Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Agustus 2021

UNIVERSITAS TADULAKO

PREEKLAMSIA BERAT

Nama : Mirna Aulia Awanis


No. Stambuk : N 111 17 002
Pembimbing : dr. Abdul Faris, Sp.OG (K)

DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan beban kesehatan ibu global karena


tingginya angka kesakitan dan kematian ibu. Preeklamsia, sebagai bagian utama
dari hipertensi pada kehamilan terjadi sekitar 5-7% pada kehamilan. Angka
kejadian preeklamsia jauh lebih tinggi di negara berpendapatan menengah ke
bawah seperti Indonesia yaitu sekitar 7-10%2.

Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan


di Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama
kehamilan dan nifas. Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan
(30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%)1

Preeklamsia adalah kelainan kerusak Menurut International Society for the


Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP) tahun 2019, pre-eklampsia
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik pada ≥140 mmHg dan/atau tekanan
darah diastolik pada ≥90 mmHg pada dua kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam
pada wanita normotensi sebelumnya yang baru terjadi pada kehamilan /diatas usia
kehamilan 20 minggu dan disertai dengan satu atau lebih dari kondisi tertentu 5. an
endotel vaskular yang meluas disertai vasospasme yang terjadi setelah usia gestasi
20 minggu dan dapat muncul hingga 4-6 minggu postpartum. Secara klinis,
kelainan ini ditandai dengan hipertensi dan proteinuria, dengan atau tanpa edema
patologis.1

Insiden preeklamsia di Amerika Serikat diperkirakan berkisar dari 2%


sampai 6% pada wanita nulipara yang sehat. Di antara semua kasus preeklamsia,
10% terjadi pada kehamilan dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu.
Insiden global preeklamsia diperkirakan 5-14% dari semua kehamilan.2

1
Di negara berkembang, kejadian penyakit dilaporkan berkisar 4-18%,
dengan gangguan hipertensi menjadi penyebab kebidanan paling umum kedua
dari kejadian lahir mati dan kematian neonatal dini di negara-negara berkembang.1

Konsensus medis masih kurang mengenai nilai yang menentukan


preeklamsia, tetapi terdapat kriteria yang dapat digunakan pada wanita yang
normotensi sebelum usia kehamilan 20 minggu, yaitu tekanan darah sistolik
(SBP) lebih besar dari 140 mm Hg dan tekanan darah diastolik (DBP) lebih dari
90 mm Hg pada dua pengukuran berturut turut, dalam jarak waktu 4 jam.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Preeklamsia didefinisikan sebagai hipertensi yang terjadi setelah usia


kehamilan 20 minggu dengan adanya disfungsi organ ibu atau disfungsi
uteroplasenta dan proteinuria. Preeklamsia adalah penyebab utama morbiditas ibu
dan berhubungan dengan hasil akhir janin yang merugikan seperti, hambatan
pertumbuhan intra uterin, kelahiran prematur, solusio plasenta, gawat janin, dan
kematian janin dalam rahim.4

Secara klasik, American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG)


mendefinisikan preeklamsia sebagai adanya hipertensi dan proteinuria yang
terjadi setelah 20 minggu kehamilan pada pasien yang sebelumnya mengalami
normotensi. Preeklamsia, khususnya, adalah salah satu komplikasi kehamilan
yang paling ditakuti. Preeklamsia dapat berkembang pesat menjadi komplikasi
serius, termasuk kematian ibu dan janin.4

B. Epidemiologi

Setiap hari di tahun 2015, sekitar 830 wanita meninggal akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan. Hampir semua kematian ini terjadi pada daerah yang
memiliki sumber daya rendah, dan sebagian besar dapat dicegah. Hipertensi yang
diinduksi kehamilan seperti preeklamsia adalah salah satu penyebab utama
kematian. Prevalensi preeklamsia di negara berkembang berkisar antara 1,8
sampai 16,7%. Misalnya, prevalensi preeklamsia terjadi pada 10% kehamilan
pada wanita Afrika, yang secara signifikan lebih tinggi daripada rata-rata global
yang sekitar 2%.5

C. Faktor Risiko

3
Faktor risiko terjadinya preeklamsia telah dipelajari secara ekstensif (Tabel
1). Faktor risiko utama termasuk riwayat preeklamsia, hipertensi kronis, diabetes
mellitus pregestasional, sindrom antifosfolipid, dan obesitas, dan lain-lain.2

Faktor risiko lain termasuk ibu yang berusia lanjut, nuliparitas, riwayat
penyakit ginjal kronis, dan penggunaan teknologi alat bantu reproduksi. Faktor
risiko yang relatif jarang adalah riwayat keluarga preeklamsia dan ibu yang
membawa janin trisomi 13.2

Faktor resiko utama Hipertensi kronik

Diabetes melitus sebelum kehamilan

Kehamilan ganda

BMI >30 sebelum kehamilan

Antiphospholipid syndrome

Faktor resiko lainnya Sistemik lupus eritematous

Riwayat kematian janin intrauterine

BMI >25 sebelum kehamilan

Nuliparitas

Riwayat solusio plasenta

Penggunaan teknologi alat bantu reproduksi

Gagal ginjal Kronik

Usia ibu >35 tahun

Genetik ayah dan ibu mendukung

Faktor resiko yang jarang Riwayat keluarga dengan preeklamsi

4
Ibu yang membawa janin trisomy 13

Table 1. Faktor Resiko Preeklamsi 2

D. Manifestasi Klinis

American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) preeklamsia


terjadi setelah 20 minggu kehamilan, adanya hipertensi pada pasien yang
sebelumnya mengalami normotensi dan proteinuria. Namun, sebagian besar
wanita mengalami manifestasi sistemik preeklamsia seperti trombosit rendah atau
peningkatan enzim hati sebelum proteinuria terdeteksi.2

Beberapa kriteria ini dikonfirmasi baru-baru ini dalam pembaruan pedoman


praktik American College of Obstetrics and Gynecology ACOG seperti:
peningkatan tekanan darah Sistolik ≥140 mm Hg atau diastolik ≥90 mm Hg, 2
kali, terpisah 4 jam pada wanita yang sebelumnya mengalami normotensi dan
proteinuria. Urine selama 24 jam ≥300 mg atau protein / kreatinin ≥0.3 atau
bacaan dipstick = 1 +. Untuk gejala berat tekanan darah sistolik ≥160 mm Hg atau
diastolik ≥110 mm Hg, 2 kali, terpisah 4 jam saat tirah baring, Trombositopenia
(<100.000 μL). Tes fungsi hati 2x nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas atau
nyeri epigastrik persisten normal atau berat, konsentrasi kreatinin serum >1,1
mg/dL atau dua kali lipat kreatinin tanpa adanya penyakit ginjal lainnya, edema
paru, permulaan gejala serebral atau gejala-gejala visual.2

