Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN PUSTAKA

Gastritis pada Anak

Oleh:
Shelin Amanda Pusparesa S.Ked
NIM 2130912320079

Pembimbing:

dr. Hasni Hasan Basri, Sp. A

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
September, 2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................2

DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................iii

DAFTAR TABEL.........................................................................................................................iv

BAB I...............................................................................................................................................1

BAB II.............................................................................................................................................3

2.1 Definisi......................................................................................................................................................3

2.2 Epidemiologi............................................................................................................................................3

2.3 Etiologi......................................................................................................................................................4

2.4 Faktor Risiko............................................................................................................................................5

2.5 Klasifikasi.................................................................................................................................................6

2.6 Patofisiologi.............................................................................................................................................8

2.7 Manifestasi Klinis.................................................................................................................................11

2.8 Diagnosis.................................................................................................................................................12

2.9 Tatalaksana.............................................................................................................................................17

2.10 Komplikasi...........................................................................................................................................18

2.11 Pencegahan...........................................................................................................................................19

2.12 Prognosis...............................................................................................................................................19

BAB III.........................................................................................................................................20

Penutup...........................................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Gastritis Hemoragik.....................................................................................7

Gambar 2. 2 Gastritis Erosif.............................................................................................8

Gambar 2. 3 Patofisiologi gastritis karena NSAID.........................................................10

Gambar 2. 4 Gambaran sel neutrofil pada mukosa lambung..........................................13

Gambar 2. 5 Gambaran limfosit di mukosa lambung.....................................................13

Gambar 2. 6 Alur diagnosis gastritis menurut endoskopi dan histopatologi..................14

Gambar 2. 7 Mekanisme UBT........................................................................................16


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Perbandingan berbagai metode diagnosis infeksi H. pylori..........................15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Label "gastritis" secara luas (tetapi tidak tepat) diterapkan pada spektrum gejala klinis

yang berkaitan dengan perut bagian atas, dan epigastrium pada khususnya. Definisi medis

yang benar untuk kumpulan gejala ini adalah dispepsia. Lebih tepatnya, dengan tidak adanya

gangguan organik, berbagai kombinasi gejala pencernaan bagian atas (misalnya rasa penuh

setelah makan yang mengganggu, rasa cepat kenyang, nyeri epigastrium, dan rasa terbakar di

epigastrium) harus didefinisikan sebagai dispepsia fungsional. Ada pembaruan tentang (sub)

jenis dispepsia fungsional pada konferensi Roma IV.

Pada endoskopi, gastritis digambarkan sebagai kemerahan atau edema pada mukosa

lambung, tetapi tidak satu pun dari fitur endoskopi ini spesifik atau eksklusif untuk

peradangan mukosa. Sebuah penelitian di Jepang tentang akurasi pencitraan endoskopi

standar untuk mendeteksi infeksi H. pylori melaporkan akurasi 89% untuk nodularitas dan

77% untuk pembengkakan mukosa.1 Sekitar sepertiga dari semua anak di seluruh dunia

terinfeksi H. pylori dan prevalensinya rendah di negara maju dan tinggi di negara

berkembang. Berbagai penyakit gastrointestinal dan ekstragastrointestinal dilaporkan terkait

dengan H. pylori pada anak-anak dan remaja, tetapi rekomendasi terkuat untuk pengujian dan

pengobatan hanya diberikan pada anak-anak dan remaja yang memiliki penyakit ulkus

peptikum.2

Penggunaan endoskopi dalam diagnostik di bidang gastroenterologi merupakan

terobosan yang memungkinkan untuk mendiagnosis banyak penyakit saluran cerna dengan

lebih akurat. Pemeriksaan endoskopi yang dikombinasikan dengan hasil biopsi jaringan dari

beberapa tempat memungkinkan praktisi untuk memperoleh informasi mengenai kondisi

mukosa lambung. Biopsi sekarang dianggap penting dalam penegakkan diagnosis. Menurut

iv
literatur, 27% pasien yang dicurigai gastritis memiliki hasil histologis yang normal,

sedangkan

sebanyak 63% pasien dengan hasil histologis yang menunjukkan gastritis tidak menunjukkan

tanda-tanda penyakit yang terdeteksi pada endoskopi.3

Menurut Kemenkes RI 2008, Indonesia menempati urutan keempat dalam hal jumlah

penderita gastritis terbanyak di dunia setelah Amerika, Inggris, dan Bangladesh. Gastritis

merupakan penyakit yang masuk ke dalam posisi kelima dari sepuluh besar penyakit pasien

rawat inap dan posisi keenam pasien rawat jalan di rumah sakit. Tingginya angka kejadian

gastritis di Indonesia merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian.5

