Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan


gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit seluruh Indonesia.
Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif, atau ulkus peptikum. Delapan puluh enam persen dari
angka kematian akibat perdarahan SCBA di bagian ilmu penykit dalam
FKUI/RSCM berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit
sirosis hepatis dan hematoma. Perdarahan SCBA dapat bermanifestasi
sebagai hematemesis, melena atau keduanya.

Di Indonesia sebagian besar (70-80%) hematemesis disebabkan


oleh pecahnya varises esofagus yang terjadi pada pasien serosis hati
sehingga prognosisnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Walaupun sebagian besar perdarahan akan berhenti sendiri, tetapi
sebaiknya setiap perdarahan saluran cerna dianggap sebagai suatu keadaan
serius yang setiap saat dapat membahayakan pasien. Setiap pasien dengan
perdarahan harus di rawat di rumah sakit tanpa terkecuali, walaupun
perdarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus ditangani dengan
seksama dan secara optimal untuk mencegah perdarahan lebih banyak,
syok hemoragik, dan akibat lain yang berhubungan dengan perdarahan
tersebut, termasuk kematian pasien.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari hematemesis melena
2. Untuk mengetahui penyebab dari hematemesis melena
3. Untuk mengetahui patofisiologi pada hematemesis melena
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari hematemesis melena
5. Untuk mengetahui bagimana pemeriksaan diagnosis pada hematemesis
melena

1
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis hematemesis melena
7. Untuk mengetahui web of caution hematemesis melena
1.3 Manfaat
1. Pembaca dapat mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai
definisi dari hematemesis melena
2. Pembaca dapat mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai
penyebab dari hematemesis melena
3. Pembaca dapat mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai
patofisiologi pada hematemesis melena
4. Pembaca dapat mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai
manifestasi klinis dari hematemesis melena
5. Pembaca dapat mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai
pemeriksaan diagnosis pada hematemesis melena
6. Pembaca dapat mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai
penatalaksanaan medis pada hematemesis melena
7. Pembaca dapat mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai
web of caution hematemesis melena

2
BAB II
STUDI LITERATUR

2.1 Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat


darurat yang sering dijumpai di setiap rumah sakit diseluruh dunia termasuk
indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif, atau ulkus peptikum. Delapan puluh eman persen dari angka
kematian akibat perdarahan SCBA di bagian ilmu penyakit dalam FKUI/RSCM
berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis hati dan hepatoma.

Walaupun sebagian perdarahan akan berhenti sendiri tetapi sebaiknya


setiap pperdarahan saluran cerna dianggap sebagai suatu keadaan serius yang
setiap saat dapat membahayakan pasien. Setiap pasien dengan perdarahan harus
dirawat dirumah sakit tanpa terkecuali, walaupun perdarahan dapat berhenti
secara spontan. Hal ini harus ditanggulangi dengan seksama dan secara optimal
untuk mencegah perdarahan lebih banyak, syok hemoragik, dan akibat lain yang
berhubungan dengan perdarahan tersebut, termasuk kematian pasien.

2.2 Etiologi

Hematemesis

1. Gangguan pembekuan
Semua kelainan yang menganggu proses pembekuan darah yang normal
dapat mengakibatkan perdarahan saluran cerna dan hematenesis sedang
hingga berat. Perdarahan juga dapat terjadi pada sistem tubuh lain,
menyebabkan tanda-tanda lain, seperti epitaksis, ekimosis, dan perdarahan
gusi. Gejala lain yang menyertainya bervariasi, tergantung pada kelainan
koagulasi spesifik, seperti trombositopenia atau hemofilia.
2. Kanker esofagus
Hematemesis merupakan tanda lanjut kanker ini dan dapat disertai dengan
nyeri dada yang menetap dan menjalar ke punggung. Gambaran lain antara
lain adalah rasa sesak disubsternal, disfagia berat, mual, muntah dengan
3
regurgitasi nokturnal dan aspirasi nocturnal, hemopitisis, demam, cegukan,
sakit tenggorokan, melena, dan halitosis.
3. Ruptur esofagus
Derajat hematemesis tergantung pada penyebab ruptur. Bila suatu
instrument merusak esofagus, hematemesis biasanya ringan. Namun,
rupture esofagus pada sindrom boerhaave (peningkatan tekanan esofagus
akibat mual atau muntah) atau kelianan esofagus lain biasanya
menyebabkan hematemesis yang lebih berat. Kelainan yang fatal ini juga
dapat menimbulkan nyeri epigastrium, leher, scapula, atau nyeri
retrosternal yang hebat yang disertai oleh edema leher dan dada. Pada
pemeriksaan, didapatkan krepitasi subkutan pada dinding dad,
supraklavikula, dan leher. Pasien juga dapat menunjukkan tanda-tanda
gawat napas, seperti dispnea, dan sianosis.
4. Ruptur varises esofagus
Ruptur esofagus yang dapat mengancam jiwa menimbulkan muntahan
massif yang berwarna merah terang atau seperti ampas kopi. Tanda-tanda
syok, seperti hipotensi atau takikardi, dapat menyertai atau bahkan
mendahului hematemesis bila lambung terisi darah sebelum muntah.
Gejala lainnya adalah distensi abdomen dan melena atau hematoskezia
yang tidak nyeri, bervariasi dari tetesan darah hingga perdarahan rectum
massif.
5. Karsinoma lambung
Muntah darah berwarna merah terang atau coklat gelap merupakan tanda
lanjut kanker yang jarang ditemukan, yang biasanya timbul perlahan-lahan
disertai oleh rasa tidak nyaman pada abdomen bagian atas. kemudian, pada
pasien akan terjadi anoreksia, sedikit mual, dan dispepsia kronis yang
tidak sembuh dengan pemberian antasida dan memberat setelah makan.
Gejala lanjut lainnya antara lain adalah fatigue, kelemahan, penurunan
berat badan, perut terasa kembung, melena, perubahan pola defekasi, dan
tanda-tanda malnutrisi, seperti pengecilan otot dan kulit kering.
6. Gastritis (akut)

4
Hematemesis dan melena adalah tanda gastritis akut yang paling umum.
Keduanya bahkan menjadi satu-satunya tanda, walaupun dapat juga timbul
epigastric discomfort yang ringan, mual, demam, dan malaise. Kehilangan
darah yang banyak akan menimbulkan tabda-tanda syok. Biasanya pasien
memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol atau konsumsi aspirin atau
NSAID lainnya. Gastritis juga dapat terjadi akibat infeksi Helicobacter
pylori.
7. Sindrom Mallory-Weiss
Ditandai oleh robekan mukosa jantung atau bagian bawah esofagus,
sindrom ini dapat menyebabkan hematemesis dan melena. Robekan ini
biasanya dipicu oleh muntah, mual, atau peregangan (seperti batuk).
Perdarahan yang berat dapat menimbulkan tanda-tanda syok, seperti
takikardi, hipotensi, dispnea, dan kulit yang lembab dan dingin.
8. Ulkus Peptik
Hematemesis dapat terjadi ketika ulkus peptic menembus arteri, vena, atau
jaringan yang sangat vaskuler, hematemesis massif dan mungkin
mengancam jiwa merupakan gambaran yang khas ketika ulkus menembus
arteri. Gambaran lainnya antara lain adalah melena atau hematoskezia,
menggigil, demam, atau tanda-tanda syok dan dehidrasi, seperti takikardi,
hipotensi, turgor kulit menurun, atau haus. Sebagian besar pasien memiliki
riwayat mual, muntah, nyeri tekan epigastrium, dan nyeri pada epigastrium
yang menghilang setelah makan atau pemberian antasida. Pasien mungkin
juga dapat memiliki kebiasan merokok, konsumsi alkohol atau NSAID.

