LAPORAN KASUS-Annisa Fujianti
LAPORAN KASUS-Annisa Fujianti
Oleh :
Annisa Fujianti
NIM. 2130912320043
Pembimbing:
BANJARMASIN
Agustus, 2022
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Pneumonia ............................................................................. 4
1. Definisi.............................................................................. 4
2. Etiologi.............................................................................. 4
3. Epidemiologi ..................................................................... 5
4. Klasifikasi ......................................................................... 5
6. Diagnosis........................................................................... 7
7. Tatalaksana........................................................................ 9
1. Definisi............................................................................. 12
2. Etiologi............................................................................. 13
3. Klasifikasi ........................................................................ 13
4. Diagnosis........................................................................... 14
5. Tatalaksana ...................................................................... 16
ii
C. Stunting........................................................................................17
1. Definisi...................................................................................17
2. Etiologi...................................................................................17
3. Manifestasi Klinis..................................................................18
4. Tatalaksana............................................................................19
A. Identitas...........................................................................................21
B. Anamnesis.......................................................................................22
C. Pemeriksaan Fisik...........................................................................26
D. Status Gizi.......................................................................................31
E. Pemeriksaan Penunjang..................................................................33
F. Resume...........................................................................................35
G. Diagnosis Kerja..............................................................................37
H. Prognosis.........................................................................................37
I. Penatalaksanaan..............................................................................38
J. Usulan/saran...................................................................................38
K. Follow up........................................................................................41
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................43
BAB V PENUTUP...........................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................49
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi respiratori akut menjadi penyebab lebih dari 4 juta kematian yang ada di
negara berkembang.1 Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan inflamasi pada paru yang
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus dan jamur.2 Namun,
penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur sangatlah jarang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab
influenzae (20%).3
bawah lima tahun (balita). Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, kematian
merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi keenam di seluruh dunia,
Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 disebutkan bahwa insidens dan prevalensi
pneumonia sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Sedangkan menurut laporan UNICEF 2015
terdapat 14% dari 147.000 anak di 7 bawah usia 5 tahun meninggal karena pneumonia.5, 6
Oleh karena tingginya angka kematian akibat pneumonia akan tetapi sering tidak disadari
pada anak balita di negara berkembang. 4 Ada dua faktor yang berhubungan dengan
kejadian pneumonia yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik
merupakan faktor yang ada pada balita meliputi umur balita, jenis kelamin, berat badan
lahir rendah, status imuniasi, pemberian ASI, pemberian vitamin A, dan status gizi. Faktor
2
ekstrinsik merupakan faktor yang tidak ada pada balita meliputi tipe rumah, ventilasi,
jenis lantai, pencahayaan, kepadatan hunian, kelembaban, jenis bahan bakar, penghasilan
keluarga, serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu juga pengetahuan ibu dan keberadaan
dalam darah lebih rendah dari normal sesuai dengan nilai batas ambang menurut umur
dan jenis kelamin. Anemia merupakan indikator dari kurangnya asupan zat gizi dan
buruknya kondisi kesehatan. Pada bayi, asupan nutrisi berdampak pada kesehatan bayi.
Secara nasional prevalensi anemia di Indonesia adalah sebesar 14,8%. Anemia terbanyak
pada orang dewasa dan anak-anak adalah anemia mikrositik hipokromik yaitu anemia
yang disebabkan karena kekurangan zat gizi besi dengan prevalensi 60,2%. Anemia
mikrositik hipokromik merupakan anemia yang mikrositik berarti berukuran kecil dan
hipokromik berarti kandungan hemoglobin dalam eritrosit kurang dari normal (MCV < 80
fl, MCH < 28 pg, MCHC < 32%). Anemia mikrositik hipokromik dapat disebabkan oleh
karena anemia defisiensi besi, hemoglobinopati, anemia penyakit menahun (kronis) dan
anemia sideroblastik. Pada bayi pemberian ASI eklusif diwajibkan selama 6 bulan. ASI
eklusif dapar berfungsi sebagai proteksi pada sistem gastrointestinal dan repirasi bayi,
serta dapat menurunkan alergi pada bayi. Namun akan menjadi masalah ketika bayi
kekurangan sejumlah nutrisi penting seperti halnya anemia akibat kekurangan zat besi
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi.11 Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yaitu asupan gizi, lingkungan,
dan kejadian infeksi kronis. Anak-anak yang sakit biasanya mengalami penurunan nafsu
makan dan terbatasnya asupan makanan serta penyakit virus atau bakteri akut
3
memungkinkan anak memerlukan peningkatan cairan, protein, atau nutrisi lainnya. Maka
dari itu sangat besar peluang seorang anak yang memiliki riwayat gangguan saluran napas
mengalami stunting.12 Bayi di bawah 24 bulan sangat rentan terhadap infeksi dan
penyakit.13 Infeksi saluran pernapasan akut merupakan penyakit yang sering terjadi pada
bayi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi ISPA
pada baduta adalah 9,3%. Pada data tersebut didapatkan angka kesakitan pneumonia pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia
1. Definisi
pneumonia, alveolusnya akan terisi oleh nanah dan cairan, yang dapat menyebabkan
radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi disertai batuk
berdahak, napas cepat, sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu
makan berkurang).5
2. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan
dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis,
bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Pada bayi yang lebih besar dan
menentukan etiologi.4
3. Epidemiologi
dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara berkembang. Penyakit ini
juga merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia <5 tahun.
