REVISI Tinjauan Pustaka Gastritis
REVISI Tinjauan Pustaka Gastritis
Oleh:
Shelin Amanda Pusparesa S.Ked
NIM 2130912320079
Pembimbing:
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.........................................................................................................................iv
BAB I...............................................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi............................................................................................................................................3
2.3 Etiologi......................................................................................................................................................4
2.5 Klasifikasi.................................................................................................................................................6
2.6 Patofisiologi.............................................................................................................................................8
2.8 Diagnosis.................................................................................................................................................12
2.9 Tatalaksana.............................................................................................................................................17
2.10 Komplikasi...........................................................................................................................................18
2.11 Pencegahan...........................................................................................................................................19
2.12 Prognosis...............................................................................................................................................19
BAB III.........................................................................................................................................20
Penutup...........................................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Label "gastritis" secara luas (tetapi tidak tepat) diterapkan pada spektrum gejala klinis
yang berkaitan dengan perut bagian atas, dan epigastrium pada khususnya. Definisi medis
yang benar untuk kumpulan gejala ini adalah dispepsia. Lebih tepatnya, dengan tidak adanya
gangguan organik, berbagai kombinasi gejala pencernaan bagian atas (misalnya rasa penuh
setelah makan yang mengganggu, rasa cepat kenyang, nyeri epigastrium, dan rasa terbakar di
epigastrium) harus didefinisikan sebagai dispepsia fungsional. Ada pembaruan tentang (sub)
Pada endoskopi, gastritis digambarkan sebagai kemerahan atau edema pada mukosa
lambung, tetapi tidak satu pun dari fitur endoskopi ini spesifik atau eksklusif untuk
standar untuk mendeteksi infeksi H. pylori melaporkan akurasi 89% untuk nodularitas dan
77% untuk pembengkakan mukosa.1 Sekitar sepertiga dari semua anak di seluruh dunia
terinfeksi H. pylori dan prevalensinya rendah di negara maju dan tinggi di negara
dengan H. pylori pada anak-anak dan remaja, tetapi rekomendasi terkuat untuk pengujian dan
pengobatan hanya diberikan pada anak-anak dan remaja yang memiliki penyakit ulkus
peptikum.2
terobosan yang memungkinkan untuk mendiagnosis banyak penyakit saluran cerna dengan
lebih akurat. Pemeriksaan endoskopi yang dikombinasikan dengan hasil biopsi jaringan dari
mukosa lambung. Biopsi sekarang dianggap penting dalam penegakkan diagnosis. Menurut
iv
literatur, 27% pasien yang dicurigai gastritis memiliki hasil histologis yang normal,
sedangkan
sebanyak 63% pasien dengan hasil histologis yang menunjukkan gastritis tidak menunjukkan
Menurut Kemenkes RI 2008, Indonesia menempati urutan keempat dalam hal jumlah
penderita gastritis terbanyak di dunia setelah Amerika, Inggris, dan Bangladesh. Gastritis
merupakan penyakit yang masuk ke dalam posisi kelima dari sepuluh besar penyakit pasien
rawat inap dan posisi keenam pasien rawat jalan di rumah sakit. Tingginya angka kejadian
prevalensinya lebih tinggi pada negara berkembang daripada negara maju karena
infrastruktur sanitasi negara berkembang tidak sebaik negara maju. Indonesia sendiri
dilaporkan memiliki prevalensi infeksi H. pylori yang rendah (22,1%) dan berbeda-beda di
setiap etnisnya. Dilaporkan bahwa etnis Papua, Batak, dan Bugis masing-masing memiliki
prevalensi lebih tinggi daripada etnis Jawa, Dayak, Tionghoa, dan lainnya. Alasan terjadinya
perbedaan prevalensi pada setiap etnis di Indonesia belum diketahui dengan jelas dan perlu
iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gastritis merupakan suatu inflamasi pada mukosa lambung. Definisi gastritis
akibat dari proses patologis yang kompleks dan multifaktor akibat ketidakseimbangan
antara faktor agresif dan defensif. Terdapat tiga komponen penyebab, yaitu pejamu
berupa respons tubuh, agen seperti bakteri H. pylori, dan lingkungan seperti beberapa
2.5 Epidemiologi
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah penderita gastritis antara pria dan
wanita, ternyata lebih banyak menyerang wanita dan dapat menyerang sejak usia
dewasa muda hingga lanjut usia. Di Inggris 6-20% menderita gastritis pada usia 55
tahun dengan prevelensi 22%. Insiden komulatif untuk segala umur adalah 16
kasus/1000 orang pada kelompok umur 45-64 tahun. Insiden semua kelompok umur
150 per 1000 populasi. insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635
dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui
endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih
tinggi daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik.