Penyebab lain
9. Terapi
Trauma pada intubasi pipa nasogastrik (NGT) atau pipa endotrakeal dapat
menyebabkan hematemesis akibat darah yang tertelan. Pembedahan pada
hidung atau tenggorokan dapat menyebabkan hematemesis dengan cara
yang sama.

5
Melena

1. Kanker kolon
Pertumbuhan tumor awal pada sisi kanan kolon dapat meyebabkan
melena yang disertai nyeri, tekanan, atau kram abdomen. Seiring dengan
perjalanan penyakit, pasien menjadi lemah, fatigue, dan anemia. Akhirnya,
pasien juga mengalami diare atau obstipasi, anoreksia, penurunan berat
badan, muntah, dan tanda-tanda obstruski usus lain.
Bila tumor berada pada sisi kiri, melena jarang terjadi sampai
stadium lanjut penyakit. Pertumbuhan tumor awal umumnya menyebabkan
perdarahan rektal dengan rasa penuh atau kram pada abdomen yang
intermiten dan tekanan pada rektum. Seiring dengan perjalanan penyakit
temuan dapat berupa obstipasi, diare, atau tinja berbentuk pensil. Pada
stadium ini, perdarahan dari kolon ditandai dengan melena atau tinja
berdarah.
2. Infeksi Virus Ebola
Melena, hematemesis, dan perdarahan dari hidung, gusi, dan vagina dapat
timbul belakangan pada kelainan ini. Paaien biasanya melaporkan onset
sakit kepala, nyeri abdomen, dehidrasi, dan letargi yang tiba-tiba pada hari
ke-5 setelah pajang. Nyeri dada pleuritik, batuk kering dan pendek-
pendek, dan faringitis juga ditemukan. Ruam makulopapular muncul
antara hari ke-5 dan hari ke-7.
3. Kanker Esofagus
Melena merupakan tanda lanjut. Meningkatnya obstruksi pertama
menimbulkan disfagia yang tidak nyeri, kemudian penurunan berat badan
dengan cepat. Pasien mungkin mengalami nyeri dada yang menetap
dengan rasa penuh di substernal, mual, muntah, atau hematemesis.
Temuan lainnya antara lain suara serak, batul (kemungkinan
hemoptisis),cegukan, sakit tenggorokan, dan halitosis.
4. Ruptur Varises Esofagus
Kelainan yang mengancam jiwa ini dapat menyebabkan melena,
hematoskzeia, dan hematomesis. Melena didahului oleh tanda-tanda syok,
6
seperti takikardi, takipnea, hipotensi, serta kulit dingin dan lembab.
Agitasi atau kebingungan menandakan ensefalopati hepatik.
5. Gastritis
Melena dan hematemesis sering terjadi. Pasien juga dapat mengalami
mual, muntah, sendawa, atau rasa tidak nyaman pada abdomen atau
epigastrium yang ringan yang memberat sewaktu makan.
6. Sindrom Mallory-Weiss
Melena dan hematemesis terjadi setelah muntah. Perdarahan abdomen atas
yang berat menimbulkan tanda-tanda gejala syok, seperti takikardi,
takipnea, hipotensi, serta kulit dingin dan lembab. Pasien mungkin juga
mengeluhkan nyeri epigastrium dan punggung.
7. Oklusi Vaskular mesenterik
Kelainan yang mengancam jiwa ini menyebabkan melena ringan dengan
nyeri abdomen ringan dan persisten selama 2 sampai 3 hari. Kemudian,
nyeri abdomen menjadi berat dan dapat disertai nyeri tekan, distensi,
guarding, atau rigditas. Pasien juga dapat mengalami anoreksia, muntah,
demam, atau syok yang berat.
8. Ulkus peptik
Melena dapat menandakan perdarahan yang mengancam jiwa setelah
penetrasi vaskular. Pasien juga dapat mengalami mual, muntah,
hematomesis, hematoskezia, dan nyeri epigastrium difus seperti
digerogoti, panas atau tajam. Bila terjadi syok hipovolemik, terdapat
tanda-tanda syok hipovolemik, terdapat tanda-tanda seperti takikardi,
takipnea, hipotensi, pusing, sinkop, serta kulit dingin dan lembab.
9. Tumor usus halus
Tumor ini dapat berdarah dan menyebabkan melena. Tanda dan gejala lain
adalah nyeri abdomen, distensi, dan meningkatnya frekuensi dan pitch
bising usus.
10. Trombositopenia
Melena atau hematomesis dapat menyertai manifestasi kecenderungan
perdarahan lain; hematemesis, epitaksis, petekie, ekimosis, hematuria,

7
perdarah vagina, dan bula oral berisi darah yang khas. Karakteristiknya,
pasien tampak lemah, fatigue, dan letargi.
11. Demam tifoid
Melena atau hematoskezia terjadi belakangan pada gangguan ini dan dapat
terjadi dengan gangguan hipotensi dan hipotermia. Temuan lanjut lainnya
adalah ketumpalan mental atau delirium, distensi abdomen dan diare yang
berat, penurunan berat badan yang bermakna,dan fatigue berat.
12. Demam kuning
Melena, hematoskezia, dan hematemesis merupakan tanda perdarahan
yang mengkhawatirkan, suatu gambaran klasik yang timbul bersamaan
dengan ikterus. Temuan lainnya adalah demam,nyeri kepala, mual,
epitaksis, albuminura, patekie, dan perdarahan mukosa, atau pusing.

Penyebab lain
13. Obat dan alkohol
Aspirin, obat anti inflamasi nonsteroid lain, dan alkohol dapat
menyebabkan iritasi lambung dan sebagai akibatnya terjadi melena.

2.3 Patofisiologi

Usaha mencari penyebab perdarahan saluran makanan dapat dikembalikan


pada faktor-faktor penyebab perdarahan, antara lain: faktor bembuluh darah
(vasculopathy) seperti pada tukak peptic, pecahnya varises esophagus, faktor
trobosit (thrombopathy) seperti pada IPT, faktor-faktor kekurangan zat-zat
pembentuk darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis hati dan lain-
lain. Malahan pada serosis hati dapat terjadi ketigannya: vasculopathy, pecahnya
varises esophagus, trombopathy, terjadinya pengurangan trombosit di sirkulasi
perifer akibat hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan
sel-sel hati. Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi
yaitu pecahnya pembuluh darah karena dari erosi dari makanan yang kasar
(berserat tinggi dan kasar), atau minum OAINS (NSAID), dan teori erupsi karena
tekanan vena porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula dicetuskan oleh

8
peningkatan tekanan intra abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan,
mengangkat barang berat, dan lain-lain.

Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer,


seperti pada: hemophilia, ITP, hereditary haemoragic telangiestac, dan lain-lain.
Dapat pula secara sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, dan
iatrigenic seperti penderita dengan terapi antikoagulen,terapi bibrinolitik, drug-
induce thrombocytopenia, pemebrian transfuse darah yang massif dan lain-lain (I
Made Bakta, 1999: 55).

Adanaya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu


juga riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi
alkohol yang berlebihan mengarahkan kedugaan gastritis serta penyakit ulkus
peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah
lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan ke
dugaan gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-
kadang varises. Penurunan berat badan mengarahkan dugaan keganasan.
Perdarahan yang berat disertai adanay bekuan dan pengobatan syok refrakter
meningkatkan kemungkinan varises.

Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya meningkatkan


kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan riwayat
perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai kolaps
hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi dieulafoy
(adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung yang dapat menyebabkan
perdarahan saluran pencernaan intermitem yang banyak).

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bergam
tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah
perdarahan berlangsung terus-menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang
dengan 1) anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung
lama 2) hematemesis dan atau melena disertau atau tanpa anemia, dengan atau

9
tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemia menentukan tingkat
kegawatan pasien (Adi pangestu: 2009).

