Seorang pasien, wanita 40 tahun mengeluh timbul bercak putih di punggung. Pada
pemeriksaan ditemukan : jumlah bercak 6, ukuran besar, distribusi bilateral asimetris,
konsistensi kering dan kasar, batas tegas, dan mati rasa pada bagian bercak putih tersebut.
Pertanyaan :
Jawaban :
1. DIAGNOSA
Menurut kelompok kami didapatkan hasil diagnosa dari kasus diatas adalah penyakit
kusta. Kusta merupakan penyakit infeksi kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium
leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan
mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian juga dapat ke organ lain kecuali susunan
saraf pusat. Tanda-tanda seseorang menderita kusta pada kasus diatas antara lain, kulit
mengalami bercak putih seperti panu yang semakin lama semakin lebar dan banyak, dan
adanya mati rasa karena kerusakan pada saraf tepi. Gejala lainnya seperti ada bintil-bintil
kemerahan yang tersebar pada kulit, ada bagian tubuh tidak berkeringat, muka benjol-benjol
dan tegang (facies leomina) dan rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka.1,2
EPIDEMIOLOGI
Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar di seluruh
dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut.
Di indonesia penderita anak-anak di bawah usia 14 tahun didapatkan ±13%, tetapi anak
dibawah usia 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok usia antara
25-35 tahun. Kusta terdapat di seluruh dunia, terutama di Asia, Afrika, Amerika Latin, daerah
tropis dan subtropis, serta masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah. Di Indonesia
jumlah kasus kusta yang tercatat permulaan tahun 2009 adalah 21.538 orang dengan kasus
baru tahun 2008 sebanyak 17.441 orang. 1
ETIOLOGI
PATOGENESIS
Mekanisme dari penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa
tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium leprae terkena kusta, iklim,
diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik juga ikut berperan. Belum diketahui pula
mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Penyakit kusta dipercaya
dapat menular karena kontak antara orang yang terinfeksi dengan yang sehat.
Pada tahun 1960 Shepard berhasil menginokulasikan M. leprae pada kaki mencit, dan
berkembang biak di sekitar tanpa suntikan. Dari berbagai spesimen, bentuk lesi maupun
negara asal penderita, ternyata tidak ada perbedaan spesies. Agar dapat tumbuh diperlukan
jumlah minimum M. leprae yang disuntikan dan jika melampaui jumlah maksimum bukan
berarti meningkatkan perkembangbiakan. Inokulasi pada mencit yang telah diambil timusnya
dengan diikuti radiasi 900 r, sehingga kehilangan keseluruhan respon imun, akan
menghasilkan granuloma penuh kuman terutama di bagian tubuh relatif dingin seperti hidung,
cuping telinga, kaki dan ekor. Sebenarnya M. leprae memiliki patogenitas dan daya invasi
yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu
memberikan gejala yang lebih berat, begitupun sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat
infeksi dan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda-beda. Oleh
karena itu penyakit kusta dapat di sebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih
sebanding dengan tingkat reaksi selularnya dibandingkan dengan intensitas infeksinya. 1
2. TERAPI FARMAKOLOGI
Obat antikusta yang banyak dipakai pada saat ini adalah DDS (Diaminodifenil sulfon),
klofazimin, dan rifampisin. Pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat antibiotok lain
untuk pengobatan alternatif yaitu, ofloksasin, minosiklin, dan klaritromisin. Sejak tahun 1971
untuk mencegah resistensi dapat menggunakan Multi Drug Treatment (MDT).1
Diaminodifenil 50-100 mg/hari selama Tab 50, 100 mg Nyeri kepala, erupsi obat,
sulfon (DDS) 3-6 bulan (dewasa) anemia hemolitik,
1-2 mg/hari (anak-anak) leukopenia, insomnia,
neuropati perifer,
sindrom DDS, hepatitis,
hipoalbuminea, dan
methemoglobinemia.
Mekanisme kerja :
DDS (dapsone) → menghambat kemotaksis netrofil pada daerah terjadinya
peradangan.
OBAT ALTERNATIF
Berdasarkan dari panduan World Health Organization (WHO), terapi yang diberikan
pada penyakit kusta adalah farmakoterapi menggunakan obat kombinasi atau multidrug
therapy (MDT). Kombinasi DDS, rumpafisin, dan klofazimin merupakan kombinasi terbaik
untuk terapi farmakologi penyakit kusta. Karena pemberian monoterapi bisa mengakibatkan
resisten dari Mycobacterium leprae terutama monoterapi dapsone. WHO juga menjelaskan
bahwa obat kombinasi ini dapat digunakan untuk terapi pada kusta multibasilaris, maupun
pausibasilaris yang sudah dibuktikan dengan beberapa aplikasi kontol kusta pada kondisi
yang berbeda-beda sejak 1982. Kombinasi ini tidak hanya menyembuhkan kusta tetapi juga
sangat hemat biaya. Indikator yang paling penting dalam keefektifan obat kombinasi ini yaitu
tingkat kekambuhannya sangat rendah rata-rata 0,1% per tahun untuk PB dan 0,06% pertahun
untuk MB, selain dari itu efek sampingnya juga rendah sehingga memungkinkan untuk
pasien dengan kondisi yang berbeda-beda.4
MDT untuk multibasilar (BB, BL, LL, atau semua tipe dengan BTA positif) adalah
MDT untuk pausibasilar (I, TT, BT, dengan BTA negatif) adalah
Pada penelitian yang dilakukan di Brazil dengan menggunakan WHO-MDT ini ditemukan
bahwa dari 368 pasien yang melakukan pengobatan dengan pengawasan pada masa studi
kasus selama 12 bulan, 103 pasien dinyatakan sembuh setelah menjalano terapi 7 orang
meninggal, 5 pasien dipindahkan ke tempat lain untuk mendapatkan layanan kesehatan, 73
tidak datang saat pemeriksaan tahunan, dan 180 pasien tidak datang pada pemeriksaan akhir.
Pada observasi akhir didapatkan sekitar 40% dari pasien mengalami pemburukan disabilitas
fisik.4,5
4. PENULISAN RESEP
S. 1 dd tab 1 ƪ
R/ Dapsone tab 100 mg tab no. XXX
S. 1 dd tab 1 ƪ
R/ Klofazimin caps 50 mg tab no. XXX
S. 1 dd 1 d. C ƪ
ᶴ
Pro : Wanita
Usia : 40 tahun
DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi, Sri Linuwih SW. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Cetakan 4.
Jakarta: FKUI
5. Sales, Anne Maria; Campos, Daise Pereira; Hacker, Mariana Andera. 2013. Progression
of leprosy disability after dischange: is multidrug therapy enough?. Brazil : Tropical
Medicine and International Health. Vol. 18 NO. 9: 1145-1153