Prevalensi infeksi H. pylori di setiap daerah berbeda-beda tetapi ditemukan bahwa

prevalensinya lebih tinggi pada negara berkembang daripada negara maju karena

infrastruktur sanitasi negara berkembang tidak sebaik negara maju. Indonesia sendiri

dilaporkan memiliki prevalensi infeksi H. pylori yang rendah (22,1%) dan berbeda-beda di

setiap etnisnya. Dilaporkan bahwa etnis Papua, Batak, dan Bugis masing-masing memiliki

prevalensi lebih tinggi daripada etnis Jawa, Dayak, Tionghoa, dan lainnya. Alasan terjadinya

perbedaan prevalensi pada setiap etnis di Indonesia belum diketahui dengan jelas dan perlu

diteliti lebih lanjut.3

iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gastritis merupakan suatu inflamasi pada mukosa lambung. Definisi gastritis

didasarkan pada gambaran histologis mukosa lambung, dimana terdapat kerusakan

akibat dari proses patologis yang kompleks dan multifaktor akibat ketidakseimbangan

antara faktor agresif dan defensif. Terdapat tiga komponen penyebab, yaitu pejamu

berupa respons tubuh, agen seperti bakteri H. pylori, dan lingkungan seperti beberapa

jenis obat. 3,5

2.5 Epidemiologi

Dari hasil penelitian didapatkan jumlah penderita gastritis antara pria dan

wanita, ternyata lebih banyak menyerang wanita dan dapat menyerang sejak usia

dewasa muda hingga lanjut usia. Di Inggris 6-20% menderita gastritis pada usia 55

tahun dengan prevelensi 22%. Insiden komulatif untuk segala umur adalah 16

kasus/1000 orang pada kelompok umur 45-64 tahun. Insiden semua kelompok umur

untuk gastritis adalah 10%.6

Data di negara barat seperti Amerika Serikat, tercatat kematian yang

disebabkan gastritis mencapai 8-10% setiap tahunnya dengan angka perbandingan

150 per 1000 populasi. insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635

dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui

endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih

tinggi daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik.

Indonesia sendiri dilaporkan memiliki prevalensi infeksi H. pylori yang rendah

3
(22,1%) dan berbeda-beda di setiap etnisnya. Dilaporkan bahwa etnis Papua, Batak,

dan Bugis masing-

masing memiliki prevalensi lebih tinggi daripada etnis Jawa, Dayak, Tionghoa, dan

lainnya. Alasan terjadinya perbedaan prevalensi pada setiap etnis di Indonesia belum

diketahui dengan jelas dan perlu diteliti lebih lanjut.3

2.3 Etiologi

Terdapat berbagai etiologi yang dapat menyebabkan gastritis, diantaranya

adalah:

1. Infeksi kuman Helicobacter pylori

Merupakan kausa gastritis yang amat penting. Di negara berkembang

prevalensi infeksi Helicobacter pylori pada orang dewasa mendekati 90%.

Sedangkan pada anak-anak prevalensi infeksi Helicobacter pylori lebih tinggi

lagi.7

2. Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)7

3. Autoimun

Merupakan inflamasi kronis yang ditandai dengan gastritis atrofi kronis dan

terkait dengan peningkatan serum antibodi anti-parietal dan faktor anti-

intrinsik. Hilangnya sel parietal menyebabkan penurunan sekresi asam

lambung, yang diperlukan untuk penyerapan zat besi anorganik. Oleh karena

itu, defisiensi besi sering ditemukan pada pasien dengan gastritis autoimun.

Defisiensi besi pada pasien ini biasanya mendahului defisiensi vitamin B12.