Pasien dengan preeklamsia yang berat mungkin dapat mengeluhkan hal-hal


seperti Sakit kepala, Gangguan visual: Skotoma, mata kabur, kebutaan: Mungkin
kortikal atau retinal, dispnea, edema, nyeri perut epigastrik atau kuadran kanan
atas, kelemahan atau rasa tidak enak badan: Mungkin merupakan bukti anemia
hemolitik, klonus: dapat mengindikasikan peningkatan risiko kejang.1

E. Patofisiologi

5
Pada preeklamsia, hampir dapat dipastikan bahwa ada penurunan aliran
darah ke plasenta, terutama pada onset awal, karena remodeling arteri spiralis
yang rusak dan artherosis akut. Temuan ini bisa didapatkan pada Teknik in vivo.6

Baru-baru ini telah ditemukan bahwa adanya ketidakseimbangan antara


faktor angiogenik dan antigenik. Pre-eklamsia terjadi akibat penurunan aliran
darah janin oleh karena defek remodeling arteri spiralis, yang menyebabkan
iskemia seluler di plasenta, yang pada akhirnya mengakibatkan
ketidakseimbangan antara faktor anti-angiogenik dan pro-angiogenik.
Ketidakseimbangan yang mendukung faktor anti-angiogenik ini menyebabkan
disfungsi endotel yang meluas, yang mempengaruhi semua sistem organ ibu.6

Faktor proangiogenik, yaitu Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan


platelet growth factor (PlGF), dan TGF-β memainkan peran kunci dalam
angiogenesis plasenta dan diyakini disekresikan oleh sel trofoblas. VEGF sangat
penting untuk integritas sel endotel pembuluh darah.6

Faktor anti-angiogenik adalah reseptor VEGF (VEGFR1 dan VEGFR2) dan


Endoglin VEGFR1 juga dikenal sebagai fms-like tyrosine kinase-1 (Flt-1),
sedangkan VEGFR2 dikenal sebagai kinase insert domain receptor (KDR).
Diketahui bahwa sFlt-1, varian dari Flt-1, adalah bentuk bebas yang ditemukan di
sirkulasi darah. Soluble Endoglin (sEng) memiliki efek anti-angiogenik, dan
karena memiliki situs pengikatan untuk TGF-β1 dan β3, dianggap berperan dalam
preeklamsia. Pada ibu dengan preeklamsia dibandingkan dengan yang tidak, dapat
disimpulkan bahwa baik sEng dan sFlt-1 dapat memblok efek angiogenic dari
TGF-β1 dan VEGF.6

6
Gambar 1. Patofisiologi preeklamsia 7

F. Diagnosis

Penyakit ini memiliki onset awal (PE dimulai sebelum 34 minggu


kehamilan) atau onset terlambat (setelah 34 minggu kehamilan) dan dapat
diklasifikasikan sebagai ringan atau berat, tergantung pada tingkat keparahan
gejala yang ada. Dalam kasus PE berat, peningkatan tekanan darah yang lebih
signifikan dan tingkat proteinuria yang lebih tinggi dicatat. Gambaran gejala lain
dari PE berat yang mungkin ada, termasuk oliguria (sama atau lebih dari 500 mL
urin dalam 24 jam), gangguan serebral atau visual, dan edema paru atau sianosis.8

Diagnosis segala bentuk preeklamsia membutuhkan presentasi hipertensi


dan proteinuria. Ini mungkin disertai dengan banyak gejala lain jika mengalami
preeklamsia berat.8

Gejala Preeklamsi Ringan Preeklamsi Berat

Tekanan Systolic ≥140 mm Hg atau diastolic Systolic ≥160 mm Hg atau diastolic ≥110
darah ≥90 mm Hg, usia kehamilan lebih dari mm Hg (pada dua kesempatan setidaknya
20 minggu (pada wanita dengan terpisah enam jam; pada seorang wanita
tekanan darah normal sebelumnya) istirahat di tempat tidur)

7
Gejala Preeklamsi Ringan Preeklamsi Berat

Proteinuria Pengumpulan urin 24 jam ≥0,3 g (tes Pengumpulan urin 24 jam ≥5 g (tes dipstik
dipstick urin ≥1 +) urin ≥3 +; dalam dua sampel urin acak
dikumpulkan setidaknya dengan jarak
empat jam)

Lain-lain N.A. (i) Oligouria

(ii) Gangguan otak atau visual

(iii) Edema Pulmonary atau sianosis

(iv) Nyeri regio epigastrium atau kanan atas

(v) ganguan fungsi hati

(vi) Thrombocytopenia

(vii) Intrauterine growth restriction

Tabel 2. Gejala pada preeklamsia ringan dan preeklamsia berat 8

Selain itu, gambaran klinis preeklamsi mungkin tidak terduga karena


beberapa wanita mungkin asimtomatik pada awalnya, bahkan setelah hipertensi
dan proteinuria dicatat, akan tetapi bebrapa yang lain mungkin menunjukkan
gejala preeklamsi berat sejak awal. Akhirnya, kondisi ini dapat muncul dengan
sendirinya sebagai kelainan ibu saja, seperti ada pertumbuhan janin yang normal,
atau juga dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin atau gawat janin
mendadak.8

Gangguan hipertensi pada kehamilan adalah komplikasi yang paling umum


dilihat oleh dokter kandungan dan semuanya terkait dengan tingkat mortalitas dan
morbiditas ibu dan janin yang lebih tinggi. Kategori gangguan ini termasuk
hipertensi kronis, preeklamsi, preeklamsi yang disertai hipertensi kronis, dan
hipertensi gestasional. Etiologi dan patologi kelainan ini bervariasi, sehingga

8
diagnosis preeklamsi menjadi lebih mudah jika dokter dapat membedakan
preeklamsi dari gangguan hipertensi kehamilan lainnya.8

