Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

Closed Fracture Radius Distal Dextra

Disusun dalam rangka memenuhi tugas Dokter Internsip di RSUD BudhiAsih, Jakarta

Disusun oleh:

dr. Risa Anggia

Dokter Internsip Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih, Jakarta

Periode 10 Juni 2019 ─ 6 Oktober 2019

Pembimbing:

dr. M. Aulia Herdiyana Sp.OT

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


ANGKATAN KE I TAHUN 2019
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
BPPSDM KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA 2019
DAFTAR ISI

BAB I....................................................................................................................2

PENDAHULUAN................................................................................................2

BAB II..................................................................................................................3

LAPORAN KASUS.............................................................................................3

1. Identitas Pasien........................................................................................3

2. Anamnesa.................................................................................................4

3. Pemeriksaan Fisik......................................................................................5

4. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................9

5. Diagnosis..................................................................................................11

6. Penatalaksanaan.......................................................................................12

7. Prognosis..................................................................................................12

8. Pemantauan di ruang rawat inap..............................................................12

BAB III...............................................................................................................15

TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................15

BAB IV...............................................................................................................34

ANALISA KASUS.............................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan gangguan


kontinuitas jaringan tulang, edema disekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
rupture tendon, kerusakan jaringan saraf dan pembuluh darah. Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma atau aktifitas fisik dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan 16.000 orang
mengalami kematian akibat kecelakaan. Angka mortalitas pada trauma
diperkirakan 50-60% dalam satu jam pertama sehingga penilaian cedera yang
cepat dapat mengurangi angka mortalitas pada periode awal setelah cedera.2
Berdasarkan RISKESDAS 2013, prevalensi cedera secara nasional adalah
8,2 %. Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda
motor (40,6%). Prevalensi cedera di DKI Jakarta adalah sebesar 9,7% dengan
penyebab tersering adalah kecelakaan sepeda motor dengan prevalensi 44,7%.
Prevalensi patah tulang di DKI Jakarta adalah sebesar 5,7%.3
Fraktur radius distal merupakan salah satu fraktur yang paling sering
terjadi di ekstremitas atas manusia.4 Fraktur ini merupakan 1 dari 6 kejadian
fraktur yang sering di tangani di Unit Gawat Darurat (UGD).5
Fraktur distal radius terutama fraktur colles lebih sering ditemui pada
pasien berusia diatas 50 tahun dan juga wanita, Hal tersebut berhubungan dengan
berkurangnya kepadatan tulang mengakibatkan tulang menjadi lebih lemah dan
rawan mengalami fraktur. Di Amerika Serikat, insidensinya 643.000 per
tahunnya.6 Pada pasien dengan usia kurang dari 50 tahun, insidensinya antara pria
dan wanita kurang lebih sama dengan 60% diantaranya merupakan fraktur colles.7
Terapi utama untuk fraktur radius distal terdiri atas terapi operatif dan non
operatif. Terapi non operatif meliputi reduksi tertutup dan casting, sementara
terapi operatif terdiri dari eksternal fiksasi, internal fiksasi dan reduksi terbuka,
dan beberapa terapi lainya.8 Pilihan operatif juga merupakan salah satu cara untuk
mengembalikan fungsi gerak dari ekstremitas.1

2
BAB II
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. IC
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 45 tahun 10 bulan
Alamat : Jalan Sawo Kecik I no:33, Tebet
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 07 Agustus 2019
Tanggal Pemeriksaan : 08 Agustus 2019
Tanggal Keluar RS : 10 Agustus 2019
DPJP : dr. M. Aulia Herdiyana Sp.OT
No. Rekam Medik : 01171403

2. Anamnesa
Data diperoleh secara autoanamnesis pada tanggal 08 Agustus 2019
a. Keluhan Utama
Nyeri pada pergelangan tangan kanan sejak 1 bulan yang lalu