Insidens pneumonia pada anak berusia <5 tahun adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun . Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal
setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia tenggara.
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%
pneumonia.4
4. Klasifikasi
pneumonia, yaitu:18,19,20
Moraxella catarrhalis.
pneumonia).
c. Pneumonia aspirasi.
b. Pneumonia virus.
(immunocompromised).
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
7
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang
tua.
c. Pneumonia interstisial.
5. Manifestasi klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang
memerlukan perawatan di RS. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak
berikut :4
6. Diagnosis
keluhan yang dialami penderita, meliputi: demam, batuk, gelisah, rewel dan sesak
nafas. Pada bayi, gejala tidak khas, seringkali tanpa gejala demam dan batuk.
Anak besar, kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen, muntah. Manifestasi
klinis yang terjadi akan berbeda-beda, tergantung pada beratnya penyakit dan usia
penderita. Pada bayi jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat pada
bayi adalah: batuk, panas, iritabel. Pada anak balita, dapat ditemukan batuk
8
produktif atau non produktif dan dipsnea. Sebaliknya, pada anak sekolah dan
remaja: gejala lain yang sering dijumpai adalah: nyeri kepala, nyeri dada, dan
lethargi.22,23,24
terutama adanya nafas cepat (takipnea) dan kesulitan bernafas (dyspnea). Demam
dapat mencapai suhu 38,50 C sampai menggigil. 22,25 Gejala paru muncul beberapa
hari setelah proses infeksi tidak terkompensasi dengan baik. Gejala distress
subkosta), grunting, napas cuping hidung, apneu dan saturasi oksigen < 90% dapat
menunjukkan beratnya penyakit pada pasien dengan kategori usia sebagai berikut :
> 60x/ menit pada 0-2 bulan, > 50x/menit pada 2-12 bulan, > 40x/menit pada 1-5
meliputi pemeriksaan darah rutin, Analisa Gas Darah (AGD), C-Reaktif Protein
kasus didapatkan anemia dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Pada anak
pada jaringan paru. Gambaran infiltrat di bagian lobar, interstisial, unilateral atau
bilateral memberikan petunjuk organ paru yang terlibat. Pada umumnya, infiltrat
9
alveolar menunjukkan gambaran kuat adanya pneumonia pada anak.26, 24, 28 Hasil
foto torak adanya infiltrat alveolar yang disertai konsolidasi lobar dengan efusi
bilateral dan adanya hiperinflasi dapat terlihat pada pneumonia akibat virus.