3
(22,1%) dan berbeda-beda di setiap etnisnya. Dilaporkan bahwa etnis Papua, Batak,
masing memiliki prevalensi lebih tinggi daripada etnis Jawa, Dayak, Tionghoa, dan
lainnya. Alasan terjadinya perbedaan prevalensi pada setiap etnis di Indonesia belum
2.3 Etiologi
adalah:
lagi.7
3. Autoimun
Merupakan inflamasi kronis yang ditandai dengan gastritis atrofi kronis dan
lambung, yang diperlukan untuk penyerapan zat besi anorganik. Oleh karena
itu, defisiensi besi sering ditemukan pada pasien dengan gastritis autoimun.
Defisiensi besi pada pasien ini biasanya mendahului defisiensi vitamin B12.
4. Lainnya
3
Disebut juga sebagai gastritis yang tidak berhubungan dengan H.Pylori.
Pasien harus memenuhi keempat kriteria ini (i) Pewarnaan dengan hasil
negatif sebanyak tiga kali dari biopsi mukosa lambung (hematoksilin dan
eosin, pewarnaan Alcian blue dan pewarnaan perak yang dimodifikasi), (ii)
Kultur H. pylori negatif, (iii) A serologi IgG H. pylori negatif, dan (iv) Tidak
ada riwayat pengobatan H. pylori yang dilaporkan sendiri. Pada pasien ini,
Penyakit ini dapat dipicu oleh faktor eksogen (contohnya alkohol,bahan kimia)
maupun faktor endogen. Terkadang penyebab penyakit tidak dapat ditentukan, dan
terkadang keluhan dapat dikaitkan dengan awal fase infeksi Helicobacter pylori.3
Pada studi yang sudah dilakukan sebelumnya, didapatkan bahwa terdapat beberapa
1. Konsumsi obat-obatan
berkontribusi terhadap gastritis kronis. Obat yang diminum oleh individu berupa
obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) seperti aspirin dan ibuprofen berpotensi
mengiritasi mukosa lambung dan membutuhkan waktu konsumsi yang lama untuk
2. Kebiasaan merokok
Faktor risiko lain yang berkontribusi pada gastritis adalah merokok, yang telah
serta gastritis. Hal ini bisa disebabkan oleh peningkatan sekresi asam dan pepsin
3
yang akhirnya mengubah motilitas lambung dan menyebabkan gangguan aliran
3. Faktor stress
4. Kebiasaan makan
Makanan pedas dan berbumbu berpotensi mengiritasi mukosa lambung. Hal ini
diperkaya dengan berbagai rasa, aromatik dan pedas, juga dihitung sebagai faktor
utama.8 Selain itu, variasi waktu makan selama periode yang lama tampaknya
Waktu makan yang teratur mungkin memainkan peran penting dalam pencegahan
kedua kondisi medis ini karena ada kelangkaan data yang diterbitkan yang
mempelajari hubungan antara waktu makan tidak teratur dan H. pylori dan
untuk menentukan efek makan tidak teratur pada perkembangan gastritis dan
H.pylori.9
2.5 Klasifikasi
1. Gastritis akut
Gastritis akut merupakan proses inflamasi yang berlangsung singkat dengan onset
yang tiba-tiba, reda dalam waktu singkat dengan gejala berupa nyeri epigastrium,
mual dan muntah yang bersifat sementara.3 Secara histologis, gastritis akut ditandai
dengan infiltrasi neutrofil pada lamina propria mukosa, serta edema dan
3
menyebabkan pembentukan lesi lebih lanjut di mukosa lambung, seperti erosi.