Penyakit ini sering terjadi pada wanita muda.4

4. Lainnya

3
Disebut juga sebagai gastritis yang tidak berhubungan dengan H.Pylori.

Pasien harus memenuhi keempat kriteria ini (i) Pewarnaan dengan hasil

negatif sebanyak tiga kali dari biopsi mukosa lambung (hematoksilin dan

eosin, pewarnaan Alcian blue dan pewarnaan perak yang dimodifikasi), (ii)

Kultur H. pylori negatif, (iii) A serologi IgG H. pylori negatif, dan (iv) Tidak

ada riwayat pengobatan H. pylori yang dilaporkan sendiri. Pada pasien ini,

penyebab gastritis mungkin berhubungan dengan merokok tembakau,

konsumsi alkohol, dan/atau penggunaan NSAID atau steroid.4

2.4 Faktor Risiko

Penyakit ini dapat dipicu oleh faktor eksogen (contohnya alkohol,bahan kimia)

maupun faktor endogen. Terkadang penyebab penyakit tidak dapat ditentukan, dan

terkadang keluhan dapat dikaitkan dengan awal fase infeksi Helicobacter pylori.3

Pada studi yang sudah dilakukan sebelumnya, didapatkan bahwa terdapat beberapa

faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian gastritis, diantaranya:

1. Konsumsi obat-obatan

Obat-obatan yang diminum untuk pengobatan merupakan variabel lain yang

berkontribusi terhadap gastritis kronis. Obat yang diminum oleh individu berupa

obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) seperti aspirin dan ibuprofen berpotensi

mengiritasi mukosa lambung dan membutuhkan waktu konsumsi yang lama untuk

tujuan pengobatan, hal ini dapat menyebabkan gastritis kronis.8

2. Kebiasaan merokok

Faktor risiko lain yang berkontribusi pada gastritis adalah merokok, yang telah

ditemukan berkaitan dengan kejadian H. pylori pada pasien dispepsia non-ulkus

serta gastritis. Hal ini bisa disebabkan oleh peningkatan sekresi asam dan pepsin

3
yang akhirnya mengubah motilitas lambung dan menyebabkan gangguan aliran

darah mukosa lambung.9

3. Faktor stress

Stress berpotensi menyebabkan gastritis kronis dibandingkan gastritis akut.8

4. Kebiasaan makan

Makanan pedas dan berbumbu berpotensi mengiritasi mukosa lambung. Hal ini

sejalan dengan meningkatnya jumlah individu yang mengonsumsi makanan yang

diperkaya dengan berbagai rasa, aromatik dan pedas, juga dihitung sebagai faktor

utama.8 Selain itu, variasi waktu makan selama periode yang lama tampaknya

terkait dengan peningkatan risiko infeksi H. pylori simtomatik dan gastritis.

Waktu makan yang teratur mungkin memainkan peran penting dalam pencegahan

kedua kondisi medis ini karena ada kelangkaan data yang diterbitkan yang

mempelajari hubungan antara waktu makan tidak teratur dan H. pylori dan

gastritis. Bagaimanapun, terdapat kebutuhan untuk penelitian lebih prospektif

untuk menentukan efek makan tidak teratur pada perkembangan gastritis dan

H.pylori.9

2.5 Klasifikasi

Berdasarkan temuan histologis, gastritis dibagi menjadi dua yaitu:

1. Gastritis akut

Gastritis akut merupakan proses inflamasi yang berlangsung singkat dengan onset

yang tiba-tiba, reda dalam waktu singkat dengan gejala berupa nyeri epigastrium,

mual dan muntah yang bersifat sementara.3 Secara histologis, gastritis akut ditandai

dengan infiltrasi neutrofil pada lamina propria mukosa, serta edema dan

pembengkakan interglandular. Paparan iritan yang berkepanjangan dapat

3
menyebabkan pembentukan lesi lebih lanjut di mukosa lambung, seperti erosi.

Erosi yang terjadi dapat berupa erosi kecil dan terisolasi atau luas, banyak dan

berdarah tetapi dangkal, tidak melampaui lapisan otot mukosa. Erosi yang lebih

dalam dan meluas hingga lebih dari 5 mm dan mencapai lapisan submukosa

diklasifikasikan sebagai ulserasi akut.4

Faktor yang menyebabkan terjadinya gastritis akut berupa obat-obatan (seperti

OAINS, alkohol, stress, pola makan, bahan kimia, infeksi Helicobacter pylori dan

lainnya).4 Gastritis akut dapat dibagi menjadi 3 subtipe lagi berdasarkan gambaran

endoskopi yang didapatkan:

- Gastritis akut bentuk ringan: yang ditandai dengan adanya edema general

mukosa lambung, stenosis daerah prepyloric tanpa erosi yang terlihat serta

lesi lainnya.3

- Gastritis hemoragik akut yang ditandai dengan banyaknya ekstravasasi serta

bintik-bintik hemoragik (Gambar 1) dan erosi (Gambar 2).3

- Gastritis ulseratif akut dengan erosi yang luas atau ulserasi dan perdarahan.3

Gambar 2.1 Gastritis Hemoragik

3
Gambar 2.2 Gastritis Erosif

2. Gastritis kronis adalah kondisi peradangan kronis yang ditandai dengan adanya

infiltrasi sel dominan limfosit pada mukosa lambung. 10 Faktor-faktor yang

mempengaruhi onset dan perkembangan gastritis kronis dapat dibagi menjadi

eksogen (lingkungan), konstitusional dan imun. Kelompok pertama termasuk

paparan berulang terhadap faktor yang memicu gastritis seperti bakteri

(Helicobacter pylori, Gastrospirilium homins) dimana H.pylori merupakan

penyebab tersering gastritis kronis, alkohol, merokok, obat-obatan, dan jamur

patogen. Faktor konstitusional termasuk usia, sifat keturunan, faktor hormonal,

penyakit sistemik, kondisi defisiensi dan gangguan motorik lambung. Sedangkan

faktor imun termasuk hipersensitivitas jaringan dan mekanisme humoral

(autoimun).4

2.6 Patofisiologi

Penularan gastritis yang disebabkan oleh H.pylori adalah melalui rute fekal-oral.

H. pylori memiliki beberapa faktor virulensi yang memfasilitasi adhesi sel (misalnya,

BabA/B, sabA, OipA), kerusakan sel (misalnya, Ure A/B), dan penghindaran dari

3
respon imun (misalnya LPS). Secara khusus, cytotoxin-associated gene a (CagA)

dianggap sebagai penginduksi inflamasi yang kuat.4

Faktor lain yang mempengaruhi efek patogen H. pylori adalah faktor inang.

Faktor inang yang rentan seperti polimorfisme dalam gen yang mengkode reseptor

tinggi atau sitokin spesifik. Infeksi H. pylori memicu IL-8, yang menginduksi neutrofil

sehingga melepaskan oxyradicals yang akan menyebabkan kerusakan sel. Infiltrasi

limfosit juga terjadi pada infeksi H. pylori.4

Proses perjalanan penyakit dari gastritis akut ke kronis dimulai pada masa kanak-

kanak sebagai peradangan superfisial sederhana dari mukosa lambung yang

berkembang dalam beberapa tahun atau dekade, kemudian menjadi gastritis atrofi yang

ditandai dengan hilangnya kelenjar mukosa normal di antrum, korpus, fundus atau

semuanya.

Faktor-faktor yang menentukan perkembangan gastritis atrofi dan gejala sisa

seperti tukak lambung atau kanker lambung tidak dipahami dengan jelas dan tidak

dapat diprediksi. Namun, virus Epstein-Barr (EBV) dan human cytomegalovirus

(HCMV) telah diidentifikasi pada tumor lambung dan DNA dari H. pylori, EBV, dan

PCR menentukan keberadaan HCMV dalam biopsi dari pasien dengan kanker lambung

yang memiliki komplikasi dari gastritis kronis. Beberapa peneliti telah

mengkonfirmasi keterlibatan EBV dan H. pylori dalam perkembangan kanker lambung

pada pasien dengan gastritis kronis.4

Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) umumnya digunakan untuk efek

terapeutiknya yang meliputi analgesia, penghambatan peradangan, dan penekanan

demam. Meskipun NSAID dapat menyebabkan komplikasi gastrointestinal, mereka

sering diresepkan di seluruh dunia. Mekanisme kerja utama mereka terdiri dari

3
penghambatan enzim siklooksigenase (COX), sehingga mengurangi sintesis

prostaglandin, yang memainkan peran penting dalam sekresi lendir gastroprotektif.11

Oleh karena itu, penggunaan NSAID dapat menyebabkan beberapa efek

gastrointestinal yang merugikan, seperti tukak lambung atau duodenum, perdarahan

atau perforasi. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada NSAID non selektif, yang

bekerja pada COX1 dan COX2, sedangkan inhibitor selektif COX2 cenderung

menurunkan risiko komplikasi gastrointestinal.11

Gambar 2.3 Patofisiologi gastritis karena NSAID

Gastritis autoimun adalah penyakit spesifik organ yang disebabkan oleh

penghancuran sel parietal lambung yang dimediasi oleh kekebalan. Kerusakan pada

mukosa oksintik menyebabkan sindrom klinis yang meliputi hipoklorhidria berat (dan

akhirnya aklorhidria), anemia pernisiosa (sebagai akibat dari defisiensi vitamin B12