terkadang dapat menyerupai pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan
Manifestasi klinis dan laboratorium yang mengarah disertai hasil foto torak positif
Pengukuran saturasi oksigen (SpO2) harus selalu dilakukan pada anak yang
mengalami distress pernapasan terutama anak dengan retraksi dinding dada atau
hipoksemia pada jaringan dan juga dapat menunjukkan beratnya pneumonia pada
anak. Pembacaan saturasi anak diperoleh minimal 30 detik setelah bacaan yang
7. Tatalaksana
- Eliminasi mikroorganisme
sebagai penyebabnya selama 7-10 hari. Untuk anak yang alergi terhadap
dengan dosis 10 mg/kg/ hari selama 5 hari. 24,28 Ampisilin juga merupakan
antibiotik lini pertama yang diberikan pada anak usia > 3 bulan yang sudah
mengalami infeksi berat (mereka yang dirawat di ruang ICU), mereka yang
- Tatalaksana suportif
oksigen 2-4 liter/menit di Rumah Sakit dengan nasal kanul, head box atau
menyimpulkan bahwa pemberian oksigen pada anak usia < 5 tahun dengan
gangguan pernapasan akut dengan nasal kanul dan oksigen kotak kepala
sama efektifnya untuk aliran oksigen yang diterima. Apabila hidung anak
yang lemas. Hal ini terjadi karena banyaknya energi yang digunakan anak
12
otot bantu pernapasan pada pneumonia sedang sampai berat. Selain itu,
pasien dengan dehidrasi dan asupan oral tidak adekuat harus dikoreksi
1. Definisi
hemoglobin (protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup
(besi dan tembaga), vitamin (B12 dan asam folat), asam amino, dan gangguan
pada sumsum tulang. Anemia karena perdarahan baik akut maupun kronis
10–10,9
Anak 6-59 bulan ≥11 g/dl 7-9,9 g/dl ≤7 g/dl
g/dl
≥11,5 11-11,4 8-10,9
Anak 5-11 tahun ≤8 g/dl
g/dl g/dl g/dl
10-11,9 8-10,9
Anak 12-14 tahun ≥12 g/dl ≤8 g/dl
g/dl g/dl
Perempuan tidak 11-11,9 8-10,9
≥12 g/dl ≤8 g/dl
hamil (≥15 tahun) g/dl g/dl
10-10,9
Perempuan hamil ≥11 g/dl 7-9,9 g/dl ≤7 g/dl
g/dl
Laki-laki ≥15 11-12,9 8-10,9
≥13 g/dl ≤8 g/dl
tahun g/dl g/dl
Kadar Hemoglobin untuk Diagnosis Anemia Berdasarkan Usia Menurut WHO
2011.33
2. Etiologi
3. Klasifikasi
hematokrit rendah, hitung jumlah sel darah merah, volume korpuskular rata-
menentukan anemia ialah menilai kadar Hb. Gejala klinis dari anemia yang
paling umum ialah rasa lelah, sesak napas, palpitasi, konjungtiva dan palmar
yang pucat. Gejala klinis dan riwayat medis memiliki kemampuan yang
tidak tersedia.36
hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari ini dapat dipastikan
adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna
retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic
hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.
4. Pemeriksaan khusus
misalnya pada:
16
a. Anemia defisiensi besi : serum iron. TIBC (total iron binding capacity),
b. Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan tes
Schiling.
c. Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain-lain.
tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal ginjal atau faal tiroid.
5. Tatalaksana
red cells).
Terapi khas, khusus untuk terapi terhadap anemia jenis tertentu. Seperti
Terapi ini harus dipantau dengan ketat, misalnya pada anemia defisiensi
besi, diberi preparat besi, lalu jika membaik berarti memang positif anemia
C. Stunting
1. Definisi
Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya
diketahui bila seorang balita telah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu
didasarkan pada indeks pengukuran panjang badan dibanding umur (PB/U) atau
atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) jika berada pada ambang batas ( z-
score) kurang dari -2SD atau dibawah persentil 3, dan dikategorikan sangat
2. Etiologi
perawakan pendek yang ditandai dengan kecepatan tumbuh normal, usia tulang
normal, tinggi badan kedua orangtua pendek, dan tinggi akhir anak dibawah
kategori dari pubertas terlambat yang paling sering ditemui dalam praktek sehari-
hari, didefinisikan sebagai tidak timbulnya tanda-tanda seks sekunder pada usia
12 tahun untuk anak perempuan dan pada usia 14 tahun untuk anak laki-laki.
tulang terambat, namun tidak terdapat kelianan organik yang mendasarinya. Pada
pasien CDPG ditemukan riwayat keluarga dengan pubertas terlambat dan hal ini
18
K = kecil masa kehamilan (KMK) dan berat badan lahir rendah (BBLR)
P = psikososial
E = endokrin
D = displasia tulang
3. Manifestasi klinis
b. pertumbuhan linear normal atau hamper normal pada saat pra pubertas dan
4. Tatalaksana
hal ini, maka sebaiknya tidak digunakan secara rutin terlebih dahulu Terapi
prognosis tinggi badan dewasa. Dari berbagai penelitian terakhir telah ddapat
dilihat bahwa hasil tinggi akhir anak yang mendapat GH jauh lebih baik
daripada prediksi tinggi badan pada awal pengobatan. Pada tahun 1995 FDA
20
pertumbuhan, gagal ginjal kronik, sindrom Turner, sindrom Prader Willi, anak
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
I. Penderita
Pendidikan : SMA
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
22
B. Anamnesis
Kiriman dari :-
Dengan diagnosis :-
WITA
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 10 jam SMRS disertai
dengan bunyi grok-grok. Sesak napas terjadi terus menerus tanpa dipengaruhi
waktu, aktivitas, maupun cuaca. Sesak napas disertai napas cepat seperti ngos-
ngosan, pasien menjadi rewel. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 3 hari SMRS.
