Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN TUTORIAL

BLOK PEDIATRI SKENARIO 1


“BAYIKU....”

Kelompok A9

Rafi Amanda Rezkia A. G0012171


Henda Ageng Rasena G0012091
Matius Dimas Reza G0012129
Basofi Ashari M. G0012041
Yurike Rizkhika G0012245
Prathita Nityasewaka G0012161
Lichte Christian P. G0012115
Salicha Oktamila A. G0012201
Darma Aulia Hanafi G0012051
Ade Puspa Sari G0012001
Elsa C Rafsyanjani G0012067
CahyanitaDyah P. G0012045

Tutor : MUHAMMAD EKO IRAWANTO, dr., Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Skenario
Bayiku..
Seorang ibu G1P0A0 berusia25 tahun dengan usia kehamilan 38 minggu
melahirkan seorang bayi laki-laki dengan berat 3 kg, panjang 49 cm secara
spontan, warna ketuban keruh, tidak ada mekoneum.
Saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernafas, tonus otot kurang baik.
Setelah dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi tekanan positif
didapatkan bayi bernafas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100x/menit.
Skor Apgar 5-7-10.
Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur, ketuban
pecah 24 jam, riwayat demam sebelum melahirkan. Catatan kesehatan ibu
menunjukkan bahwa tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg
negatif, gula darah normal. Selanjutnya bayi dan ibunya dibawa ke ruang
perawatan untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh ibu.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Seven Jumps


Jump 1: Klarifikasi istilah dan konsep
1. Melahirkan spontan adalah melahirkan secara alami tanpa bantuan alat
seperti induksi, epidural atau vacuum.
2. Mekoneum adalah feses (tinja) pertama bayi yang baru lahir, yang kental,
lengket, dan berwarna hitam kehijauan. Mekonium terbuat dari cairan
ketuban, lendir, lanugo (rambut halus yang menutupi tubuh bayi), empedu,
dan sel-sel yang berasal dari kulit dan saluran usus.
3. Resusitasi adalah adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan
oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya
4. Ventilasi tekanan positif adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk
memasukkan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positif yang
memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa benapas spontan dan
teratur.
5. Skor APGAR adalah suatu metode penilaian yang digunakan untuk
mengkaji kesehatan neonatus dalam menit pertama setelah lahir sampai 5
menit setelah lahir , serta dapat diulang pada menit ke 10 – 15. Terdiri dari
Appearance (warna kulit) , Pulse (denyut nadi) , Grimace (refleks terhadap
rangsangan) , Activity (tonus otot) , dan Respiration (usaha bernapas).
6. ANC (Antenatal Care) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu
menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan
kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
7. TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes.
8. Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah
ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh
seharinya.

Jump 2: Menetapkan/mendefinisikan masalah


1. Apakah usia ibu pada skenario adalah usia ideal untuk kehamilan?
2. Bagaimana hubungan umur ibu, paritas ibu dan usia kehamilan ibu
dengan kondisi bayinya?
3. Bagaimana mekanisme pemberian resusitasi dan ventilasi tekanan
positif?
4. Bagaimana proses tumbuh kembang bayi dan kriteria bayi baru lahir
yang normal?
5. Bagaimana manajemen bayi baru lahir?
6. Apa saja keuntungan rawat gabung dan pemberian ASI?
7. Bagaimana hubungan riwayat kehamilan dengan keadaan bayinya?
8. Bagaimana prosedur ANC yang benar?
9. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?
10. Mengapa pada skenario warna ketuban keruh dan tidak ada mekoneum?
11. Mengapa saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernapas dan tonus otot
kurang baik?
12. Mengapa setelah dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi
tekanan positif didapatkan bayi bernapas spontan, tidak ada retraksi dan
denyut jantung 100x/menit?
13. Apa saja penyebab dan dampak adanya riwayat demam sebelum
melahirkan?
14. Bagaimana kriteria ketuban pecah yang normal?

Jump 3: Analisis masalah


1. Embriologi janin.
2. Prosedur Antenatal care.
3. Skor APGAR.
4. Makna ketuban pecah 24 jam serta warna ketuban yang normal.
5. Risiko dari kehamilan terlalu muda dan terlalu tua.
6. Indikasi, kontraindikasi dan mekanisme resusitasi.
7. Manajemen bayi baru lahir.
8. Keuntungan dari ASI dan rawat gabung.
9. Penyebab dari bayi tidak bernapas dan hipotonus.
10. Hubungan demam ibu dengan kondisi bayi.
11. Fisiologi perubahan intrauterine ke ekstrauterin.

Jump 4: Menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang


didapatkan pada langkah 3

Neonatus

ANC,
keadaan ibu

Masalah
Embriologi Fisiologi
pada BBL

Jump 5: Merumuskan sasaran pembelajaran


1. Menjelaskan makna ketuban pecah 24 jam serta warna ketuban yang
normal.
2. Menjelaskan risiko dari kehamilan terlalu muda dan terlalu tua.
3. Menjelaskan indikasi, kontraindikasi dan mekanisme resusitasi.
4. Menjelaskan manajemen bayi baru lahir.
5. Menjelaskan keuntungan dari ASI dan rawat gabung.
6. Menjelaskan penyebab dari bayi tidak bernapas dan hipotonus.
7. Menjelaskan hubungan demam ibu dengan kondisi bayi.
8. Menjelaskan fisiologi perubahan intrauterine ke ekstrauterin.

Jump 6: Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi


kelompok

Jump 7: Melakukan sintesa dan pengujian informasi yang telah


terkumpul

2.2 Tinjauan Pustaka


A. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FETUS

Pertumbuhan Fetus
Umur fetus (janin) yang sebenarnya, harus dihitung dari saat fertilisasi
atau karena fertilisasi selalu berdekatan dengan ovulasi, sekurang-kurangnya dari
saat ovulasi. Dalam praktek, tuanya kehamilan dihitung dari haid yang terakhir.
Sesuai dengan tingkat pertumbuhannya, berbagai nama diberikan pada anak yang
dikandung itu.
1. Ovum : Umurnya dari 0-2 minggu setelah fertilisasi.
2. Embrio : Umurnya dari 3-5 minggu, mulai terjadi pembentukan alat-
alat badan dalam bentuk dasar.
3.Fetus : Janin yang sudah mempunyai bentuk manusia.

Pertumbuhan fetus (janin) dipengaruhi oleh :


1. Faktor ibu, seperti :
a. Tinggi badan
b. Keadaan gizi
c. Tingginya tempat tinggal
d. Peminum atau perokok
e. Kelainan pembuluh darah
f. Kelainan uterus
g. Kehamilan ganda
2. Faktor anak, seperti :
a. Jenis kelamin
b. Kelainan genetis
c. Infeksi intrauterin terutama oleh virus
d. Kelainan kongenital lainnya

3. Faktor Plasenta, seperti :


Insuffisiensi dari plasenta dapat menyebabkan malnutrition
intrauterine. Minggu ke-4 panjang kepala-bokong sekitar 44 mm dan
meningkat 1 mm perhari sampai 30 mm antara Minggu ke-8 dan 28,
pertumbuhan meningkat pesat menjadi sekitar 1,5 mm perhari, hingga
periode ini dikenal sebagai periode pertumbuhan janin.
Pertumbuhan janin adalah hasil dari interaksi antara dorongan
genetik untuk tumbuh dan penyediaan nutrisi selama kehamilan untuk
menunjang dorongan tersebut yang melibatkan interaksi dinamis antara
janin plasenta dan ibunya.

Perkembangan Fetus
Hasil konsepsi terpendam dalam endometrium uterus, mendapat makanan
dari darah ibu, selama 10 minggu organ-organ terbentuk. Embrio terbungkus
dalam dua membran sebelah dalam amnion dan sebelah luar korion. Selama
perkembangan 8 minggu pertama, terbentuk plasenta sehingga fetusakan terikat
oleh tali pusar.
Permulaan periode embrional sebagai mulainya Minggu ke-3 setelah
ovulasi. Akhir periode embrional dan mulainya periode janin ditetapkan oleh
sebagian ahli embriologi, terjadi 8 minggu setelah fertilisasi, atau 10 minggu
setelah mulainya periode menstruasi terakhir.
Pada akhir Minggu ke-8 ini, tubuh bayi mulai terbentuk, dan kini disebut
fetus (berasal dari bahasa latin yang berarti keturunan) atau janin. Pada usia ini,
fetus berukuran kira-kira 3,5 cm dan terus tumbuh cepat hingga Minggu ke-20,
baru kemudian laju pertumbuhannya melambat. Kepalanya tampak besar jika
dibandingkan dengan tubuhnya tapi wajahnya mulai terbentuk. Matanya lebih
besar dan kini terletak di bagian depan muka untuk mempersiapkan kemampuan
melihatnya. Pembuluh air mata juga telah terbentuk pada Minggu ke delapan dan
telinganya yang terletak di leher berlahan-lahan jari-jari tangan dan kaki tampak
jelas meskipun masih diliputi selaput tipis.
Walaupun jenis kelamin bayi telah ditentukan sejak konsepsi, namun
belum dapat diketahui hingga Minggu ke-9 setelah alat kelaminnya muncul, dan
jenis kelaminnya dapat dibedakan sejak fetus berusia 12 minggu. Pada Minggu
ke-12 fetus sudah terbentuk sempurna, kini panjangnya sekitar 8,5 cm. Kantong
amniotik berisi 100 ml cairan amniotik. Kepala fetus kini tampak membulat,
leher dan wajahnya telah terbentuk, dan telinganya sudah berada di tempat yang
tepat. Bila dahi fetus disentuh, maka kepalanya akan berpaling dan keningnya
berkerut. Fetus telah mampu menelan dan menggerakkan bibir atasnya. Kini
bagian luar alat kelamin fetus sudah cukup berkembang sehingga sudah bisa
dilihat dan ditetapkan jenis kelaminnya.
Pertumbuhan tangan janin pada Minggu ke-12 yakni mula-mula berupa
kuncup di ujung lengan lalu diakhir Minggu ke-4 pada Minggu ke-6 tampak
seperti dayung beralur-alur yang kelak akan berbentuk jari, Lalu jaringan alur-
alur tadi memecah dan membentuk jari-jari dan pada Minggu ke-7, jari-jari telah
terbentuk Ujungnya tampak bengkak , karena pembentukan lapisan peraba. Kuku
jari berbentuk, mulai Minggu ke-10; mula-mula dilapisi selaput kulit tipis, tapi
kukunya belum sempurna hingga usia janin mencapai Minggu ke-32. Pada
Minggu ke-12 jari-jari janin telah berbentuk seluruhnya.
Pada usia 16 minggu panjang janin sekitar 14 cm, beratnya sekitar 130g,
tubuhnya ditumbuhi bulu-bulu halus yang disebut lanugo (latin : lana, wol).
Fungsi lanugo belum diketahui. Mula-mula lanugo tumbuh pada alis mata dan
bibir bagian atas tapi pada minggu ke 20 mulai menutupi seluruh tubuh.
Pada Minggu ke 16, vernix caseosa, sal licin berwarna putih mulai
terbentuk. Dapat terlihat jelas di wajah dan kulit kepala pada Minggu ke 18.
mula-mula muncul di punggung, rambut dan lipatan sendi, namun kemudian
menutupi seluruh tubuh. Lapisan luar yang terbentuk pada bagian kulit tapak
kaki dan jari-jarinya, juga tangan dan jari-jarinya memiliki pola khusus pada
setiap manusia. Pada Minggu ke 28, panjang fetus menjadi kira-kira 1,1 kg.
Antara Minggu ke 26 dan 29, kelopak matanya sudah tumbuh, sementara rambut
di kepalanya sudah panjang, lanugo mulai menghilang dan warna kulitnya
berubah dari merah menjadi warna kulit manusia umumnya. Pada Minggu ke 28,
testis bayi lelaki yang mulanya di perut mulai turun ke bawah, dan mencapai
scrotum pada Minggu ke 32, testis pada bayi.