Kehilangan darah kurang dari 500 ml jarang disertai tanda-tanda


sistematik kecuali perdarahan pada manula atau pada pasien anemia dimana
jumlah kehilangan darah yang lebih kecil sudah dapat menimbulkan perubahan
hemodinamika. Perubahan yang cepat dengan jumlah yang lebih besar akan
mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer akibat refleks vosokonstruksi. Hipotensi orthostatik
yang lebih besar dari pada 10 mmHg biasanya menunjukan penurunan volume
darah sebanyak 20% atau lebih. Gejala yang timbul meliputi bersamaan meliputi
sinkop, kepala terasa ringan, neusea, perspirasi, dan rasa haus. Kalu kehilangan
darah mendekati 40% volume darah, gejala syoksering terjadi disertai takikardia
dan hipotensi yang nyat. Gejala pusat tampak mencolok dan kulit penderita teraba
dingin.

2.5 Pemeriksaan Diagnosik

- Tes Darah : hitung darah lengkap dan crosssmatch jika diperlukan


transfusi
- Ureum & Kreatin : kenaikan ureum relatif terhadap kreatinin (kenaikan
rasio ureum/ kreatinin) ditemukan pada perdarahan saluran pencernaan
atas yang signifikan dan menunjukkan jumlah protein yang terkandung
dalam darah segar di lambung, juga menentukan tingkat dehidrasi (uremia
‘prarenal’
- K+ : bisa lebih tinggi dari normal akibat absorpsi dari darah di usus halus.
- Pembekuan : harus diperiksa pada pasien yang mengkonsumsi
antikoagulan dan yang memiliki tanda-tanda penyakit hati kronis
- EKG,foto thoraks : Identifikasi dini adanya penyakit jantung paru kronis
akan memudahkan penatalaksanaan selanjutnya.
- Endoskopi : bisa membantu menegakkan diagnosis dan memungkinkan
pengobatan endoskopik awal. Juga memberikan informasi prognostik
(seperti identifikasi stigmata perdarahan baru)
10
2.6 Penatalaksanaan

Semua kasus harus ditangani bersama dengan ahli gastroenterologi dan


ahli bedah digestif. Jika pasien pernah mengalami pembedahan aorta
abdominalis sebelumnya, konsultasikan dengan spesialis bedah vaskular.

- Resusitasi
Terapi penggantian cairan dini (sebaiknya dengan darah) penting pada
pasien syok atau pasien dengan penyakit kardiovaskular
- Monitoring tekanan vena central (CVP)
Manfaatnya adalah resusitasi yang lebih aman pada pasien gagal jantung
dan penyakit jantung iskemik serta mengetahui perdarahan ulang lebih
dini
- Terapi endoskopik
Selain untuk diagnostik,endoskopi juga bisa dilakukan sebagai terapi
untuk lesi yang berdarah

1. Terapi Injeksi : epinefrin (1:10.000) untuk ulkus peptikum dengan


SRH,etolamin untuk varises

2. Heater probe dan fokagulasi laser untuk perdarahan pembuluh


darah,tumor,ulkus

3. Ligasi varises

- Tindakan bedah
Walaupun pembedahan kini jarang dilakukan daripada sebelum
ditemukannya endoskopi, terapi ini masih terbilang penting. Intervensi
bedah harus dipertimbangkan pada pasien yang tidak merespons terhadap
resusitasi dan yang memiliki tanda signifikan terjainya perdarahan ulang.
Dan bila endoskopi gagal atau tidak mungkin dilakukan. Konsultasi dini
dengan tim bedah selalu membantu pelaksanaan kemudian.

2.7 Web Of Caution

11
12
13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Secara signifikan , rasa pusing yang dipengaruhi posisi tubuh atau penurunan
kesadaran pada hematenesis atau melena, menunjukkan ‘perdarahan yang
signifikan secara hemodinamik’

1. Riwayat Makan Obat – Obatan

Riwayat makan obat-obatan relevan baik untuk menegakkan diagnosis


etiologi (misalnya aspirin,OAINS menunjukkan ulkus peptikum) dan untuk
terapi (bloker B walfarin)

2. Pemeriksaan Fisik
 Umum
- Keadaan umum: apakah kulit pasien terasa dingin dan lembab yang
menandakan vasokontriksi perifer yang signifikan?
- Denyut nadi dan tekanan darah , termasuk penurunan tekanan darah
postrural. Pemcatatan tingkat keparahan syok sangat penting
- Tanda – tanda penyakit historis
- Tanda – tanda keganasan:limfadenopati,organomegali,penurunan berat
badan baru- baru ini
 Pemeriksaan Abdomen

Jarang ditemukan apa – apa. Adanya nyeri tekan epigastrik merupakan tanda
ulkus peptikum dan adanya hepatosplenomegali meningkatkan kemungkinan
varises.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan perdarahan


2. Hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan aktif
3. Gangguan rasa nyaman dibuktikan dengan gejala penyakit

14
4. Defisit nutrisi dibuktikan dengan faktor psikologis

3.3 Intervensi

N Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional


o

1. Resiko Tujuan : Agar 1.Pemantauan 1.Untuk


ketidakseimban kebutuhan Elektrolit mengetahui intake
gan cairan cairan dalam dan output
2.Pemantauan
berhubungan tubuh bisa elektrolit dalam
tanda – tanda vital
dengan seimbang tubuh pasien
perdarahan 3.Pencegahan
Kriteria 2.Untuk
infeksi
Hasil: mengetahui
4. Pencegahan keadaan umum
1.Keluaran
perdarahan pasien
urine
meningkat 3.Untuk
mencegah
2.kelembapan
terjadinya infeksi
membran
mukosa 4. Untuk
meningkat mencegah atau
mngurangi
3.Edema
perdarahan
menurun

4.Turgor kulit
membaik

5.Konfusi
menurun

2. Hipovolemia Tujuan : Agar 1.Manajemen 1.Untuk

15
dibuktikan cairan dalam hipovolemia mengetahui
dengan tubuh perkembangan
2.Manajemen syok
kehilangan kembali hipovolemia
hipovolemik
cairan aktif normal
2.Untuk
3.Pemantauan
Kriteria mengetahui
cairan
Hasil: perkembangan
syok
1. Edema
perifer 3.Untuk
menurun memantau intake
dan output cairan
2. turgor kulit
dalam tubuh
meningkat

3. Oligura
membaik

4. Distensi
vena
jugularis
menurun

5. membran
mukosa
membaik

3 Gangguan rasa Tujuan : Agar 1.Manajemen nyeri 1.Untuk


nyaman pasien mengetahui
2.Terapi relaksasi
dibuktikan kembali perkembangan
dengan gejala nyaman 3.Edukasi keadaan nyeri
penyakit manajemen nyeri pasien
Kriteria
Hasil: 4.Pemberian obat 2.Untuk

16
1. Perawatan mengurangi nyeri
sesuai
3.Untuk memberi
kebutuhan
informasi agar
meningkat
pasien atau
2. Keluhan keluarga bisa
tidak nyaman mengetahui
menurun keadaan nyeri
pasien
3. Mual
menurun 4.Untuk
mengurangi nyeri

4 Defisit nutrisi Tujuan: 1.Manajemen 1.Untuk


dibuktikan Agar nutrisi nutrisi mengetahui
dengan faktor dapat perkembangan
2.Pemantauan
psikologis terpenuhi nutrisi pasien
tanda vital
Kriteria 2.Untuk
3.Pemberian obat
Hasil: mengetahui
intravena
keadaan umum
1. Porsi
pasien
makaan
yang 3. Untuk memberi
dihabiskan nutrisi kepada
meningkat pasien

2. Nyeri
abdomen
menurun

3. Frekuensi
makan
membaik

4. Nafsu

17
makan
membaik

18
3.4 Pendidikan Kesehatan Terpilih

SATUAN ACARA PENYULUHAN HEMATEMESIS MELENA

Pokok Bahasan : Penyakit Hematemesis Melena


Sasaran : Warga Kecamatan Mulyorejo
Hari/Tanggal : Rabu/ 18 April 2018
Tempat : Kantor Kecamatan Mulyorejo

A. Deskripsi

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat


darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit seluruh Indonesia. Perdarahan
dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau
ulkus peptikum. Delapan puluh enam persen dari angka kematian akibat
perdarahan SCBA di bagian ilmu penykit dalam FKUI/RSCM berasal dari
pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis hepatis dan hematoma.
Perdarahan SCBA dapat bermanifestasi sebagai hematemesis, melena atau
keduanya.