Erosi yang terjadi dapat berupa erosi kecil dan terisolasi atau luas, banyak dan
berdarah tetapi dangkal, tidak melampaui lapisan otot mukosa. Erosi yang lebih
dalam dan meluas hingga lebih dari 5 mm dan mencapai lapisan submukosa
OAINS, alkohol, stress, pola makan, bahan kimia, infeksi Helicobacter pylori dan
lainnya).4 Gastritis akut dapat dibagi menjadi 3 subtipe lagi berdasarkan gambaran
- Gastritis akut bentuk ringan: yang ditandai dengan adanya edema general
mukosa lambung, stenosis daerah prepyloric tanpa erosi yang terlihat serta
lesi lainnya.3
- Gastritis ulseratif akut dengan erosi yang luas atau ulserasi dan perdarahan.3
3
Gambar 2.2 Gastritis Erosif
2. Gastritis kronis adalah kondisi peradangan kronis yang ditandai dengan adanya
(autoimun).4
2.6 Patofisiologi
Penularan gastritis yang disebabkan oleh H.pylori adalah melalui rute fekal-oral.
H. pylori memiliki beberapa faktor virulensi yang memfasilitasi adhesi sel (misalnya,
BabA/B, sabA, OipA), kerusakan sel (misalnya, Ure A/B), dan penghindaran dari
3
respon imun (misalnya LPS). Secara khusus, cytotoxin-associated gene a (CagA)
Faktor lain yang mempengaruhi efek patogen H. pylori adalah faktor inang.
Faktor inang yang rentan seperti polimorfisme dalam gen yang mengkode reseptor
tinggi atau sitokin spesifik. Infeksi H. pylori memicu IL-8, yang menginduksi neutrofil
Proses perjalanan penyakit dari gastritis akut ke kronis dimulai pada masa kanak-
berkembang dalam beberapa tahun atau dekade, kemudian menjadi gastritis atrofi yang
ditandai dengan hilangnya kelenjar mukosa normal di antrum, korpus, fundus atau
semuanya.
seperti tukak lambung atau kanker lambung tidak dipahami dengan jelas dan tidak
(HCMV) telah diidentifikasi pada tumor lambung dan DNA dari H. pylori, EBV, dan
PCR menentukan keberadaan HCMV dalam biopsi dari pasien dengan kanker lambung
sering diresepkan di seluruh dunia. Mekanisme kerja utama mereka terdiri dari
3
penghambatan enzim siklooksigenase (COX), sehingga mengurangi sintesis
atau perforasi. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada NSAID non selektif, yang
bekerja pada COX1 dan COX2, sedangkan inhibitor selektif COX2 cenderung
penghancuran sel parietal lambung yang dimediasi oleh kekebalan. Kerusakan pada
mukosa oksintik menyebabkan sindrom klinis yang meliputi hipoklorhidria berat (dan
akhirnya aklorhidria), anemia pernisiosa (sebagai akibat dari defisiensi vitamin B12
3
Pompa proton lambung (H+/K+ ATPase) bertindak sebagai autoantigen yang
dikenali oleh sel T, yang pada gilirannya mengaktifkan produksi sel B dari antibodi sel
kanalikuli sel parietal, mendukung hipotesis "autoimunitas sekunder" yang dipicu oleh
infeksi bakteri. Baik biologis dan dampak klinis dari autoimunitas sekunder penargetan
kanalikuli ini masih harus dilihat. Ciri histologis gastritis autoimun "primer" adalah
topografinya.1
Secara klinis, sulit membedakan manifestasi klinis antara gastritis akut dan kronis
serta gastritis yang berkaitan dengan infeksi H.pylori pada anak-anak. Keluhan yang
terlihat pada gastritis akut berupa nyeri epigastrium dengan onset mendadak serta reda
dalam waktu singkat, mual, dan muntah yang bersifat sementara. Keluhan yang
terlihat pada gastritis kronis bisa ditambah dengan adanya rasa penuh pada perut serta