Usia
Keterangan :
Bulan ke 3
a. panjangnya 40 mm
b. Janin sudah mempunyai sistem organ seperti yang dipunyai oleh orang
dewasa.
c. genitalnya belum dapat dibedakan antara jantan dan betina dan tampak
seperti betina serta denyut jantung sudah dapat didengar

Bulan ke 4
a. panjang 56 mm
b. Kepala masih dominan dibandingkan bagian badan
c. genitalia eksternal nampak berbeda.
d. minggu ke 16 semua organ vital sudah terbentuk. Pembesaran uterus
sudah dapat dirasakan oleh ibu.

Bulan ke 5
a. panjang112 mm
b. akhir bulan ke 5 ukuran fetus mencapai 160 mm.
c. Muka nampak seperti manusia dan rambut mulai nampak diseluruh tubuh
(lanugo).
d. Pada yang jantan testis mulai menempati tempat dimana ia akan turun ke
dalam skrotum
e. Gerakan janin sudah dapat dirasakan oleh ibu
f. Paru-paru sudah selesai dibentuk tapi belum berfungsi.

Bulan ke 6
a. ukuran tubuh sudah lebih proporsional tapi nampak kurus
b. organ internal sudah pada posisi normal

Bulan ke 7
a. janin nampak kurus, keriput dan berwarna merah
b. Skrotum berkembang dan testis mulai turun untuk masuk ke skrotum, hal
ini selesai pada bulan ke 9.
c. Sistem saraf berkembang sehingga cukup untuk mengatur pergerakan
fetus, jika dilahirkan 10% dapat bertahan hidup.

Bulan ke 8
a. Testis ada dalam skrotum dan tubuh mulai ditumbuhi lemak sehingga
terlihat halus dan berisi
b. Berat badan mulai naik jika dilahirkan 70% dapat bertahan hidup.

Bulan ke 9
a. Janin lebih banyak tertutup lemak (vernix caseosa)
b. Kuku mulai nampak pada ujung jari tangan dan kaki.

Bulan ke 10
a. Tubuh janin semakin besar maka ruang gerak menjadi berkurang dan
lanugo mulai menghilang
b. Percabangn paru lengkap tapi tidak berfungsi sampai lahir.Induk
mensuplai antibodi plasenta mulai regresi dan pembuluh darah palsenta
juga mulai regresi.
Perkembangan Sistem Organ
1. Susunan Saraf Pusat
Neurulasi adalah pembentukan lempeng neural (neural plate) dan
lipatan neural (neural folds) serta penutupan lipatan ini untuk membuat
neural tube, yang terbenam ke dalam dinding tubuh dan berdiferensiasi
menjadi otak dan korda spinalis. Neural tube terbentuk sempurna pada
akhir Minggu ke 4. notokord yang sedang terbentuk memicu ektoderm di
atasnya untuk menebal dan membentuk lempeng neural, yaitu lempeng sel
neuroepitel yang mirip sandal dan meninggi. Lempeng ini menghasilkan
susunan sarap pusat.
Pada pertengahan Minggu ke 3, timbul neural groove (arul neural)
di bagian tengah lempeng meural. Di kedua sisi alur terdapat lipatan neural
yang membesar di ujung kranial sebagai awal pembentukan otak.
Mesoderm paraksial berdiferensiasi untuk membentuk pasangan blok
jaringan / somit. Somit berdiferensiasi menjadi sklerotom, miotom dan
dermtom, yang masing-masing menghasilkan tulang rangka sumbu, otak
rangka dan dermis kulit. Jumlah somit menunjukkan usta mudtgah. Organ
sensorik untuk janin berkembang sekitar pertengahan masa gestasi.
2. Sistem Pencernaan
Antara Minggu ke 6 dan 8 perkembangan proliferasi sel epitel yang
melapisi bagian dalam lumen menyebabkan obliterasi yang kemudian
secara bertahap mengalami regionalisasi. Pertumbuhan awal usus sangat
cepat sehingga usus keluar ke dalam rongga amnion. Enzim pencernaan
terdapat di sekitar Minggu ke 24 – 28, dengan pengecualian laktasi.
Koordinasi peristaltik usus janin mulai jelas pada Minggu ke 14. Pada
Minggu ke 34 sudah terjadi koordinasi mengisap, menelan, dan peristalsis.
Usus mulai menghasilkan mukus yang akhirnya akan diperlukan untuk
melancarkan lewatnya makanan dan fases selama transit. Mukus
menumpuk di usus janin sebagai mekonium.
3. Wajah
Wajah terbentuk antara Minggu ke 5 dan 12 dari arkus brakialis.
Hidung tumbuh sebagai pilar jaringan mata terbentuk dari kombinasi
jaringan saraf dan ektoderm khusus. Telinga mula-mula terletak rendah. Di
bawah hidung tonjolan maksilaris meluas untuk membentuk dasar hidung
dan atap mulut. Bibir atas terbentuk dari tonjolan yang meluas untuk
bertemu di bagian tengah. Fusi prosesus maksilaris yang tidak memadai
menyebabkan malformasi kongenital mulut fusi palatuom sempurna pada
Minggu ke 11.
4. Tengkorak
Tengkorak terbentuk dari jaringan mesenkim di sekitar otak.
Tengkorak di bentuk dari neurokranium yang melindungi otak dan
viserokranium yang membentuk kerangka wajah. Tiap-tiap elemen
tengkorak ini memiliki komponen dan kartilaginosa pada janin. Tulang
datar pada kavaria disatukan untuk sutura fibrosa lunak yang berbuat dari
jaringan ikat padat yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Di t4 sutura-
sutura bertemu terbentuk enam fontanel (ubun-ubun) membranosa besar.
Fontanel posterior menutup sekitar 3 bulan setelah lahir dan fontanel
posterior menutup saat bayi berusia sekitar 18 bulan.
5. Sistem Kardiovaskular
Merupakan sistem yang pertama terbentuk beberapa sel di
mosederm yolk sac kehilangan perlekan dan mulai bergerak membentuk
kelompok yang disebut pulau darah. Pulau-pulau darah menyatu,
membentuk saluran pembuluh darah yang saling berhubungan untuk
membentuk rute yang jelas. Organisasi rute melintas yolk sac serupa
dengan organisasi geografis delta sungai tempat arus lemah berkonvolusi
dan bergabung.
Jantung primitif berkembang dari “tapal kuda” mesoderm
embrionik. Sebelah anterior lempeng prokrodal dan membentuk dua
saluran di tiap sisi usus depan membentuk sebuah tabung jantung tunggal.
Atrium primitif terbentuk saat aliran dari vena umbilikus dan plasenta
menyatu dengan pembuluh darah dari kepala hingga menghasilkan volume
darah terbesar. Bentuk khas jantung dihasilkan oleh aliran sel darah di
dalam saluran pembuluh yang menyebabkan tabung jantung mengambil
bentuk lengkung huruf S yang akhirnya berbentuk jantung.
Pada hari ke-21 sel yang mengelilingi jantung berdiferensi menjadi
sel miokardium yang mampu menghasilkan respons hingga jantung yang
terdiri atas 4 rongga berurutan mulai berdenyut. Susunan matang rongga
jantung tercapai oleh pertumbuhan ke dalam septum ke arah bantalan
atrioventrikel sentral di bagian tengah. Pertumbuhan jantung janin
sebagian bergantung pada after load yang meningkat oleh faktor yang
menyebabkan peningkatkan impedansi plasenta.
6. Sistem Pernafasan
Trakea dan bronkus utama tumbuh sebagai kantung keluar pada
saluran pencernaan, perkembangannya bergantung pada interaksi antara
tonjolan endoderm dari usus depan yang sedang tumbuh dan mesoderm
splantik yang diinvasinya sekitar hari ke-22 dan mengalami percabangan
antara hari ke-26 dan 28. Pada Minggu ke-5 perkembangan terbentuk
tonjolan sekunder di cabang kanan x 2 di cabang kiri, yaitu lobus primitif
paru. 4 tahapan dalam perkembangan sistem pernafasan ; fase mudigah
(dari Minggu ke 3-ke 37), fase pseu dokanalikularis (Minggu ke-7 – ke-
16), fase kanalikularis (mg 16 – ke 24) dan kantung terminal (mg ke 24
sampai lahir).
7. Sistem Perkemihan
Berkembang dari mesoderm intermeitat dan saling berkaitan erat
dengan kelamin selama perkembangan masa janin terbentuk 3 pasang
ginjal ; pronetroi, mesonefroi dan metanefroi.
1. Pronetroi
merupakan struktur transien nonfungsional yang muncul hanya
selama beberapa minggu
2. Mesonefroi
muncul pada Minggu ke-4 berfungsi sebagai ginjal antara sampai
akhir periode mudigah
3. Metanefro
terbentuk mulai Minggu ke-5 dan mulai berfungsi sekitar 4 minggu
kemudian Janin menghasilkan sampai sampai 600 ml urine perhari.
Urine menjadi sumber utama cairan amnion dan juga dihasilkan
oleh membran amnion dan paru janin. Janin menelan sebagian
besar cairan amnion
8. Otot dan Tungkai
Otot yang pertama terbentuk : otot punggung dari pasangan somit.
Pembentukan tulang berkaitan erat dengan pertumbuhan otot dan
sambungan saraf dari korda spinalis. Anggota badan mulai tampai sebagai
tonjolan yang berkaitan dengan somit tertentu pada Minggu ke-4
perkembangan. Tonjolan anggota badan dibentuk dari migrasi sel otot dari
miotom. Osifikasi perubahan ke struktur tulang dimulai sejak usia 8
minggu tapi tetap belum sempurna saat lahir. Menonjolnya jumlah tulang
rawan di kerangka, mempermudah pengeluaran janin saat melahirkan.
Pada Minggu ke-9 kerangka tubuh hampir sempurna walaupun tulang
tengkorak masih terus dibentuk.