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien kiriman poli bedah RSUD budhi asih dirawat dengan keluhan pergelangan
tangan kanan nyeri dan sulit digerakkan, keluhan mulai dirasakan pasien setelah
terpeleset di lantai rumah saat keluar dari kamar mandi pada tanggal 3 juli 2019
sekitar pukul 06.00. Pasien terjatuh dengan posisi miring dan tangan kanan
menumpu tubuh. Saat jatuh Pasien dalam keadaan sadar penuh, kepala dan bagian
tubuh lain tidak ada yang terbentur. Keluhan mual, muntah, mati rasa pada
ekstremitas, penglihatan kabur, pusing, maupun riwayat pingsan setelah kejadian
disangkal oleh pasien.
Pasien ditolong oleh anggota keluarga dirumah, dan pasien dibawa ke trapis
tradisional, Setelah itu pasien merasa tidak membaik. Esoknya pasien pergi ke
klinik umum. Tidak dilakukan pemeriksaan rontgen saat itu, pasien mengaku
hanya mendapatkan obat-obatan, termasuk obat anti nyeri untuk beberapa hari

3
(pasien lupa nama obat). Setelah minum obat pasien membaik, namun ketika obat
sudah habis, nyerinya terasa kembali, pergelangan tangan lebih bengkak dari
sebelumnya, dan makin nyeri jika digerakkan. Pada tanggal 06 agustus 2019
pasien pergi ke RSUD budhi asih dan setelah di rontgen ditemukan tulang
dibagian pergelangan tangan patah dan disarankan untuk operasi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma dan operasi sebelumnya disangkal, riwayat hipertensi, penyakit
jantung, diabetes, asma, keganasan, maupun riwayat alergi disangkal oleh pasien.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki Penyakit hipertensi, jantung, diabetes,
asma. maupun keganasan dalam keluarga disangkal.
e. Riwayat pengobatan
Pasien sebelumnya sudah menjalani terapi traditional namun tidak membaik,
pasien juga sudah ke klinik dan diberi obat analgetik. Riwayat alergi obat-obatan
disangkal oleh pasien.
f. Riwayat kebiasaan pribadi
Pasien mengaku merupakan seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari
mengerjakan pekerjaan rumah. Pasien jarang berolahraga. Kebiasaan merokok
atau minum alkohol disangkal
g. Latar belakang Sosial dan Pekerjaan
Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga

3. Pemeriksaan Fisik
PRIMARY SURVEY
A : Airway clear paten, bicara (+), gargling (-), snoring (-).
B : RR : 20 x/menit, nafas adekuat.
C : TD : 120/70 mmHg, HR : 68 x/menit.
D : GCS E4 M6 V5 : 15, Pupil isokor diameter 3 mm, RCL (+/+),
RCTL (+/+).
E : Pada status lokalis.

STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tenang
b. Tinggi Badan : 156 cm
c. Berat Badan : 55 kg
d. IMT : 22,63

4
e. Kesan Gizi : Baik
f. Kesadaran : Composmentis
g. Cara Berjalan : Tidak dapat dinilai
h. Vital sign : TD : 120 / 70mmHg
R : 20 x / menit
N : 68 x / menit
S : 36,8 ºC
Sp 02 : 99%
i. Bahasa / Bicara : Komunikasi verbal : Afasia (-), disartria (-)
Komunikasi non-verbal : Kontak (+)
j. Status Psikis : Sikap : Kooperatif
Perhatian : Wajar
Ekspresi wajah : Wajar
Kontak Psikis : Ada
k. Status Generalis
 Kulit
Warna kulit kuning langsat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik.
 Kepala
Simetris, normocephali, rambut hitam distribusi merata tidak mudah dicabut, tidak
terdapat jejas maupun hematoma.
 Mata
Bentuk normal, simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, refleks cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+),
 Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum deviasi (-), konka hipertrofi (-/-),
konka hiperemis (-/-), discharge (-/-).
 Telinga
Simetris, normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, sekret (-/-), discharge
(-/-), serumen (+/+), membrane timpani utuh intak, benda asing (-/-).
 Mulut
Bibir sianosis (-), luka (-), hematom (-), mukosa baik, coated tongue (-), trismus
(-), gigi geligi utuh, caries dentis (+), oral hygiene sedang, tonsil (T1-T1 tenang),
faring hiperemis (-).
 Leher
Inspeksi : Jejas (-), oedem (-), hematom (-)
Palpasi : Deviasi trakea (-), KGB dan kelenjar tiroid tidak
membesar, tidak ada massa, nyeri tekan (-), JVP 5+2 cmH2O.
 Thorax