penurunan nafsu makan.4 Sedangkan pada gastritis kronis yang berkaitan dengan
infeksi H.pylori dapat berupa sakit perut berulang pada anak. Data dari beberapa
peneliti memperlihatkan 22-37% anak dengan sakit perut berulang terbukti menderita
infeksi H.pylori secara serologis. Laporan dari peneliti lain menunjukkan 30% anak
dengan sakit perut berulang ditemukan bakteri H. pylori pada antrumnya, sedangkan
Keluhan lain yang sering disampaikan oleh anak yang terinfeksi H.pylori adalah
terbangun pada malam hari, dan sering muntah. Refluks gastroesofagus dan gagal
tumbuh merupakan dua keadaan lain yang pernah dilaporkan pada anak terinfeksi
H.pylori. Beberapa gejala klinis dianggap sebagai alarm symptoms infeksi H.pylori
3
2.8 Diagnosis
didasarkan pada fenotipe mikroskopis dari lesi mukosa, yang sebagian besar ditetapkan
pada biopsi endoskopi. Endoskopi dilakukan dengan cara memasukkan selang dengan
kamera kecil di ujungnya. Sebelum dilakukan endoskopi, pasien diberi anestesi lokal.
Saat proses endoskopi dilakukan juga biopsi untuk mengambil sedikit jaringan dinding
lambung.1
kompartemen yang berbeda secara anatomis dan fungsional, yang dapat menderita
penyakit yang sangat berbeda. Alasan di balik protokol pengambilan sampel biopsi
Standar diagnosis yang merupakan baku emas dari gastritis didasarkan pada
pemeriksaan histologis bahan biopsi. Sel yang mendominasi pada gastritis akut adalah
sel polinuklear neutrofil, sedangkan dalam bentuk kronis sel bening mononuklear yang
didominasi oleh limfosit dan plasmosit. Bentuk spesifik dari gastritis ditandai dengan:
dijelaskan menurut skala berikut: lesi tidak ada, ringan, sedang atau signifikan.
Variabel lain, dicatat tetapi tidak dinilai, mungkin spesifik, misal granuloma atau
Sebenarnya, label 'gastritis' hanya boleh diterapkan pada lesi inflamasi yang terbukti
3
secara histologis pada mukosa lambung. Klasifikasi etiologi gastritis didasarkan pada
Untuk diagnosis gastritis perlu ada bukti histologis sel inflamasi di lamina propria
dan/atau lumen kelenjar, dan/atau infiltrasi permukaan epitel. Dalam beberapa kasus
(gastritis Crohn adalah yang paling khas), sel-sel inflamasi menyebar ke submukosa.
Agregat nodular sel limfoid atau granuloma epiteloid juga dapat ditemukan.1
3
Gambar 2.4 Gambaran sel neutrofil pada mukosa lambung
pada mukosa lambung, tetapi tidak satu pun dari gambaran endoskopi ini yang
untuk mendeteksi gastritis Helicobacter pylori (H. pylori), Okamura, dkk. melaporkan
akurasi 89% untuk nodularitas, dan 77% untuk pembengkakan mukosa. Endoskopi
definisi tinggi dan endoskopi kromo virtual (pencitraan pita sempit, pencitraan cahaya
biru, dan pencitraan warna terkait) telah meningkatkan akurasi penilaian gastritis
3
secara etis disarankan untuk menawarkan pasien tidak hanya kesempatan diagnostik
dari penilaian kasar (endoskopi), tetapi juga pesan pelengkap yang berasal dari
Ga
Tes yang digunakan untuk diagnosis gastritis terkait H. pylori terbagi dalam dua
kelompok utama: (1) Metode invasif (memerlukan endoskopi dan biopsi): Ini termasuk
dan pewarnaan perak yang dimodifikasi) , kultur, tes urease cepat, dan deteksi
molekuler (PCR DNA). (2) Metode non-invasif (tidak memerlukan endoskopi dan
biopsi): Ini berupa tes napas urease/urea breath test (UBT), tes antigen tinja, dan
serologi.