Proses Terbentuknya janin laki-laki dan perempuan


Proses terbentuknya janin laki-laki dan perempuan dimulai dari
deferensiasai gonad. Awalnya sel sperma yang berkromosom Y akan
berdeferensiasi awal menjadi organ jantan dan yang X menjadi organ betina.
Deferensiasi lanjut kromosom Y membentuk testis sedangkan kromosom X
membentuk ovarium. Proses deferensiasi menjadi testis dimulai dari degenerasi
cortex dari gonad dan medulla gonad membentuk tubulus semineferus. Di celah
tubulus sel mesenkim membentuk jaringan intertistial bersama sel leydig. Sel
leydig bersama dengan sel sertoli membentuk testosteron dan duktus muller tp
duktus muller berdegenerasi akibat adanya faktor anti duktus muller, testosteron
berdeferensiasi menjadi epididimis, vas deferent, vesikula seminlis dan duktus
mesonefros. Karena ada enzim 5 alfareduktase testosteron berdeferensiasi menjadi
dihidrotestosteron yang kemudian pada epitel uretra terbentuk prostat dan
bulbouretra. Selanjutnya mengalami pembengkakan dan terbentuk skrotum.
Kemudian testis turun ke pelvis terus menuju ke skrotum. Mula-mula testis berada
di cekukan bakal skrotum saat skrotum makin lama makin besar testis terpisah
dari rongga pelvis.
Sedangkan kromosom X yang telah mengalami deferensiasi lanjut
kemudian pit primer berdegenerasi membentuk medula yang terisi mesenkim dan
pembuluh darah, epitel germinal menebal membentuk sel folikel yang
berkembang menjadi folikel telur. Deferensiasi gonad jadi ovarium terjadi setelah
beberapa hari defrensiasi testis. Di sini cortex tumbuh membina ovarium
sedangkan medula menciut. PGH dari placenta mendorong pertumbuhan sel induk
menjadi oogonia, lalu berplorifrasi menjadi oosit primer. Pada perempuan duktus
mesonefros degenerasi. Saat gonad yang berdeferensiasi menjadi ovarium turun
sampai rongga pelvis kemudian berpusing sekitar 450 letaknya menjadi
melintang.
Penis dan klitoris awalnya pertumbuhannya sama yaitu berupa invagina ectoderm.
Klitoris sebenarnya merupakan sebuh penis yang tidak berkembang secara
sempurna. Pada laki-laki evagina ectoderm berkembang bersama terbawanya
sinus urogenitalis dari cloaca.

B. PERUBAHAN FISIOLOGIS FETUS DARI INTRAUTERIN MENUJU


EKSTRAUTERIN
1. Sistem sirkulasi
Pada masa fetal, sistem sirkulasi yang bekerja adalah sistem plasental-
umbilikal, yaitu sistem yang menghubungkan sirkulasi janin dan ibu. Darah
kaya oksigen dari plasenta masuk melalui korda umbilikalis. Darah ini
kemudian dibawa vena umbilikalis ke hati. Kemudian, seharusnya darah
memasuki hati lewat vena porta hepatica sebelum masuk ke vena kava inferior,
tetapi pada fetus terdapat jalan pintas yaitu duktus venosus yang
menghubungkan vena umbilikalis langsung dengan vena kava inferior. Darah
kemudian dibawa oleh vena kava inferior ke atrium kanan jantung. Di jantung,
karena sekat antaratrium masih memiliki lubang foramen ovale, darah kaya
oksigen pun masuk juga ke atrium kiri. Darah kaya oksigen di atrium kiri
masuk ke ventrikel kiri kemudian ke aorta. Darah kaya oksigen siap disalurkan
ke seluruh tubuh. Namun, karena adanya duktus arteriosus yang
menghubungkan aorta dengan arteri pulmonalis, darah kaya oksigen ini pun
bercampur dengan darah miskin oksigen yang datang dari paru (perlu diingat
bahwa paru belum berfungsi pada masa fetal). Darah campuran ini kemudian
mengalir ke seluruh tubuh. Dari seluruh tubuh, darah yang kini miskin oksigen
mengalir kembali ke plasenta.
Pada masa fetal, tahanan paru lebih tinggi daripada tahanan sistemik
seluruh tubuh. Akibatnya, darah yang masuk ke paru sedikit dan darah yang
kembali ke jantung dari paru juga sedikit, sehingga tekanan atrium kiri lebih
rendah dari yang kanan. Hal ini menyebabkan darah mengalir dari atrium
kanan ke kiri lewat foramen ovale.
Pada masa neonatal, jalur duktus venosus, duktus arteriosus, dan
foramen ovale akan menutup. Pada penutupan duktus arteriosus, dua hal yang
berperan adalah tekanan oksigen yang memiliki efek vasokonstriksi dan kadar
prostaglandin yang memiliki efek vasodilatasi. Mekanismenya adalah sebagai
berikut. Saat bernapas, terjadi peningkatan tekanan oksigen di arteri kiri
sehingga arteri berkonstriksi. Sebaliknya, saat bernapas terjadi penurunan
kadar prostaglandin sehingga arteri tidak dilatasi. Akibatnya, lumen duktus
arteriosus pun mengerut dan akhirnya menutup.
Sementara, mekanisme penutupan foramen ovale yaitu pada saat
bernapas, tahanan paru menurun sehingga darah banyak masuk ke paru. Darah
yang kembali dari paru ke jantung juga banyak sehingga meningkatkan tekanan
atrium kiri. Tekanan atrium kiri lebih tinggi dari kanan sehingga darah
mengalir dari atrium kiri ke kanan, menyebabkan septum antaratrium menyatu
dan foramen ovale menghilang. Lumrahnya, foramen ovale menghilang dalam
kurun 1 hari setelah bayi lahir, maksimal 3 hari. Namun, ada beberapa orang
(15—20% dari populasi) yang foramen ovalenya tidak tertutup sampai dewasa.
Hal ini tidak masalah selama lubang yang terbuka tidak besar.
2. Sistem Respirasi
Pembentukan bagian alveoli paru mencakup 4 tahap, yaitu tahap
pseudoglandular (minggu 7-15 gestasi), tahap kanalikular (minggu 16-25
gestasi), tahap terminal sac (minggu 25-kelahiran), dan tahap alveolar
(kelahiran-8 tahun). Terminal sac atau bakal alveoli telah ada sejak minggu
ke-25 gestasi. Bakal alveoli ini berisi cairan. Pernapasan pada masa fetal
bersifat intermittent (kadang ada kadang tidak). Pertukaran gas terjadi lewat
plasenta.
Pada masa neonatal, bayi akan bernapas untuk pertama kalinya. Napas
pertama ini dirangsang oleh sejumlah faktor, di antaranya rangsang taktil
(rabaan pada tubuh bayi), nyeri (saat diperas keluar vagina), kemoreseptor
(oksigen), suhu (perubahan dari suhu intrauterin menjadi suhu ruangan), gaya
mekanis (kompresi paru saat keluar dari vagina), dan kerja diafragma. Napas
pertama ini bersifat abdominal dan ireguler. Setelah napas pertama, terjadi
serangkaian hal meliputi transisi dari sirkulasi fetal menjadi sirkulasi dewasa,
keluarnya cairan alveoli (sebagian didorong oksigen dan sebagian dihisap
tubuh), serta mulai berfungsinya paru. cairan berupa surfaktan akan tersisa di
alveoli. Fungsi dari surfaktan ini adalah sebagai bantalan agar alveoli tidak
kolaps saat ekspirasi.
Berikut adalah perbandingan antara fetus dengan neonatus pada sistem
respirasi :
Fetus Neonatus
Alveolus Kolaps Berkembang
Pembuluh darah Tidak aktif Aktif
pulmonalis
Tahanan paru Tinggi Menurun
Darah paru Sedikit Meningkat
Asupan oksigen Plasenta Paru
Ekskresi CO2 Plasenta Paru

3. Sistem Pencernaan
Pada masa fetal, pembentukan sistem gastrointestinal dimulai sekitar
minggu ke-4 gestasi. Terdapat berbagai organ dalam sistem ini, di antaranya
duodenum, hati, kantung empedu, dan pankreas. Hati dan kantung empedu
terbentuk pada minggu ke-6 dan 12. Sekresi insulin dan glukagon oleh
pankreas dimulai pada usia kehamilan 10-15 minggu.
Pada masa neonatal, kebutuhan akan nutrisi meningkat sehingga gerak
usus dan metabolisme enzim pun meningkat. Hal ini ditandai dengan adanya
IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dari bayi. Perbandingan sistem gastrointestinal
fetus dan neonatus :
Fetus Neonatus
Penyerapan nutrisi Tidak aktif Aktif
Kolonisasi bakteri Negatif Positif
Feses mekonium Mekonium feses
Enzim Tidak berfungsi berfungsi

4. Sistem Urogenital
Organogenesis ginjal merupakan proses bertahap yang berlangsung dari
minggu ke-6 sampai minggu ke-36 gestasi. Perkembangan fungsi urogenital
masih berlanjut setelah lahir dan akan sempurna sekitar 3 hari setelah lahir.
Pada masa fetal, pembentukan urin bertujuan untuk mempertahankan volume
cairan amnion. Pada masa neonatal, bayi idealnya melakukan miksi atau buang
air kecil dalam 24 jam pertama kehidupan. Produksi urin neonatus idealnya
sejumlah 1-2 mL/berat badan dalam kg/jam. Selain itu, pada fetus juga belum
bisa mengontrol asam dan basa sehingga mudah sekali terkena asidosis.

5. Sistem Imun
Pada masa fetal, sel-sel fagosit, granulosit, dan monosit dapat
diidentifikasi pada bulan ke-4 gestasi. Pada masa neonatal, sistem imun bayi
lebih rendah dibandingkan orang dewasa. Antara bulan ke-3 sampai ke-12
kehidupan, bayi mengalami masa imunodefisiensi sementara sehingga rawan
terserang infeksi. Risiko jatuh sakit makin tinggi jika bayi lahir prematur,
proses persalinan traumatik, terjadi stres neonatal, dan sebagainya.

6. Kontrol suhu tubuh


Suhu di dalam uterus lebih hangat dibandingkan lingkungan luar. Pada
neonatus, kontrol suhu tubuh masih belum baik tetapi seiring pertumbuhan
bayi, jaringan adiposa di bawah kulit akan semakin tebal dan laju metabolik
meningkat.