Batuk disertai dahak yang sulit dikeluarkan, dahak berwarna kuning dan kental,
darah(-).Selain itu pasien juga demam sejak 1 hari SMRS. Demam terus menerus
namun suhunya tidak diukur oleh orang tua pasien, kejang (-), mengigil (-).
Demam turun dengan pemberian Paracetamol drop 0,5 ml, namun setelah 2-3 jam
demam menjadi naik kembali. Pasien belum diberikan obat untuk mengatasi sesak
dan batuk.
Pasien muntah tersedak saat minum susu sejak 10 jam SMRS. Muntah
berisi susu yang diminum, lendir (+), darah (-). Pasien masih haus dan masih mau
minum susu. Pasien sudah berhenti minum ASI sejak usia 1 minggu dan
digantikan dengan susu SGM ananda 120 ml sebanyak 7 kali dalam sehari.
Keluhan BAB cair disangkal. BAK masih lancar. Dalam sehari pasien 7 kali ganti
popok.
memiliki alergi terhadap udara dingin . Kakek dan kakak pasien mengalami batuk-
batuk. Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat tranfusi darah rutin. Tidak ada
Riwayat antenatal :
ke dokter kandungan. Selama hamil ibu jarang meminum tablet besi. Riwayat
Riwayat natal :
Nilai APGAR : Bayi langsung menangis, kulit kemerahan, dan gerakan aktif.
riwayatneonatal baik.
24
6. Riwayat Perkembangan
Tiarap : - bulan
Duduk : - bulan
Merangkak : - bulan
Berdiri : - bulan
Pasien saat ini dapat mengikuti objek dengan mata, melihat wajah orang lain
7. Riwayat Imunisasi
Dasar Ulangan
Nama
(Umur dalam hari/bulan) (umur dalam bulan )
BCG 1 -
Polio 1 - - - -
Hepatitis B - - - -
DPT - - - -
HiB - - - -
MR - -
Kesimpulan : Imunisasi anak tidak lengkap menurut rekomendasi
KEMENKES 2020
8. Riwayat Makanan
ASI : diberikan usia 0-1 minggu. Pemberian ASI dihentikan sejak usia 1
Susu formula : diberikan susu formula SGM Ananda 120 ml sebanyak 7 kali
Kesimpulan : Intake nutrisi secara kuantitas baik, tetapi secara kualitas kurang baik
9. Riwayat Keluarga
Iktisar keturunan
: Laki-laki : Perempuan
Jelaskan : Sehat,
No. Nama Umur L/P
sakit
Sehat
2. Tn. MB 35 tahun L
Sakit
5 An. MR 4 bulan 19 L
hari
• Pasien tinggal bersama orang tuanya di Kelayan. Satu rumah ada 12 orang,
yaitu pasien dengan ayah, ibu, kakaknya, paman dan bibi beserta 4 orang
• Setiap kamar ada ventilasi. Pasien tidur bersama ibu dan kakaknya. Kakak
• Keluarga minum menggunakan air galon isi ulang, untuk mandi dan mencuci
• Pasien hanya memiliki 1 botol susu dan 1 dot. Jika selesai dipakai, dicuci
dengan air sabun dibawah air mengalir lalau disiram air panas, tidak direbus.
