaitu mengarah pada penghentian
pendarahan, thrombosis, dan pengelupasan. Beberapa komponen yang umum
digunakan sebagai band ligating adalah sebuah silinder pendek yang transparan
(ligator) yang dapat membawa 1, 4, 5, 6, 7, atau 10 dari karet (tergantung pada
spesifik ligator), yang melekat pada pada ujung belakang endoskopi kemudian akan
dikeluarkan melalui ujung depan endoskopi. Semua band ligating dirancang untuk
pemakaian satu kali.
Indikasi yang paling umum untuk endoscopic variceral ligation banding
adalah untuk pencegahan dan pengobatan terhadap pendarahan varises esofagus.
Dimana salah satu gejala dari pendarahan varises esophagus adalah hematemesis dan
melena. Maka penegakan diagnosis untuk penyakit dengan gejala hematemesis dan
melena dapat menggunakan endoscopic variceral ligation banding.
Untuk pencegahan primer pada pendarahan varises esofagus, ligasi varises
endoskopik telah terbukti lebih aman dan lebih efektif dibandingkan dengan obat
nonselektif beta blockers (propanolol atau Nadolol). Dalam meta-analisis, 8 dari
percobaan terkontrol acak yang melibatkan 596 pasien, metode band ligation mampu

13
mengurangi laju pendarahan varises esophagus sebesar 43% dibandingkan dengan
kelompok beta-blocker, meskipun tidak ada efek terhadap mortalitas.
Alergi lateks merupakan masalah yang umum diungkapkan berkaitan
beberapa bandeng perangkat. US Food and Drug Administration (FDA) membuat
suatu keputusan dimana hal yang harus diperhatikan terhadap bahan dari band
ligation harus dicuci spesifik dan pencucian langkah-langkah pencucian spesifik
tersbeut untuk mengurangi keberadaan dari alergen yang terdapat pada bahan tersebut
selama pembuatan produk medis. Hingga saat ini, tidak ditemukan kasus kematian,
atau reaksi alergi yang serius setelah penempatan endoskopi band yang terkandung
bahan lateks karet alami (ASGE, 2010).

Gambar 9. Endoscopic Ligation

(Sumber: Wilkins, 2012)


Gambar 10. Esophageal Varix di Terapi dengan Endoscopic Ligation

14
1.1.3. Capsule Endoscopy
Kapsul Endoskopi adalah prosedur dengan menelan kapsul berukuran kecil.
Kapsul ini berisi kamera berwarna, baterai, sumber cahaya dan pemancar. Kamera
mengambil dua gambar setiap detik selama delapan jam, hasil gambar dikirimkan ke
perekam data di CD player portabel yang digunakan pasien di sekitar pinggang.
Kapsul endoskopi membantu dalam mendiagnosis kondisi pencernaan dalam usus
kecil seperti pendarahan, malabsorbsi, sakit perut kronis, dan diare kronis. Setelah
ditelan, kamera akan bergerak secara alami melalui saluran pencernaan. Kapsul
endoskopi ini dapat digunakan untuk anak-anak dan dewasa yang dapat menelan
kapsul (NHS, 2013).
Persiapan pasien sebelum menelan pasien ini antara lain, tidak makan
setidaknya 12 jam sebelum menelan kapsul endoskopi dan berhenti minum obat
tertentu. Bahas semua persiapan prosedur dengan dokter atau perawat. Pastikan
dokter mengetahui jika pasien memiliki alat pacu jantung, gangguan menelan, atau
penyempitan usus kecil, hal seperti ini dapat menimbulkan kontraindikasi relatif
terhadap pengujian kapsul endoskopi secara rutin (NHS, 2013).
Kondisi yang dialami pasien selama menelan kapsul antara lain adalah pada
dua jam pertama, pasien hanya diperbolehkan untuk minum, pada empat jam
selanjutnya pasien diperbolehkan untuk makan siang dan tidak diperbolehkan makan
lagi setelahnya hingga delapan jam, dan pada delapan jam selanjutnya pasien kembali
ke klinik untuk memberikan hasil dari gambar yang terdapat pada alat perekam yang
terletak di sabuk pinggang pasien dan pasien akan diminta untuk melepas alat
perekam. Kamera akan keluar secara alami dari tubuh pasien, dan pasien tidak perlu
mengambil kamera itu karena akhirnya kamera itu akan terbilas oleh air dan
dibiarkan hilang, karena data hasil gambar telah direkam di alat perekam. Hal yang
harus diperhatikan pasien selama delapan jam sebelum pasien kembali ke klinik,
pasien akan diminta untuk terus mengamati sensor pada alat perekam (setiap 15
menit) dimana sensor yang diamati adalah lampu yang akan berkedip (berwarna biru)
dua kali setiap detiknya selama delapan jam tersebut, dan apabila sensor tidak
berkedip, pasien harus segera kembali ke klinik untuk dilakukan tindak lanjut oleh
dokter atau perawat (NHS, 2013).
Keuntungan yang didapat pasien menggunakan kapsul endoskopi adalah
kapsul ini mudah ditelan, tidak menimbulkan rasa sakit dan efek sedasi selama
prosedur, pasien dapat bersatai dengan kenyamanan beraktivitas tanpa harus berada di
rumah sakit, tidak terjadi paparan radiasi yang berbahaya (seperti menggunakan sinar
X). prosedur ini biasa digunakan ketika metode lain seperti kolonoskopi, endoskopi

15
atau enteroskopi gagal memberikan diagnosis terhadap kondisi usus kecil pasien
(NHS, 2013).
Kapsul endoskopi adalah prosedur yang dapat diterima dengan baik dan
dengan sedikit efek samping. Efek samping yang mungkin terjadi adalah intoleransi
terhadap kapsul dan dari 400.000 kasus hanya 0,75% kasus yang mengalami hal
semacam ini. Hal lain yang dapat terjadi dan merupakan kasus langka (jarang terjadi)
adalah harus dilakukan operasi untuk mengeluarkan kamera dari dalam tubuh (NHS,
2013).

Lesi pada usus kecil yang menyebabkan perdarahan angiodysplasias (panah pada gambar a dan b),
perdarahan ileal ulceration (panah pada gambar c), dan tumor jejuna (panah pada gambar d) (Graça et
al, 2010).
Gambar 11. Hasil Pencitraan Endoskopi Kapsul

1.2. Colonoscopy
Kolonoskopi adalah inspeksi usus besar (kolon) menggunakan teropong serat
yang panjang dan fleksibel (kolonoskop). Kolonoskopi adalah prosedur yang
digunakan untuk melihat bagian dalam usus besar dan rektum. Alat ini dimasukkan
melalui anus dan menuju rectum, kolon sigmoid, dan usus besar sampai ke sekum.
Terkadang fluoroskopi dapat digunakan untuk memandu kolonoskop melalui anus
dan untuk mengetahui ujung koloskop jika terjadi hambatan (NDDIC, 2010).

16
Tujuan
Kolonoskopi dapat mendeteksi jaringan yang meradang, ulcer, dan
pertumbuhan abnormal. Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi adanya lesi
yang mencurigakan di usus besar. Prosedur ini digunakan dokter untuk mendiagnosa
perubahan kebiasaan buang air besar, sakit perut, perdarahan dari anus, dan
penurunan berat badan. Spesifikasi yang sesuai dengan kondisi gejala penyakit
melena adalah alat ini mampu mendiagnosa penyebab perdarahan dari anus (NDDIC,
2010).