5
Inspeksi : bentuk simetris saat statis maupun dinamis, jejas
(-), retraksi sela iga (-), gerak nafas yang tertinggal (-)
Palpasi : nyeri tekan costae (-), krepitasi pada bagian anterior costae (-), vocal
fremitus simetris.
Perkusi : Paru-paru  Sonor di seluruh lapang paru, batas
paru hepar di ICS V midclavicula dextra peranjakan (+) 2cm.
Jantung  Batas atas ICS III linea parastrenal sinistra, batas kanan ICS IV linea
parasternal dextra, batas kiri ICS VI 1 cm medial linea midclavicula sinistra.
Auskultasi : Paru  Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung  BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen
Inspeksi : Datar, sagging of the flanks (-), dilatasi vena (-), jejas (-).
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan/lepas(-), defans
mucular (-), massa (-), hepar/lien tak teraba, nyeri ketok CVA(-).
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal. Refleks dinding perut baik.

 Ekstremitas
Ekstremitas atas Kanan Kiri

Otot massa Eutrofi Eutrofi


Tonus Normotonus Normotonus
Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan Terbatas Aktif
Kekuatan 2 5
Oedem ada Tidak ada
Luka Tidak ada Tidak ada

Ekstremitas bawah Kanan Kiri

Otot massa Eutrofi Eutrofi


Tonus Normotonus Normotonus
Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

6
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5 5
Oedem Tidak Ada Tidak Ada
Luka Tidak ada Tidak ada

SECONDARY SURVEY
“Status Lokalis Regio Wrist Dextra”
Look :
o Ekskoriasi (-)
o Deformitas (+)
o Swelling (+)
o Jejas (-)
o Tanda radang akut (-)
o Tak tampak sianosis pada bagian distal lesi
o ROM terbatas
o Skala nyeri 4
Feel :
o Nyeri tekan setempat (+)
o Sensibilitas baik
o Suhu rabaan hangat
o Krepitasi tidak dilakukan
o Capillary Refill Time < 2 detik (normal)
o Pulsasi arteri radialis teraba
Move :
o Gerakan aktif dan pasif terhambat.
o ROM terbatas baik aktif maupun pasif.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: Tanggal 06 Agustus 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 11.8 11.7- 15.5 g/dl
Hematokrit 33 35 - 47 %
Eritrosit 3.8 3.8 – 5.2 juta/µL
Leukosit 6.1 3600-11.000/µL
Trombosit 282 150000-440000/µL
LED 40 0-30 mm/jam
MCV 86.6 80-100 fL

7
MCH 31.1 26-34 pg
MCHC 35.9 32-36 g/dl
RDW 12.3 < 14 %

Faal Hemostasis
PT 12.7 12-17 detik
APTT 31.8 20-40 detik
Kimia Klinik
AST/SGOT 15 < 27 mU/dL
ALT/SGPT 16 < 34 mU/dL
Metabolisme Karbohidrat
GDS 81 < 110 mg/dL
Ginjal
Ur 19 13-43 mg/dL
Cr 0.66 <1.1 mg/dL
Elektrolit Serum
Na 144 135-155 mmol/L
K 3.9 3.6-5.5 mmol/L
Cl 103 98-109 mmol/L
Imunoserologi
Anti HIV
Rapid Test Non reaktif Non reaktif
Hepatitis
HbsAG kualitatif Non reaktif Non reaktif

Laboratorium: Tanggal 09 Agustus 2019


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 12.2 11.7- 15.5 g/dl
Hematokrit 34 35 - 47 %
Eritrosit 3.9 3.8 – 5.2 juta/µL
Leukosit 7.8 3600-11.000/µL
Trombosit 295 150000-440000/µL
MCV 87.4 80-100 fL
MCH 31.3 26-34 pg
MCHC 35.8 32-36 g/dl
RDW 12.2 < 14 %

a. Rontgen X-Ray Wrist Dextra

8
(31-07-2019)

Kesan:
Fraktur metafisis os radius distal dextra dengan fragmen kearah
dorsal, Et processus styloideus ulna tidak terdapat destruksi tulang

b. Rontgen X-Ray Wrist Dextra Post ORIF


(09-08-2019)

Kesan:
Terpasang plate narrow pada 1/3 distal os radius, skeletal
kedudukan dan bentuk tulang-tulang baik