• Untuk membuat susu ibu menggunakan air kemasan yanng direbus dulu lalu
didinginkan
C. Pemeriksaan Fisik
3. Tanda vital
Suhu : 38 ℃
SpO2 : 90% RA
4. Antropometri
Berat badan : 5 kg
Panjang badan : 58 cm
Lingkar kepala : 37 cm
5. Kulit
Kelembaban : Cukup
Lain-Lain :-
6. Kepala/leher
Mata : Palpebra edema tidak ada, alis dan bulu mata tipis,
28
Leher : Pembesaran tiroid tidak ada, pembesaran KGB leher tidak ada,
7. Toraks
a. Dinding dada/paru
pernafasan simetris
b. Jantung
8. Abdomen
9. Ekstremitas
edema (-)
b. Neurologis :
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
D. Status Gizi
32
BB: 5 kg
PB: 58 cm
LK: 37 cm (Normal)
LiLA: 13 cm (Normal)
HA: 8 minggu
BBI: 5,4 kg
WA < HA < CA
33
E. Pemeriksaan Penunjang
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.1 12.0-16.0 g/dl
Leukosit 10.2 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 4.39 4.0-5.30 juta/ul
Hematokrit 34.6 37.0-47.00 vol%
Trombosit 518 150-450 ribu/ul
RDW-CV 14.3 12.1-14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 78.7 75.0-96.0 fl
MCH 25.3 28.0-32.0 pg
MCHC 32.1 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil % 0.2 0.0-1.0 %
Eosinofil % 1.9 1.0-3.0 %
Neutrofil % 43.9 50.0-81.0 %
Limfosit % 39.5 20.0-40.0 %
Monosit % 14.5 2.0-8.0 %
Basofil # 0.02 <1.00 ribu/ul
Eosinofil # 0.19 <3.00 ribu/ul
Neutrofil # 4.47 2.50-7.00 ribu/ul
Limfosit # 4.03 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit # 1.48 0.30-1.00 ribu/ul
34
Kesan :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9.7 12.0-16.0 g/dl
Leukosit 15.5 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 3.84 4.0-5.30 juta/ul
Hematokrit 31.4 37.0-47.00 vol%
Trombosit 554 150-450 ribu/ul
RDW-CV 15.1 12.1-14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 74.7 75.0-96.0 fl
MCH 25.3 28.0-32.0 pg
MCHC 30.9 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil % 0.1 0.0-1.0 %
Eosinofil % 0.0 1.0-3.0 %
Neutrofil % 51.4 50.0-81.0 %
Limfosit % 30.2 20.0-40.0 %
Monosit % 18.3 2.0-8.0 %
Basofil # 0.01 <1.00 ribu/ul
Eosinofil # 0.00 <3.00 ribu/ul
Neutrofil # 7.97 2.50-7.00 ribu/ul
Limfosit # 4.69 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit # 2.84 0.30-1.00 ribu/ul
STATUS BESI
Serum iron 54 55-175 FERENE
TIBC 420 134-415
Sat. transferin 12 15-50
Ferritin 20.0 21.81- Ng/ml
8 274.66
Anemia mikrositik hipokromik
Trombositosis
Tulang-tulang intak
Kesan : Bronkopneumonia
F. Resume
Nama : An. MR
Berat Badan : 5 kg
Panjang Badan : 60 cm
Uraian
Pasien datang ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin (14 Agustus 2022) dengan
keluhan sesak nafas sejak 10 jam SMRS. Sesak nafas mengeluarkan bunyi grok-
grok disertai napas cepat. Pasien mengeluhkan batuk 3 hari SMRS. Batuk
berdahak, kuning, sulit dikeluarkan. Demam naik turun, kejang (-), menggigil (-).
Demam turun setelah minum Paracetamol drop 0,5 ml namun kembali naik setelah
2-3 jam konsumsi obat. Pasien belum diberikan obat untuk mengatasi sesak dan
batuk. Pasien muntah tersedak saat minum susu sejak 10 jam SMRS. Muntah
berisi susu yang diminum, lendir (+), darah (-). Pasien masih haus dan masih mau
minum susu SGM ananda 120 ml sebanyak 7 kali dalam sehari. Keluhan BAB cair
disangkal. BAK masih lancar. Dalam sehari pasien 7 kali ganti popok.
Suhu : 38 ℃
Respirasi : 66 x/menit
SpO2 : 90% RA
subkutis tipis.