negatif palsu pada tes invasif dan non-invasif. Selain itu, pasien yang menjalani
3
histologis negatif untuk H. pylori. Pewarnaan biopsi mukosa lambung dengan
Invasif
3
Gambar 2.8 Mekanisme UBT
histologis. Ini termasuk: (1) gastritis atrofi dari korpus lambung (tubuh) dan fundus
lambung, (2) autoantibodi terhadap faktor intrinsik dan sel parietal, (3) peningkatan
kadar gastrin serum, (4) kadar serum pepsinogen 1 dan ( 5) rasio pepsinogen 1
Temuan awal yang paling umum untuk gastritis kronis dan autoimun adalah
gangguan hematologi seperti anemia (kekurangan zat besi) yang terdeteksi pada
seperti gejala neurologis (terkait dengan kekurangan vitamin B12). Anemia defisiensi
besi (yang menunjukkan perubahan mikroskopis hipokromik serta profil besi) biasanya
muncul pada tahap awal gastritis autoimun. Hal ini disebabkan oleh achlorhydria yang
defisiensi besi juga dapat terjadi pada jenis gastritis kronis lainnya.4
2.9 Tatalaksana
3
• Penghambat reseptor H2 (ranitidin, simetidin, famotidin). Menggunakan H2
luteinizing hormon harus diingat. Obat golongan ini yang paling sering digunakan
pada anak-anak adalah ranitidin dengan dosis 3-5 mg/kg setiap hari.4
• Inhibitor pompa proton, yaitu tahap terakhir dari mekanisme sekresi ion hidrogen
yang hampir sepenuhnya memblokir sekresi asam lambung. Kelompok ini meliputi
Prinsip pengobatan dengan preparat ini adalah waktu konsumsi obat pada saat
keasaman isi lambung meningkat, yaitu satu jam setelah makan dan sebelum tidur.
Agen alkali yang diberikan bahkan dalam dosis kecil dengan potensi penetralan
rendah memberikan hasil efek terapeutik yang baik karena ikatan tambahan yang
asam pada obat jenis ini juga memberikan efek cepat pada gejala, mengurangi atau
perawatan darurat.4
memberikan hasil yang lebih efektif karena obat tersebut memiliki efek sinergis.
bahwa H2 bloker diberikan satu sampai dua jam setelah pemberian antasida.14
3
Sedangkan Inhibitor pompa proton yang merupakan inhibitor poten dari pompa
dan memiliki durasi kerja yang lama. Dikarenakan PPI adalah penghambat asam
di Amerika dan Eropa merekomendasi penggunaan 3 jenis obat yang terdiri dari
direkomendasikan adalah (1) PPI, metronidazol, dan klaritromisin, atau (2) PPI,
amoksisilin (bila diduga ada resistensi terhadap metronidazol), atau (3) PPI,
negara Belanda dan Belgia digunakan kombinasi omeprazole 0.6 mg/kg dua kali
sehari, amoksisilin 30 mg/kg dua kali sehari, dan klaritromisin 15 mg/kg dua kali
sehari, selama 7 hari. Pedoman terapi yang dilaksanakan di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI/RSCM mengacu kepada terapi yang diberikan oleh kedua negara
tersebut.12
2.10 Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik.
Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa
hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik. Gastritis
kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi
dan anemia.1
2.11 Pencegahan
3
Gastritis akut dapat dicegah salah satunya dengan mengubah kebiasaan serta
memperhatikan diet makanan yang sesuai berupa makanan dengan jumlah gizi yang
cukup, tidak merangsang pengeluaran asam lambung berlebih, dan dapat mengurangi
laju pengeluaran asam lambung, serta menghindari faktor risiko seperti penggunaan
Sedangkan untuk gastritis kronis yang berkaitan dengan H.pylori dapat dicegah
dengan cara mengurangi risiko terjadinya infeksi H.pylori melalui cuci tangan dengan
sabun sebelum makan, memasak makanan hingga matang, dan menjaga higenitas diri
serta lingkungan.12
2.12 Prognosis
dengan gastritis yang diinduksi H.pylori juga memiliki risiko kecil terkena kanker
3
BAB III
PENUTUP
didasarkan pada gambaran histologis mukosa lambung, dimana terdapat kerusakan akibat
dari proses patologis yang kompleks dan multifaktor akibat ketidakseimbangan antara faktor
agresif dan defensif. Terdapat beberapa etiologi seperti infeksi Helicobacter pylori, obat-
obatan seperti NSAID, dan autoimun. Pada anak-anak, angka kejadian infeksi Helicobacter
pylori lumayan tinggi. Sehingga pada perjalanan penyakitnya pada gastritis akut dan kronis,
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Rugge, M., Sugano, K., Sacchi, D., Sbaraglia, M., & Malfertheiner, P. (2020).
Gastritis: An update in 2020. Current Treatment Options in
Gastroenterology, 18(3), 488-503.
2. Okuda, M., Lin, Y., & Kikuchi, S. (2019). Helicobacter pylori infection in children
and adolescents. Helicobacter pylori in Human Diseases, 107-120.
3. Prasetya, J. H., Ekawati, N. P., & Mahastuti, N. M. (2021). Karakteristik
Klinikopatologi Pasien Gastritis Kronis di Rsup Sanglah Tahun 2017-2019. E-
Jurnal Medika Udayana, 10(11), 49-55.
4. Azer SA, Akhondi H. Gastritis. In: StatPearls. StatPearls Publishing, Treasure
Island (FL); 2021. PMID: 31334970.
5. Alianto R. Diagnosis Histopatologik Gastritis. CDK-231. 2015
6. Ariel, Wullur, Astuti. 2013. Kajian Penatalaksanaan Terapi pada Pasien Gastritis di
Instalasi Rawat Inap RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado;2013.
7. PAPDI gastroenterologi Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 3 No. 3 McGuigan, J.F. 2001,
Ulkus Peptikum dan Gastritis, EGC, Jakarta, Indonesia
8. Feyisa ZT, Woldeamanuel BT. Prevalence and associated risk factors of gastritis
among patients visiting Saint Paul Hospital Millennium Medical College, Ethiopia.
Journal PLOS ONE. 2021.
9. Alabed AA, et al. Prevalence and Risk factors od H.pylori induced gastritis among
Selangor urban population. 2020
10. Sipponen P, Maaroos HI. Chronic Gastritis. Scandinavian journal of
gastroenterology. 2015
11. Mărginean, M. O., Meliț, L. E., Mocanu, S., & Săsăran, V. (2018). Ibuprofen, a
potential cause of acute hemorrhagic gastritis in children-a case report. The Journal
of Critical Care Medicine, 4(4), 143.
12. Hegar B. Infeksi helicobacter pylori pada anak. Jurnal Sari Pediatri. 2020
13. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Dispepsia
dan Infeksi Helicobacter pylori. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI)
dan Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI). 2014.
14. Styoningsih R, et al. Peresepan penggunaan obat gastritis pada pasien rawat jalan
di Klinik Syifa Ar-Rachmi Slawi. Jurnal Politeknik Harapan Bersama Tegal. 2020.
21