Di Indonesia sebagian besar (70-80%) hematemesis disebabkan oleh pecahnya


varises esofagus yang terjadi pada pasien serosis hati sehingga prognosisnya
tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Walaupun sebagian besar
perdarahan akan berhenti sendiri, tetapi sebaiknya setiap perdarahan saluran cerna
dianggap sebagai suatu keadaan serius yang setiap saat dapat membahayakan
pasien. Setiap pasien dengan perdarahan harus di rawat di rumah sakit tanpa
terkecuali, walaupun perdarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus
ditangani dengan seksama dan secara optimal untuk mencegah perdarahan lebih
banyak, syok hemoragik, dan akibat lain yang berhubungan dengan perdarahan
tersebut, termasuk kematian pasien.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit peserta dapat memahami penyakit
Hematemesis Melena
19
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit peserta dapat menjelaskan
kembali :
a Apa definisi hematemesis melena
b Apa penyebab hematemesis melena
c Bagaimana tanda dan gejala hematemesis melena
d Bagaimana pemeriksaan hematemesis melena
C. Materi (terlampir)
a Definisi hematemesis melena
b Penyebab hematemesis melena
c Tanda dan gejala hematemesis melena
d Pemeriksaan hematemesis melena
D. Strategi Pelaksanaan (Metode dan Media)
1. Metode: ceramah
2. Media: Leaflet
E. Materi
Terlampir
F. Draft Rencana Proses Pelaksanaan

NO Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1 5 Menit Pembukaan :
1. Memberikan salam 1.Menjawab salam
2. memperkenalakan diri 2.Mendengarkan
3. menjelaskan tujuan penyuluhan dan dan memperhatian
pokok materi yang akan disampaikan 3.Menjawab
4.mengkaji pengetahuan tentang pertanyaan
hematemesis melena
2 10 .Menit Pelaksanaan :
Mendengarkan
1. Menjelaskan materi
dan
2. Memberikan sesi untuk bertanya memperhatikan
mempraktekan

cuci tangan

20
Materi :
1. Definisi hematemesis melena
2. Penyebab hematemesis melena
3. Tanda dan gejala hematemesis
melena
4. Pemeriksaan hematemesis
melena
3 10 Menit Evaluasi :
1. Meminta peserta untuk menjelaskan 1.Mengajukan
kembali materi yang telah diberikan pertanyaan
dengan singkat 2.Menjawab
2. Meminta peserta mempraktekan cuci pertanyaan yang
tangan yang benar diberikan
penyuluh
4 5 Menit Penutup : 1. Mendengarkan
1. Menyimpulkan hasil penyuluhan 2.Menjawab salam
2.Menutup acara dengan salam penutup penutup

G. Pengorganisasaian Dan Denah


1. Moderator: Naila Rahmatika
2. Penyaji: Fira Yuniar Laraswati
3. Fasilitator: Husnul Hotimah

B C
A A: Penyuluh
B: Fasilitator

D C: Moderator
D: Audience

21
H. Evaluasi
1. Struktur
a. Persiapan media yang akan digunakan
b. Persiapan tempat yang akan digunakan
c. Kontrak waktu
d. Persiapan SAP

2. Proses
a. Peserta aktif dan antusias dalam mengikuti kediatan penyuluhan
b. Tidak ada peserta yang meinggalkan kegiatan penyuluhan
3. Hasil
a. Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan peserta mengerti dan memahami
materi penyuluhan
b. Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan ada perubahan prilaku kesehatan
yang lebih baik

Lampiran

1.1 Definisi Hematemesis Melena

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat


darurat yang sering dijumpai di setiap rumah sakit diseluruh dunia termasuk
indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif, atau ulkus peptikum. Delapan puluh eman persen dari angka
kematian akibat perdarahan SCBA di bagian ilmu penyakit dalam FKUI/RSCM
berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis hati dan hepatoma.

1.2 Penyebab Hematemesis Melena

Hematemesis

1. Gangguan pembekuan
Semua kelainan yang menganggu proses pembekuan darah yang normal
dapat mengakibatkan perdarahan saluran cerna dan hematenesis sedang
hingga berat. Perdarahan juga dapat terjadi pada sistem tubuh lain,
22
menyebabkan tanda-tanda lain, seperti epitaksis, ekimosis, dan perdarahan
gusi. Gejala lain yang menyertainya bervariasi, tergantung pada kelainan
koagulasi spesifik, seperti trombositopenia atau hemofilia.
2. . Kanker esofagus
Hematemesis merupakan tanda lanjut kanker ini dan dapat disertai dengan
nyeri dada yang menetap dan menjalar ke punggung. Gambaran lain antara
lain adalah rasa sesak disubsternal, disfagia berat, mual, muntah dengan
regurgitasi nokturnal dan aspirasi nocturnal, hemopitisis, demam, cegukan,
sakit tenggorokan, melena, dan halitosis.
3. Ruptur esofagus
Derajat hematemesis tergantung pada penyebab ruptur. Bila suatu
instrument merusak esofagus, hematemesis biasanya ringan. Namun,
rupture esofagus pada sindrom boerhaave (peningkatan tekanan esofagus
akibat mual atau muntah) atau kelianan esofagus lain biasanya
menyebabkan hematemesis yang lebih berat. Kelainan yang fatal ini juga
dapat menimbulkan nyeri epigastrium, leher, scapula, atau nyeri
retrosternal yang hebat yang disertai oleh edema leher dan dada. Pada
pemeriksaan, didapatkan krepitasi subkutan pada dinding dad,
supraklavikula, dan leher. Pasien juga dapat menunjukkan tanda-tanda
gawat napas, seperti dispnea, dan sianosis.
4. Ruptur varises esofagus
Ruptur esofagus yang dapat mengancam jiwa menimbulkan muntahan
massif yang berwarna merah terang atau seperti ampas kopi. Tanda-tanda
syok, seperti hipotensi atau takikardi, dapat menyertai atau bahkan
mendahului hematemesis bila lambung terisi darah sebelum muntah.
Gejala lainnya adalah distensi abdomen dan melena atau hematoskezia
yang tidak nyeri, bervariasi dari tetesan darah hingga perdarahan rectum
massif.
5. Karsinoma lambung
Muntah darah berwarna merah terang atau coklat gelap merupakan tanda
lanjut kanker yang jarang ditemukan, yang biasanya timbul perlahan-lahan