karena hilangnya faktor intrinsik), dan malabsorpsi besi.1

3
Pompa proton lambung (H+/K+ ATPase) bertindak sebagai autoantigen yang

dikenali oleh sel T, yang pada gilirannya mengaktifkan produksi sel B dari antibodi sel

anti parietal. Sekitar 3% pasien dengan H. pylori-gastritis membawa autoantibodi ke

kanalikuli sel parietal, mendukung hipotesis "autoimunitas sekunder" yang dipicu oleh

infeksi bakteri. Baik biologis dan dampak klinis dari autoimunitas sekunder penargetan

kanalikuli ini masih harus dilihat. Ciri histologis gastritis autoimun "primer" adalah

topografinya.1

2.7 Manifestasi klinis

Secara klinis, sulit membedakan manifestasi klinis antara gastritis akut dan kronis

serta gastritis yang berkaitan dengan infeksi H.pylori pada anak-anak. Keluhan yang

terlihat pada gastritis akut berupa nyeri epigastrium dengan onset mendadak serta reda

dalam waktu singkat, mual, dan muntah yang bersifat sementara. Keluhan yang

terlihat pada gastritis kronis bisa ditambah dengan adanya rasa penuh pada perut serta

penurunan nafsu makan.4 Sedangkan pada gastritis kronis yang berkaitan dengan

infeksi H.pylori dapat berupa sakit perut berulang pada anak. Data dari beberapa

peneliti memperlihatkan 22-37% anak dengan sakit perut berulang terbukti menderita

infeksi H.pylori secara serologis. Laporan dari peneliti lain menunjukkan 30% anak

dengan sakit perut berulang ditemukan bakteri H. pylori pada antrumnya, sedangkan

hanya 10% anak yang ditemukan bakteri H.pylori di dalam korpusnya.12

Keluhan lain yang sering disampaikan oleh anak yang terinfeksi H.pylori adalah

terbangun pada malam hari, dan sering muntah. Refluks gastroesofagus dan gagal

tumbuh merupakan dua keadaan lain yang pernah dilaporkan pada anak terinfeksi

H.pylori. Beberapa gejala klinis dianggap sebagai alarm symptoms infeksi H.pylori

seperti malabsorpsi dengan penurunan berat badan, gangguan pertumbuhan, anemia

defisiensi besi, diare berulang, dan malnutrisi.12

3
2.8 Diagnosis

Dalam praktek klinis serta untuk tujuan penelitian, endoskopi lambung

menggabungkan prioritas penilaian topografi/fenotipe lesi, dengan kebutuhan untuk

mendapatkan sampel mukosa untuk diagnosis histologis. 1 Diagnosis gastritis

didasarkan pada fenotipe mikroskopis dari lesi mukosa, yang sebagian besar ditetapkan

pada biopsi endoskopi. Endoskopi dilakukan dengan cara memasukkan selang dengan

kamera kecil di ujungnya. Sebelum dilakukan endoskopi, pasien diberi anestesi lokal.

Saat proses endoskopi dilakukan juga biopsi untuk mengambil sedikit jaringan dinding

lambung.1

Di dalam lambung tempat pengambilan sampel biopsi sangat mempengaruhi

penilaian diagnostik. Lambung, pada kenyataannya, mencakup setidaknya dua

kompartemen yang berbeda secara anatomis dan fungsional, yang dapat menderita

penyakit yang sangat berbeda. Alasan di balik protokol pengambilan sampel biopsi

lambung endoskopik berasal dari perbedaan fisiopatologis ini.1

Standar diagnosis yang merupakan baku emas dari gastritis didasarkan pada

pemeriksaan histologis bahan biopsi. Sel yang mendominasi pada gastritis akut adalah

sel polinuklear neutrofil, sedangkan dalam bentuk kronis sel bening mononuklear yang

didominasi oleh limfosit dan plasmosit. Bentuk spesifik dari gastritis ditandai dengan:

karakteristik mikroskopis tertentu seperti granuloma. Semua karakteristik ini

dijelaskan menurut skala berikut: lesi tidak ada, ringan, sedang atau signifikan.

Variabel lain, dicatat tetapi tidak dinilai, mungkin spesifik, misal granuloma atau

eosinofil, dan tidak spesifik, mengenai erosi, degenerasi epitel, perdarahan. 6

Sebenarnya, label 'gastritis' hanya boleh diterapkan pada lesi inflamasi yang terbukti

3
secara histologis pada mukosa lambung. Klasifikasi etiologi gastritis didasarkan pada

definisi histologis ini.12

Untuk diagnosis gastritis perlu ada bukti histologis sel inflamasi di lamina propria

dan/atau lumen kelenjar, dan/atau infiltrasi permukaan epitel. Dalam beberapa kasus

(gastritis Crohn adalah yang paling khas), sel-sel inflamasi menyebar ke submukosa.