Gambar 2. Informasi diagnostik yang disederhanakan untuk membedakan


berbagai jenis hipertensi dan preeklamsia.8

Pada hipertensi kronis, tekanan darah tinggi dapat terjadi sebelum


kehamilan, dicatat sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau terjadi 12 minggu
setelah melahirkan. Hal ini berbeda dengan preeklamsi, yang ditandai dengan
adanya peningkatan tekanan darah dan proteinuria setelah usia kehamilan 20
minggu. Pada kasus yang berat, preeklamsi dapat berkembang menjadi eklampsia
yang merupakan komplikasi berat yang ditandai dengan onset baru kejang epilepsi
(generalized convulsions), karena angiospasme di otak dan edema otak, pada
wanita dengan preeklamsi . Eklampsia biasanya terjadi pada paruh kedua
kehamilan dan merupakan penyebab utama kematian ibu, paling sering akibat
perdarahan otak.8

Preeklamsi yang disertai hipertensi kronis ditandai dengan proteinuria onset


baru (atau dengan peningkatan tiba-tiba pada level protein jika proteinuria sudah
ada), peningkatan akut tekanan darah (dengan asumsi proteinuria sudah ada), atau
perkembangan HELLP (hemolisis peningkatan enzim hati, jumlah trombosit

9
rendah). Akhirnya, hipertensi gestasional dapat dibedakan dari preeklamsi karena
ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah setelah 20 minggu
kehamilan,yang menjadi normal dalam 12 minggu setelah melahirkan, bersamaan
dengan tidak adanya proteinuria.8

Pemberian Magnesium Sulfat untuk Preeklamsia Berat atau Hipertensi


Gestasional Berat

1. Berikan dosis 4 sampai 6 g dicampur dalam 100 mL air, larutan dekstrosa


5%, atau salin normal 0,9% secara intravena selama 15 hingga 20 menit,
diikuti dengan infus kontinu 2 g per jam.

2. Pantau refleks, status mental, status pernapasan, dan produksi urin.

3. Pantau kadar magnesium (rentang terapeutik = 4 hingga 8 mg/dL) jika pasien


mengalami disfungsi ginjal, peningkatan kadar kreatinin, produksi urin <30
mL per jam, hilangnya refleks, atau gejala lainnya.
Tabel 3. Pemberian Magnesium Sulfat untuk Preeklamsia Berat atau Hipertensi
Gestasional Berat

G. Penatalaksanaan

Wanita yang memiliki preeklamsia dengan gejala berat memerlukan rawat


inap untuk pemantauan yang cermat. Tujuan pengobatan adalah manajemen
cairan, pencegahan kejang, menurunkan tekanan darah untuk mencegah kerusakan
organ pada ibu, dan mempercepat persalinan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit dan usia kehamilan. Pemberian cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan edema paru dan asites, sedangkan terlalu sedikit cairan dapat
memperburuk penurunan volume intravaskular dan iskemia organ. Output urin
harus dipertahankan di atas 30 mL per jam, dan kateter Foley harus digunakan
untuk memantau output urin jika MgSO4 diberikan. Total asupan intravena harus
kurang dari 100 mL per jam, dan total kombinasi cairan oral dan intravena harus
kurang dari 125 mL per jam.9

10
MgSO4 digunakan untuk profilaksis kejang. MgSO4 membantu mencegah
kejang eklampsia dan solusio plasenta pada wanita yang mengalami preeklamsia
dengan gejala berat. MgSO4 lebih efektif untuk mencegah kejang eklampsia
berulang dan menurunkan angka kematian ibu dibandingkan fenitoin (Dilantin),
diazepam (Valium), atau kombinasi klorpromazin, prometazin, dan meperidin
(Demerol). Tekanan darah hanya sedikit meningkat pada 30% hingga 60% wanita
dengan eklampsia. Ibu dengan preeklamsia tanpa gejala berat harus dipantau
secara ketat, dan MgSO4 harus dimulai jika gejala berat berkembang.9

Wanita dengan fungsi ginjal normal tidak memerlukan tes magnesium serum
rutin; namun, pengujian harus dilakukan setiap enam jam pada ibu yang tidak
memiliki refleks, peningkatan kadar kreatinin, atau penurunan produksi urin.
Toksisitas magnesium dapat menyebabkan kelumpuhan pernapasan, depresi
sistem saraf pusat, dan henti jantung. Fungsi vital hilang dalam urutan yang dapat
diprediksi: jika terdapat refleks patella, kadar magnesium jarang bersifat toksik.
Infus MgSO4 harus dihentikan dan kadar magnesium serum segera diperiksa jika
refleks patella hilang, laju pernapasan menurun hingga kurang dari 12 napas per
menit, atau produksi urin kurang dari 30 mL per jam. Overdosis dan kematian ibu
dapat terjadi akibat tindakan yang tidak tepat dari pemberian MgSO4. Penangkal
overdosis MgSO4 adalah 1 g kalsium glukonat yang diberikan secara intravena
selama dua menit.9

Tekanan darah optimal untuk wanita dengan preeklamsia berat belum


diketahui. Penurunan tekanan darah yang berlebihan dapat menyebabkan
insufisiensi uteroplasenta. Direkomendasikan agar tekanan darah sistolik
dipertahankan kurang dari 160 mm Hg dan diastolik kurang dari 110 mm Hg.
Sebuah tinjauan retrospektif dari 28 wanita dengan preeklamsia yang mengalami
stroke menunjukkan bahwa lebih dari 90% memiliki tekanan darah sistolik lebih
besar dari 160 mm Hg, dan 12,5% memiliki tekanan darah diastolik lebih besar
dari 110 mm Hg, yang menunjukkan pentingnya pengobatan farmakologis ketika
salah satu ambang batas tekanan darah terlewati. Labetalol intravena dan
hidralazin umumnya digunakan untuk manajemen akut dan sama-sama efektif.

11
Nifedipin oral direkomendasikan sebagai alternatif, terutama bila diperlukan
penurunan tekanan darah yang mendesak dan akses intravena belum tercapai.9

Dosis Hydralazine, Labetalol, dan Nifedipine untuk Preeklamsia Berat

1. Hydralazine, 5 sampai 10 mg IV selama 2 menit. Jika TD sistolik 160 mm Hg


atau TD diastolik 110 mm Hg setelah 20 menit, berikan tambahan 10 mg IV.
Jika tekanan darah di atas ambang batas setelah 20 menit tambahan, alihkan ke
labetalol IV. Dapat menggunakan infus IV konstan dengan kecepatan 0,5
hingga 10 mg per jam.