Gambar 12. Colonoscopy

Gambar menunjukkan kolon kanan dengan perdarahan yang banyak dan tidak jelas
Gambar 13. Colonoscopy dari Kolon Kanan

17
Prosedur
Kondisi pasien sebelum melakukan pemeriksaan kolonoskopi harus
dipersiapkan antara lain :
1. menandatangani surat persetujuan tindakan,
2. uji laboratorium yang spesifik (kadar hemoglobin, hematokrit, masa protombin,
masa tromboplastin parsial, dan hitung trombosit) harus dilakukan dalam 2 hari
sebelum uji dilakukan,
3. obat yang mengandung zat besi harus ditunda pemberiannya sedikitnya selama 4
hari sebelum prosedur, obat yang mempengaruhi koagulasi harus ditunda
pemberiannya selama minimal 5 hari sebelum pemeriksaan, obat sedatif /
penenang dapat diberikan sebelum pemeriksaan dilakukan untuk meningkatkan
rasa relaksasi,
4. pemberian obat analgesik narkotik dan benzodiazepine dapat dititrasi per IV
selama pemeriksaan, pemberian obat glukagon atau obat antikolinergik per IV
dapat diberikan untuk mengurangi spasme usus.
5. barium sulfat dari pemeriksaan sebelumnya dapat menurunkan kemampuan
visualisasi, oleh karena itu pemeriksaan tersebut tidak boleh dilakukan dalam
waktu 10 hari sampai 2 minggu setelah pemeriksaan dengan menggunakan
barium.
6. hindari penggunaan enema dengan larutan air sabun karena larutan ini dapat
mengiritasi usus, wadah spesimen harus dicantumkan label yang bertuliskan nama
pasien, tanggal dan jenis jaringan.
7. Obat dan peralatan kegawatdaruratan harus tersedia untuk mengatasi jika terjadi
hipersensitivitas terhadap obat (pramedikasi dan anesthesia), dan juga seandainya
terjadi depresi pernapasan akibat obat narkotik dan atau sedatif.
8. pasien harus ditemani seseorang yang dapat mengantarnya ke rumah setelah
pemeriksaan dilakukan.
9. prosedur pemeriksaan kolonoskopi memerlukan waktu 30-90 menit (Kee, 2008).

Dokter memasukkan selang panjang fleksibel, kolonoskop , atau skop , ke


dalam anus dan perlahan-lahan memasukkannya melalui rektum dan ke dalam usus
besar . pada skop dialiri gas karbon dioksida untuk memberikan dokter pandangan
yang lebih baik. Sebuah kamera kecil yang dipasang pada skop untuk mengirimkan
gambar video dari dalam usus besar ke layar komputer, yang memungkinkan dokter
untuk hati-hati memeriksa lapisan usus. Dokter mungkin akan meminta pasien untuk
bergerak secara berkala sehingga skop dapat disesuaikan untuk tampilan yang lebih
baik. Setelah skop telah mencapai usus kecil , maka perlahan-lahan ditarik dan

18
lapisan usus besar dengan hati-hati dan dilakukan pemeriksaan pada usus kecil
(NDDIC, 2010).

Keunggulan
Kolonoskopi adalah prosedur yang digunakan untuk melihat bagian dalam
usus besar dan rectum, dalam hal ini gejala klinis pasien yakni melena dapat
dideteksi. Dengan adanya alat kolonoskop ini bekerja sama dengan alat endoskop
pada pemeriksaan endoksopi untuk menegakkan diagnosis penyakit dengan gejala
klinik melena melalui pemeriksaan saluran cerna bagian bawah sedangkan endoskop
melalui pemeriksaan saluran cerna atas (NDDIC, 2010).

Kelemahan
1. Pembersihan menyeluruh dari usus besar diperlukan sebelum tes ini. Pasien dapat
mengambil obat pencahar 24 jam sebelum tes. Mereka juga tidak akan bisa makan
atau minum apa pun setelah tengah malam sebelum tes, karena persiapan usus
yang tidak adekuat dengan materi feses masih tertinggal di dalam usus, akan
menurunkan visualisasi.
2. Beberapa bentuk sedasi digunakan dalam kebanyakan kasus. Jika digunakan
sedasi, maka diperlukan seseorang untuk mengantar pasien pualng ke rumah,
karena efek dari sedasi sekitar 1-2 jam.
3. Barium sulfat dari pemeriksaan diagnostik radiologi (X-ray dengan menggunakan
media kontras) dapat menurunkan visualisasi, oleh karena itu pemeriksaan ini
tidak boleh dilakukan di antara waktu 10 hari samapi 2 minggu setelah
pemeriksaan dengan barium sulfat.
4. Meskipun jarang, sedasi atau instrumen yang terkait dengan komplikasi, dapat
menimbulkan terjadinya perdarahan dan / atau robeknya usus besar (NDDIC,
2010)

1.3. Enteroscopy
Enteroskopi adalah pemeriksaan lapisan kerongkongan (tenggorokan),
lambung dan usus kecil dengan tabung fleksibel sempit, ketebalannya kira-kira
sebesar jari tengah. Tabung dilewatkan melalui mulut ke kerongkongan dan
kemudian ke lambung dan usus kecil. Tes ini paling sering dilakukan untuk
membantu mendiagnosa penyakit dari usus kecil. Selain itu juga dapat digunakan

19
apabila hasil rontgen yang abnormal, tumor di usus kecil, diare yang tidak diketahui
penyebabnya dan pendarahan gastrointestinal (Medlineplus, 2012).
Enteroskopi terdiri dari beberapa tipe yaitu intraoperative enteroskopi, sonde
enteroskopi dan push enteroskopi. Intraoperative endoskopi digunakan untuk pasien
dengan perdarahan gastrointestinal besar, terus menerus atau berulang ketika metode
yang kurang invasif lainnya telah gagal untuk mendeteksi sumber perdarahan .Sonde
enteroscopy melibatkan penggunaan instrumen yang panjang, fleksibel, serat optik
yang digerakkan melalui usus kecil oleh gerak peristaltik. Prosedur ini
memungkinkan untuk melihat usus kecil. Instrumen sonde mengandalkan balon yang
ditempatkan di ujung instrumen (Voelkel, 2010). Kelemahan utama adalah tidak ada
saluran biopsi dan lamanya waktu (4-6 jam) pemeriksaan. Hal ini yang membuat
pasien kurang bisa mentoleransi (Sidhu et al, 2007).

Gambar 14. Alat Sonde Enteroskopi


Push enteroskopi tidak boleh dilakukan pada orang yang mengalami perforasi
usus, obstruksi usus, gangguan pernafasan yang parah, atlanto-axial subluxation,
small bowel ileus, acute myocardial infraction dan mengalami koagulopati yaitu
waktu pendarahan < 10 menit, platelet count < 50.000/mm 3, partial thromboplastin
time >20 detik dan prothrombin time > 3 detik.
Persiapan sebelum pemeriksaan yaitu pasien harus berpuasa sebelumnya
selama 8 jam, tidak menggunakan produk yang mengandung aspirin, NSAIDs,
antiplatelet, warfarin selama 1 minggu sebelum prosedur, menentukan tempat injeksi
untuk obat penenang, menggunakan obat penenang untuk meredakan nyeri selama
proses berlangsung (Grimm, 2005). Jika menggunakan warfarin (Coumadin) atau
clopidogrel (Plavix) harus dikonsultasikan dengan dokter karena dapat mengganggu
tes (Medlineplus, 2012).