Agregat nodular sel limfoid atau granuloma epiteloid juga dapat ditemukan.1

3
Gambar 2.4 Gambaran sel neutrofil pada mukosa lambung

Gambar 2.5 Gambaran limfosit di mukosa lambung

Pada endoskopi, inflamasi mukosa lambung menunjukkan kemerahan atau edema

pada mukosa lambung, tetapi tidak satu pun dari gambaran endoskopi ini yang

patognomonik. Dalam penelitian terbaru tentang akurasi pencitraan endoskopi standar

untuk mendeteksi gastritis Helicobacter pylori (H. pylori), Okamura, dkk. melaporkan

akurasi 89% untuk nodularitas, dan 77% untuk pembengkakan mukosa. Endoskopi

definisi tinggi dan endoskopi kromo virtual (pencitraan pita sempit, pencitraan cahaya

biru, dan pencitraan warna terkait) telah meningkatkan akurasi penilaian gastritis

endoskopik secara signifikan. Ketika endoskopi diindikasikan secara klinis, tampaknya

3
secara etis disarankan untuk menawarkan pasien tidak hanya kesempatan diagnostik

dari penilaian kasar (endoskopi), tetapi juga pesan pelengkap yang berasal dari

pemeriksaan mikroskopis (histologi).12

Ga

mbar 2.6 Alur diagnosis gastritis menurut endoskopi dan histopatologi

Tes yang digunakan untuk diagnosis gastritis terkait H. pylori terbagi dalam dua

kelompok utama: (1) Metode invasif (memerlukan endoskopi dan biopsi): Ini termasuk

penggunaaan pewarnaan histologis (hematoksilin dan eosin, pewarnaan biru Alcian

dan pewarnaan perak yang dimodifikasi) , kultur, tes urease cepat, dan deteksi

molekuler (PCR DNA). (2) Metode non-invasif (tidak memerlukan endoskopi dan

biopsi): Ini berupa tes napas urease/urea breath test (UBT), tes antigen tinja, dan

serologi.

Namun, pengobatan simultan dengan inhibitor pompa proton menyebabkan hasil

negatif palsu pada tes invasif dan non-invasif. Selain itu, pasien yang menjalani

pengobatan dengan penghambat pompa proton biasanya memiliki pewarnaan

3
histologis negatif untuk H. pylori. Pewarnaan biopsi mukosa lambung dengan

imunohistokimia dianjurkan untuk mendeteksi H. pylori.4

Gambar 2.7 Gambaran H.pylori pada biopsi lambung

Tabel 2.1 Perbandingan berbagai metode diagnosis infeksi H. pylori13

Tes Sensitivitas Spesifisitas Keterangan

Invasif

Rapid urease test >98% 99% - Cepat dan murah


- Sensitivitas pascaterapi berkurang
- Sampel diambil dari antrum
Histologi >95% >95% - Menggunakan pewarnaan khusus
(Warthin Starry/HE)
- Sampel diambil dari antrum dan
korpus
Non-invasif

Serologi ELISA 85-92% 79-83% - Kurang akurat dan tidak


menggambarkan infeksi aktif
- Murah dan tersedia
Urea Breath Test 95% 96% - Direkomendasikan untuk diagnosis
H. pylori sebelum terapi
- Pasien tidak boleh mengonsumsi
PPI dan antibiotik selama 2 minggu
sebelum pemeriksaan
- Ketersediaan bervariasi
Antigen Feses 95% 94% Tidak sering digunakan meskipun
sensnitivitas dan spesifisitas tinggi sebelum
dan sesudah terapi