2. Labetalol, 20 mg IV dosis awal. Jika dosis awal tidak efektif, gandakan menjadi
40 mg dan kemudian lagi menjadi 80 mg dengan interval 10 menit sampai
target tekanan darah tercapai. Jika TD sistolik 160 mm Hg atau TD diastolik
110 mm Hg setelah dosis 80 mg, ganti ke hidralazin IV. Dosis maksimal
labetalol IV adalah 220 hingga 300 mg dalam 24 jam.

3. Nifedipin, 10 mg dosis awal oral. Jika TD sistolik 160 mm Hg atau TD


diastolik 110 mm Hg setelah 30 menit, berikan tambahan 20 mg per oral. Jika
tekanan darah di atas ambang batas pada 30 menit setelah dosis kedua, berikan
tambahan 20 mg. Kemudian dapat diberikan 10 hingga 20 mg setiap 4 hingga 6
jam.

Tabel 4. Dosis Hydralazine, Labetalol, dan Nifedipine untuk Preeklamsia Berat

Tes antenatal pada wanita yang mengalami preeklamsia dengan gejala berat
dapat mencakup tes nonstres harian, penilaian cairan ketuban, dan ultrasonografi
berkala untuk menilai pertumbuhan janin. Antara usia kehamilan 24 dan 34
minggu, pematangan paru janin dapat dipercepat dengan penggunaan betametason
(dua dosis intramuskular 12 mg yang diberikan dalam 24 jam) atau deksametason
(empat dosis intramuskular 6 mg yang diberikan dengan interval 12 jam).9

Rute dan waktu persalinan didasarkan pada faktor ibu (misalnya,


perkembangan penyakit, paritas, temuan pemeriksaan serviks) dan pertimbangan
janin (misalnya, usia kehamilan, pengujian antenatal). Data terbatas tentang

12
manajemen hamil wanita yang memiliki preeklamsia dengan berat fitur antara 24
dan 34 minggu kehamilan. Manajemen obstetri di rumah sakit dengan layanan
perinatal dan neonatologi menurunkan morbiditas neonatal dan rawat inap di unit
perawatan intensif. Namun, banyak wanita bukan kandidat untuk manajemen
hamil dan memerlukan persalinan segera. Persalinan diindikasikan setelah
stabilisasi ibu tanpa menunggu 48 jam setelah pemberian kortikosteroid pada
wanita dengan hipertensi berat yang resisten, eklampsia, edema paru, solusio
plasenta, atau kerusakan organ lainnya. Persalinan harus terjadi setelah 48 jam
pemberian kortikosteroid antenatal pada wanita dengan trombositopenia (jumlah
trombosit kurang dari 100 × 103 per L [100 × 109 per L]), kadar transaminase dua
kali batas atas normal, pembatasan pertumbuhan intrauterin (kurang dari 5
persentil), oligohidramnion berat, arteri umbilikalis membalikkan aliran akhir
diastolik, atau disfungsi ginjal baru atau yang memburuk. Jika kondisi ibu dan
janin memungkinkan, kortikosteroid harus diberikan kepada wanita dengan
preeklamsia dan persalinan prematur atau ketuban pecah sebelum perkiraan usia
kehamilan 34 minggu.9

Upaya persalinan pervaginam direkomendasikan pada wanita yang


mengalami preeklamsia dengan gejala berat dan tidak ada kontraindikasi. Indikasi
untuk persalinan sesar termasuk kejang berulang yang refrakter terhadap
manajemen medis, peningkatan tekanan darah yang parah yang resisten terhadap
obat antihipertensi, dan kerusakan organ ibu atau janin. Beberapa ahli
merekomendasikan persalinan sesar pada pasien preeklampsia dengan gambaran
yang parah dan serviks yang tidak baik yang membutuhkan persalinan sebelum
usia kehamilan 30 minggu.9

Rekomendasi Praktik Klinis Untuk Pencegahan Dan Penatalaksanaan Pre-


Eklampsia Dan Eklampsia
Selama Perawatan Antenatal
Praktik yang Praktek TIDAK Keterangan
Direkomendasikan Direkomendasikan

Suplementasi kalsium  Suplementasi vitamin D Berikan kalsium untuk

13
selama kehamilan di selama kehamilan. semua wanita dengan
daerah yang asupan  Suplementasi kalsium asupan kalsium rendah
kalsiumnya rendah (<900 selama kehamilan di dan asam asetilsalisilat
mg/hari). daerah di mana tidak dosis rendah untuk
ada kekurangan kelompok tertentu untuk
kalsium. pencegahan PE/E.
Sementara suplementasi
Asam asetilsalisilat dosis Suplementasi vitamin C vitamin dapat bermanfaat
rendah (aspirin, 75 mg) dan vitamin E individu untuk kondisi kesehatan
untuk pencegahan atau gabungan. lainnya, jangan berikan
preeklamsia pada wanita Vitamin C, D, atau E,
yang berisiko tinggi kepada ibu hamil sebagai
mengalami kondisi bagian dari strategi
tersebut. pencegahan PE/E.
Obat antihipertensi untuk Penggunaan diuretik, Berikan obat
ibu hamil dengan terutama tiazid, untuk antihipertensi, tetapi
hipertensi berat. pencegahan preeklamsia bukan diuretik, untuk ibu
dan komplikasinya. hamil dengan hipertensi
berat.
 Saran untuk Jangan menyarankan
istirahat di rumah. istirahat atau pembatasan
 Istirahat di tempat diet garam untuk wanita
tidur yang ketat hamil untuk mencegah
untuk wanita
pre-eklampsia atau
hamil dengan
hipertensi (dengan komplikasinya.
atau tanpa
proteinuria).
 Pembatasan
asupan garam
makanan.
Tabel 5. Rekomendasi Praktik Klinis Untuk Pencegahan Dan Penatalaksanaan
Pre-Eklampsia Dan Eklampsia Selama Perawatan Antenatal10

Selama Persalinan

Praktik yang Direkomendasikan Keterangan

Induksi persalinan untuk wanita Lakukan persalinan dengan cepat untuk

14
dengan preeklamsia berat pada usia ibu dengan preeklamsia berat yang jauh
kehamilan ketika janin tidak dapat dari aterm, baik janinnya hidup atau
hidup atau tidak mungkin mencapai tidak.
kelangsungan hidup dalam satu atau
dua minggu.