20
2. Radionuclide Imaging
Radionuclide imaging merupakan pemeriksaan yang melibatkan area klinis
untuk kegunaan diagnostik dan terapeutik dengan menggunakan sejumlah zat
radioaktif atau isotop (yang satu atau lebih komponen atomnya memiliki elemen
kimiawi sejenis, tetapi dengan berat atom yang berbeda). Isotop radioaktif merupakan
isotop yang tidak stabil yang dapat menghancurkan atau memecahkan, serta
memancarkan radiasi atau energy. Radioisotop disebut juga radionuklid. Bahan
radioaktif terkonsentrasi pada organ tubuh tertentu dan distribusinya pada jaringan
normal berbeda dengan distribusinya pada jaringan yang sakit. Distribusi daerah abu-
abu yang sama atau merata merupakan temuan yang normal, tetapi bila didapati
daerah lebih terang disebut sebagai bintik panas (hot spots), mengindikasikan adanya
hiperfungsi dan area yang lebih gelap disebut sebagai bintik dingin (cold spots),
mengindikasikan adanya hipofungsi. Sebagai catatan, bintik panas dapat menjadi area
yang lebih terang atau lebih gelap, bergantung pada peralatan, tampilan gambar, dan
film. Hiperfungsi atau bintik panas mengandung arti bahwa lebih banyak penelusur
dikonsentrasikan pada daerah tersebut dan dapat ditampilkan sebagai bintik terang
pada layar hitam, atau bintik gelap pada layar putih (Kee, 2008).
Penggunaan radionuclide imaging pada perdarahan gastrointestinal bertujuan
untuk mendeteksi lokalisasi gastrointestinal (aktif dan okulta) serta sisi perdarahan
nongastrointestinal (Kee, 2008). Gastrointestinal bleeding scintigraphy dilakukan
pada pasien suspek perdarahan saluran cerna aktif menggunakan Tc-99m-labeled red
blood cells (RBCs). Lokasi perdarahan aktif teridentifikasi dari akumulasi dan
pergerakan labeled RBCs dalam bowel lumen. RCB dalam bowel lumen dapat
berpindah secara antegrade atau retrograde, gambar yang berkali-kali (1 gambar
setiap 10-60 detik) akan meningkatkan akurasi dari pencarian lokasi perdarahan
(Ford, 2002).

Tc-99m Labeled Red Blood Cells (RBC)


Tc-99m adalan ion pertechnetate yang tidak terikat secara kuat dengan sel
darah merah dan akan berdifusi ke dalam kompartemen cairan ekstravaskuler, dengan
akumulasi pada organ seperti perut, usus dan kelenjar tiroid. Percitraan blood pool
saluran cerna sulit untuk dipresentasikan. Oleh karena itu, hal yang penting adalah
Tc-99m terikat secara kuat dan secara kuantitatif terikat dengan sel darah merah dan
label ini dapat bertahan dalam in vivo selama periode pengamatan. Dalam evaluasi
perdarahan saluran cerna, periode observasi mungkin selama 24 jam (Callahan,
2006).

21
Tc-99m harus terlabel erat dengan sel darah merah, setiap Tc-99m
pertechnetate akan diekstresikan oleh saliva dan mukosa lambung dan akan
berpindah ke saluran cerna, yang berpotensi mengalami perdarahan. Tc-99m biasanya
berdifusi bebas masuk dan keluar sel darah merah. Ion stannous (timah), dalam
bentuk klorida mengurangi Tc-99m pertechnetate sehingga dapat mengikat rantai beta
hemoglobin (Biersack, 2007).

Metode Pelabelan Tc-99m


Beberapa metode pelabelan yang berbeda telah digunakan dalam beberapa
tahun ini. Metode label in vivo adalah metode pertama kali yang digunakan. Metode
ini sangat atraktif dan hanya memerlukan injeksi intravena ion stannous dan
dilanjutkan 20-30 menit kemudian dengan injeksi Tc-99m pertechnetate. Ikatan
terjadi secara in vivo. Meskipun metode ini sederhana untuk dilakukan, tetapi
efisiensi label ini hanya 75% dan akan menghasilkan sedikit pertechnetate bebas.
Sehingga, diciptakan metode modifikasi in vivo (in-vitro). Ion stannous diinjeksikan
secara intavena, setelah 20-30 menit, 3-5 ml darah diambil menggunakan syringe
yang telah terisi dengan Tc-99m pertechnetate dan antikoagulan, seperti heparin atau
larutan acid-citrate-dextrose (ACD). Tanpa memutuskan syringe dan menggunakan
agitasi selama 10 menit, untuk melakukan radiolabeling. Isi dari syringe tadi
kemudian diinjeksikan kembali. Efisiensi label sebesar 85% (Biersack, 2007).
Metode pelabelan sel darah merah yang memiliki efisiensi paling besar adalah
teknik in-vitro (Tabel 2). Efisiensi label lebih besar dari 97%. Darah diambil dan
ditambahkan ke dalam vial yang mengandung ion stannous chloride. Sodium
hypochlorite ditambahkan untuk mengoksidasi ion stannous yang kelebihan pada
ekstraseluler dengan sequestering agent. Tc-99m pertechnetate ditambahkan dan
direduksi oleh ion stannous di dalam sel. Setelah 20 menit dalam inkubasi pada suhu
ruang, selanjutnya Tc-99m labeled RBC diinjeksikan ke dalam tubuh pasien
(Biersack, 2007).

Tabel 2. Efisiensi Metode Pelabelan Tc-99m


Metode Efisiensi Label
In vivo 75 – 80 %
In vivtro (modifikasi in vivo) 85 – 90%
In vitro 98%

Prosedur
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat lebih mudah dideteksi daripada
perdarahan saluran cerna bagian bawah. Tc-99m-labeled red blood cells, paling

22
efektif bila digunakan untuk pendeteksian bagian perdarahan yang aktif. Pemeriksaan
perdarahan saluran cerna dengan menggunakan raduonuklida lebih sensitif daripada
dengan angiografi. Untuk temuan uji yang positif, klien harus sedang mengalami
perdarahan aktif pada saat pengambilan gambar sehingga pengidentifikasian bagian
perdarahan menjadi akurat (Kee, 2008)
a. Persiapan pasien: pasien menandatangani lembar persetujuan, menggunakan
pakaian rumah sakit, melepas semua perhiasan dan benda-benda logam sebelum
dilakukan pemindaian (Medlineplus, 2010).
b. Melakukan metode pelabelan Tc-99m (sebaiknya metode in vitro) (Biersack,
2007).
c. Tc-99m labeled RBC diinjeksikan kembali kepada pasien
d. Pada umumnya, frame diambil setiap 1-3 detik pada 1 menit pertama, akuisisi ini
dilanjutkan pencitraan dinamis, 1 frame/menit setiap 90 menit selanjutnya.
Pengambilan frame yang lebih sering diperlukan untuk menemukan lokasi
perdarahan (Biersack, 2007).
e. Percitraan tertunda dapat dilakukan, tetapi harus selalu diakuisisi secara dinamis
(Biersack, 2007). Tenggang waktu setelah injeksi: pengambilan gambar dimulai
segera setelah injeksi atau sampai sisi perdarahan ditemukan. Jika setelah 2 jam
hasilnya negatif, pengambilan gambar dapat diulang kembali saat pasien mulai
mengalami perdarahan aktif, atau pengambilan gambar dapat dilakukan pada
periode waktu yang berbeda selama 24 jam setelah injeksi (Kee, 2008).
f. Penjelasan lainnya: pasien berada pada posisi terlentang. Pengambilan foto
biasanya di daerah abdominal dan pelvic. Uji ini dapat dilakukan sebagai
pemeriksaan kegawatdaruratan sebelum dilakukan pembedahan untuk
menemukan lokasi perdarahan lambung atau sebelum angiografi. Urutan foto
tersebut diperoleh dalam waktu 9 menit. Jika hasil uji untuk bagian perdarahan
negative, pengambilan foto dapat dilakukan dalam waktu 2 sampai 4 jam, atau
ketika dicurigai perdarahan aktif terjadi kembali (Kee, 2008).