23
disertai oleh rasa tidak nyaman pada abdomen bagian atas. kemudian, pada
pasien akan terjadi anoreksia, sedikit mual, dan dispepsia kronis yang
tidak sembuh dengan pemberian antasida dan memberat setelah makan.
Gejala lanjut lainnya antara lain adalah fatigue, kelemahan, penurunan
berat badan, perut terasa kembung, melena, perubahan pola defekasi, dan
tanda-tanda malnutrisi, seperti pengecilan otot dan kulit kering.
6. Gastritis (akut)
Hematemesis dan melena adalah tanda gastritis akut yang paling umum.
Keduanya bahkan menjadi satu-satunya tanda, walaupun dapat juga timbul
epigastric discomfort yang ringan, mual, demam, dan malaise. Kehilangan
darah yang banyak akan menimbulkan tabda-tanda syok. Biasanya pasien
memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol atau konsumsi aspirin atau
NSAID lainnya. Gastritis juga dapat terjadi akibat infeksi Helicobacter
pylori.
7. Sindrom Mallory-Weiss
Ditandai oleh robekan mukosa jantung atau bagian bawah esofagus,
sindrom ini dapat menyebabkan hematemesis dan melena. Robekan ini
biasanya dipicu oleh muntah, mual, atau peregangan (seperti batuk).
Perdarahan yang berat dapat menimbulkan tanda-tanda syok, seperti
takikardi, hipotensi, dispnea, dan kulit yang lembab dan dingin.
8. Ulkus Peptik
Hematemesis dapat terjadi ketika ulkus peptic menembus arteri, vena, atau
jaringan yang sangat vaskuler, hematemesis massif dan mungkin
mengancam jiwa merupakan gambaran yang khas ketika ulkus menembus
arteri. Gambaran lainnya antara lain adalah melena atau hematoskezia,
menggigil, demam, atau tanda-tanda syok dan dehidrasi, seperti takikardi,
hipotensi, turgor kulit menurun, atau haus. Sebagian besar pasien memiliki
riwayat mual, muntah, nyeri tekan epigastrium, dan nyeri pada epigastrium
yang menghilang setelah makan atau pemberian antasida. Pasien mungkin
juga dapat memiliki kebiasan merokok, konsumsi alkohol atau NSAID.

24
Penyebab lain
9. Terapi
Trauma pada intubasi pipa nasogastrik (NGT) atau pipa endotrakeal dapat
menyebabkan hematemesis akibat darah yang tertelan. Pembedahan pada
hidung atau tenggorokan dapat menyebabkan hematemesis dengan cara
yang sama.

Melena

1. Kanker kolon
Pertumbuhan tumor awal pada sisi kanan kolon dapat meyebabkan
melena yang disertai nyeri, tekanan, atau kram abdomen. Seiring dengan
perjalanan penyakit, pasien menjadi lemah, fatigue, dan anemia. Akhirnya,
pasien juga mengalami diare atau obstipasi, anoreksia, penurunan berat
badan, muntah, dan tanda-tanda obstruski usus lain.
Bila tumor berada pada sisi kiri, melena jarang terjadi sampai
stadium lanjut penyakit. Pertumbuhan tumor awal umumnya menyebabkan
perdarahan rektal dengan rasa penuh atau kram pada abdomen yang
intermiten dan tekanan pada rektum. Seiring dengan perjalanan penyakit
temuan dapat berupa obstipasi, diare, atau tinja berbentuk pensil. Pada
stadium ini, perdarahan dari kolon ditandai dengan melena atau tinja
berdarah.
2. Infeksi Virus Ebola
Melena, hematemesis, dan perdarahan dari hidung, gusi, dan vagina dapat
timbul belakangan pada kelainan ini. Paaien biasanya melaporkan onset
sakit kepala, nyeri abdomen, dehidrasi, dan letargi yang tiba-tiba pada hari
ke-5 setelah pajang. Nyeri dada pleuritik, batuk kering dan pendek-
pendek, dan faringitis juga ditemukan. Ruam makulopapular muncul
antara hari ke-5 dan hari ke-7.
3. Kanker Esofagus
Melena merupakan tanda lanjut. Meningkatnya obstruksi pertama
menimbulkan disfagia yang tidak nyeri, kemudian penurunan berat badan

25
dengan cepat. Pasien mungkin mengalami nyeri dada yang menetap
dengan rasa penuh di substernal, mual, muntah, atau hematemesis.
Temuan lainnya antara lain suara serak, batul (kemungkinan
hemoptisis),cegukan, sakit tenggorokan, dan halitosis.
4. Ruptur Varises Esofagus
Kelainan yang mengancam jiwa ini dapat menyebabkan melena,
hematoskzeia, dan hematomesis. Melena didahului oleh tanda-tanda syok,
seperti takikardi, takipnea, hipotensi, serta kulit dingin dan lembab.
Agitasi atau kebingungan menandakan ensefalopati hepatik.
5. Gastritis
Melena dan hematemesis sering terjadi. Pasien juga dapat mengalami
mual, muntah, sendawa, atau rasa tidak nyaman pada abdomen atau
epigastrium yang ringan yang memberat sewaktu makan.
6. Sindrom Mallory-Weiss
Melena dan hematemesis terjadi setelah muntah. Perdarahan abdomen atas
yang berat menimbulkan tanda-tanda gejala syok, seperti takikardi,
takipnea, hipotensi, serta kulit dingin dan lembab. Pasien mungkin juga
mengeluhkan nyeri epigastrium dan punggung.

7. Oklusi Vaskular mesenterik


Kelainan yang mengancam jiwa ini menyebabkan melena ringan dengan
nyeri abdomen ringan dan persisten selama 2 sampai 3 hari. Kemudian,
nyeri abdomen menjadi berat dan dapat disertai nyeri tekan, distensi,
guarding, atau rigditas. Pasien juga dapat mengalami anoreksia, muntah,
demam, atau syok yang berat.
8. Ulkus peptik
Melena dapat menandakan perdarahan yang mengancam jiwa setelah
penetrasi vaskular. Pasien juga dapat mengalami mual, muntah,
hematomesis, hematoskezia, dan nyeri epigastrium difus seperti
digerogoti, panas atau tajam. Bila terjadi syok hipovolemik, terdapat

26
tanda-tanda syok hipovolemik, terdapat tanda-tanda seperti takikardi,
takipnea, hipotensi, pusing, sinkop, serta kulit dingin dan lembab.
9. Tumor usus halus
Tumor ini dapat berdarah dan menyebabkan melena. Tanda dan gejala lain
adalah nyeri abdomen, distensi, dan meningkatnya frekuensi dan pitch
bising usus.
10. Trombositopenia
Melena atau hematomesis dapat menyertai manifestasi kecenderungan
perdarahan lain; hematemesis, epitaksis, petekie, ekimosis, hematuria,
perdarah vagina, dan bula oral berisi darah yang khas. Karakteristiknya,
pasien tampak lemah, fatigue, dan letargi.
11. Demam tifoid
Melena atau hematoskezia terjadi belakangan pada gangguan ini dan dapat
terjadi dengan gangguan hipotensi dan hipotermia. Temuan lanjut lainnya
adalah ketumpalan mental atau delirium, distensi abdomen dan diare yang
berat, penurunan berat badan yang bermakna,dan fatigue berat.
12. Demam kuning
Melena, hematoskezia, dan hematemesis merupakan tanda perdarahan
yang mengkhawatirkan, suatu gambaran klasik yang timbul bersamaan
dengan ikterus. Temuan lainnya adalah demam,nyeri kepala, mual,
epitaksis, albuminura, patekie, dan perdarahan mukosa, atau pusing.

Penyebab lain
13. Obat dan alkohol
Aspirin, obat anti inflamasi nonsteroid lain, dan alkohol dapat
menyebabkan iritasi lambung dan sebagai akibatnya terjadi melena.

1.3 Tanda dan Gejala Hematemesis Melena

Manifestasi klinik dari perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bergam
tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah
perdarahan berlangsung terus-menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang

27
dengan 1) anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung
lama 2) hematemesis dan atau melena disertau atau tanpa anemia, dengan atau
tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemia menentukan tingkat
kegawatan pasien (Adi pangestu: 2009).