Mulut : Bibir pucat (+), sianosis (-), faring hiperems (-), Tonsil
37
tekan (-)
Susunan saraf : Meningeal sign (-), kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinski
Genitalia : Laki-laki
G. Diagnosis Kerja
H. Prognosis
I. Penatalaksanaan
IV Ampisilin-sulbactam 3x150 mg
IV Gentamisin 1x40 mg
PO. Ambroxol 2 mg
Transfusi PRC 70 ml
J. Usulan/saran
Chest fisioterapi
Edukasi ibu dan keluarga pentingnya imunisasi dan catch up imunisasi pada
anak
39
K. Follow Up
S O A P
- Sesak napas(+) - Kesadaran : CM • CAP - O2 dengan nasal
- Napas cepat(+) - TD : - • Anemia canul 2 lpm
- Suara grok grok(+) - N : 130 x/menit hipokromik
- Batuk (+) - RR : 61 x/menit mikrositik - IVFD D5 ¼ Ns
- demam (+) - T : 37,8℃ • Stunting 200 ml/24 jam
- muntah(-) - SpO2 : 90% room air
- diare(-) - K/L : Konj. Anemis (+), - IV Ampisilin-
skleraikterik (-), sekret sulbactam 3x150
hidung (-), faring hiperemis mg
(-)
-Thoraks:Simetris, retraksi - IV Gentamisin
substernal dan subcostal(+) 1x40 mg
- Paru :Vesikuler, rhonki(+ - IV paracetamol
), wheezing(-) 4x50 mg (k/p
- Jantung : S1-S2 reguler, demam)
murmur (-), gallop (-)
- Abd : Cembung, supel, - PO. Ambroxol 2
BU(+)8x/menit, mg
hepatosplenomegali (-)
- Ekstr : Akral hangat, CRT - PO. Salbutamol 0,2
< 2”, lemak subkutis mg
minimal
S O A P
-Sesak napas (+) - Kesadaran : CM • CAP -O2 2 lpm
-Napas cepat(+) - TD : - • Anemia -IVFD D5 ¼ Ns
-Suara napas - N : 118 x/menit hipokromik 200 ml/24 jam
grok-grok(-) - RR : 60 x/menit mikrositik - IV Ampisilin-
-Batuk(-) - T : 36,8℃ • Stunting
sulbactam 3x150
-Demam (-) - SpO2 : 98% 2lpm
-Muntah (-) - K/L : Konj. Anemis (-), mg
skleraikterik (-), sekret - IV Gentamisin
hidung (-), faring 1x40 mg
hiperemis (-) -PO. Ambroxol
-Thoraks: Simetris, 2 mg
retraksi (-)
-PO. Salbutamol
- Paru : Vesikuler,
rhonki(-), wheezing(-) 0,2 mg
- Jantung : S1-S2 reguler, -Nebulizer
murmur (-), gallop (-) ventolin 1 resp/
- Abd : Cembung, supel, 8 jam
BU(+)8x/menit,
hepatosplenomegali (-) -Chest
- Ekstr : Akral hangat, phisiotheraph
CRT < 2”, lemak
y
subkutis minimal
-Observasi
- Status neurologis : tanda vital
Meningeal sign (-), kaku -Edukasi ibu
kuduk (-), Brudzinski I (- dan keluarga
), Brudzinski II (-), tentang
Kernig (-), pupil isokor pentingnya
3mm/3mm, RC +/+, pemberian ASI
parese n. kranialis (-) -Edukasi ibu
Refleks palmar grasp (+)
,Refleks moro (+), dan keluarga
Rooting refleks (+), pentingnya
Sucking refleks (+)refleks imunisasi dan
patologis (-), klonus (-), catch up
spastik (-), flaccid (-)
imunisasi
pada anak
41
S O A P
- Sesak nafas(-) - Kesadaran : CM • CAP -O2 ½ lpm
- Napas cepat - TD : - • Anemia -IVFD D5 ¼ Ns
(+) - N : 120 x/menit defisiensi besi 400 ml/24 jam
- Suara napas - RR : 36 x/menit • Stunting -IV Ampisilin-
grok-grok(-) - T : 36.4℃
Sulbactam 3x15
- batuk (-) - SpO2 : 99% NK ½ lpm
- muntah (-) - K/L : Konj. Anemis (+), mg
- diare (-) skleraikterik (-), sekret - IV Gentamisin
hidung (-), faring 1x40 mg
hiperemis (-) -PO. Ambroxol
-Thoraks:Simetris, retraksi 2,5 mg (3x1
(-)
pulv)
- Paru :Vesikuler, rhonki(-
), wheezing(-) -PO. Salbutamol
- Jantung : S1-S2 reguler, 0,5 mg (3x1
murmur (-), gallop (-) pulv)
- Abd : Cembung, supel, -nebulizer
BU(+)8x/menit, ventolin 1 resp/1
hepatosplenomegali (-) jam
- Ekstr : Akral hangat,
-Transfusi PRC
CRT < 2”, lemak subkutis
minimal 70 ml
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini dibahas seorang anak laki-laki usia 4 bulan 19 hari
merupakan infeksi saluran pernapasan akut pada paru-paru yang menjadi penyebab
utama morbiditas dan mortalitas pada anak berusia di bawah lima tahun. 4
Manifestasi klinis sesuai dengan kriteria WHO untuk pneumonia yaitu batuk,
demam, takipnu, peningkatan usaha napas, napas cuping hidung, dan hipoksia
didukung dengan pemeriksaan penunjang foto toraks.45 Pada infeksi yang berat