7. Sistem saraf
Kemampuan neonatus berupa auditory discrimination dan juga
lokalisasi sumber suara dengan menggerakkan kepala ke sumber suara tersebut.
Disamping itu, neonatus memiliki kemampuan perceptual untuk menggerakkan
mata ke sumber suara dan merespon terhadap stimuli (dengan ketertarikan yang
lebih terhadap stimuli seperti wajah orang).

C. MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR


(sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, Depkes RI)
(sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, Depkes RI)
(sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, Depkes RI)
D. PERAWATAN RUTIN BAYI BARU LAHIR SAAT DILAHIRKAN
Sebagian besar bayi hanya memerlukan perawatan sederhana pada
saatdilahirkan (lihat bagan 1)
a. Berikan kehangatan
b. Bersihkan jalan napas
c. Keringkan
d. Nilai warna.

Resusitasi bayi baru lahir


Untuk beberapa bayi kebutuhan akan resusitasi dapat diantisipasi
denganmelihat faktor risiko, antara lain.: bayi yang dilahirkan dari ibu yang
pernah mengalamikematian janin atau neonatal, ibu dengan penyakit kronik,
kehamilan multipara, kelainan letak, pre-eklampsia, persalinan lama, prolaps tali
pusat, kelahiranprematur, ketuban pecah dini, cairan amnion tidak bening.
Walaupun demikian, pada sebagian bayi baru lahir, kebutuhan akan
resusitasineonatal tidak dapat diantisipasi sebelum dilahirkan, oleh karena itu
penolongharus selalu siap untuk melakukan resusitasi pada setiap kelahiran.
Apabilamemungkinkan lakukan penilaian APGAR.
Skor Apgar
Skor Apgar merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk bayi segera
setelah kelahirannya. Pemeriksaan ini terdiri atas lima komponen untuk
menggolongkan pemulihan status neurologi neonates dari proses kelahirannya dan
kemampuan adaptasinya yang segera terhadap kehidupan ekstra uteri. Lakukan
pemeriksaan pada setiap neonates menurut tabel berikut ini yang harus dikerjakan
pada menit pertama dan ke-5 sesudah bayi dilahirkan. Skoring didasarkan pada
skala yang terdiri atas tiga nilai (0,1, atau 2) untuk setiap komponen. Skor total
dapat berkisar dari 0 hingga 10. Skoring dapat dilanjutkan dengan interval 5 menit
sekali sampai angka skornya lebih dari 7. Jika skor Apgar 5-menit adalah 8 atau
lebih, lanjutkan penilaian tersebut dengan pemeriksaan yang lebih lengkap.
Sistem Skoring Apgar
Skor yang Ditetapkan
Tanda Klinis 0 1 2
Frekuensi Jantung Tidak terdengar <100 >100
Upaya bernapas Tidak ada Lambar atau Baik; kuat
iregular
Tonus otot Flasid Fleksi pada lengan Gerakan aktif
dan tungkai
Refleks* Tidak ada respons Menyeringai Menangis kuat,
bersin, atau batuk
Warna Biru, pucat Badan merah Seluruh tubuh
muda, ekstremitas berwarna merah
biru muda
*Reaksi terhadap pengisapan lendir lewat lubang hidung dengan alat pengisap lendir (syringe
bulb)

Skor Apgar 1 menit Skor Apgar 5 menit


0-4 Depresi berat, 0-7 Berisiko tinggi
memerlukan untuk terjadi
resusitasi segera disfungsi
selanjutnya pada
sistem saraf pusat
dan organ lain
5-7 Depresi sistem saraf 8-10 Normal
8-10 Normal

Pada beberapa daerah dengan keterbatasan sumber daya manusia,


tempatdan atau alat, teknik resusitasi yang disampaikan berikut perlu
disesuaikandengan keadaan setempat.
Bagan 1. Resusitasi bayi baru lahir

Keterangan:
A. Langkah awal
Pada saat bayi lahir harus dilakukan penilaian untuk menjawab pertanyaan
berikut (lihatkotak merah muda di atas).
Jika semua pertanyaan dijawab YA, cukup dilakukan perawatan rutin,
tetapi jikapada penilaian didapatkan satu jawaban TIDAK, maka dilakukan
LANGKAH AWALresusitasi, meliputi:
1. Berikan kehangatan dengan menempatkan bayi di bawah pemancar
panas.
2. Posisikan kepala bayi sedikit tengadah agar jalan napas terbuka (lihat
gambar),kemudian jika perlu bersihkan jalan napas dengan melakukan
pengisapan padamulut hingga orofaring kemudian hidung.
3. Keringkan bayi dan rangsang taktil, kemudian reposisi kepala agar
sedikittengadah.

Langkah awal diselesaikan dalam waktu ≤ 30 detik.


Jika ketuban tercampur mekonium, diperlukan tindakan tambahan
dalam membersihkan jalan napas. Setelah seluruh tubuh bayi lahir,lakukan
penilaian apakah bayi bugar atau tidak bugar. Tidak bugar ditandai dengan
depresi pernapasan dan atau tonus otot kurang baik dan atau
frekuensijantung < 100 kali /menit. Jika bayi bugar, tindakan bersihkan
jalan napas samaseperti di atas, tetapi jika bayi tidak bugar lakukan
pengisapan dari mulut dantrakea terlebih dahulu, kemudian lengkapi
dengan LANGKAH AWAL.

MEKONIUM
Mekonium akan dikeluarkan oleh janin ketika janin dalam kondisi
hipoksia, atau umur janin yang post term. Pada janin yang post term, colon
akan semakin matur dan secara fisiologis akan mengeluarkan mekonium.
Ketika janin mengalami hipoksia, maka janin akan kekurangan kadar
oksigen dalam darahnya. Hal ini akan membuat jaringan di tubuh janin
tidak mendapat nutrisi yang cukup. Hal itu akan dikompensasi janin
dengan cara meningkatkan frekuensi detak jantungnya atau takikardi.
Namun, apabila terlalu lama mengalami hipoksia maka frekuensi detak
jantungnya akan turun atau bradikardi. Hipoksia yang terlalu lama akan
menyebabkan otak tidak mendapat oksigen yang adekuat untuk
menjalankan fungsinya. Janin akan berada dalam kondisi seperti pingsan
karena persarafan parasimpatis akan mulai aktif untuk menjaga janin tetap
hidup. Impuls parasimpatis tersebut akan menuju organ gastrointestinal
terutama colon sehingga meningkatkan motilitas dari colon dan membuka
musculus sphincter ani internus. Hal tersebut mengakibatkan mekonium
pada janin akan keluar ketika masih di dalam uterus.
Mekonium ini merupakan feses janin yang steril dan berwarna
kehijauan. Apabila mekonium terdeteksi di dalam rahim, maka air ketuban
akan berubah warna menjadi kehijauan dan menjadi lebih kental.
Mekonium yang keluar ketika janin masih di dalam uterus ini akan
berakibat fatal apabila mekonium teraspirasi masuk ke dalam paru yang
disebut sindrom aspirasi mekonium. Sindrom aspirasi mekonium ini akan
mengakibatkan mekonium masuk ke dalam paru sehingga ketika janin
tersebut lahir maka bayinya mengalami sulit untuk bernapas, pertukaran
oksigen juga terganggu, dan paru akan mengalami inflamasi yang disebut
pneumonitis.
AIR KETUBAN (AMNION)
Air ketuban merupakan cairan berwarna kuning transparan, agak
keruh, albuminos, berada di sekitar fetus, di dalam ruang yang diliputi oleh
selaput janin yaitu lapisan amnion chorion. Air ketuban ini sangat penting
untuk janin sebagai proteksi terhadap trauma janin, mempertahankan
temperatur, mencegah kulit fetus dari pergesekan amnion, untuk
pergerakan bayi, sebagai medium apabila terjadi perubahan kimiawi dan
membantu mempertahankan kebutuhan oksigen fetus.
Mengingat begitu pentingnya fungsi air ketuban ini terhadap
kelangsungan hidup fetus, maka penilaian air ketuban termasuk ke dalam
hal-hal yang perlu dicatat di dalam partograf. Partograf dipakai untuk
memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam
mengambil keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf dimulai pada
pembukaan 4 cm (fase aktif). Partograf sebaiknya dibuat untuk setiap ibu
yang bersalin, baik persalinan normal atau dengan komplikasi. Warna air
ketuban ini dinilai setiap melakukan pemeriksaan dalam dan
dikelompokkan sebagai berikut:
- U: selaput utuh
- J : selaput pecah, air ketuban jernih
- M: air ketuban bercampur mekonium
- D: air ketuban bernoda darah
- K: tidak ada cairan ketuban / kering
Air ketuban dikatakan normal jika tidak berwarna atau tansparan,
mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Air ketuban keruh
merupakan air ketuban yang tidak jernih atau mengalami pewarnaan oleh
karena adanya darah atau mekonium. Air ketuban yang berwarna merah
jambu mengindikasikan terjadinya perdarahan lama sedangkan warna
merah jambu menandakan perdarahan yang baru. Jika bercampur
mekonium maka air ketuban menjadi berwarna kehijauan.
Penyebab tersering terjadinya kekeruhan air ketuban adalah
mekonium yang dikeluarkan oleh janin ketika masih di dalam rahim.
Keluarnya mekonium ketika janin masih dalam rahim dapat menandakan
bahwa janin dalam keadaan stress atau hipoksia sehingga akan
mengaktifkan gerak peristaltik usus dan relaksasi otot sfingter ani
sehingga mekonium keluar dan bercampur dengan air ketuban. Air
ketuban menjadi keruh dan berwarna kehijauan ataupun kecoklatan. Selain
mengalami kekeruhan, air ketuban dapat juga mengalami perubahan warna
menjadi merah jambu atau merah anggur. Ketuban dengan warna merah
jambu dapat menunjukkan adanya kemungkinan perdarahan yang baru
sedangkan warna air ketuban merah anggur dapat menandakan adanya
perdarahan yang cukup lama (Kosim, 2010).
Pada saat kehamilan sudah cukup bulan (aterm) dan memasuki
proses persalinan, ketuban akan pecah. Pecahnya ketuban terjad menjelang
pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah, diharapkan proses
persalinan berlangsung kurang dari 24 jam. Akan tetapi, ada suatu keadaan
dimana ketuban pecah sebelum memasuki proses persalinan yang disebut
dengan keadaan Ketuban Pecah Dini (KPD). Pada keadaan KPD,
kehamilan aterm 90% persalinan terjadi dalam 24 jam setelah ketuban
pecah. Komplikasi yang sering terjadi pada kasus KPD adalah infeksi dan
hipoksia/ asfiksia pada bayi (Sarwono, 2010).

B. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)


VTP dilakukan apabila pada penilaian pasca langkah awal
didapatkan salah satukeadaan berikut:
a. Apnu
b. Frekuensi jantung < 100 kali/menit
c. Tetap sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen aliran bebas.