C. Rontgent X-ray Thorax:

9
Kesan:
Cor normal, tak terlihat gambaran proses aktif atau maligunancy di
paru
5. Diagnosis
 Closed Fracture os radius distal dextra
 Dislokasi Head Ulna
6. Penatalaksanaan
 Konsultasi SpOT
 Pemasangan IV line Asering/12 jam
 Adalat oros 1x20mg
 Concor 1x2.5 mg
 Ceftriaxone 1gr/12 jam (IV)
 Keteroloac 1amp/8 jam (IV)
 Ranitidin 50mg Amp/12 jam (IV)
o Pro ORIF ( Op Elektif jumat 9 agustus 2019)
o Persiapan Op (Konsultasi anestesi, resep alat, cek lab, puasa
pukul 02.00, AB profilaksis)
7. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam

10
8. Pemantauan di ruang rawat inap
07 Agustus 2019
S O A P

Pasien KU:TSS - Frakture distal os -IVFD: Asering/12 jam


mengatakan Kes: CM Radius dextra ceftriaxone 1gr/12 jam
pergelangan TD: 130/70 mmHg ketorolac 30 mg/8 jam
tangan kanan Nadi:70 x/menit -ranitidin 50mg/12 jam
masih terasa RR: 20 x/mnt -Pro ORIF distal radius +
sakit dan sulit Suhu: 36.8⁰C transfixing ulna
digerakan SaO2: 98%
GCS E4V5M6
Regio wrist
Dextra:
Look: deformitas
(+)ekskoriasi (-)
Feel: Krepitasi (-)
Nyeri tekan (+)
Pulsas arteri
radialis teraba.
Move: ROM aktif
Terbatas

08 Agustus 2019
S O A P

Pasien KU:TSS Frakture distal ar -IVFD: Asering/12 jam


mengeluh Kes: CM Radius dextra -Pro ORIF distal radius +
tangan kanan TD: 113/79 mmHg Dislokasi ulna transfixing ulna
nyeri dan tidak Nadi:76 x/menit head (Jumat 9 agustus 2019)
bias ditekuk RR: 20 x/mnt -Konsul Sp.JP
Suhu: 36.6⁰C Adalat oros 1x20mg
SaO2: 98% -concor 1x2,5mg
GCS E4V5M6 ACC operasi
Regio wrist -Konsul Sp.PD
Dextra: ACC operasi
Look: deformitas -Konsul Sp.An
(+)ekskoriasi (-) belum dijawab
Feel: Krepitasi (-)
Nyeri tekan (+)
Pulsas arteri
radialis teraba.
Move: ROM aktif
Terbatas

11
09 Agustus 2019
S O A P

Pasien KU:TSS Frakture distal os IVFD: Asering/12 jam


mengatakan Kes: CM Radius dextra Pro ORIF HARI INI
pergelangan TD: 120/70 mmHg R/ Ketorolac inj 3 x 30 mg
tangan kanan Nadi:84 x/menit R/ Ranitidin inj 2 x 50 mg
masih terasa RR: 20 x/mnt R/ Ceftriaxone 2 gr Pre-OP
sakit dan sulit Suhu: 37.0⁰C
digerakan SaO2: 98% INSTRUKSI POST OP:
GCS E4V5M6 Awasi tanda perdarahan &
Regio wrist sindrom kompartemen
Dextra: Medikamentosa:
Look: deformitas -Ceftriaxone inj 2 x 1 gr
(+)ekskoriasi (-) -Ranitidin inj 2 x 50 mg
Feel: Krepitasi (-) X-ray wrist dextra
Nyeri tekan (+) Cek DPL bila Hb ≤ 10 mg/dl 
Pulsas arteri transfusi PRC
radialis teraba. DC (+), PPOD (+)
Move: ROM aktif
Terbatas

Hasil Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium 09-08-2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi Lengkap
Hemoglobin 12.2 13.2 - 17.3 g/dl
Hematokrit 34 40 - 52 %
Eritrosit 3.9 4.4 – 5.9 juta/µL
Leukosit 7.8 3600-11.000/µL
Trombosit 295 150000-440000/µL

X-Ray wrist dextra : Kesan

Terpasang plate narrow pada 1/3 distal os radius, skeletal kedudukan dan bentuk
tulang-tulang baik