Protokol untuk Evaluasi Perdarahan Saluran Cerna


Protokol untuk evaluasi perdarahansaluran cerna dapat dilihat dari tabel 3
dibawah ini
Tabel 3. Protokol untuk Evaluasi Perdarahan Saluran Cerna
Parameter Spesifikasi
Radiopharmaceutical Technetium-99m-labeled red blood cells
Dosis 25 mCi (925 MBq)
Instrumen dan akuisisi
Kamera DST XL atau DST Xli

23
Collimator 8-140 (energi rendah, resolusi tinggi)
Parameter Akuisisi 140 keV
20% window
128 x 128 matrix
Dynamic imaging Fase 1: Radionuclide angiography (RNA) (satu gambar 60-detik,
84 gambar 10-detik; total waktu pencitraan 15 menit)
Fase 2-4: dynamic imaging (tiap fase 10-detik menghasilkan 90
gambar [waktu pencitraan 5 menit]; durasi minimum fase 2-4
adalah 1 jam)
Pencitraan statis 128 x 128 matrix
(jika diperlukan) 5 menit
Pencitraan tertunda Dilakukan hingga 18 jam setelah injeksi
Pencitraan statis: 128 x 128 matrix, 5 menit
Pencitraan dinamis: jika radiotracer terlihat dalam usus, suntikan
kedua dari sel darah merah (per protokol) dimulai.
Prosedur scan Label sel darah merah per protokol
Scan dalam proyeksi anterior dengan posisi pasien terlentang
Lakukan injeksi bolus
Hentikan prosedur segera setelah perdarahan telah teridentifikasi
dan terlokalisasi.
Mendapatkan gambar statis lateral atau miring untuk lokalisasi
Scan pasien dengan perdarahan aktif dengan gambar dinamis 1-
menit sampai 2-4 jam untuk mendeteksi perdarahan (intermiten)
Melakukan pencitraan dinamis (per protokol) sampai 18 jam setelah
injeksi untuk mengidentifikasi lokasi perdarahan pada pasien
dengan focus aktivitas abnormal pada pencitraan statis tertunda
(jika didapatkan residu aktvitas blood pool, injeksi kedua sel
darah merah berlabel harus dipertimbangkan)
Proses pencitraan Simpan semua data mentah
Lakukan reframe akuisisi radionuclide angiographic 5 detik per
gambar
Reframe akuisisi 15-menit tiap 1 menit per urutan pencitraan.
(Sumber: Holder, 2000)

Hasil Pencitraan

(a)

(b)
Gambar 15. transit antegrade cepat dari situs perdarahan pada hepatic flexure. (a) gambar anterior
pilihan dari akusisi 10 detik per gambar dinamis yang diperoleh 0-10 detik (kiri), 11-20 detik (tengah,
dan detik 21-30 (kanan) setelah injeksi menunjukkan peningkatan aktivitas abnormal yang samar pada

24
distal ascending colon (panah). (b) gambar anterior pilihan pada akuisisi sama yang diperoleh 24
menit 41 detik sampai 24 menit 50 detik (kiri), 24 menit 51 detik sampai 25 menit (tengah), dan 25
menit 1 detik sampai 25 menit 10 detik (kanan) setelah injeksi menunjukkan transit cepat dari hepatic
plexure (panah pendek) menuju splentic flexure dan descending colon (panah panjang). Perpindahan
ini terjadi dalam waktu kurang dari 30 detik. (Holder, 2000)
Gambar 15. Radionuclide Imaging - Transit Antegrade Cepat dari Situs
Perdarahan Pada Hepatic Flexure

(d)

(e)
Gambar 16. Transit retrograde dari tempat perdarahan pada sigmoid proksimal atau distal descending
colon. Setiap gambar merupakan penjumlahan dari 6 frame 10-detik menjadi bingkai 1-menit untuk
meningkatkan resolusi spasial. (a) gambar terpilih dari frame dinamis akuisisi 10-detik per frame yang
diperoleh 1-2 menit (kiri), 2-3 menit (tengah), dan 3-4 menit (kanan) setelah injeksi menunjukkan
fokus hanya dari aktivitas lateral pembuluk vena iliac ke kiri (panah). Area peningkatan aktivitas ini
merupakan lokasi perdarahan. (b) gambar terpilih dari akuisisi yang sama yang diperoleh pada waktu
45-46 menit (kiri), 46-47 menit (tengah), dan 47-48 menit (kanan) setelah injeksi menunjukkan
gerakan antegrade di garis tengah (panah tebal) serta gerakan retrograde untuk fleksura lienalis (panah
tipis) (Holder, 2000).
Gambar 16. Transit retrograde dari tempat perdarahan pada sigmoid
proksimal atau distal descending colon

Interpretasi
Kriteria spesifik dalam diagnosis dari lokasi perdarahan yaitu, aktivitas
terlihat, aktivitas meningkat seiring waktu, dan aktiviras bergerak dalam pola yang
sesuai secara anatomi menuju saluran cerna (Biersack, 2007).
Fase pergerakan dapat menegaskan struktur vaskuler (aneurysm, ginjal,
uterus) yang mungkin akan membingungkan dalam penentuan lokasi perdarahan,
kadang-kadang pendeteksian lokasi perdarahan tidak terlihat dengan baik pada
pencitraan tertunda (contohnya pada daerah kandung kemih), atau menunjukkan
vascular vlush pada area perdarahan tidak aktif yang disebabkan oleh angiodysplasia
atau malignancy (Biersack, 2007).

25
Pencitraan tertunda lanjutan meningkatkan kemungkinan dari lokasi
perdarahan. Darah dapat bergerak cepat secara antegrade dan/atau retrograde. Lebih
dari 75% lokasi perdarahan terlokalisasi pada 60-90 menit pertama pada pengamatan.
Sebaiknya interpretasi ditunda sampai dilakukan pencitraan lanjutan dan didapatkan
hasil yang pasti. Pencitraan tertunda dapat bermanfaat jika hal ini diakuisisi sama
secara dinamis dan kriteria diagnosis yang sama ketat yang digunakan untuk
interpretasi (Biersack, 2007).

Resiko
Pembuluh darah vena dan arteri seseorang dengan seseorang lainnya tidaklah
sama. Mendapatkan sampel darah beberapa orang mungkin lebih sulit dari pada orang
lain (Medlineplus, 2010)
Resiko lain yang berkaitan dengan pengambilan darah adalah:
a. Perdarahan yang berlebihan
b. Pingsan atau perasaan pusing
c. Hematoma (darah terakumulasi di bawah kulit)
d. Infeksi
Reaksi alergi dari radioisotop sangat jarang terjadi. Kemungkinan terjadi pada
sesorang yang memiliki sensitifitas tinggi dan reaksinya termasuk syok anafilaksis
(Medlineplus, 2010).
Paparan radiasi dari radioisotope sangat kecil dan material tersebut akan
terdekomposisi (tidak lagi radioaktif) dalam waktu singkat. Secara nyata semua
radioaktif akan lenyap dalam waktu 12 jam. Tidak ada penelitian yang menunjukan
cedera akibat paparan radioisotope. Alat pemindai hanya mendeteksi radiasi dan tidak
memberikan radiasi kepada tubuh (Medlineplus, 2010).
Hampir semua jenis nuclear scans (termasuk RBC) tidak direkomendasikan
untuk wanita hamil atau menyusui (Medlineplus, 2010).