1. Sebelum VTP diberikan pastikan posisi kepala dalam keadaan


setengah tengadah.
2. Pilihlah ukuran sungkup. Ukuran 1 untuk bayi berat normal, ukuran
0 untuk bayi berat lahir rendah (BBLR).
3. Sungkup harus menutupi hidung dan mulut, tidak menekan mata
dan tidakmenggantung di dagu (lihat gambar).
4. Tekan sungkup dengan jari tangan (lihat gambar). Jika terdengar
udara keluar dari sungkup, perbaiki perlekatan sungkup. Kebocoran
yang paling umumadalah antara hidung dan pipi (lihat gambar).
5. VTP menggunakan balon_sungkup diberikan selama 30 detik
dengan kecepatan 40-60 kali/menit ~ 20-30 kali/30 detik.
6. Pastikanlah bahwa dada bergerak naik turun tidak terlalu tinggi
secara simetris.
7. Lakukan penilaian setelah VTP 30 detik (Lihat bagan 1).
C. VTP + Kompresi dada
Apabila setelah tindakan VTP selama 30 detik,
detik, frekuensi
jantung < 60 detik maka lakukan kompresidada yang terkoordinasi
dengan ventilasi selama30 detik dengan kecepatan 3 kompresi :
1 ventilasi selama 2 detik. Kompresi dilakukan dengandua ibu jari
atau jari tengah_telunjuk /tengah_manis. Lokasi kompresi
ditentukandengan menggerakkan jari sepanjang tepi igaterbawah
menyusur ke atas sampaimendapatkan sifoid, letakkan ibu jari atau
jari-jari
jari pada tulang dada sedikit di atassifoid. Berikan topangan
pada bagianbelakang
bagian bayi. Tekan sedalam1/3
1/3 diameter
anteroposterior dada.

D. Intubasi
Intubasi Endotrakea dilakukan pada keadaan berikut:
1. Ketuban tercampur mekonium & bayi tidak bugar
2. Jika VTP dengan balon & sungkup tidak efektif
3. Membantu koordinasi VTP & kompresi dada
4. Pemberian epinefrin untuk stimulasi jantung
5. Indikasi lain: sangat prematur & hernia diafragmatika.

E. Obat-obatan
Obat-obatan yang harus disediakan untuk resusitasi bayi baru
lahir adalah epinefrin dan cairan penambah volume plasma.
Epinefrin
Indikasi :
Setelah pemberian VTP selama 30 detik dan pemberian secara
terkoordinasi VTP + kompresi dada selama 30 detik, frekuensi
jantung tetap < 60 kali/menit.
Cara pemberian &dosis :
a.Persiapan: 1 mL cairan 1:10 000 (semprit yang lebih besar
diperlukan untukpemberian melalui pipa endotrakea)
b.Melalui vena umbilikalis (dianjurkan) : 0.1-0.3 mL/kgBB
c.Melalui pipa endotrakea : 0.3-1.0 mL/kgBB
Kecepatan pemberian: secepat mungkin

Cairan penambah volume plasma


Indikasi :
Apabila bayi pucat, terbukti ada kehilangan darah dan atau bayi
tidak memberikan respons yang memuaskan terhadap resusitasi.
Cairan yang dipakai :
a. Garam normal (dianjurkan)
b. Ringer laktat
c. Darah O – negatif
Persiapan : dalam semprit besar (50 mL)
Dosis : 10 mL/kgBB
Jalur : vena umbilikalis
Kecepatan : 5-10 menit (hati-hati bayi kurang bulan)

F. Penghentian Resusitasi
Jika sesudah 10 menit resusitasi yang benar, bayi tidak
bernapas dan tidak ada denyut jantung, pertimbangkan untuk
menghentikan resusitasi. Orang tua perlu dilibatkan dalam
pengambilan keputusan, jelaskan keadaan bayi.Persilakan ibu
memegang bayinya jika ia menginginkan.

E. PERAWATAN RUTIN BAYI BARU LAHIR SESUDAH DILAHIRKAN


(JUGA UNTUK BAYI BARU LAHIR YANG LAHIR DI LUAR RUMAH
SAKIT LALU DIBAWA KE RUMAH SAKIT)
a. Jagalah bayi supaya tetap kering di ruangan yang hangat, hindarkan
aliran udara, selimuti dengan baik.
b. Bayi tetap bersama ibunya (rawat gabung).
c. Inisiasi menyusu dalam jam pertama kehidupan.
d. Jika mampu mengisap, biarkan bayi minum ASI sesuai permintaan.
e. Jaga tali pusat tetap bersih dan kering.

F. KRITERIA BAYI LAHIR NORMAL


Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam pertama
kelahiran. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki bobot lebih dari 4000
gram. Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibu
menderita Diabetes Melitus, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi besar,
faktor genetik, pengaruh kecukupan gizi. Berat bayi lahir normal adalah sekitar
2500 sampai 4000 gram (Saifuddin, 2002).

Klasifikasi berat badan bayi baru lahir pada saat kelahiran menurut Saifuddin,
2002 sebagai berikut :
(1) Bayi besar adalah bayi lebih dari 4000 gram.
(2) Bayi cukup adalah bayi berat badan lebih dari 2500 sampai 4000 gram.
(3) Bayi berat lahir rendah adalah bayi berat badan 1500 sampai 2500 gram.
(4) Bayi berat sangat rendah sekali adalah bayi dengan berat badan 1000 sampai
kurang dari 1500 gram.

G. RISIKO KEHAMILAN MENURUT USIA IBU


Ibu hamil dengan resiko tinggi adalah ibu yang mempunyai resiko atau
bahaya yang lebih besar pada kehamilan/persalinan dibandingkan dengan
kehamilan/persalinan normal. Ada sekitar 5-10% kehamilan yang termasuk dalam
resiko tinggi. (Suririnah, 2008)
Kehamilan resiko tinggi adalah keadaan yang dapat mempengaruhi
optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi. (Manuaba, 2008)
Faktor-faktor risiko dalam kehamilan:

1. Terlalu muda
Terlalu Muda (Primi Muda) adalah ibu hamil pertama pada usia kurang
dari 20 tahun. Dimana kondisi panggul belum berkembang secara optimaldan
kondisi mental yang belum siapmenghadapi kehamilan dan menjalankan peran
sebagai ibu. (BKKBN, 2007)
Secara fisik, kondisi rahim dan panggul belun berkembang secara optimal,
mengakibatkan kesakitan dan kematian bagi ibu dan bayinya. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik ibu terhenti/terhambat.
Secara mental, tidak siap menghadapi perubahan yang akan terjadi pada saat
kehamilan.
Risiko yang dapat terjadi:
a. Bayi lahir belum cukup bulan
b. Perdarahan dapat terjadi sebelum bayi lahir
c. Perdarahan dapat terjadi setelah bayi lahir (Rochjati, 2003)

2. Terlalu tua
Terlalu Tua (Primi Tua) adalah ibu hamil pertama pada usia ≥ 35 tahun. Pada
usia ini organ kandungan menua ,jalan lahir tambah kaku, ada kemungkinan
besar ibu hamil mendapat anak cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan
(Rochjati, 2003)
Pada usia ini kondisi kesehatan ibu mulai menurun, kualitas uterus dan
ovum menurun sehingga kemungkinan adanya komplikasi dalam medis dan
persalinan meningkat.
Risiko yang dapat terjadi:
a. Hipertensi/tekanan darah tinggi
b. Pre-eklamspsi
c. Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan dimulai
d. Persalinan macet: ibu yang mengejan lebih dari 1 jam, bayi tidakdapat lahir
dengan tenaga ibu sendiri melalui jalan lahir biasa.
e. Perdarahan setelah bayi lahir
f. Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500 gr

3. Terlalu sering/terlalu dekat jarak kelahiran


Terlalu Dekat Jarak Kehamilan adalah jarak antara kehamilan satu dengan
berikutnya kurang dari 2 tahun (24 bulan). Kondisi rahim ibu belum pulih,
waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang. (BKKBN, 2007)
Risiko yang dapat terjadi:
a. Keguguran
b. Anemia
c. Bayi lahir belum waktunya
d. Berat badan lahir rendah (BBLR)
e. Cacat bawaan
f. Tidak optimalnya tumbuh kembang balita

4. Terlalu banyak
Terlalu Banyak Anak (Grande Multi) adalah ibu pernah hamil atau
melahirkan lebih dari 4 kali atau lebih. Kemungkinan akan di temui kesehatan
yang terganggu, kekendoran pada dinding perut, tampak pada ibu dengan perut
yang menggantung (Rochjati, 2003)
Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya ganguan dalam kehamilan,
menghambat proses perslainan (seperti kelainan letak), tumbuh kembang anak
kurang optimal serta relatif menambah beban ekonomi keluarga.
Risiko yang dapat terjadi:
a. Kelainan letak, persalinan letak lintang
b. Robekan rahim pada kelainan letak lintang
c. Persalinan lama
d. Perdarahan pasca persalinan

H. ANC(ANTE NATAL CARE) UNTUK IBU HAMIL (14 POIN)


1) Ukur Berat badan dan Tinggi Badan ( T1 ).
Dalam keadaan normal kenaikan berat badan ibu dari sebelum hamil
dihitung dari TM I sampai TM III yang berkisar anatara 9-13,9 kg dan
kenaikan berat badan setiap minggu yang tergolong normal adalah 0,4 -
0,5 kg tiap minggu mulai TM II. Pengukuran tinggi badan ibu hamil
dilakukan untuk mendeteksi faktor resiko terhadap kehamilan yang sering
berhubungan dengan keadaan rongga panggul.
2) Ukur Tekanan Darah ( T2)
Tekanan darah yang normal 110/80 - 140/90 mmHg, bila melebihi 140/90
mmHg perlu diwaspadai adanya Preeklampsi.
3) Ukur Tinggi Fundus Uteri ( T3 )
Tujuan pemeriksaan TFU menggunakan tehnik Mc. Donald adalah
menentukan umur kehamilan berdasarkan minggu dan hasilnya bisa
di bandingkan dengan hasil anamnesis hari pertama haid terakhir (HPHT)
dan kapan gerakan janin mulai dirasakan. TFU yang normal harus sama
dengan UK dalam minggu yang dicantumkan dalam HPHT.
Ukuran Fundus Uteri sesuai Usia Kehamilan
Usia Kehamilan sesuai Jarak dari simfisis
minggu
22 – 28 Minggu 24-25 cm
28 Minggu 26,7 cm
30 Minggu 29,5 – 30 cm
32 Minggu 31 cm
34 Minggu 32 cm
36 Minggu 33 cm
40 Minggu 37,7 cm

4) Pemberian Tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan ( T4 )