10 Agustus 2019

12
S O A P

Masih sedikit KU:TSS Post ORIF distal -IVFD: Asering/12 jam


nyeri di bagian Kes: CM radius dextra ceftriaxone 1gr/12 jam
bekas operasi. TD: 128/76 mmHg ketorolac 30 mg/8 jam
Pasien merasah Nadi: 70 x/menit -ranitidin 50mg/12 jam
lebih membaik RR: 18 x/mnt
dari Suhu: 36.4⁰C Rawat jalan
sebelumnya SaO2: 99% Kontrol poli rabu (14-08-19)
GCS E4V5M6
Regio wrist Terapi pulang:
Dextra: Cefixime 2x200mg
Look: deformitas Meloxicam 2x1 tab
(+), swelling (+), -
ekskoriasi (-)
Feel: Krepitasi (-)
Nyeri tekan (+)
Pulsas arteri
radialis teraba.
Move: ROM aktif
Terbatas

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI

Antebrakhii distal atau sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya kira-
kira 1,5-2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemukan bagian distal tulang
radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan
tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan

13
permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon ekstensor. Bagian volarnya
cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi lateral radius distal
memanjang ke bawah membentuk prosessus styloideus radius dengan posisi yang
lebih rendah dari prossesus styloideus ulna. Bagian ini merupakan tempat insersi
otot brakhioradialis.9
Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan
sendi radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas
permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen
antara lain:9
1. Ligamentum carpal volar (yang paling kuat)
2. Ligamentum carpal dorsal
3. Ligamentum carpal dorsal dan volar
4. Ligamentum collateral
Sendi radioulnar distal adalah sendi antara cavum sigmoid radius (yang
terletak pada bagian radius) dengan ulna. Pada permukaan sendi ini terdapat
fibrocartilage triangular dengan basis melekat pada permukaan inferior radius
dan puncaknya pada prosesus styloideus ulna. Sendi ini membantu gerakan
pronasi dan supinasi lengan bawah, dimana dalam keadaan normal gerakan ini
membutuhkan kedudukan sumbun radioulnar proksimal dan distal dalam keadaan
coaxial.9
Adapun nilai maksimal rata-rata lingkup sendi dari pronasi dan supinasi
sebagai berikut :
a. Pronasi = 80-90o
b. Supinasi = 80-90o

Gambar 1 Gerakan supinasi pronasi pergelangan tangan4

14
Rata-rata gerakan maksimal pada pergelangan tangan adalah sebagai
berikut :
a. Fleksi = 60-85o
b. Ekstensi = 50-80o
c. Deviasi radial = 15-29o
d. Deviasi ulnar = 30-46o

Gambar 2 Gerakan-gerakan pada pergelangan tangan : A.Fleksi, B. Ekstensi, C.Deviasi


Ulnar, D.Deviasi Radial9

Gambar 3a.Sudut normal sendi Gambar 3b. Sudut normal yang


radiokarpal di bagian ventral (tampak dibentuk oleh ulna terhadap sendi
lateral)9 radiokarpal9

Sendi radiokarpal normalnya memiliki sudut 1 - 23 derajat pada bagian


palmar (ventral) seperti diperlihatkan pada gambar 1a. Fraktur yang
melibatkan angulasi ventral umumnya berhasil baik dalam fungsi, tidak

15
seperti fraktur yang melibatkan angulasi dorsal sendi radiokarpal yang
pemulihan fungsinya tidak begitu baik bila reduksinya tidak sempurna.
Gambar 1b memperlihatkan sudut normal yang dibentuk tulang ulna
terhadap sendi radiokarpal, yaitu 15 - 30 derajat. Evaluasi terhadap angulasi
penting dalam perawatan fraktur lengan bawah bagian distal, karena
kegagalan atau reduksi inkomplit yang tidak memperhitungkan angulasi
akan menyebabkan hambatan pada gerakan tangan oleh ulna.9

Gambar 4. Sendi radioulnar dextra posisi supinasi, T:Triquetrum; H:Hamatum;


L:Lunatum; S:Scaphoid; U:Ulna; UCL : Ulnocapitate ligament 10

Gambar 5. Palmar carpus of the left hand 10

3.2 Definisi Fraktur


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat berbentuk
pecahan atau retakan dari korteks, lebih sering keruskannya bersifat total dan
fragmen tulang terpisah11