Kehilangan darah kurang dari 500 ml jarang disertai tanda-tanda


sistematik kecuali perdarahan pada manula atau pada pasien anemia dimana
jumlah kehilangan darah yang lebih kecil sudah dapat menimbulkan perubahan
hemodinamika. Perubahan yang cepat dengan jumlah yang lebih besar akan
mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer akibat refleks vosokonstruksi. Hipotensi orthostatik
yang lebih besar dari pada 10 mmHg biasanya menunjukan penurunan volume
darah sebanyak 20% atau lebih. Gejala yang timbul meliputi bersamaan meliputi
sinkop, kepala terasa ringan, neusea, perspirasi, dan rasa haus. Kalu kehilangan
darah mendekati 40% volume darah, gejala syoksering terjadi disertai takikardia
dan hipotensi yang nyat. Gejala pusat tampak mencolok dan kulit penderita teraba
dingin.

1.4 Pemeriksaan Pada Hematemesis Melena

- Tes Darah : hitung darah lengkap dan crosssmatch jika diperlukan


transfusi
- Ureum & Kreatin : kenaikan ureum relatif terhadap kreatinin (kenaikan
rasio ureum/ kreatinin) ditemukan pada perdarahan saluran pencernaan
atas yang signifikan dan menunjukkan jumlah protein yang terkandung
dalam darah segar di lambung, juga menentukan tingkat dehidrasi (uremia
‘prarenal’
- K+ : bisa lebih tinggi dari normal akibat absorpsi dari darah di usus halus.
- Pembekuan : harus diperiksa pada pasien yang mengkonsumsi
antikoagulan dan yang memiliki tanda-tanda penyakit hati kronis
- EKG,foto thoraks : Identifikasi dini adanya penyakit jantung paru kronis
akan memudahkan penatalaksanaan selanjutnya.

28
- Endoskopi : bisa membantu menegakkan diagnosis dan memungkinkan
pengobatan endoskopik awal. Juga memberikan informasi prognostik
(seperti identifikasi stigmata perdarahan baru)

29
BAB IV

ANALISA ARTIKEL JURNAL

Gambaran Esofagogastroduodenoskopi Pasien Hematemesis Dan Atau Melena


Di RSUP M Djamil Padang Periode Januari 2010 - Desember 2013

Fadhil Alfino Azmi1, Saptino Miro2, Detty Iryani3

Abstrak

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan darah dalam


lumen saluran cerna yang bermula dari esofagus sampai duodenum.
Manifestasi kinis berupa hematemesis (muntah darah) dan atau melena (tinja
hitam). Kasus ini masih banyak dilaporkan dari berbagai rumah sakit. Etiologi
yang sering dilaporkan adalah varises esofagus, ulkus peptikum, gastritis erosif
dan lain-lain. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui frekuensi diagnosis
esofagogastroduodenoskopi (EGD) pasien hematemesis dan atau melena di
RSUP M Djamil Padang. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
retrospektif. Data diambil secara total sampling dari rekam medik pasien
hematemesis dan atau melena yang dilakukan pemeriksaan EGD di Instalasi
Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP M Djamil Padang periode.Januari.2010.–
.Desember.2013. Hasil penelitian menunjukkan 162 pasien kasus terbanyak
adalah ulkus gaster (27,8%). Menurut jenis kelamin, pria lebih banyak
dibanding wanita yaitu pria (64,8%) dan wanita (35,2%) rasio 1,8 : 1.
Kelompok umur terbanyak adalah 51-60 tahun yaitu (20,0%). Lokasi lesi yang
paling banyak ditemukan adalah gaster (48,8%).
Kata kunci: esofagogastroduodenoskopi, perdarahan saluran cerna bagian atas,
hematemesis, melena

PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna dapat berasal dari saluran cerna bagian


atas(SCBA) atau saluran cerna bagian bawah(SCBB). Manifestasi klinisnya
dapat sangat bervariasi mulai dari yang ringan, sampai dengan perdarahan
30
masif dan renjatan. Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan
darah

dalam lumen saluran cerna mulai dari esofagus sampai dengan duodenum
(dengan batas anatomik di ligamentum treitz). Perdarahan saluran cerna bagian
bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari usus di sebelah bawah
ligamentum treitz. Gejala perdarahan saluran cerna bagian atas dapat berupa
hematemesis (muntah darah segar atau hitam) dan atau melena (tinja hitam
dengan bau khas) atau berupa hematokezia apabila perdarahan yang terjadi
dengan jumlah yang banyak (masif). Gejala perdarahan saluran cerna bagian
bawah pada umumnya berupa hematokezia atau perdarahan samar saluran
cerna.1-3
Alat esofagogastroduodenoskopi (EGD) memungkinkan diagnosis yang
tepat terhadap kelainan organ dalam tubuh manusia. Hal tersebut dikarenakan
EGD dapat melihat langsung dengan melihat ke dalam tubuh, sehingga dapat
dilihat dengan jelas setiap kelainan yang ada pada organ yang diperiksa. Oleh
karena itu jelas bahwa EGD termasuk salah satu sarana penunjang diagnostik
yang penting. Dengan makin berkembangnya alat tersebut ternyata tidak hanya
digunakan sebagai sarana diagnostik saja, tetapi kemudian dimanfaatkan sebagai
sarana untuk terapi. Sebagai sarana diagnostik seperti menentukan dengan lebih
pasti/tepat kelainan radiologis yang didapatkan pada esofagus, lambung dan
duodenum, selain itu juga untuk kasus sindroma dispepsia dengan usia lebih 45
tahun atau di bawah 45 tahun dengan tanda bahaya seperti muntah-muntah
hebat, anemia, ikterus,penurunan berat badan, indikasi lainnya adalah riwayat
pemakaian Obat Analgetik Antipiretik Inflamasi Non Steroid (OAINS) dan
riwayat kanker pada keluarga serta yang sangat penting pada perdarahan
SCBA.4,5
Etiologi perdarahan saluran cerna atas di Indonesia berbeda dengan yang
dilaporkan kepustakaan barat. Di Indonesia sebagian besar kasus perdarahan
SCBA (lebih kurang 70%) disebabkan oleh pecahnya varises esofagus atau
dampak lain dari akibat adanya hipertensi portal (adanya gastropati hipertensi
portal). Sedangkan di Negara Barat sebagian besar di akibatkan tukak peptik dan
31
gastritis erosif. Penyebab lain yang sering dilaporkan pada perdarahan SCBA
adalah sindroma mallory-weiss dan keganasan SCBA.1,3,6

Perbedaan etiologi terbanyak di negara Barat dan di Indonesia ini dapat


dilihat pada penelitian Hreinsson pada tahun 2012 di Islandia, dimana temuan
terbanyak adalah ulkus peptikum (35,2%) diikuti oleh sindroma Mallory-Weiss
(12,2%). Penelitian Hearnshaw pada tahun 2010 di Inggris, kasus terbanyak
adalah ulkus peptikum sebanyak 36%, diikuti oleh varises esofagus sebanyak
11%. Di Indonesia, berdasarkan penelitian Adi pada tahun 2009 dari 1673
kasus perdarahan SCBA di SMF Penyakit Dalam RSU dr Soetomo Surabaya,
penyebabnya 76,9% pecahnya varises esofagus, 19,2% gastritis erosif, 1,0%
tukak peptik, 0,6% kanker lambung, dan 2,6% karena sebab-sebab lain.7-9
Menurut jenis kelamin dan kelompok umur dari kasus perdarahan saluran
cerna atas adalah sebagai berikut: 1) Tukak lambung lebih sering terjadi pada
pria dibandingkan wanita (1,3:1). Walaupun dapat terjadi pada semua
kelompok umur, tukak lambung lebih sering terjadi pada kelompok umur 55-
70 tahun;
2) Pada tukak duodenum, perbandingan antara laki- laki dengan wanita (2:1).
Umur terbanyak antara kelompok umur 45-65 tahun dengan kecendrungan
makin tua umur, prevalensi makin meningkat; 3) Kanker gaster pada pria dua
kali lebih sering daripada wanita. Kebanyakan kasus kanker lambung terjadi
pada umur 50-70 tahun dan jarang di bawah umur 40 tahun.10-12