Indikasi dan Keunggulan


Labeled RBC adalah teknik yang paling sensitif untuk mendeteksi perdarahan
saluran cerna aktif dan keunggulan lainnya adalah tidak menyakitkan, tidak
memerlukan preparasi khusus untuk pasien dan dapat mendeteksi arteri dan vena
sekaligus, dibandingkan dengan angiografi yang hanya dapat mendeteksi arteri.
Selain itu, labeled RBC menawarkan kemampuan pencitraan dalam periode yang
panjang dan hal ini berguna dalam pendeteksian intermittent bleeding (Graça, 2010).

26
Kelemahan
1. Mempunyai resolusi yang rendah jika dibandingkan dengan alat pencitraan lain
2. Resiko radiasi karena diberikan radionuklida (tetapi tidak lebih besar daripada
sinar-x)
3. Menyakitkan, karena membutuhkan suntikan ke dalam aliran darah (efek samping
terjadi kurang dari 0,001%, dibandingkan dengan sinar-x sebesar 4-13%)
4. Pembuangan limbah radioaktif, termasuk dari pasien, memerlukan prosedur
khusus
5. Biaya relatif mahal, karena terkait dengan produksi dan administrasi radiotracer
(biaya setara dengan MRI) (Pope, 1999).

3. Transjugular Intrahepatik Shunt Portosystemic (TIPS)


Secara normal, darah mengalir dari esophagus, lambung dan pencernaan
terlebih dahulu sebelum menuju ke hati. Saat hati mengalami gangguan yang berat
dan ada gangguan dalam aliran darah pada hati, maka darah akan susah untuk
mengalir. Hal ini disebut hipertensi portal (tekanan meningkat dan kembali ke vena
portal). Pembuluh darah vena dapat mengalami rupture dan menyebabkan perdarahan
serius (Medlineplus, 2013).
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif; kehilangan darah
gastrointestinal yang kronik jarang ditemukan. Perdarahan dari varises esophagus
atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat
sirosis hepatis. Setiap keadaan yang menimbulkan hi[ertensi portal dapat
mengakibatkan perdarahan varises. Varises menunjukkan adanya hipertensi portal
yang sudah berlangsung lama, penyakit hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat
pada hepar kadang-kadang dapat menimbulkan varises yang akan menghilang begitu
abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun perdarahan saluran cerna atas pada
pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber perdarahan (James,
1995).
TIPS merupakan cara untuk menurunkan tahanan aliran porta dengan cara
shunt (memotong) aliran melalui hati. Prinsipnya adalah menghubungkan vena
hepatic dengan cabang vena porta intrahepatik. Puncture needle di masukkan ke
dalam vena hepatic kanan melalui kateter jugular. Selanjutnya cabang vena porta
intra hepatik di tusuk, lubang tersebut dilebarkan kemudian difiksasi dengan
expanding stent (Gambar 12). Hal ini merupakan cara lain terakhir pada perdarahan

27
yang tidak berhenti atau gagal dengan terapi obat dan ligasi (Bendtsen, 2008; Block,
2004).

Gambar 17. Pemasangan TIPS

TIPS diindikasikan untuk terapi penyelamat pada perdarahan varises yang


tidak dapat dikendalikan dengan terapi endoskopi atau obat. Indikasi utama untuk
TIPS adalah terapi untuk perdarahan persisten varises, asites refraktur, serta
hidrotoraks hati (McChashland, 2003).
Preprosedur
Persiapan Pasien
o Melakukan tes
 Laboratorium: Tes darah (CBC, Elektrolit, dan tes fungsi ginjal)
 Melakukan tes x-ray dada atau EKG
o Pasien harus menginformasikan kepada dokter atau perawat mengenai:
 Kehamilan
 Obat-obatan yang sedang digunakan termasuk obat konvensional, suplemen
atau obat herbal
o Pada hari saat prosedur akan dilakukan:
 Memberhentikan makan dan minum sejak semalam sebelum prosedur
dilakukan

28
 Menanyakan kepada dokter obat-obatan mana yang diperbolehkan untuk terus
dipakai dan mana yang tidak. Meminum obat dengan meminum air sedikit
saja.
 Mandi pada malam hari sebelum prosedur dilakukan (Medlineplus, 2013).

Pencitraan Hepar
Melakukan pencitraan menggunakan CT, MRI atau Doppler Ultrasound
penting dilakukan sebelum melakukan prosedur TIPS. Pencitraan ini menilai ukuran
dan konfigurasi dari hepar; anatomi, ukuran dan kejelasan dari vena hepatik dan
system vena portal; dan hubungan anatomi antara struktur hepatik vaskuler yang akan
dipilih untuk prosedur TIPS. Pada keadaan TIPS gawat darurat, dimana tidak bisa
melakukan pencitraan formal tersebut, maka preprosedur yang direkomendasikan
untuk kondisi tersebut adalah ultrasound abdominal untuk memperjelas struktur dari
hepar dan vena portal (Gaba et al, 2011).

Pemberian Antibiotik
Semua pasien yang melakukan TIPS harus menerima antibiotik spektrum luas
untuk profilaksis (Medscape). Pemberian antibiotik untuk profilaksis sebelum TIPS
tidak ditunjang dengan bukti yang kuat secara penelitian (Gaba et al, 2011), namun
kejadian infeksi sebesar 3-16% pada orang yang tidak menggunakan antibiotik
profilaksis (Dravid et al, 1998). Antibiotik yang direkomendasikan oleh American
Roentgen Ray Society adalah injeksi intravena dosis tunggal piperacillin-tazobactam
(Ryan et al, 2004).

Anestesi
General anesthesia, layanan monitoring anestesi dan IV moderate sedation
telah digunakan pada prosedur TIPS. General anesthesia pada radiologi
intervensional digunakan untuk memberikan pasien kenyamanan dan penghilang rasa
sakit (Gaba et al, 2011).

Prosedur
Berikut adalah prosedur yang dilakukan:
a. Pasien berbaring terlentang
b. Pasien disambungkan dengan monitor dan dicek tekanan darah serta detak
jantungnya.

29
c. Pasien diberikan anestesi lokal dan obat untuk relaksasi. Ini akan membuat pasien
tidak merasakan sakit dan mengantuk. Atau pasien akan menerima general
anesthesia (Medlineplus, 2013).
d. Pasien dimasukkan kateter melalui kulit ke dalam vena (yang berada di leher).
e. Pada ujung kateter terdapat balon dan metal mesh stent (tube)
f. Radiologis akan menggerakkan kateter menuju vena pada hati menggunakan x-
ray
g. Balon akan mengembang untuk menempatkan stent. Pasien akan merasa sedikit
sakit pada keadaan ini.
h. Radiologis akan menggunakan stent tadi untuk menyambungkan vena portal ke
salah satu vena lain.
i. Pada akhir prosedur, tekanan pada vena portal akan diukur untuk memastikan
tekanan tersebut turun.
j. Setelah prosedur dilakukan, leher akan dililitkan perban kecil. Pada umumnya
tidak ada jahitan
k. Prosedur ini memakan waktu 60-90 menit (Medlineplus, 2013).