Persalinan dipercepat untuk wanita


dengan preeklamsia berat saat aterm.

Magnesium sulfat, lebih disukai Berikan obat antihipertensi, tetapi bukan


daripada antikonvulsan lain, untuk
diuretik, untuk ibu hamil dengan
pencegahan eklampsia pada wanitahipertensi berat.
dengan preeklamsia berat. Jangan menyarankan istirahat atau
pembatasan diet garam untuk wanita
Magnesium sulfat, lebih disukai hamil untuk mencegah pre-eklampsia
daripada antikonvulsan lainnya, atau komplikasinya.
untuk pengobatan wanita dengan
eklampsia.

Regimen magnesium sulfat intravena


atau intramuskular penuh untuk
pencegahan dan pengobatan
eklampsia.

Untuk wanita dengan preeklamsia


berat atau eklampsia, dalam keadaan
di mana tidak mungkin untuk
mengelola rejimen magnesium sulfat
penuh, gunakan loading dose
magnesium sulfat diikuti dengan
transfer segera ke fasilitas perawatan
kesehatan tingkat yang lebih tinggi.

Tabel 6. Rekomendasi Praktik Klinis Untuk Pencegahan Dan Penatalaksanaan


Pre-Eklampsia Dan Eklampsia Selama Persalinan10

Selama Perawatan Pascapersalinan


Praktik yang Keterangan
Direkomendasikan

Melanjutkan obat Obati wanita dengan obat antihipertensi selama


antihipertensi selama masa nifas jika mereka: (1) mengalami hipertensi

15
periode postpartum untuk masa nifas yang parah; atau (2) pernah diobati dengan
wanita yang diobati antihipertensi selama kehamilan.
dengan obat
antihipertensi selama
periode antenatal.

Obat antihipertensi untuk


wanita dengan hipertensi
postpartum berat.

Tabel 7. Rekomendasi Praktik Klinis Untuk Pencegahan Dan Penatalaksanaan


Pre-Eklampsia Dan Eklampsia Selama Perawatan Pascapersalinan10

H. Prognosis

Preeklamsia berat sekitar 25% dari semua kasus preeklamsia. Preeklamsia


berat dapat menyebabkan gagal fungsi hati, gagal ginjal, koagulopati intravaskular
diseminata (DIC), dan kelainan sistem saraf pusat (SSP). Jika kejang terkait
preeklamsia muncul, gangguan tersebut telah berkembang menjadi kondisi yang
disebut eklampsia.1

I. Komplikasi

Komplikasi utama preeklamsia adalah eklampsia 29,3% dan gagal ginjal


akut 19,5%. Komplikasi lain yaitu kematian ibu 9,8% dan kematian perinatal
adalah 31,7%.11

BAB III

LAPORAN KASUS

16
1. IDENTITAS
Nama : Ny. H
Usia : 30 tahun
Alamat : Desa tawaeli
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Tanggal masuk : 26 Mei 2021

2. ANAMNESIS

Keluhan utama :

Nyeri perut tembus belakang

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien masuk RS Wirabuana Palu rujukan dari puskesmas singgani


dengan G1P0A0 gravid 32 minggu dengan Preeklamsi berat. Pasien
mengeluh nyeri perut yang dirasakan sejak tadi malam.Keluhan lain
Penglihatan kabur dan mual, kejang tidak ada, nyeri uluhati tidak ada,
muntah tidak ada, BAB dan BAK biasa dan lancar.

Pasien saat ini hamil anak pertama dengan usia kehamilan 32-34 minggu.
Pasien mengetahui kehamilan saat terlambat haid dua bulan, kemudian
memeriksakan urin dengan testpack hasilnya positif.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Asma ada, Hipertensi tidak ada, DM tidak ada, Penyakit Jantung tidak ada,

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit yang sama tidak ada, Asma ada, Hipertensi tidak ada, DM
tidak ada, Penyakit Jantung tidak ada,

17
Riwayat kehamilan :

G1P0A0

I : Hamil sekarang

Riwayat menstruasi :

1. Menarche : usia 14 tahun


2. Siklus : 28 hari
3. Durasi : 7 hari
4. Banyak : 2-3x ganti pembalut dalam sehari, tidak
menggumpal
5. Dismenore : disangkal
6. Flour Albus : disangkal
7. Hari Pertama Haid Terakhir : 22-11-2020
8. Taksiran Persalinan : 29-08-2021

Riwayat Antenatal care :

1. Periksa kehamilan 1x saat usia kehamilan 5 bulan


2. Diberi tablet penambah darah diminum teratur
3. Tekanan darah tinggi 150/100
4. Riwayat kontrasepsi : tidak ada
5. Riwayat imunisasi : belum pernah suntik TT saat
hamil ini

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : compos mentis
c. Tanda vital :
1. Tekanan darah : 180/100 mmHg
2. Respirasi : 20 x/menit

18
3. Nadi : 94 x/menit
4. Suhu : 36,7 ⁰C
d. Status Generalis :
1. Kepala : normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
i. Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik
tidak ada. reflek cahaya positif
2. THT : tidak ada keluhan
3. Leher : pembesaran limfonodi tidak ada, pembesaran
tiroid tidak ada
4. Thorax : dalam batas normal
5. Mammae : payudara menegang, areola mammae
hiperpigmentasi
6. Cor : S1-S2 regular gallop tidak ada, murmur tidak
ada
7. Pulmo : vesikular pada kedua paru, rhonki tidak ada
wheezing tidak ada
i. Abdomen : peristaltik ada kesan normal, nyeri tekan tidak
ada, timpani ada, tidak ada sikatrik
8. Extremitas : akral hangat, edema tidak ada

e. Pemeriksaan Obstetri
1. Leopold I : 24cm
2. Leopold II : Punggung kanan
3. Leopold III : Presentasi bokong
4. Leopold IV : 4/5
5. HIS : 3x dalam 10 menit, durasi 20-25detik
6. DJJ : 139x/m
7. TBJ : 2860gram

f. Status Ginekologi :
A. Pemeriksaan Luar

19
1. Inspeksi : sikatrik tidak ada, tanda radang tidak ada,
dinding perut datar, linea nigra tidak ada, striae gravidarum
tidak ada, perdarahan flek-flek tidak ada
2. Palpasi : nyeri tekan tidak ada, TFU: 24cm
3. Inspekulo : vulva uretra dan vagina tidak ada kelainan