METODE

Jenis penelitian adalah deskriptif retrospektif dengan menggunakan data


sekunder dari Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP M Djamil Padang.
Penelitian dilakukan di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP M Djamil
Padang pada awal bulan Maret hingga pertengahan April 2014. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh data sekunder esofagogastroduodenoskopi dari
Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP M Djamil Padang selama empat
tahun (periode Januari 2010 - Desember 2013). Sampel pada penelitian ini
diambil secara total sampling terhadap pasien dengan keluhan hematemesis

32
dan atau melena. Data dikumpulkan dari catatan esofagogastroduodenoskopi
pasien dengan keluhan hematemesis dan atau melena di Instalasi Diagnostik
Terpadu (IDT) RSUP dr. M. Djamil Padang

pada periode Januari 2010 – Desember 2013. Data yang dicatat adalah umur,
jenis kelamin, diagnosis dari pemeriksaan EGD. Pengolahan data dilakukan
secara manual dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
dan diagram pai.
HASIL

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Instalasi Diagnostik Terpadu


(IDT) RSUP M Djamil Padang selama periode Januari 2010 – Desember 2013,
didapatkan sebanyak 1598 pasien yang dilakukan pemeriksaan EGD. Sebanyak
176 pasien diantaranya adalah dengan hematemesis dan atau melena. Sebanyak
162 pasien dapat dijadikan sampel dan sebanyak 14 pasien tak dapat
dimasukkan dalam penelitian ini disebabkan karena ketidaklengkapan data, batal
karena tidak kooperatif atau keadaan umum lemah. Hasil penelitian ini dapat
dilihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 1. Distribusi frekuensi diagnosis EGD pasien hematemesis dan atau


melena
Jumlah
No Diagnosis EGD
n %

1 Ulkus Gaster 45 27,8


2 Pecahnya Varises Esofagus 22 13,6
3 Gastritis erosif 15 9,3
4 Ulkus Duodeni 11 6,8
5 Tumor Gaster 4 2,4
6 Tumor Esofagus 2 1,2
7 Ulkus Esofagus 1 0,6
8 Multi Lesi 62 38,3

TOTAL 162 100

Tabel 1 memperlihatkan diagnosis esofago- gastroduoenoskopi (EGD)


yang terbanyak didapatkan
33
pada penelitian ini adalah multi lesi 62 kasus (38,3%). Sedangkan untuk
diagnosis tunggal yang terbanyak didapatkan adalah ulkus gaster sebanyak 45
kasus (27,8%). Multi lesi adalah suatu keadaan dimana pada satu pasien dapat
didapatkan dua atau lebih kelainan dari hasil pemeriksaan EGD, seperti gastritis
erosif dengan ulkus gaster atau pecahnya varises esofagus, gastropati hipertensi
portal dan ulkus gaster.
Tabel 2. Distribusi frekuensi diagnosis EGD pasien hematemesis dan atau
melena menurut jenis kelamin
Pria Wanita
No Diagnosis EGD
n % n %

1 Ulkus Gaster 27 60,0 18 40,0


Pecahnya
Varises
2 Esofagus 18 81,8 4 18,2
3 Gastritis erosif 7 46,7 8 53,3
4 Ulkus Duodeni 9 81,8 2 18,2
5 Tumor Gaster 2 50,0 2 50,0
6 Tumor Esofagus 0 0 2 100
7 Ulkus Esofagus 0 0 1 100
8 Multi Lesi 42 67,7 20 32,3
TOTAL 105 64,8 57 35,2

Pada Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan hematemesis dan
atau melena yang dilakukan esofagogastroduodenoskopi (EGD) menurut jenis
kelamin di RSUP M Djamil Padang didapatkan bahwa kasus terbanyak
adalah pada pria yaitu 105 kasus (64,8%) dan pada wanita sebanyak 57 kasus
(35,2%). Pada kasus ulkus gaster, jumlah pasien pria sebanyak
27 orang (60,0%) dan wanita 18 orang(40,0%). Sedangkan pada pecahnya
varises esofagus jumlah pasien pria 18 orang (81,8%) dan wanita 4 orang
(18,2%).

Tabel 3. Distribusi frekuensi gambaran EGD pasien hematemesis dan atau


melena menurut kelompok umur

34
Kelompok Umur
11-20 21 -30 31-40 41-50 51-60 th 61- 71- 81-
Diagnosis th th th th 70 80 90 th
EGD th th
% % % % % % % %
0 4,4 0 20,0 26,6 22,2 22,2 4,4
Ulkus Gaster
Pecahnya
0 4,5 9,1 40,9 22,8 18,2 4,5 0
Varises
Esofagus
6,7 13,3 6,7 20,0 20,0 26,6 6,7 0
Gastritis erosif
0 0 9,0 18,2 27,3 18,2 27,3 0
Ulkus Duodeni
0 25,0 0 25,0 50,0 0 0 0
Tumor Gaster
0 0 0 0 50,0 0 50,0 0
Tumor
Esofagus
0 0 0 0 0 100 0 0
Ulkus Esofagus
0 3,2 4,8 19,4 32,3 27,4 9,7 3,2
Multi Lesi
0,6 4,9 4,3 22,2 29,0 22,8 13,6 2,5
TOTAL

Tabel 3 menggambarkan kelompok umur 51-60 tahun adalah kelompok


umur yang terbanyak ditemukan pada hasil penelitian ini yaitu sebanyak 47
kasus (29,0%). Berdasarkan diagnosis, untuk ulkus gaster terbanyak pada
kelompok umur 51-60 tahun 12 kasus (26,6%) dan pecahnya varises esofagus
terbanyak pada kelompok umur 41-50 tahun 9 kasus (40,9%).

Gambar 1. Distribusi frekuensi lokasi lesi pada pasien hematemesis dan atau
melena
Gambar 1 memperlihatkan bahwa lokasi lesi dari pasien hematemesis dan
atau melena paling banyak ditemukan pada gaster yaitu 79 kasus (48,8%).
Lokasi ini didapatkan dari 162 pasien hematemesis dan atau melena yang
dilakukan EGD.

35
PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Instalasi Diagnostik


Terpadu (IDT) RSUP M Djamil Padang didapatkan 162 pasien dengan
hematemesis dan atau melena yang dilakukan pemeriksaan EGD mulai Januari
2010 sampai Desember 2013. Distribusi frekuensi gambaran
esofagoduodenoskopi (EGD) pasien hematemesis dan atau melena menunjukkan
bahwa diagnosis EGD yang terbanyak adalah ulkus gaster (27,8%), kemudian
diikuti dengan pecahnya varises esofagus (13,6%), dan gastritis erosif (9,6%).
Pada penelitian lainnya, varises esofagus merupakan kasus terbanyak yang
ditemukan. RSU dr Soetomo Surabaya kasus varises esofagus sebanyak 76,9%,9
RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta 33,5%,13 dan RS Lacor Uganda 40,6%.14
Tingginya kasus ulkus gaster dan gastritis erosif di RSUP M. Djamil Padang

dibandingkan dengan RSU dr. Soetomo Surabaya, RSUP Cipto Mangunkusumo


Jakarta dan RS Lacor Uganda kemungkinan dapat disebabkan oleh pola makan
masyarakat Padang yang cenderung makan makanan yang pedas. Hal ini sesuai
dengan Hadi pada tahun 2002 bahwa salah satu penyebab ulkus gaster dan
gastritis erosif adalah kebiasaan makan makanan yang pedas dan minum yang
panas yang dapat merusak (harmful) pada mukosa lambung dan usus.15
Distribusi frekuensi gambaran EGD pasien dengan hematemesis dan atau
melena menurut jenis kelamin, terlihat bahwa kasus lebih banyak terjadi pada
pria yaitu sebanyak 105 kasus (64,8%) dan pada wanita sebanyak 57 kasus
(35,2%) dengan rasio 1,8:1. Hasil yang hampir sama ditemukan pada
penelitian Alema et al pada tahun 2012, dimana pasien dengan perdarahan
saluran cerna bagian atas yang dilakukan pemeriksaan EGD didapatkan pria
113 kasus (50,4%) dan wanita 111 kasus (49,6%) dengan
rasio 1: 1.14