Kateter wedged hepatic venogram menggunakan kontras dilusi ion. (A) oklusi balon pada venogram
hepatik menggunakan karbondioksida, (B) parenchymal contrast stain (panah) dan kontras retrograde
yang diisikan pada vena portal (anak panah)
Gambar 18. Lokalisasi Vena Portal Menggunakan Venography

Keunggulan TIPS
1. TIPS berhasil dalam mengatasi hipertensi portal dalam 80-90% kasus

30
2. Prosedur ini jauh lebih aman dari pada operasi dan tidak ada tindakan
pemotongan atau penjahitan (Medlineplus, 2013).
3. Desain hasil prosedur TIPS sama dengan operasi shunt atau bypass, tanpa resiko
operasi pembukaan.
4. TIPS adalah prosedur yang tidak menyakitkan (noninvasive) dan memiliki waktu
penyembuhan lebih singkat daripada operasi (RSNA(b), 2013)
Kelemahan TIPS
Mempunyai beberapa resiko antara lain:
1. Infeksi pada kulit leher
2. Sedikit resiko reaksi alergi akibat penggunaan material kontras pada venogram.
Dan juga gangguan fungsi ginjal gagal (sementara atau permanen) akibat
penggunaan material kontras (RSNA (b), 2013).
3. Kerusakan pembuluh darah
4. Demam
5. Hepatic encephalopathy
6. Infeksi, bruising, atau perdarahan
7. Stiffnesm bruising, atau soreness pada leher (Medlineplus, 2013)

Venography
Venogram adalah tes X-Ray yang menggunakan injeksi material kontras x-ray
(dye) ke dalam vena untuk menunjukkan bagaimana darah mengalir di dalam vena.
Hal ini membantu dokter untuk melihat kondisi vena. Sebuah x-ray (radiograph)
adalah metode noninvasive yang membantu dojter dalam diagnosa dan pengobatan.
Pencitraan menggunakan x-ray adalah melihat bagian kecil dari tubuh menggunakan
dosis ion radiasi yang kecil untuk menggambarkan bagian dalam tubuh (RSNA(a),
2013).

4. Angiography

4.1. MDCT Angiography


Computed Tomografi ( CT ) Scan adalah suatu alat yang bekerja dengan cara
memproduksi gambaran organ tubuh dengan menggunakan gelombang suara yang
terekam pada komputer. Alat ini mampu menghasilkan gambar organ tubuh mulai
dari tulang, tumor, kista, hingga pembuluh darah koroner pada jantung sehingga
penegakan diagnosis dapat lebih akurat. Alat ini juga dapat mengevaluasi dengan

31
cepat perkembangan berbagai macam penyakit termasuk evaluasi terapi dengan
kualitas gambar yang sangat baik. Sekarang CT scan dilengkapi dengan detektor yang
sangat sensitif sehinngga dapat mengurangi paparan radiasi yang diterima pasien
(Bastiansyah, 2008). Seiring dengan kemajuan teknik komputerisasi, alat CT Scan
mengalami kemajuan yang sangat pesat terutama selama tahun 1990-2000, mulai dari
konvensional CT Scan kemudian menjadi Helical/Spiral CT Scan pada tahun 1992,
dan saat ini sudah sampai era multidetektor CT Scan (MDCT) atau disebutkan juga
Multislices CT Scan, multisection CT Scan dan multidetector-row computed
tomography (Marchal et al, 2005; Mahesh, 2009).
Perbedaan nyata antara CT Scan sebelumnya dan MDCT adalah dalam jumlah
detektornya. Sebelum era MDCT, alat CT Scan hanya memiliki satu baris detektor,
untuk itu alat CT Scan yang bukan MDCT disebutkan juga sebagai single detektor
CT- SDCT, termasuk di dalamnya spiral /helical CT. Jumlah detektor dalam satu
baris bervariasi dari ratusan sampai ribuan jumlahnya, semakin canggih semakin
banyak detektornya. MDCT memiliki detektor lebih dari satu baris, itu sebabnya
disebut multidetektor CT. Saat ini ada MDCT berdetektor 4 hingga 64 baris (Mahesh,
2009).

Gambar 21. Alat multidetector computed tomografi

32
(sumber: Mahesh, 2009)
Gambar 22. Perbedaan Single detector CT scan dengan Multidetector CT scan

Keuntungan menggunakan MDCT adalah waktu penyinaran lebih cepat, non-


invasif, memiliki komplikasi yang sedikit, cenderung aman untuk digunakan oleh
anak-anak dan hasil dapat ditampilkann dalam bentuk tiga dimensi. Kekurangan
MDCT yaitu seseorang yang sangat besar tidak dapat masuk ke dalam MDCT, pasien
yang sebelumnya pernah mendapat kontras dan mengalami reaksi yang tidak

33
dikehendaki, pasien yang memiliki penyakit ginjal atau diabetes berat (RSNA (c),
2013). Resiko yang terjadi selama menjalani pemeriksaan MDCT adalah beberapa
orang memiliki alergi terhadap zat kontras.  Jenis kontras yang paling umum
disuntikkan ke pembuluh darah yang mengandung yodium. Jika memiliki alergi
yodium, jenis kontras dapat menyebabkan mual atau muntah, bersin dan gatal. Jika
harus diberikan kontras, kemungkinan dokter akan memberikan antihistamin ( seperti
Benadryl ) atau steroid sebelum pemeriksaan. Resiko lainnya yaitu terkena radiasi
(Medlineplus (b), 2012).

Penggunaan MDCT
1. Pasien mengalami pendarahan gastrointestinal dan mengalami hipotensi
(tekanan sistolik <100mg/dL) atau takikardi (shock indeks > 1).
2. Perdarahan terus selama 3 hari.
3. Kebutuhan transfusi lebih dari 4 unit per hari.
4. Darah hilang 500 ml/ hari (setara dengan kerugian sekitar 0,3 ml / menit).
5. Pendarahan berulang dalam waktu 7 hari.
6. Manajemen dengan endoskopi gagal dilakukan.

Persiapan Sebelum Pemeriksaan


1. Memerlukan pewarna khusus, yang disebut kontras, untuk disampaikan ke
dalam tubuh sebelum pemeriksaan dimulai. Kontras membantu daerah-daerah
tertentu muncul lebih baik pada x-ray.
2. Dokter akan memeriksa mengenai reaksi kontras pada pasien.

3. Berpuasa selama 4-6 jam sebelum pemeriksaan.

4. Sebelum menerima kontras, pasien yang menggunakan obat diabetes


metformin perlu untuk menghentikan sementara.