5) Pemberian Imunisasi TT ( T5 ) Imunisasi Tetanus Toxoid harus segera di
berikan pada saat seorang wanita hamil melakukan kunjungan yang
pertama dan dilakukan pada minggu ke-4.
Interval dan Lama Perlindungan Tetanus Toxoid
Imunisasi TT Selang Waktu Lama Perlindungan
minimal
pemberian
Imunisasi TT
TT1 - Langkah awal pembentukan
kekebalan tubuh terhadap
penyakit Tetanus
TT2 1 bulan setelah 3 Tahun
TT1
TT3 6 bulan setelah 6 Tahun
TT2
TT4 12 Bulan 10 Tahun
setelah TT3
TT5 12 Bulan ≥25 Tahun
setelah TT4
6) Pemeriksaan Hb ( T6 ) Pemeriksaan Hb pada Bumil harus dilakukan pada
kunjungan pertama dan minggu ke 28. bila kadar Hb < 11 gr% Bumil
dinyatakan Anemia, maka harus diberi suplemen 60 mg Fe dan 0,5 mg
As. Folat hingga Hb menjadi 11 gr% atau lebih.
7) Pemeriksaan VDRL ( Veneral Disease Research Lab. ) ( T7 )
Pemeriksaan dilakukan pada saat Bumil datang pertama kali daambil
spesimen darah vena kurang lebih 2 cc. apabila hasil test positif maka
dilakukan pengobatan dan rujukan.
8) Pemeriksaan Protein urine ( T8 )
Dilakukan untuk mengetahui apakah pada urine mengandung protein atau
tidak untuk mendeteksi gejala Preeklampsi.
9) Pemeriksaan Urine Reduksi ( T9 )
Untuk Bumil dengan riwayat DM. bila hasil positif maka perlu diikuti
pemeriksaan gula darah untuk memastikan adanya DMG.
10) Perawatan Payudara ( T10 )
Senam payudara atau perawatan payudara untuk Bumil, dilakukan 2 kali
sehari sebelum mandi dimulai pada usia kehamilan 6 Minggu.
11) Senam Hamil ( T11 )
12) Pemberian Obat Malaria ( T12 )
Diberikan kepada Bumil pendatang dari daerah malaria juga kepada
bumil dengan gejala malaria yakni panas tinggi disertai mengigil dan
hasil apusan darah yang positif.
13) Pemberian Kapsul Minyak Yodium ( T13 )
Diberikan pada kasus gangguan akibat kekurangan Yodium di daerah
endemis yang dapat berefek buruk terhadap Tumbuh kembang Manusia.
14) Temu wicara / Konseling ( T14 )

I. RAWAT GABUNG DAN PEMBERIAN ASI


a. ASI
ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan
bayi baik fisik, psikologisosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi,
hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi
dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan.
ASI adalah sebuah cairan yang memenuhi kebutuhan gizi bayi dan
melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit.
Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat terbaik dan
air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda.
Pada saat yang sama ASI juga sangat kaya akan sari-sari makanan yang
mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem saraf.
b. Manfaat ASI
Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu
formula. Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu
yang menyusui.
Manfaat ASI bagi bayi:
1. ASI merupakan sumber gizi sempurna
ASI mengandung zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi.faktor pembentukan sel-
sel otak terutama DHA dalam kadar tinggi. ASI juga mengandung whey
(protein utama dari susu yang berbentuk cair) lebih banyak dari casein
(protein utama dari susu yang berbentuk gumpalan).komposisi ini
menyebabkan ASI mudah diserap oleh bayi.
2. ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi
Bayi sudah dibekali immunoglobulin (zat kekebalan tubuh) yang
didapat dari ibunya melalui plasenta. Tapi, segera setelah bayi lahir kadar
zat ini akan turun cepat sekali. Tubuh bayi baru memproduksi
immunoglobulin dalam jumlah yang cukup pada usia 3 - 4 bulan. Saat
kadar immunoglubolin bawaan menurun, sementara produksi sendiri
belum mencukupi, bisa muncul kesenjangan immunoglobulin pada bayi.
Di sinilah ASI berperan bisa menghilangkan atau setidaknya mengurangi
kesenjangan yang mungkin timbul. ASI mengandung zat kekebalan tubuh
yang mampu melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus,
dan jamur. Colostrum (cairan pertama yang mendahului ASI) mengandung
zat immunoglobulin 10 - 17 kali lebih banyak dari ASI.
3. ASI eklusif meningkatkan kecerdasan dan kemandirian anak
Fakta-fakta ilmiah membuktikan, bayi dapat tumbuh lebih sehat
dan cerdas bila diberi air susu ibu (ASI) secara eksklusif pada 4 - 6 bulan
pertama kehidupannya. Di dalam ASI terdapat beberapa nutrien untuk
pertumbuhan otak bayi di antaranya taurin, yaitu suatu bentuk zat putih
telur khusus, laktosa atau hidrat arang utama dari ASI, dan asam lemak
ikatan panjang - antara lain DHA dan AA yang merupakan asam lemak
utama dari ASI.
4. ASI meningkatkan jalinan kasih sayang
Jalinan kasih sayang yang baik adalah landasan terciptanya
keadaan yang disebut secure attachment. Anak yang tumbuh dalam
suasana aman akan menjadi anak yang berkepribadian tangguh, percaya
diri, mandiri, peduli lingkungan dan pandai menempatkan diri. Bayi yang
mendapat ASI secara eksklusif. akan sering dalam dekapan ibu saat
menyusu, mendengar detak jantung ibu, dan gerakan pernapasan ibu yang
telah dikenalnya dan juga akan sering merasakan situasi seperti saat dalam
kandungan: terlindung, aman dan tenteram.

Manfaat menyusui bagi ibu:

1. Mengurangi resiko kanker payudara


Menyusui setidaknya sampai 6 bulan mengurangi kemungkinan
ibu menderita kanker payudara, kanker rahim, kanker indung telur.
Perlindungan terhadap kanker payudara sesuai dengan lama pemberian
ASI. Ibu yang menyusui akan terhindar dari kanker payudara sebanyak
20%-30%. Berdasarkan penelitian dari 30 negara pada 50.000 ibu
menyusui dan 97.000 tidak menyusui kemungkinan kejadian kanker
payudara lebih rendah pada ibu menyusui. Jika menyusui lebih dari 2
tahun ibu akan lebih jarang menderita kanker payudara sebanyak 50% .
2. Metode KB paling aman
Jarak kelahiran anak lebih panjang pada ibu yang menyusui secara
eklusif daripada yang tidak.
3. Kepraktisan dalam pemberian ASI
ASI dapat segera diberikan pada bayi, segar, siap pakai dan mudah
pemberiannya sehingga tidak terlalu merepotkan ibu.
4. Ekonomi
Dengan memberikan ASI, ibu tidak memerlukan untuk makanan
bayi sampai berumur 4-6 bulan. Dengan demikian akan menghemat
pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.
c. Manfaat Inisiasi Menyusui Dini
1. Meningkatkan refleks menyusu bayi secara optimal
Menyusu pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan antara tiga refleks
yaitu refleks mencari (Rooting refleks), refleks menghisap (Sucking
refleks), refleks menelan (Swallowing refleks) dan bernafas. Gerakan
menghisap berkaitan dengan saraf otak nervus ke-5, ke-7 dan ke-12.
Gerakan menelan berkaitan dengan nervus ke-9 dan ke-10. Gerakan
tersebut salah satu upaya terpenting bagi individu untuk mempertahankan
hidupnya. Pada masa gestasi 28 minggu gerakan ini sudah cukup
sempurna, sehingga bayi dapat menerima makanan secara oral, namun
melakukan gerakan tersebut tidak berlangsung lama. Setelah usia gestasi
32-43 minggu, mampu untuk melakukan dalam waktu yang lama.
2. Menurunkan kejadian hipotermi
Lapisan insulasi jaringan lemak di bawah kulit tipis, kecepatan kehilangan
panas pada tubuh bayi baru lahir ± 4 kali pada orang dewasa. Pada ruang
bersalin dengan suhu 20-25° celcius, suhu kulit tubuh bayi akan turun 0,3°
celcius, suhu tubuh bagian dalam turun 0,1° celcius / menit. Selama
periode dini setelah bayi lahir, biasanya berakibat kehilangan panas
komulatif 2-3° celcius. Kehilangan panas ini terjadi melalui konveksi,
konduksi, radiasi dan evavorasi.
3. Menurunkan kejadian asfiksia
Dengan inisiasi menyusu dini, ibu dan bayi menjadi lebih tenang. Hal ini
akan membantu pernapasan dan bunyi jantung lebih stabil.
4. Menurunkan kejadian hipoglikemi
Menyusu dini membuat bayi menjadi tenang dan frekwensi menangis
kurang sehingga mengurangi pemakaian energi.
5. Meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin
Melalui sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada putting susu ibu akan
pengeluaran hormon oksitosin yang penting. Selain itu gerakan kaki bayi
pada saat merangkak di perut ibu akan membantu melakukan massage
uterus untuk merangsang kontraksi uterus. Oksitosin akan menyebabkan
uterus berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan
mengurangi terjadinya perdarahan post partum. Oksitosin akan
merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks,
euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri, dan mencintai bayinya.
Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari payudara.
6. Memfasilitasi bonding attachment
Bonding atau ikatan batin menunjukan perjalinan hubungan orang tua dan
bayi pada saat awal kelahiran. Sebagai individu, orang tua akan
mengembangkan hubungan kasih sayang dengan bayi menurut gaya dan
cara mereka. Jam pertama merupakan saat peka dimana kontak pertama
akan mempermudah jalinan batin. Sifat dan tingkah laku jalinan saling
berhubungan yang tercipta antara ibu dan bayi sering berupa sentuhan
halus ibu dengan ujung jarinya pada anggota gerak dan wajah bayi serta
membelai dengan penuh kasih sayang. Sentuhan pada pipi akan
membangkitkan respon berupa gerakan memalingkan wajah ke ibu untuk
mengadakan kontak mata dan mengarah ke payudara disertai gerakan
menyondol dan menjilat putting susu selanjutnya menghisap payudara.
Kontak pertama ini harus berlangsung pada jam pertama setelah
kelahirannya. Bayi baru lahir matanya terbuka lebih lama daripada hari-
hari selanjutnya, sehingga paling baik untuk memulai perlekatan dan
kontak mata antara ibu dan bayi.
d. Rawat Gabung
Rawat gabung adalah bayi bersama ibunya dirawat dalam satu kamar atau satu
ruangan dan dapat juga diartikan bahwa membuat ibu dan anaknya bergabung
daam satu ruangan atau tempat tidur sama dan dapat mencegah terjadinya
infeksi serta akan meningkatkan keberhasilan pemberian ASI, terutama bila
digabungkan dengan penyediaan pedoman-pedoman pemberian ASI.