dapat dijumpai sianosis dan gagal napas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki
dan mengi.1 Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di
bawah ini:46,47
a. Batuk-batuk bertambah
ronki
sejak 10 jam SMRS yang disertai bunyi grok-grok. Selain itu, pasien juga batuk
dengan dahak berwarna kuning dan kental yang sulit untuk dikeluarkan. Pasien juga
mengeluhkan demam sejak 1 hari SMRS yang naik turun. Pada pemeriksaan fisik
biasanya didapatkan pekak perkusi, suara napas melemah, dan terdengar ronki,
43
retraksi dada, dan pernapasan cuping hidung. Pada pasien ini didapatkan retraksi
serum iron, saturasi transferin, dan feritin serum, serta TIBC nya meningkat.Hasil
pertumbuhan. Pada bayi baru lahir memiliki cadangan besi yang cukup untuk
memenuhi pertumbuhannya. Cadangan ini akan menurun setelah usia 4-5 bulan
pada bayi cukup bulan, namun pada bayi kurang bulan cadangan tersebut hanya
bertahan sampai usia 2-3 bulan. Sumber zat besi pada bayi dibawah usia 6 bulan
berasal dari air susu ibu (ASI) atau susu sapi/ formula dan derivatnya. Komposisi
zat besi pada ASI dan susu formula sama-sama rendah (0,2-0,4 mg/L), namun
bioavailabilitas zat besi pada ASI lebih baik dibandingkan susu sapi. Dengan
demikian, bayi yang mengkonsumsi ASI jarang menderita defisiensi besi sebelum
usia 6 bulan. Namun pada pasien menjadi lebih rentan menderita anemia defisiensi
paru yang terkena akan mengalami konsolidasi karena terjadi sebukan sel PMN,
fibrin, eritrosit, cairan udem, dan dapat ditemukan kuman di alveoli. Jumlah
leukosit akan meningkat terutama sel PMN akibat inflamasi parenkim paru.
bakteri.4,51
pada 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit. Pada pasien ini, diagnosa
pneumonia sudah muncul kurang dari 48 jam setelah di rawat di rumah sakit.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka pasien ini
Ampisilin merupakan antibiotik lini pertama yang diberikan pada anak usia >3
golongan β laktam identik dengan adanya struktur cincin β laktam pada struktur
Selain itu, sebagian besar golongan β laktam efektif terhadap kuman Gram Positif
dan Negatif. Mekanisme kerja antibiotik golongan ini adalah mengganggu sintesis
inhibitor yang mengikat β laktamase dari bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
secara ireversibel. Obat ini dikombinasi dengan amoksisilin untuk pemberian oral
paling penting untuk mempertahankan kegunaan agen betalaktam, dan salah satu
tidak aktif. Oleh karna itu pemecahan antibiotik oleh betalaktamse dapat dicegah
Pada riwayat nutrisi, pasien hanya diberikan susu formula dan sudah tidak
diberikan ASI. Bayi yang diberikan ASI eksklusif akan lebih sehat dan lebih
jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif karena
di dalam ASI terdapat kolostrum yang berfungsi sebagai zat kekebalan, kolostrum
menunjukkan sebanyak 80% anak yang tidak menerima ASI eksklusif menderita
pneumonia dan anemia. Air susu ibu mempengaruhi sistem imun sistemik anak
anti inflamasi dan anti mikroba sehingga anak yang tidak mendapatkan ASI
risiko kematian.58 Balita dengan nutrisi tidak baik atau kekurangan gizi menjadi
setelah terjadi infeksi membutuhkan energi atau zat gizi sehingga kebutuhannya
menjadi besar. Kondisi ini diikuti asupan gizi tidak adekuat saat dan setelah
stunting. Infeksi yang dapat terjadi diantaranya infeksi saluran cerna (diare akibat
virus, bakteri, dan parasit), infeksi akibat cacing (kecacingan), dan infeksi saluran
BAB V
PENUTUP
Ambroxol 2,5 mg, PO. Salbutamol 0,5 mg, nebulizer ventolin 1 resp/1 jam, dan
transfusi PCR 70 mlfan. Pasien telah di rawat di ruang anak RSUD Ulin sejak
DAFTAR PUSTAKA
1. Marcdante, Karen J, Robert M, et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. 6th ed.
2. Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.
3. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010.