B. Pemeriksaan Dalam
1. Portio : tebal, lunak
2. Pembukaan : 1cm
3. Pelepasan : darah ada, lendir ada, air tidak ada

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : (darah rutin)
- HGB : 13,2 g/dL
- WBC : 18,4 103/ʮL
- HCT : 42,4 %
- PLT : 185.000 /ʮL
- GDS : 91 mg/dL
- Ureum : 35 mg/dl
- Creatinin : 1,2 mg/dl
- HbsAg : non reaktif
- Anti HIV : non reaktif
- SARS-CoV Antigent : negatif
- Hcg Test : positif
- Protein urin : positif 4 (++++)

5. RESUME
Pasien perempuan usia 30 tahun mengeluh nyeri perut tembus
belakang dirasakan sejak tadi malam, keluhan ini tidak disertai dengan

20
pelepasan lendir dan darah. Keluhan lain seperti Penglihatan kabur tidak
ada, nausea ada, vertigo tidak ada, cephalgia tidak ada,konvulsi tidak ada,
nyeri epigastrium tidak ada, vomitus tidak ada, BAB dan BAK biasa dan
lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit
sedang, kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital TD: 180/100 mmHg,
HR: 94 kali/menit, RR: 20 kali/menit, S: 36,7 ºC. Pemeriksaan obstetri :
Leopold I: TFU 24 cm, Leopold II : teraba punggung dibagian dextra,
Leopold III: Teraba bagian terbawah janin bokong. Leopold IV: Bagian
terbawah janin belum masuk PAP. Tafsiran berat janin : 1860 gram. BJF:
139 x/menit. Pemeriksaan dalam didapatkan portio tebal dan lunak,
pembukaan 1cm, penurunan hodghe 1, pelepasan darah tidak ada, lendir
tidak ada, air tidak ada.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan HGB: 13,2 g/dL, WBC:
18.400/ʮL, HCT: 42,4 %, PLT: 185.000 /ʮL, GDS: 91 mg/dL, Hcg Test:
positif, Protein urin : positif 4 (++++)

6. DIAGNOSIS
G1P0A0 gravid 32-34 minggu dengan Preeklamsi Berat dan
kontraktil uterus

7. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
1) IVFD RL 28 tetes per menit.
2) Drpis MgSO4 40%
3) Antasida syr 3x1
4) Antihipertensi: Nifedipine 3x10mg
B. Non-medikamentosa
1) Rencana persalinan secsio cesaria
2) Observasi tekanan darah dan denyut jantung janin

21
FOLLOW UP

Follow Up (27 juni 2021)

22
S : Nyeri perut tembus belakang ada, penglihatan kabur ada, pusing ada,
sakit kepala ada, kejang tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada,
perdarahan per vaginam tidak ada. BAB biasa dan BAK via kateter.

O : Ku : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

TD : 180/100 mmHg

N : 80 x/m

P : 20x/m

S : 36,7 °C

A : G1P0A0 gravid 32 minggu dengan preeklamsia berat,susp.KJDR

P :

1) IVFD Ringer Laktat + MgSo4 40% 20 tetes per menit


2) Nifedipin 3x10mg
3) Antasida syr 3x1
4) Injeksi dexametason iv/6jam
5) Injeksi piracetam 1gr iv/8jam
6) Rencana SCTP hari ini

Follow Up (28 juni 2021)

S : Nyeri luka bekas operasi penglihatan kabur ada, pusing tidak ada, sakit
kepala tidak ada, , kejang tidak ada, nyeri uluhati tidak ada, mual tidak
ada, muntah tidak ada,flatus (+), BAB biasa dan BAK via kateter

O : Ku : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

TD : 200/100 mmHg

23
N : 82 x/m

P : 20 x/m

S : 36,5 °C

A : P1A0 post SC H1 a/i PEB+IUFD

P :

1) IVFD Ringer Laktat + MgSo4 40% 20 tetes per menit


2) Inj. Metronidazole 1amp/iv/12jam
3) Inj. Ceftriaxon 1amp iv/12jam
4) Inj. Piracetam 1gr/IV/8jam
5) Inj. Ketorolac 1amp/iv/8jam
6) Inj.kalnex 1amp/iv/8jam
7) Amlodipin 10mg 1-0-0
8) Candesartan 10mg 0-0-1

Follow Up (29 juni 2021)

S : Nyeri luka bekas operasi penglihatan kabur ada, pusing tidak ada, sakit
kepala tidak ada, , kejang tidak ada, nyeri uluhati tidak ada, mual tidak
ada, muntah tidak ada, BAB biasa dan BAK via kateter

O : Ku : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

TD : 180/110 mmHg

N : 83 x/m

P : 20 x/m

S : 36,6 °C

A : P1A0 post SC H2 a/i PEB + IUFD

24
P :

1) IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit


2) Inj. Metronidazole 1amp/iv/12jam
3) Inj. Ceftriaxon 1amp iv/12jam
4) Inj. Furosemid 1 amp/iv/24jam
5) Meloxicam 15mg 2x1
6) Sangobion 2x1
7) Cefixime 200mg 2x1
8) Amlodipin 1-0-0
9) Candesartan 0-0-1

Follow Up (30 juni 2021)

S : Nyeri luka bekas operasi,penglihatan kabur ada, pusing tidak ada, sakit
kepala tidak ada, , kejang tidak ada, nyeri uluhati tidak ada, mual tidak
ada, muntah tidak ada, BAB biasa dan BAK via kateter

O : Ku : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

TD : 190/120 mmHg

N : 88 x/m

P : 20 x/m

S : 36,5 °C

A : P1A0 post SC H3 a/i PEB + IUFD


P :
1) IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit
2) Inj. Furosemid 1 amp/iv/24jam
3) Meloxicam 15mg 2x1
4) Sangobion 2x1

25
5) Cefixime 200mg 2x1
6) Amlodipin 10mg 1-0-0
7) Candesartan 16mg 0-0-1

Follow Up (01 juli 2021)