Tujuan Rawat Gabung :


a. Memberikan bantuan emosional
i. Ibu dapat memberikan kasih sayang sepenuhnya kepada bayi
ii. Memberikan kesempatan kepada ibu dan keluarga untuk mendapatkan
pengalaman dalam merawat bayi
b. Penggunaan ASI
i. Agar bayi dapat sesegera mungkin mendapatkan kolostrum/ASI
ASI adalah makanan bayi yang terbaik. Produksi ASI akan lebih
cepat dan lebih banyak bila dirangsang sedini mungkin dengan cara,
menetekkan sejak bayi lahir dengan cara menetekkan sejak bayi lahir
hingga selama mungkin. Pada hari-hari pertama, yang keluar adalah
colostrums yang jumlahnya sedikit.
ii. Produksi ASI akan makin cepat dan banyak jika diberikan sesering
mungkin
c. Pencegahan infeksi
Mencegah terjadinya infeksi silang, pada perawatan bayi dimana banyak
bayi yang disatukan, infeksi silang sulit dihindari. Dengan rawat gabung,
lebih mudah mencegah infeksi silang.Bayi yang melekat pada kulit ibu
akan memperoleh transfer antibodi dari si ibu. Colostrum yang
mengandung antibodi dalam jumlah tinggi akan melapisi seluruh
permukaan kulit dan saluran pencernaan bayi, dan diserap oleh bayi
sehingga bayi akan mempunyai kekebalan yang tinggi. Kekebalan
mencegah infeksi terutama pada diare.
d. Pendidikan kesehatan
Kesempatan melaksanakan rawat gabung dapat dimanfaatkan untuk
memberikan pendidikan kesehatan pada ibu, terutama primipara.
e. Memberikan stimulasi mental dini tumbuh kembang pada bayi

Manfaat Rawat Gabung :

a. Aspek fisik
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka ibu dapat dengan mudah
menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan menyusui
setiap saat, kapan saja bayinya menginginkan (nir-jadwal).
b. Aspek fisiologis
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui dan
frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang
alami, di mana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik.
Untuk ibu, dengan menyusui maka akan timbul refleks oksitosin yang
akan membantu proses fisiologis involusi rahim.
c. Aspek psikologis
Dengan rawat gabung maka antara ibu dan bayi akan segera terjalin
proses lekat (early infant-mother bonding) akibat sentuhan badan antara
ibu dan bayinya.
d. Aspek Edukatif
Dengan rawat gabung, ibu (terutama yang baru mempunyai anak
pertama) akan mempunyai pengalaman yang berguna, sehingga mampu
menyusui serta merawat bayinya bila pulang dari rumah sakit.
e. Aspek Medis
Dengan pelaksanaan rawat gabung maka akan menurunkan terjadinya
infeksi nosokomial pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayi.
J. PENYEBAB DISTRESS PERNAPASAN

Penyebab Distress Pernapasan


Bayi Kurang Bulan Banyak faktor yang mempengaruhi
Sindrom gawat Napas
sebuah neonatus mengalami
Eritroblastosis Fetalis
Hidrops Non imun gangguan pernapasan hingga tidak
Perdarahan paru
bisa bernapas. Secara umum
Bayi Cukup Bulan
Hipertensi paru priemr pada neonates gangguan pernapasan dibagi menjadi
Pneumonia aspirasi mekonium
beberapa etiologi. Seorang bayi baru
Polisitemia
Aspirasi cairan ketuban lahir mengalami gagal napas dapat
Bayi Kurang dan Cukup Bulan
diakibatkan dari masa intrauterine
Spesis Bakteri
Takipnea sementara bayi tersebut. Etiologinya dapat
Pneumotoraks spontan
berupa kurangnya surfaktan.
Kelainan bawaan
Pneyakit jantung bawaan Surfaktan muncul pada paru-paru
Hipoplasia paru
Infeksi virus
janin mulai usia kehamilan 20
Kelainan metabolic bawaan minggu tapi belum mencapai
permukaan paru. Muncul pada cairan amnion antara 28-32 minggu. Level yang
matur baru muncul setelah 35 minggu kehamilan. Surfaktan mengurangi tegangan
permukaan pada rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah
kolapsnya alveoli selama ekspirasi. Selain itu dapat pula mencegah edema paru
serta berperan pada sistem pertahanan terhadap infeksi. Komponen utama
surfaktan adalah Dipalmitylphosphatidylcholine (lecithin) – 80 %,
phosphatidylglycerol – 7 %, phosphatidylethanolamine – 3 %, apoprotein
(surfactant protein A, B, C, D) dan cholesterol. Dengan bertambahnya usia
kehamilan, bertambah pula produksi fosfolipid dan penyimpanannya pada sel
alveolar tipe II. Protein merupakan 10 % dari surfaktan., fungsinya adalah
memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan udara-cairan di
alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan surfaktan. (Nelson, 2014)

Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi.


Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat hipovolemia,
hipotensi dan stress dingin; menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang
melapisi paru-paru juga dapat rusak akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan
efek pengaturan respirasi, mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan.
Berkurangnya surfaktan dapat berakibat pada kegagalan pengembangan paru dan
menyebabkan bayi tidak bisa bernapas secara mandiri setelah dilahirkan, maka
dari itu perlu dilakukan pemeriksaan dengan amnionsintesis dan memeriksa kadar
lecithin dalam cairan amnion pada masa ANC, utamanya pada ibu dengan faktor
risiko melahirkan premature. (Nelson, 2014)

Etiologi lain adalah adanya supresi dari kerja syaraf pengatur pusat
pernapasan. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari congenital,
hingga adanya efek dari anastesi yang diberikan kepada ibu. Anastesi tersebut
dapat menembus sawar plasenta sehingga berpengaruh pula pada janin dalam
supresi kerja syaraf. Selain itu masih banyak etiologi dan patofisiologi yang dapat
terjadi sehingga menyebabkan gangguan napas pada bayi baru lahir, misalnya
seperti ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini menyebabkan oligohydramnion.
Berkurangnya cairan ketuban ini menimbulkan supresi pada vena umbilicalis,
sehingga akan menyebabkan janin asfiksia dini, dan tentunya akan berpengaruh
pada adaptasi saat janin tersebut dilahirkan. (Nelson, 2014)

Secara umum tubuh yang mengalami asfiksia merespon dengan terjadinya


hiperkapnia. Hal ini disebabkan oleh adanya asidosis respiratorik dengan
meningkatnya kadar PCO2 dan penrurunan pH tanpa penurunan konsentrasi
bikarbonat.Asidosis oleh karena asfiksia ini menyababkan kompensasi pada
tubuh, metabolismenya bergeser pada metabolisme aneorbik, sehingga otot
menghasilakan metabolit asam laktat. Penumpukan laktat inilah yang
menyebabkan kelemahan pada otot sehingga tonus otot menurun atau
hipotoni.(Silbernagl, S., Lang, F., 2006)

K. INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan TORCH
Ibu hamil perlu dilakukan pemeriksaan TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus, dan Herpes) untuk mengetahui ada tidaknya infeksi dilakukan
melalui pemeriksaan laboratorium karena gejala klinis tidak spesifik dan dapat
bervariasi untuk tiap individu. Karena infeksi yang terjadi pada ibu dapat
mempengaruhi keadaan bayinya, seperti :
1. Toksoplasmosis Kongenital
Spectrum klinis dan riwayat kelainan alamiah toksoplasmosis
congenital yang tidak di obati, yang secara klinis tampak pada tahun
pertama, 80% dari anak ini mempunyai IQ kurang dari 70, dan banyak yang
menderita kejang-kejang serta penglihatan yang terganggu berat.
a. Kulit
Manifestasi kulit pada bayi dengan toksoplasmosis congenital
meliputi petekie, ekimosis, atau pendarahan luas akibat trombositopenia,
dan ruam. Ruam mungkin merupakan bintik-bintik halus ; makulopapular
difus ; lentikuler, macula merah-kebiruan tua, berbatas tegas ; dan papula
biru difus.
Ruam makuler mengakibatkan seluruh tubuh, termasuk telapak
tangan dan telapak kaki. Ikterus karena keterlibatan hati dengan T. gondii
dan/atau hemolisis, sianosis karena pneumonitis interstisial akibat infeksi
kogenital ini, dan edema akibat miokarditis atau sindrom nefrotik mungkin
ditemui. Ikterus dan hiperbilirubinemia terkonjugasi dapat menetap selam
berbulan-bulan.
b. Tanda-tanda sistemik
Dua puluh lima hingga lebih dari 50% bayi dengan penyakit yang
tampak secara klinis pada saat lahir, dilahirkan secara premature. Skor
apgar rendah juga biasa. Retardasi pertumbuhan intrauterine dan
ketidakstabilan pengaturan suhu dapat terjadi. Manifestasi sistemik lain
meliputi limfadenopati ; hepatosplenomegali ; tanda-tanda miokarditis,
pneumonitis, dan sindrom nefrotik ; muntah ; diare ; dan masalah makan.
c. Kelainan endokrin
Kelainan endokrin dapat terjadi akibat keterlibatan hypothalamus
atau pituitary atau keterlibatan organ akhir (end-organ). Yang berikut ini
telah dilaporkan. Miksedema, hipernatremia persisten dengan diabetes
insipidus vasopressin-sensitif tanpa poliuria dan polidipsia, seksual
prekoks, dan hipopituitarisme anterior sebagian.
d. Sistem saraf sentral
Manifestasi neurologis toksoplasmosis congenital bervariasi dari
ensefalopati masih akut ke sindrom neurologis yang tidak kentara.
Toxoplasmosis harus dipikirkan sebagai penyebab setiap penyakit
neurologis yang tidak terdiagnosis pada anak dibawah umur 1 tahun,
terutama jika ada lesi retina.
Hidrosefalus mungkin merupakan satu-satunya manifestasi
neurologist klinis toksoplasmosis congenital dan mungkin terkompensasi
atau memerlukan koreksi dengan pemasangan shunt. Hidrosefalus
mungkin muncul pada masa perinatal, berkembang sesudah masa
perinatal, atau jarang, muncul dikemudian hari. Pola kejang-kejang
berubah-ubah (protean) dan meliputi kejang motorik fokal, kejang-kejang
petit mal dan grand mal, otot menyentak-nyentak (twitching), opistotonus
dan hipsaritmia (yang dapat sembuh dengan terapi hormon
adrenokortikotropik {ACTH}). Keterlibatan spinal mungkin
dimanifestasikan oleh paralysis tungkai, kesukaran dalam menelan, dan
distress pernapasan. Mikrosefali biasanya menggambarkan kerusakan
otak yang berat, tetapi beberapa anak dengan mikrosefali karena
toksoplamisis congenital yang telah diobati tampak berfungsi secara
normal pada umur tahun-tahun pertama toksoplamisis congenital yang
tidak diobati yang bergejala pada umur 1 tahun, dapat menyebabkan
pengurangan yang banyak pada fungsi kognitif dan keterlambatan
perkembangan. Gangguan intelektual juga terjadi pada beberapa anak
dengan infeksi subklinis walaupun dilakukan pengobatan dengan
primentamin dan sulfonamid selama 1 bulan. Kejang-kejang dan cacat
motorik fokal dapat menjadi nyata setelah masa neonatus, walaupun
infeksi pada saat lahir subklinis.
e. Mata
Hampir pada semua individu dengan infeksi congenital yang tidak
di obati akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan sekitar
50% akan menderita gangguan penglihatan berat T. gondii menyebabkan
retinitis nekrotisasi setempat pada individu dengan infeksi congenital.
Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan retina. Setiap bagian retina
dapat terlibat, unilateral atau bilateral, termasuk macula. Saraf optikus
mungkin terlibat, dan lesi toksoplasma yang melibatkan proyeksi jalur
visual dalam otak atau korteks visual juga menyebabkan gangguan
penglihatan. Dalam kaitannya dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior
dapat sangat meradang, menyebabkan eritema pada mata luar. Penemuan
okuler lain meliputi sel dan protein dalam ruangan anterior (kamera okuli
anterior), endapan keratin luas, sinekia posterior, nodulus pada irisdan
pembentukan neovaskuler pada permukaan iris, kadang-kadang disertai
dengan kenaikan tekanan intraokuler dan perkembangan glaucoma. Otot-
otot ekstraokuler dapat juga terlihat secara langsung, bermanifetasi sebagai
strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan mikro – oftalmia.
f. Telinga
Kehilangan pendengaran sensorineural, baik ringan maupun berat,
dapat terjadi. Belum diketahui apakah keadaan ini merupakan gangguan
statis atau progresif.
2. Rubella
Ketika rubella terjadi pada wanita hamil, dapat terjadi sindrom rubella
bawaan, yang potensial menimbulkan kerusakan pada janin yang sedang
tumbuh. Anak yang terkena rubella sebelum dilahirkan beresiko tinggi
mengalami keterlambatan pertumbuhan, keterlambatan mental, kesalahan
bentuk jantung dan mata, tuli, dan kelainan pada organ hati, limpa dan
sumsum tulang.
Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi
pada trisemester I. mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin,
dan menetap dalam kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin
sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain. Infeksi ibu pada
trisemester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ.
Menetapnya virus dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat
menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia
hemolitika dengan hematopoiesis ekstra meduler, hepatitis, nefritis
interstitial, ensefalitis, pankreatitis interstitial dan osteomielitis.
Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :
a. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu :
i. Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila
infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini
dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.
ii. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup
pulmonal.
iii. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang
berdiri sendiri.
iv. Retardasimental dan beberapa kelainan lain antara
lain:\Purpura trombositopeni (Blueberry muffin rash)
v. Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan
lain-lain
b. Extended – sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy,
retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang,
ikterus dan gangguan imunologi (hipogamaglobulin).
c. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan
Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang
baru muncul bertahun-tahun kemudian.
3. Cytomegalovirus (CMV)
Transmisi dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, Infeksi
pada kehamilan sebelum 16 minggu dapat mengakibatkan kelainan
kongenital berat. Gejala klinik infeksi CMV pada bayi baru lahir jarang
ditemukan. Dari hasil pemeriksaan virologis, CMV hanya didapat 5-10%
dari seluruh kasus infeksi kongenital CMV. Kasus infeksi kongenital CMV
hanya 30-40% saja yang disertai persalinan prematur. Dari semua yang
prematur setengahnya disertai Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). 10%
dari janin yang menunjukkan tanda-tanda infeksi kongenital mati dalam dua
minggu pertama. infeksi kongenital pada anak baru lahir jelas gejalanya.
Gejala infeksi pada bayi baru lahir bermacam-macam, dari yang tanpa
gejala apa pun sampai berupa demam, kuning (jaundice), gangguan paru,
pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati dan limpa, bintik merah di
sekujur tubuh, serta hambatan perkembangan otak (microcephaly). Hal ini
bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental bahkan kematian. Tetapi ada
juga yang baru tampak gejalanya pada masa pertumbuhan dengan
memperlihatkan gangguan neurologis, mental, ketulian dan visual.
Komplikasi yang dapat muncul pada infeksi CMV antara lain:
a. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) antara lain:
meningoencephalitis, kalsifikasi, mikrosefali, gangguan migrasi
neuronal, kista matriks germinal, ventriculomegaly dan hypoplasia
cerebellar). Penyakit SSP biasanya menunjukan gejala dan tanda
berupa: kelesuan, hypotonia, kejang, dan pendengaran defisit.
b. Kelainan pada mata meliputi korioretinitis, neuritis optik, katarak,
koloboma, dan mikroftalmia.
c. Sensorineural hearing defisit (SNHD) atau kelainan pendengaran
dapat terjadi pada kelahiran, baik unilateral atau bilateral, atau dapat
terjadi kemudian pada masa kanak-kanak. Beberapa pasien memiliki
pendengaran normal untuk pertama 6 tahun hidup, tetapi mereka
kemudian dapat mengalami perubahan tiba-tiba atau terjadi gangguan
pendengaran. Di antara anak-anak dengan defisit pendengaran,
kerusakan lebih lanjut dari pendengaran terjadi pada 50%, dengan usia
rata-rata perkembangan pertama pada usia 18 bulan(kisaran usia 2-70
bulan). Gangguan pendengaran merupakan hasil dari replikasi virus
dalam telinga bagian dalam.
d. Hepatomegali dengan kadar bilirubin direk transaminase serum
meningkat. Secara patologis dijumpai kolangitis intralobar, kolestasis
obstruktif yang akan menetap selama masa anak. Inclusian dijumpai
pada sel kupffer dan epitel saluran empedu.
Bayi dengan infeksi CMV kongenital memiliki tingkat mortalitas 20-
30%. Kematian biasanya disebabkan disfungsi hati, perdarahan, dan
intravaskuler koagulopati atau infeksi bakteri sekunder.
4. Herpes
Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian
yang serius, karna melalui plasenta virus dapat sampai ke sirkulasi fetal
serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi
neonatus mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup,
menderita cacat neurologik atau kelainan pada mata.
Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis,
keratokonjungtivis, atau hepatitis; disamping itu dapat juga timbul lesi pada
kulit. Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus secara seksio
Caesaria, bila pada saat melahirkan sang ibu menderita infeksi ini. Tindakan
ini sebaiknya dilakukan sebelum ketubah pecah atau paling lambat enam
jam setelah ketuban pecah.
Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi abortus;
sedangkan bila pada trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi
transmisi pada saat intrapartum.
Infeksi herpes neonatus hampir selalu simtomatik. Angka mortalitas
keseluruhan pada penyakit yang tidak diobati adalah 50%. Bayi dengan
herpes neonatus terdiri dari tiga katagori penyakit : (1) lesi setempat di kulit,
mata dan mulut; (2) ensefalitis dengan atau tanpa terkenanya kulit setempat;
(3) penyakit diseminata yang mengenai banyak organ, termasuk sistem saraf
pusat. Prognosis terburuk (angka mortalitas sekitar 80%) terdapat pada bayi
dengan infeksi diseminata; banyak diantaranya mengalami ensefalitis.
Penyebab kematian bayi dengan penyakit diseminata biasanya pneumonitis
virus atau koagulopati intravaskular. Banyak yang selamat dari infeksi berat
dapat hidup dengan gangguan neurologi menetap (Thapliyal N et al, 2005).
BAB III
SIMPULAN

Respiratory distress syndrome pada neonatus dapat disebabkan oleh


banyak hal. Dalam skenario ini, ketuban pecah dini merupakan penyebab utama
dari penyakit yang diderita neonatus. Ketuban pecah dini selain menjadi faktor
risiko terjadinya infeksi asenden, juga menyebabkan penurunan jumlah cairan
amnion atau disebut oligohidramnion. Kondisi tersebut menyebabkan supresi
pada vena umbilicalis, sehingga aliran oksigen satu-satunya pada fetus terhambat,
berujung pada kondisi asfiksia fetalis. Kondisi ini mengakibatkan respiratory
distress saat fetus keluar dari uterus atau saat dilahirkan. Berbagai tahapan
resusitasi dapat dilakukan guna mengembalikan fungsi pernapasan bayi secepat
mungkin. Perbaikan kondisi neonatus dapat dipantau dengan APGAR score.
BAB IV
SARAN

1. Dalam diskusi tutorial ini, mahasiswa sudah cukup aktif. Namun, masih
kurang dalam penelusuran literature yang valid.
2. Tutor sudah baik dalam menjaga situasi diskusi dan juga dalam
mengarahkan mahasiwa agar tetap dalam koridor yang tepat saat diskusi,
sehingga tujuan pembelajaran (learning objective) yang telah ditetapkan
dapat tercapai.
3. Suasana tutorial di mana mahasiswa saling bertanya, menjawab, dan
menanggapi sangat membangun keefektifan diskusi tutorial, dan sangat
mendukung tercapainya tujuan pembelajaran (learning objective).
DAFTAR PUSTAKA

Bickley, L.S. 2003. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat kesehatan
Edisi 8. EGC : Jakarta.

BKKBN. 2007. Hindari Kehamilan 4 Terlalu. Jakarta: BKKBN.

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2010. Pelayanan Kesehatan


Neonatal Esensial: Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar.
Kementrian Kesehatan:Jakarta.

Guyton, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC : Jakarta.

M. Sholeh Kosim. 2010. Pemeriksaan Kekeruhan Air Ketuban. Sari Pediatri,


Vol. 11, No. 5, Februari 2010, Halaman 379-380

Manuaba. 2008. Patologi Obstetri. Jakarta: EGC

Nelson, Marcdante, K.J., et al.. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial,
edisi keenam. Singapore:Elsevier Saunders.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta P.T Bina


Pustaka Sarwono Prawirihardjo

Rochjati, P. 2003. Pengenalan Faktor Resiko. Surabaya: Airlangga University


Press.

Saifudin A.B, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Siahaan, N. 2010. Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Resiko 4T di


Klinik Bersalin Sally Medan Tahun 2010. Bidan Pendidik. Universitas
Sumatera Utara.

Silbernagl, S., Lang, F.. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta:EGC
Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Thapliyal N, Jain G, Pandey G, 2005. The Practising Doctor. Indian J for


Practising Doctor.Vol.1.No.4,pp:14-18.

Tim Adaptasi Indonesia. 200., Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah


Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/ WHO ; Alihbahasa. WHO
Indonesia:Jakarta.

Watts KD, Goodman DM. Wheezing, bronchiolitis, and bronchitis. In:


Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, eds. Nelson
Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier;
2011:chap 383.

Anda mungkin juga menyukai