3
Gambar 2.8 Mekanisme UBT

Diagnosis gastritis autoimun bertumpu pada pemeriksaan laboratorium dan

histologis. Ini termasuk: (1) gastritis atrofi dari korpus lambung (tubuh) dan fundus

lambung, (2) autoantibodi terhadap faktor intrinsik dan sel parietal, (3) peningkatan

kadar gastrin serum, (4) kadar serum pepsinogen 1 dan ( 5) rasio pepsinogen 1

terhadap pepsinogen 2.4

Temuan awal yang paling umum untuk gastritis kronis dan autoimun adalah

gangguan hematologi seperti anemia (kekurangan zat besi) yang terdeteksi pada

pemeriksaan rutin kecurigaan klinis berdasarkan adanya gangguan autoimun lainnya

seperti gejala neurologis (terkait dengan kekurangan vitamin B12). Anemia defisiensi

besi (yang menunjukkan perubahan mikroskopis hipokromik serta profil besi) biasanya

muncul pada tahap awal gastritis autoimun. Hal ini disebabkan oleh achlorhydria yang

mengakibatkan gangguan penyerapan zat besi di duodenum dan jejunum. Anemia

defisiensi besi juga dapat terjadi pada jenis gastritis kronis lainnya.4

2.9 Tatalaksana

Terapi farmakologis menggunakan 3 kelompok obat-obatan yang pada prinsipnya

menghambat sekresi asam klorida lambung.

3
• Penghambat reseptor H2 (ranitidin, simetidin, famotidin). Menggunakan H2

blocker pada anak-anak, efeknya pada hipotalamus dan sekresi stimulasi

luteinizing hormon harus diingat. Obat golongan ini yang paling sering digunakan

pada anak-anak adalah ranitidin dengan dosis 3-5 mg/kg setiap hari.4

• Inhibitor pompa proton, yaitu tahap terakhir dari mekanisme sekresi ion hidrogen

yang hampir sepenuhnya memblokir sekresi asam lambung. Kelompok ini meliputi

omeprazol, pantoprazol, lansoprazol.4

• Obat-obatan yang menetralkan asam klorida. Merupakan preparat basa yang

terutama mengandung senyawa aluminium atau magnesium.

Prinsip pengobatan dengan preparat ini adalah waktu konsumsi obat pada saat

keasaman isi lambung meningkat, yaitu satu jam setelah makan dan sebelum tidur.

Agen alkali yang diberikan bahkan dalam dosis kecil dengan potensi penetralan

rendah memberikan hasil efek terapeutik yang baik karena ikatan tambahan yang

tepat seperti pengikatan garam empedu, stimulasi sekresi hidrokarbon, peningkatan

sirkulasi mikro mukosa, serta stimulasi sekresi prostaglandin endogen. Penetralan

asam pada obat jenis ini juga memberikan efek cepat pada gejala, mengurangi atau

bahkan menghilangkan rasa sakit sepenuhnya. Sehingga sering digunakan sebagai

perawatan darurat.4

Pada gastritis akut, penggunaan kombinasi antasida dengan ranitidin ditujukan

untuk mempercepat penyembuhan pasien dimana penggunaan kombinasi obat akan

memberikan hasil yang lebih efektif karena obat tersebut memiliki efek sinergis.

Antasida dapat menurunkan konsentrasi pada H2 blocker dengan mekanisme

terkait absorbsi serta bioavailabilitas dikarenakan penetralan asam. Disarankan

bahwa H2 bloker diberikan satu sampai dua jam setelah pemberian antasida.14

3
Sedangkan Inhibitor pompa proton yang merupakan inhibitor poten dari pompa

proton (asam) (yaitu, enzim H+,K+-ATPase), dapat digunakan sebagai lini

selanjutnya. Inhibitor pompa proton dapat sepenuhnya menghambat sekresi asam

dan memiliki durasi kerja yang lama. Dikarenakan PPI adalah penghambat asam

lambung yang paling efektif.14

Pada gastritis dengan infeksi H.pylori, Konsensus para Ahli Gastroenterologi

di Amerika dan Eropa merekomendasi penggunaan 3 jenis obat yang terdiri dari

PPI, dan kombinasi 2 antibiotik selama 7 hari. Kombinasi obat yang

direkomendasikan adalah (1) PPI, metronidazol, dan klaritromisin, atau (2) PPI,

amoksisilin (bila diduga ada resistensi terhadap metronidazol), atau (3) PPI,

amoksisilin, dan metronidazol (bila ada resistensi terhadap klaritromisin). Di

negara Belanda dan Belgia digunakan kombinasi omeprazole 0.6 mg/kg dua kali

sehari, amoksisilin 30 mg/kg dua kali sehari, dan klaritromisin 15 mg/kg dua kali

sehari, selama 7 hari. Pedoman terapi yang dilaksanakan di Bagian Ilmu Kesehatan

Anak FKUI/RSCM mengacu kepada terapi yang diberikan oleh kedua negara

tersebut.12

2.10 Komplikasi

Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik.

Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa

hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik. Gastritis

kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi

dan anemia.1

2.11 Pencegahan

3
Gastritis akut dapat dicegah salah satunya dengan mengubah kebiasaan serta

memperhatikan diet makanan yang sesuai berupa makanan dengan jumlah gizi yang

cukup, tidak merangsang pengeluaran asam lambung berlebih, dan dapat mengurangi

laju pengeluaran asam lambung, serta menghindari faktor risiko seperti penggunaan

obat-obatan NSAID, alkohol, dan stres.4

Sedangkan untuk gastritis kronis yang berkaitan dengan H.pylori dapat dicegah

dengan cara mengurangi risiko terjadinya infeksi H.pylori melalui cuci tangan dengan

sabun sebelum makan, memasak makanan hingga matang, dan menjaga higenitas diri

serta lingkungan.12

2.12 Prognosis

Prognosis tergantung pada penyebabnya. Bagi kebanyakan orang yang menjalani

pengobatan, gejalanya memang berkurang tetapi kekambuhan sering terjadi. Pasien

dengan gastritis yang diinduksi H.pylori juga memiliki risiko kecil terkena kanker

lambung di masa depan.2

3
BAB III

PENUTUP

Gastritis merupakan suatu inflamasi pada mukosa lambung. Definisi gastritis

didasarkan pada gambaran histologis mukosa lambung, dimana terdapat kerusakan akibat

dari proses patologis yang kompleks dan multifaktor akibat ketidakseimbangan antara faktor

agresif dan defensif. Terdapat beberapa etiologi seperti infeksi Helicobacter pylori, obat-

obatan seperti NSAID, dan autoimun. Pada anak-anak, angka kejadian infeksi Helicobacter

pylori lumayan tinggi. Sehingga pada perjalanan penyakitnya pada gastritis akut dan kronis,

diperlukan juga pemeriksaan penunjang untuk mengonfirmasi Helicobacter pylori serta

penatalaksanaan yang tepat.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Rugge, M., Sugano, K., Sacchi, D., Sbaraglia, M., & Malfertheiner, P. (2020).
Gastritis: An update in 2020. Current Treatment Options in
Gastroenterology, 18(3), 488-503.
2. Okuda, M., Lin, Y., & Kikuchi, S. (2019). Helicobacter pylori infection in children
and adolescents. Helicobacter pylori in Human Diseases, 107-120.
3. Prasetya, J. H., Ekawati, N. P., & Mahastuti, N. M. (2021). Karakteristik
Klinikopatologi Pasien Gastritis Kronis di Rsup Sanglah Tahun 2017-2019. E-
Jurnal Medika Udayana, 10(11), 49-55.
4. Azer SA, Akhondi H. Gastritis. In: StatPearls. StatPearls Publishing, Treasure
Island (FL); 2021. PMID: 31334970.
5. Alianto R. Diagnosis Histopatologik Gastritis. CDK-231. 2015
6. Ariel, Wullur, Astuti. 2013. Kajian Penatalaksanaan Terapi pada Pasien Gastritis di
Instalasi Rawat Inap RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado;2013.
7. PAPDI gastroenterologi Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 3 No. 3 McGuigan, J.F. 2001,
Ulkus Peptikum dan Gastritis, EGC, Jakarta, Indonesia
8. Feyisa ZT, Woldeamanuel BT. Prevalence and associated risk factors of gastritis
among patients visiting Saint Paul Hospital Millennium Medical College, Ethiopia.
Journal PLOS ONE. 2021.
9. Alabed AA, et al. Prevalence and Risk factors od H.pylori induced gastritis among
Selangor urban population. 2020
10. Sipponen P, Maaroos HI. Chronic Gastritis. Scandinavian journal of
gastroenterology. 2015
11. Mărginean, M. O., Meliț, L. E., Mocanu, S., & Săsăran, V. (2018). Ibuprofen, a
potential cause of acute hemorrhagic gastritis in children-a case report. The Journal
of Critical Care Medicine, 4(4), 143.
12. Hegar B. Infeksi helicobacter pylori pada anak. Jurnal Sari Pediatri. 2020
13. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Dispepsia
dan Infeksi Helicobacter pylori. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI)
dan Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI). 2014.
14. Styoningsih R, et al. Peresepan penggunaan obat gastritis pada pasien rawat jalan
di Klinik Syifa Ar-Rachmi Slawi. Jurnal Politeknik Harapan Bersama Tegal. 2020.

21

Anda mungkin juga menyukai