5. Berat badan harus diukur karena mesin CT memiliki batas berat badan. Berat
badan yang terlalu berat dapat menyebabkan kerusakan pada pemindai.
6. Tidak menggunakan perhiasan selama pemeriksaan.
(Medlineplus (b), 2012)

Prosedur Pemeriksaan

34
1. Sebelum, atau pada hari prosedur, pasien akan diminta untuk mengisi kuesioner
untuk memastikan keselamatan selama prosedur. Sebelum prosedur, perawat akan
memasukkan kateter secara intravena ke pembuluh darah, biasanya di lengan atau
tangan menguji fungsi ginjal.
2. Pasien berada di atas meja pemeriksaan CT , biasanya berbaring telentang. Tali
dan bantal dapat digunakan untuk membantu mempertahankan posisi yang benar
dan membantu agar tetap diam selama ujian . Tergantung pada bagian tubuh yang
dipindai, pasien mungkin akan diminta untuk mengangkat tangan di atas kepala.
3. Sebuah pompa injeksi otomatis terhubung ke IV akan memberikan bahan kontras
pada tingkat yang terkendali . Dalam beberapa kasus , terutama pada anak-anak
dan pasien dengan pembuluh darah yang rapuh dan kecil , kontras disuntikkan
menggunakan jarum suntik. Sejumlah kecil bahan kontras awalnya mungkin
disuntikkan melalui infus untuk menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk kontras untuk mencapai bagian tubuh yang sedang dievaluasi. Selama
pemindaian , meja diposisikan pada titik awal pencitraan dan kemudian akan
bergerak relatif cepat melalui pembukaan mesin sebagai CT scan yang
sebenarnya dilakukan.
4. selama pemindaian pasien diminta untuk menahan napas. Setiap gerak, baik
bernapas atau gerakan tubuh, dapat menyebabkan artefak pada gambar. Hal
inidapat menyebabkan kehilangan kualitas gambar sehingga foto akan terlihat
kabur.
5. Kadang-kadang, sedasi mungkin diperlukan untuk anak-anak untuk menjaga
mereka diam selama pemindaian. Ini biasanya perlu diatur sebelumnya ketika CT
scan dijadwalkan karena akan ada instruksi khusus. Misalnya, berhenti makan dan
minum untuk durasi yang lebih lama sebelum ujian
6. Ketika pemeriksaan selesai, pasien akan diminta untuk menunggu sampai teknisi
yang memverifikasi menyatakan bahwa penafsiran akurat dan gambar berkualitas
cukup tinggi.
7. Setelah ujian, kateter intravena akan dihapus. Sebuah perban akan ditempatkan di
atas tempat suntikan.
8. CT angiography dapat dilakukan pada anak-anak. Karena anak-anak lebih sensitif
terhadap radiasi daripada orang dewasa, radiasi pemindaian biasanya dilakukan
dengan jumlah yang tepat untuk ukuran anak (RSNA (c), 2013)

Multidetector CT angiography merupakan metode diagnosa yang cepat dan


mudah karena dapat mendeteksi secara akurat dan cepat mengenai tempat pendarahan
gastrointestinal. Kecepatan tinggi multidetector CT memungkinkan cakupan volume

35
besar, menghasilkan gambar dengan penurunan gerak dan artefak pernapasan, dan
waktunya dapat secara akurat memperoleh data selama fase arteri atau vena.
Multidetector CT memungkinkan pemindaian fase arteri seluruh perut, dan kontras
bahan ekstravasasi dapat terungkap dalam usus kecil, yang merupakan daerah
anatomi tidak dapat dilakukan dengan endoskopi konvensional. Tingkat pendarahan
usus kurang dari 0,4 ml / menit yang terdeteksi. penelitian in vitro terbaru
menemukan ambang batas untuk mendeteksi perdarahan dengan kontras ditingkatkan
menjadi 0,35 mL /menit. Namun, kontras pada CT multidetektor memiliki utilitas
terbatas dalam kasus perdarahan intermiten dan melibatkan material kontras intravena
dan dosis radiasi yang relatif tinggi (Geffroy, 2011).

Pendarahan akut duodenum pada seorang pria 39-tahun dengan pankreatitis akut yang disertai massive
hematemesis. (a) tidak ada perubahan, gambar CT scan menunjukkan bahan lebih halus (*) dalam duodenum,
sebuah temuan yang konsisten dengan hematoma. (b) fase arteri aksial MIP gambar CT scan menunjukkan lesi
erosif dari arteri duodenopancreatic (panah). (c) fase arteri gambar CT scan menunjukkan kontras bahan
ekstravasasi aktif (panah) di duo-denum. (d) Satu bulan sebelumnya, fase aksial portal-vena gambar CT scan
menunjukkan pankreatitis akut pada distrofi kistik dinding duodenum (panah) dalam pankreas heterotopic.
Gambar 23. Hasil Pencitraan MDCT Angiography

ALAT KESEHATAN LAIN


CT Scan
Computed tomography (CT) scan pertama kali dibuat di Inggris pada tahun
1972 yang semula dikenal dengan EMI scan. Alat ini dapat menghasilkan sorotan
sinar X sempit yang memeriksa bagian tubuh dari berbagai sudut yang berbeda. CT
scanner dapat dapat berputar mengelilingi klien yang berbaring diatas meja. Alat ini
menghasilkan serangkaian gambar dalam potongan melintang berurutan yang
membentuk gambar tiga dimensi organ atau struktur. Sedangkan sinar X tradisional
hanya mengambil gambar datar atau frontal yang memberikan hasil dua dimensi. CT
scanner mempunyai daya 100 kali lebih sensitif daripada mesin sinar X.

36
CT scan dapat dilakukan dengan atau tanpa penggunaan zat media kontras
yodium (zat pewarna. uji ini bukan uji invasif, kecuali mengunakan zat kontras. Zat
warna kontras menyebabkan absorbsi jaringan yang lebih besar yang disebut dengan
peningkatan kontras. Dengan adanya peningkatan kontras memungkinkan terlihatnya
tumor yang berukuran kecil
Tujuan dari penggunaan CT scan pada organ antara lain untuk menskrining
penyakit arteri koroner, lesi kepala, hati tumor, edema, abses, infeksi, penyakit
metastatik, penyakit vaskular, stroke, dan destruksi tulang. Alat ini dapat pula
digunakan untuk mengetahui lokasi benda asing dalam jaringan lunak, seperti mata.
Pemeriksaan pada bagian abdomen dengan menggunakan CT scan umumnya untuk
mendiagnosis tumor, obstruksi, kista, hematoma, abses, perdarahan, perforasi,
kalkulus, fibroid, kondisi patologik lainnya yang muncul pada hati, traktus biliaris,
pancreas, limpa,saluran gastrointestinal, kandung empedu, ginjal, kelenjar adrenal,
uterus, ovarian dan prostat. Adanya zat pewarna kontras per IV dapat digunakan
untuk meningkatkan visualisasi dan media kontras oral dapat digunakan untuk
scanning saluran gastrointestinal.

Prosedur
Pramedikasi Profilaktik yang Dianjurkan untuk Klien yang Menderita Alergi
terhadap Zat Kontras
Waktu sebelum CT Obat Dosis
13 jam Prednisone,PO 50 mg
7 jam Prednisone, PO 50 mg
1 jam Prednisone, PO 50 mg
Benadryl, PO 50 mg
Zantac, PO 150 mg

Persiapan umum
a. Surat persetujuan tindakan harus ditandatangani
b. Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau cairan jika zat pewarna kontras
tidak digunakan.
c. Untuk pemeriksaan dengan injeksi zat kontras per IV, biasanya klien dipuasakan
4 jam sebelum CT dilakukan. klien dengan diabetes biasanya diberi dengan jus
jeruk, bukan air, tanyakan hal tersebut kepada pemberi layanan kesehatan atau
penyedia CT. Untuk penjadwalan di sore hari klien berpuasa setelah pemberian
sarapan cair.
d. Obat yang diresepkan dapat diberikan dengan sedikit air saja sebelum CT scan

37
e. Pemberian obat sedatif ringan dapat dianjurkan untuk beberapa klien yang
memerlukan untuk mengurangi ansietas.
f. Klien harus tetap diam selama prosedur pemeriksaan.
g. Infus IV atau insersi heparin lock dapat diperlukan sebelum uji dilakukan
h. Jika pemberian (zat warna) media kontras dianjurkan dan klien alergi terhadap
produk yodium, obat steroid atau antihistamin dapat diberikan sebelum scanning
atau dapat diberikan per IV selama CT scan berlangsung.