S : Nyeri luka bekas operasi,penglihatan kabur ada, pusing tidak ada, sakit
kepala tidak ada, , kejang tidak ada, nyeri uluhati tidak ada, mual tidak
ada, muntah tidak ada, BAB biasa dan BAK via kateter

O : Ku : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

TD : 180/120 mmHg

N : 78 x/m

P : 20 x/m

S : 36,5 °C

A : P1A0 post SC H4 a/i PEB + IUFD


P :
1) IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit
2) Inj. Furosemid 1 amp/iv/24jam
3) Meloxicam 15mg 2x1
4) Sangobion 2x1
5) Cefixime 200mg 2x1
6) Amlodipin 1-0-0
7) Candesartan 0-0-1

Follow Up (02 juli 2021)

26
S : Nyeri luka bekas operasi,penglihatan kabur ada, pusing tidak ada, sakit
kepala tidak ada, , kejang tidak ada, nyeri uluhati tidak ada, mual tidak
ada, muntah tidak ada, BAB biasa dan BAK via kateter

O : Ku : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

TD : 180/120 mmHg

N : 80 x/m

P : 20 x/m

S : 36,5 °C

A : P1A0 post SC H5 a/i PEB + IUFD


P :
1) IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit
2) Inj. Furosemid 1 amp/iv/24jam
3) Meloxicam 15mg 2x1
4) Sangobion 2x1
5) Cefixime 200mg 2x1
6) Amlodipin 1-0-0
7) Candesartan 0-0-1
8) HCT 1-0-0
9) Diazepam tablet 2x1

Follow Up (03 juli 2021)

S : Nyeri luka bekas operasi,penglihatan kabur ada, pusing tidak ada, sakit
kepala tidak ada, , kejang tidak ada, nyeri uluhati tidak ada, mual tidak
ada, muntah tidak ada, BAB biasa dan BAK via kateter

O : Ku : Sakit sedang

27
Kesadaran : Composmentis

TD : 150/110 mmHg

N : 91 x/m

P : 20 x/m

S : 36,5 °C

A : P1A0 post SC H6 a/i PEB + IUFD


P :
1) IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit
2) Meloxicam 15mg 2x1
3) Sangobion 2x1
4) Cefixime 200mg 2x1
5) Amlodipin 1-0-0
6) Candesartan 0-0-1
7) HCT 25mg 1-0-0

Follow Up (04 juli 2021)

S : Nyeri luka bekas operasi,penglihatan kabur tidak ada, pusing tidak ada,
sakit kepala tidak ada, , kejang tidak ada, nyeri uluhati tidak ada, mual
tidak ada, muntah tidak ada, BAB biasa dan BAK via kateter

O : Ku : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

TD : 140/90 mmHg

N : 90 x/m

P : 20 x/m

S : 36,5 °C

28
A : P1A0 post SC H7 a/i PEB + IUFD
P :
1) IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit
2) Inj. Furosemid 1 amp/iv/24jam
3) Meloxicam 15mg 2x1
4) Sangobion 2x1
5) Cefixime 200mg 2x1
6) Amlodipin 1-0-0
7) Candesartan 0-0-1

BAB III

29
PEMBAHASAN

Preeklamsia didefinisikan sebagai hipertensi yang terjadi setelah usia


kehamilan 20 minggu dengan adanya disfungsi organ ibu atau disfungsi
uteroplasenta dan proteinuria. Preeklamsia adalah penyebab utama morbiditas ibu
dan berhubungan dengan hasil akhir janin yang merugikan seperti, hambatan
pertumbuhan intra uterin, kelahiran prematur, solusio plasenta, gawat janin, dan
kematian janin dalam rahim.3 Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan:
G1P0A0 gravid 32 minggu + PEB + IUFD, dimana tekanan darah pasien saat
pertama kali pemeriksaan yaitu 180/100 mmHg, disertai proteinuria.

Faktor risiko terjadinya preeklamsia telah dipelajari secara ekstensif (Tabel


1). Faktor risiko utama termasuk riwayat preeklamsia, hipertensi kronis, diabetes
mellitus pregestasional, sindrom antifosfolipid, dan obesitas, dan lain-lain. Pada
pasien ini didapatkan faktor risiko yaitu nulipara.

American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) preeklamsia


terjadi setelah 20 minggu kehamilan, adanya hipertensi pada pasien yang
sebelumnya mengalami normotensi dan proteinuria.5 Pasien pada kasus ini tidak
ada riwayat hipertensi sebelum kehamilan usia 20 minggu.

Pasien dengan preeklamsia yang berat mungkin dapat mengeluhkan hal-hal


seperti Sakit kepala, Gangguan visual: Skotoma, mata kabur, kebutaan: Mungkin
kortikal atau retinal, dispnea, edema, nyeri perut epigastrik atau kuadran kanan
atas, kelemahan atau rasa tidak enak badan: Mungkin merupakan bukti anemia
hemolitik, klonus: dapat mengindikasikan peningkatan risiko kejang. 1 Pasien
pada kasus ini mengeluhkan gangguan penglihatan yaitu mata kabur, nyeri
perut.

Pre-eklamsia terjadi akibat penurunan aliran darah janin oleh karena defek
remodeling arteri spiralis, yang menyebabkan iskemia seluler di plasenta, yang
pada akhirnya mengakibatkan ketidakseimbangan antara faktor anti-angiogenik
dan pro-angiogenik. Ketidakseimbangan yang mendukung faktor anti-angiogenik

30
ini menyebabkan disfungsi endotel yang meluas, yang mempengaruhi semua
sistem organ ibu.6

Dalam kasus preeklamsia berat, peningkatan tekanan darah yang lebih


signifikan dan tingkat proteinuria yang lebih tinggi ditemukan. Gambaran gejala
lain dari preeklamsia berat yang mungkin ada, termasuk oliguria (sama atau lebih
dari 500 mL urin dalam 24 jam), gangguan serebral atau visual, dan edema paru
atau sianosis. Pada pasien kasus ini dilakukan pemeriksaan dengan tekanan
darah 180/100, disertai proteinuria +2.