4. Said M, 2015, Buku Ajar Respirologi Anak, 1th Ed, Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jakarta.
5. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.
6. UNICEF. Under-five and infant mortality rates and number of deaths. 2015.
9. Riski Syahna. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Anemia ada
Bayi Usia 0-6 Bulan Di Puskesmas Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh.
10. Hoffbrand, A., Moss, P. Kapita selekta hematologi ed 6. EGC. Jakarta. 2016
11. Eko Putro Sandjojo 2017.Buku Saku Desa Dalam Penanganan Stunting: Jakarta
12. Mahan LK, Escott-Stump S, Raymond JL. Krause’s food and the nutrition care
process 13th ed. In: Lucas BL, Feucht SA, Ogata BN. Nutrition in Childhood.
49
13. Millennium Challenge Account Indonesia. Stunting and the future of Indonesia
http://www.mcaindonesia.go.id/assets/upload s/media/pdf/Backgrounder-Stunting-
EN.pdf
15. Adriani, M., & Wirjatmadi, B. Gizi dan Kesehatan Balita Peranan Micro Zinc
16. World Health Organization. Pneumonia. Fact Sheet N0 331. Diakses dari:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/.
17. Dahlan Zul. Pneumonia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V Jilid III, Jakarta : Pusat
20. Dipiro Joseph T, dkk. Pharmacotherapy Principel & Practice. Penerbit Mc Graw
22. Mani, C. S., & Murray, D. L. (2018). Acute Pneumonia and Its Complications. In:
Principles and Practice of Pediatric Infectious Diseases. New York: 2018; 238-249
24. Bradle JS, Carrie L. Byington, Samir S. Shah, et al. The Management of
50
Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and
25. Word Healt Organization. Pneumonia. 2019. Diunduh tanggal: 18 agustus 2022.
26. Jannah, M., Abdullah, A., & Melania, H. Analisis Faktor Risiko Yang
Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh Tahun 2019. JUKEMA 2019;6(1).h.
20-28
27. Sidiq, R., Ritawati, & Sitio, R. (2016). The Risk of Pneumonia among Toddlers in
28. Howie S, Murdoch D. Global childhood pneumonia: the good news, the bad news
29. Setyanto, D. B., Suardi, A. U., Setiawati, L., Triasih, R., & Yani, F. F. Pneumonia.
Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
30. Mantero, M., Tarsia, P., Gramegna, A. et al. Antibiotic Therapy, Supportive
31. Stefan M.T. Vestjens, Simone M.C. Spoorenberg, Ger T. Rijkers, Jan C. Grutters,
Ewoudt M.W. van de Garde, Sabine C.A. Meijvis, Willem Jan W. Bos.
http://www.who.int/vmnis/indicators/haemoglobin.pdf
34. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
2011
35. Proverawati, A. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta: Nua Medika. 2011
36. C haparro CM, Suchdev PS. Anemia epidemiology, pathophysiology, and etiology
37. Pendekatan Diagnosis dan Tereapi terhadap Penderita Anemia. Bali Health
Journal. 2017
40. Kusuma KE, Nuryanto. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2-3 tahun
523-30.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/situasi-balita-
44. Pulungan AM. Pubertas dan Gangguannya. Dalam: Buku Ajar Endokrinologi
Anak. Edisi 1. Jakarta: UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI; 2015:89-94
46. Luttfiya MN, Henley E, Chang L. Diagnosis and treatment of community acquired
47. Task Force on CAP. Philippine Clinical Practice Guidelines on the Diagnosis,
48. Khairiyadi. Bab VI Sub Bagian Respirologi. Dalam: Ari Yunanto. Panduan
49. Dewi SW, Subana IB, Purniti PS, Ariawati K. Trombositosis pada Pneumonia.
50. Respatih, Reniarti, Susanah. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Buku ajar
2012;50:420-6.
52. Gereige RS, Laufer PM. Pneumonia. Pediatrics in Review. 2013. 34(10); 438-456.
54. Suci LN. Pendekatan diagnosis dan tata laksana pneumonia pada anak. J Ked N
55. Kemenkes RI. 2011b. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik.
56. Wahidah LK, Wahyuni NT, Putri DM. Evaluasi penggunaan antibiotik pneumonia
dengan metode Atc/ddd pada pasien pediatri di instalasi rawat inap RSUD. dr. A.
Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung tahun 2019. JFL. 2020. 9(2); 99-108.
58. Kasundriya SK, Dhaneria M, Mathur A, Pathak A. Incidence and risk factors for
2015
54