Pada kasus pecahnya varises esofagus, jumlah kasus pria adalah 18 kasus
(81,8%) dan wanita 4
kasus (18,2%) dengan rasio 4,5 :1. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan
Hadi pada tahun 2002 dan Alema pada tahun 2012, dimana pria juga lebih

36
banyak wanita dengan rasio 1,6 : 1.
Pada penelitian ini jenis kelamin pria lebih banyak ditemukan
dibandingkan wanita. Hal ini dapat disebabkan karena pria cenderung
mempunyai berbagai faktor yang dapat memicu terjadinya hematemesis dan
atau melena seperti faktor gaya hidup yang dipenuhi oleh kesibukan dan stres,
pola makan yang tidak sehat, konsumsi rokok, serta alkohol.15
Kasus gastritis erosif didapatkan terbanyak pada kelompok umur 61-70
tahun sebanyak 4 kasus (26,6%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Akil pada
tahun 2009, kasus terbanyak ulkus duodenum pada kelompok umur 45-65
tahun.11
Tingginya kasus hematemesis dan atau melena pada kelompok umur lebih dari 50
tahun pada penelitian ini mungkin disebabkan karena pada kelompok umur

tersebut cenderung mengonsumsi OAINS jangka panjang karena penyakit


degeneratif yang diderita. OAINS memiliki efek toksik langsung ke mukosa
gaster, meningkatkan produksi asam lambung, serta menghambat pembentukan
prostaglandin sehingga dapat menimbulkan erosi pada gaster.16 Atrofi pada
mukosa, kelenjar, dan otot-otot pencernaan akibat penuaan pada kelompok umur
tersebut dapat memudahkan terjadinya erosi mukosa saluran pencernaan
sehingga dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna.17
Distribusi frekuensi lokasi lesi pada pasien hematemesis dan atau melena,
terlihat bahwa lokasi lesi paling banyak yang ditemukan adalah gaster sebanyak
79 kasus (48,8%), kemudian diikuti dengan esofagogaster sebanyak 35 kasus
(21,6%), dan esofagus 25 kasus (15,4%). Hasil yang berbeda ditemukan pada
penelitian Alema et al pada tahun 2012 di RS Lacor Uganda, dimana lokasi lesi
terbanyak dari 224 pasien adalah pada esofagus 127 kasus (56,7%) dan gaster 38
kasus (17%).14
Pada penelitian ini, gaster merupakan lokasi lesi yang paling banyak
dikenai. Hal ini kemungkinan disebabkan karena gaster merupakan organ yang
paling sering dan lama berkontak dengan berbagai makanan atau minuman yang
menyebabkan iritasi. Misalnya makanan yang terlalu pedas, minum kopi atau
alkohol, serta berbagai obat-obatan yang dapat mengiritasi lambung.15

37
KESIMPULAN

Kasus terbanyak yang ditemukan pada pasien hematemesis dan atau


melena adalah ulkus gaster yaitu 27,8%. Berdasarkan jenis kelamin, pria lebih
banyak didapatkan dibanding wanita yaitu pria 64,8% dan wanita 35,2% dengan
rasio 1,8 : 1. Kelompok umur terbanyak adalah pada kelompok umur 51-60
tahun yaitu sebanyak 29,0%. Lokasi lesi yang paling banyak ditemukan adalah
gaster sebanyak 48,8%.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat D. Perdarahan saluran cerna bagian atas (hematemesis melena).


Dalam: Buku Ajar Gastroenterologi. Edisi ke-1. Jakarta: Interna Publishing;
2011.hlm.33-43.
2. Abdullah M. Perdarahan saluran cerna bagian bawah (hematokezia) dan
perdarahan samar (occult). Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ke-
5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hlm. 453-9.

3. Saltzman J. Acute upper gastrointestinal bleeding. Dalam: Current Medical


Diagnosis and Treatment. Edisi ke-52. New York: McGrawHill; 2009.
hlm.324- 42.
4. Simadibrata M. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hlm.
467-73
5. Kolopaking MS. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001.
hlm.239-45.
6. McQuaid K. Gastrointestinal bleeding. Dalam: Current Medical Diagnosis
and Treatment. Edisi ke- 52, New York: McGrawHill; 2010.hlm.580-3.
7. Hreinsson JP, Kalaitzakis E, Gudmunsson S, Bjornsson ES. Upper
gastrointestinal bleeding: incidence, etiology, and outcomes in a population
based-setting. Scandinavia Journal of Gastroenterology. 2013;48:439-47.
8. Hearnshaw SA, Logan RFA, Lowe DD, Travis SPL, Murphy MF, Palmer KR.
Use of endoscopy for management of acute upper gastrointestinal bleeding in
UK: results of a nationwide audit. Gut. 2010;10:1136.
9. Adi P. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hlm.447-
52.
10. Sanusi I. Tukak lambung. Dalam: Buku Ajar Gastroenterologi. Edisi ke-1.
Jakarta: Interna Publishing; 2011.hlm.327-36.
11. Akil H. Tukak duodenum. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-
5, Jakarta: Interna Publishing; 2009.hlm.523.
39
12. Julius. Tumor gaster. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.hlm.576-80.
13. Syam AF. Tatalaksana perdarahan saluran cerna atas. Dalam: Symposium on
Gastrointestinal Endoscopy and Digestive Disease. Edisi ke-1. Jakarta:
Interna Publishing; 2011.hlm.46-53.
14. Alema ON, Martin DO, Okello TR. Endoscopic findings in upper
gastrointestinal bleeding patients at Lacor Hospital. Northern Uganda.
African Health Sciences. 2012;4:518-21.

15. Hadi S. Tatalaksana perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam: Buku Ajar
Gastroenterologi. Edisi ke-1. Jakarta; Interna Publishing; 2002. hlm. 22-4, 84-
145, 146-247, 315-21, 614.
16. Pratomo W. Gastritis dan gastropati. Dalam: Buku

Ajar Gastroenterologi. Edisi ke-1 Jakarta: Interna Publishing; 2011.hlm.320.


17. Utama H. Aspek fisiologik dan patologik akibat proses menua. Dalam: Buku
Ajar Geriatri. Edisi ke-
4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.hlm.58.

40
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat


darurat yang sering dijumpai di setiap rumah sakit diseluruh dunia termasuk
indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif, atau ulkus peptikum. Setiap pasien dengan perdarahan harus
dirawat dirumah sakit tanpa terkecuali, walaupun perdarahan dapat berhenti
secara spontan.

5.2 Saran

Kami sebagai mahasiswa keperawatan memberikan saran agar apabila


pada klien dengan diagnose hematemesis melena sebaiknya segera mendapatkan
penanganan medis, jangan sampai ditunda karena diagnose ini butuh asuhan
keperawatan dimana hanya bisa diberikan oleh tenaga medis saja

41
DAFTAR PUSTAKA

Kowalak, J., Hughes, A. 2010. Buku Saku Tanda & Gejala. Jakarta : EGC
Mansjoer, A et all. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Davey, P. 2003. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Davey, P. 2003. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga
Sutjahjo,A. 2016. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga
University Press
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

42

Anda mungkin juga menyukai