Pada hipertensi kronis, tekanan darah tinggi dapat terjadi sebelum


kehamilan, dicatat sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau terjadi 12 minggu
setelah melahirkan. Hal ini berbeda dengan preeklamsi, yang ditandai dengan
adanya peningkatan tekanan darah dan proteinuria setelah usia kehamilan 20
minggu, dan dapat diklasifikasikan sebagai ringan atau berat, tergantung pada
tingkat keparahan gejala yang ada. Pada preeklamsia berat, tekanan darah sistolik
≥160 mm Hg atau diastolik ≥110 mm Hg (dua kali berturut turut, jarak enam jam;
untuk ibu yang istirahat di tempat tidur). Proteinuria pada urin 24 jam ≥5 g (tes
dipstik urin ≥3 +; dalam dua sampel urin acak dikumpulkan setidaknya dengan
jarak empat jam). Pada pasien ini, tekanan darah 150/100 pada usia
kehamilan 28 minggu, dan saat ini merupakan preeklamsia berat dengan
tekanan darah sistolik 180mmHg dan diastolik 100mmHg, disertai
proteinuria.

Ibu yang memiliki preeklamsia dengan gejala berat memerlukan rawat inap
untuk pemantauan yang cermat. Tujuan pengobatan adalah manajemen cairan,
pencegahan kejang, menurunkan tekanan darah untuk mencegah kerusakan organ
pada ibu, dan mempercepat persalinan berdasarkan tingkat keparahan penyakit
dan usia kehamilan. MgSO4 digunakan untuk profilaksis kejang. MgSO4
membantu mencegah kejang eklampsia dan solusio plasenta pada wanita yang
mengalami preeklamsia dengan gejala berat. Output urin harus dipertahankan di
atas 30 mL per jam, dan kateter Foley harus digunakan untuk memantau output

31
urin jika MgSO4 diberikan. Pada pasien ini diberikan MgSO4 pada hari
pertama perawatan, sebanyak 4 gram (10cc) MgSO4 40%.

Tekanan darah optimal untuk wanita dengan preeklamsia berat belum


diketahui. Penurunan tekanan darah yang berlebihan dapat menyebabkan
insufisiensi uteroplasenta. Labetalol intravena dan hidralazin umumnya digunakan
untuk manajemen akut dan sama-sama efektif. Nifedipin oral direkomendasikan
sebagai alternatif, terutama bila diperlukan penurunan tekanan darah yang
mendesak dan akses intravena belum tercapai. Pada kasus ini, pasien tidak
dibelikan obat anti hipertensi golongan beta blocker maupun vasodilator
seperti Hidralazin, namun pasien diberikan Nifedipin.

Upaya persalinan pervaginam direkomendasikan pada wanita yang


mengalami preeklamsia dengan gejala berat dan tidak ada kontraindikasi. Indikasi
untuk persalinan sesar termasuk kejang berulang yang refrakter terhadap
manajemen medis, peningkatan tekanan darah yang parah yang resisten terhadap
obat antihipertensi, dan kerusakan organ ibu atau janin. Pada pasien ini tidak
didapatkan kejang, peningkatan tekanan darah yang resisten terhadap obat
maupun kerusakan organ pada ibu namun pada kasus ini ditemukan janin
meninggal dalam rahim sehingga tidak dilakukan persalinan pervaginam
tetapi dilakukan persalinan section caesarea

Nifedipin, 10 mg dosis awal oral. Jika TD sistolik 160 mm Hg atau TD


diastolik 110 mm Hg setelah 30 menit, berikan tambahan 20 mg per oral. Jika
tekanan darah di atas ambang batas pada 30 menit setelah dosis kedua, berikan
tambahan 20 mg. Kemudian dapat diberikan 10 hingga 20 mg setiap 4 hingga 6
jam. Pada kasus ini pasien diberikan Nifedipin sebanyak 3x10mg, dimana
tekanan darah pasien turun menjadi 180/100 mmHg pada hari kedua, pada
hari ketiga 200/100 mmHg diberikan amlodipine 10mg dan candesartan
16mg sampai perawatan hari ke 7 tekanan darah pasien turun menjadi
140/90 mmHg.

32
Preeklamsia berat sekitar 25% dari semua kasus preeklamsia. Preeklamsia
berat dapat menyebabkan gagal fungsi hati, gagal ginjal, koagulopati intravaskular
diseminata (DIC), dan kelainan sistem saraf pusat (SSP). Jika kejang terkait
preeklamsia muncul, gangguan tersebut telah berkembang menjadi kondisi yang
disebut eklampsia. Komplikasi utama preeklamsia adalah eklampsia 29,3% dan
gagal ginjal akut 19,5%. Komplikasi lain yaitu kematian ibu 9,8% dan kematian
perinatal adalah 31,7%. Prognosis pada pasien ini baik, oleh karena tidak
adanya komplikasi yang timbul seperti gagal fungsi hati dan ginjal,
koagulopati intravaskular, kelainan SSP, namun ditemukan kematian janin
pada pasien ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kee-Hak Lim, Ronald M Ramus. Preeclampsia. E-medicine medscape. 2018

33
2. Sarosh Rana. Preeclampsia: Pathophysiology, Challenges, and Perspectives.
AHA Journals. 2019
3. Priya soma Pillay. Physiological changes in pregnancy. NCBI. 2016
4. Rachael Fox, et al. Preeclampsia: Risk Factors, Diagnosis, Management, and
the Cardiovascular Impact on the Offspring. PMC. 2019
5. Alemayehu Sayih Belay, et al. Prevalence and associated factors of pre-
eclampsia among pregnant women attending anti-natal care at Mettu Karl
referal hospital, Ethiopia: cross-sectional study. BMC. 2019
6. P Gathiram, et al. Pre-eclampsia: its pathogenesis and pathophysiolgy. NCBI.
2016
7. Christopher W.Ives. Preeclampsia—Pathophysiology and Clinical
Presentations: JACC State-of-the-Art Review. Elsevier. 2020
8. Maria Portelli dan Byron Baron. Clinical Presentation of Preeclampsia and the
Diagnostic Value of Proteins and Their Methylation Products as Biomarkers
in Pregnant Women with Preeclampsia and Their Newborns. NCBI. 2018
9. Lawrence Leeman, et al. Hypertensive Disorders of Pregnancy. AAFP. 2016
10. WHO. Who Recommendations For Prevention And Treatment Of
Preeclampsia And Eclampsia. World Health Organization. 2013
11. Norbert Richard Ngbale, et al. Epidemiological Aspects and Prognosis of
Severe Pre-eclampsia in Bangui, Central African Republic. Gynecol Obstet
(Sunnyvale). 2019

34

Anda mungkin juga menyukai