Pelaksanaan CT pada abdomen


a. Sinar X abdomen dapat dilakukan sebelum CT scan dilakukan.
b. Saluran gastrointestinal harus bebas dari barium. Tindakan enema dapat
direncanakan.
c. Untuk scanning abdomen di pagi hari, pemberian media kontras antara pukul
20.00 dan 22.00 sebelum uji dilakukan, selanjutnya puasa setelah pukul 22.00.
Satu jam sebelum CT berikan ½ botol zat kontras per oral. Setengah jam sebelum
CT, berikan lagi ½ botol zat kontras per oral.

Gambar 24. CT scan

38
Gambar 25. Pencitraan Hepar
Anak panah = oklusi vena portal kanan
Panah putih = arteri hepatik
Panah hitam = kantung empedu

39
B. TINJAUAN PUSTAKA
Anjiki H, Kamisawa T, Sanaka M, Ishii T, Kuyama Y, 2010, Endoscopic Hemostasis
Techniques for Upper Gastrointestinal Hemorrhage: a Review, World Journal
of Gastrointestinal Endoscopy.

Bastiansyah E, 2008, Panduan Lengkap Membaca Hasil Tes Kesehatan, Penebar


Plus, Jakarta.

Bendtsen F, Krag A, Moller S, 2008, Treatment Of Acute Variceal Bleeding.


Digestive And Liver Disease.

Biersack HJ, Freeman LM, 2007, Clinical Nuclear Medicine, ISBN 978-3-540-
28025-5, New York, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Block B, Schachschal G, Schmidt H, 2004, Esophageal varices: Endoscopy of the


upper GI Tract, Germany: Grammlich.

Callahan RJ, 2006, Radiolabeled Red Blood Cells: Method and Mechanism,
Albuquerque: University of New Mexico Health Sciences Center.

Dravid VS, Gupta A, Zegel HG, Morales AV, Rabinowitz B, Freiman DB, 1998,
Ivestigation of Antibiotic Prophylaxis Usage for Vascular and Nonvascular
Interventional Procedures, Journals of Vascular Intervention Radiology, 9.

Ford PV, Bartold SP, Fink-Bennett DM, Jolles PR, Lull RJ, Maurer AH, Seabold JE,
2002, Society of Nuclear Medicine Procedure Guideline for Gastrointestinal
Bleeding and Meckel’s Diverticulum Scintigraphy, Society of Nuclear
Medicine Procedure Guideline Manual.

Fork FT, 2008, Endoscopy of the Upper Gastrointestinal Tract, Medical Radiology -
Radiology of the Stomach and Duodenum, Jerman: Springer.

Gaba RC, Khiatani VL, Knuttinen MG, Omene BO, Carrillo TC, Bui JT, Owens CA,
Comprehensive Review of TIPS Technical Complication and How to Avoid
Them, American Journal of Roentgenology, 196.

Gefroyy Y, Rodallec MH, Boulay-Coletta et al, 2011, Multidetector CT


Angiographyin Acute Gastrointestinal Bleeding: Why, When, How, 31 (3):
E35-E44.

Given Imaging, 2012, PillCam Colon Capsule Endoscopy, United States: Given
Imaging Ltd

40
Glen E, 2005, Hematemesis & Melena.

Government of Western Australia Department of Health (Healthy WA), 2012, Acute


Gastrointestinal Bleeding, Diagnostic Imaging Pathways.

Grace PA, 2007, At a Glance Ilmu Bedah ed. 3, Penerbit Erlangga.

Graça BM, Freire PA, Brito FB, Ilharco JM, Calvarheiro VM, Calseiro-Alves F,
2010, Gastroenterologic and Radiologic Approach to Obscure Gastrointestinal
Bleeding: How, Why, and When?, Radio Graphics, 30.

Grimm IS, Shaheen NJ, Drossman DA, 2005, Handbook of Gastroenterologic


Procedures 4th Edition, Lipincott Willias and Wilkins, Philadelphia.

Holder LE, 2000, Radionuclide Imaging in the Evaluation of Acute Gastrointestinal


Bleeding, Radio Graphics, 20.

Jairath V, Hearnshaw S, Brunskill SJ, Doree C, Hopewell S, Hyde C, Travis S,


Murphy MS, 2010, Red Cell Transfusion for the Management of Upper
Gastrointestinal Haemorrhage (Review), The Cochrane Collaboration, 2010
(9).

James MR, Kurt JI, 1995, Perdarahan Saluran Makanan, Harrison Prinsip-Prinsip
Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Vol. 1 E/13 (41).

Kee JL, 2008, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik ed. 6, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes), 2004, Standar Pelayanan Farmasi di


Rumah Sakit, Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004.

Mahesh M, 2009, MDCT Physics The Basics-Technology image Quality and


Radiation Dose, Lippincott Wiliams & Wilkinsa Wolters Kluwer Business,
Philladelphia.

Marchal et al, 2005, Multidetector-Row Computed Tomography Scanning And


Contrast Protocols, Springer, Italy.

McChasland TM, 2003, Current Use of Transjugular Intrahepatic Portosystemic


Shunt (TIPS), Current Gastroenterology Reports, 5: 31-38.

41
Medlineplus, 2010, RBC Nuclear Scan, November 2010, (online),
(http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003835.htm diakses 20-09-
2013)

Medlineplus, 2012, Enteroscopy, Februari 2012, (online),


(http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003889.htm diakses 18-09-
2013)

Medlineplus, 2012 (b), CT Scan, September 2012, (online),


(http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003330.htm diakses 18-09-
2013)

Medlineplus, 2013, Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt, Januari 2013,


(online), (http://www. nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007210.htm
diakses 20-09-2013)

Medscape, Patient Preparation for TIPS Placement, Transjugular Intrahepatic


Portosystemic Shunt – Radiology.

National Digestive Diseases Information Clearinghouse (NDDIC), 2009, Upper GI


Endoscopy, NIH Publication, 09(4333).

National Digestive Diseases Information Clearinghouse (NDDIC), 2010,


Colonoscopy, NIH Publication, 10(4331).

National Human Services (NHS), 2013, What is Capsule Endoscopy. Uniter States:
The Hillingdon Hospital.

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), 2010, Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga, Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010.

Radiological Society of North America (RSNA)(a), 2013, Venography,


RadiologyInfo.org.

Radiological Society of North America (RSNA)(b), 2013, Transjugular Intrahepatic


Portosystemic Shunt , RadiologyInfo.org.

Radiological Society of North America (RSNA)(c), 2013, CT Angiography ,


RadiologyInfo.org.

42
Sidhu R, Sanders DS, Morris AJ et al, 2007, Guidelines on small bowel Enteroscopy
and capsule endoscopy in adults.

Tygat GNJ, 1995, Upper Gastrointestinal Endoscopy, Textbook of Gastroenterology.

Voelkel J, Jack A, Di Palma, 2010, Deep Enteroscopy, Southern Medical Journal,


103(10):1045-1048.

Wilkins T, Khan N, Nabh A, Robert RS, 2012, Diagnosis and Management of Upper
Gastrointestinal Bleeding, American Family Physician, 85(5).

Willms JL, 1994, Diagnosis Fisik: Evaluasi Diagnosis dan Fungsi di Bangsal,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

43

Anda mungkin juga menyukai