16
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur
yang biasa terjadi pada pergelangan tangan. Fraktur radius distal
merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur pada dewasa. Abraham Colles
adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius distal pada tahun
1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles. Ini adalah fraktur yang
paling sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi berhubungan
dengan permulaan osteoporosis pasca menopause. Karena itu kebanyakan pasien
ialah wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang terentang. Biasanya
penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi
terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang
akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari
permukaan persendian pergelangan tangan. Fragmen bagian distal radius dapat
terjadi dislokasi ke arah dorsal maupun volar, radial dan supinasi. Gerakan ke arah
radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari prosesus styloideus ulna, sedangkan
dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah radial menyebabkan
subluksasi sendi radioulnar distal. 12

3.3 Epidemiologi
Fraktur distal radius terutama fraktur Colles adalah fraktur yang paling
umum dari ekstremitas atas. Secara umum insidennya berkisar 8 – 15% dari
seluruh fraktur yang mendapat terapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey
epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh
fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius.12
Lebih dari 450.000 terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Fraktur radius
distal mewakili sekitar seperenam dari semua patah tulang yang dirawat di bagian
gawat darurat. Fraktur radius distal ebih sering ditemukan pada wanita, dan seringnya
diatas usia 50 tahun. Insiden fraktur radius distal pada usia tua selalu berhubungan
dengan osteopenia dan naik dalam insiden dengan bertambahnya usia, hampir
secara paralel dengan peningkatan kejadian patah tulang pinggul. Fraktur radius
distal yang terjadi pada usia muda, disebabkan oleh trauma. Baik karena
kecelakaan lalu lintas ataupun terjatuh dari ketinggian. Berdasarkan jenis kelamin
pria dan wanita 1 berbanding 5.12

3.4 Proses Terjadinya Fraktur

17
Dalam bukunya Solomon et al. (2010) menyebutkan bahwa tulang,
umumnya rapuh, tetapi memiliki cukup kekuatan dan ketahanan untuk menahan
beban. Fraktur dapat terjadi karena trauma, stres yang berulang dan kelemahan
abnormal dari tulang. 11
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh gaya yang tiba – tiba atau
berlebihan, bisa merupakan gaya langsung atau tidak langsung. Dengan gaya
langsung tulang akan rusak pada daerah hantaman. Hantaman langsung ini
biasanya membagi tulang menjadi dua secara transversal. Gaya tidak langsung
akan membuat tulang rusak jauh pada daerah hantaman. Dengan hantaman seperti
ini bentuk fraktur dapat bervariasi seperti spiral, oblique fraktur, dan butterfly
fragmen.11
Stres fraktur adalah jenis fraktur dimana tulang tersebut mendapat tekanan
yang berulang – ulang serta berlebihan. Biasanya terjadi pada atlit, penari,
pasukan militer. Beban belebihan tersebut membuat terjadinya proses remodelling
tulang seperti yang dikatakan pada wolf law. Ketika beban tersebut diterima
dalam jangka waktu yang panjang serta berulang – ulang, proses resorbsi pada
tulang terjadi lebih cepat dari pada proses replacement yang menyebabkan ada
ruang untuk terjadinya fraktur. Masalah yang sama juga sering terjadi pada pasien
dengan penyakit inflamasi kronis yang rutin mengkonsumsi steroid.11
Fraktur patologis dapat terjadi pada beban yang normal jika tulang tersebut
sudah mengalami kelemahan karena adanya perubahan struktur. Perubahan
struktur pada tulang dapat dipicu oleh osteoprosis, osteogenesis imperfecta, serta
melaui lesi seperti bone cyst atau metastasis.11

3.5 Klasifikasi

Terdapat bermacam-macam klasifikasi fraktur radius distal (Gambar 6), di


antaranya klasifikasi menurut Gartland-Werley, Frykmann, Fernandez, Malone
dan klasifikasi menurut AO, namun yang paling sering digunakan adalah sistem
klasifikasi oleh Frykman. Frykmann membuat klasifikasi berdasarkan keterlibatan
radioulnar joint, radiocarpal joint, serta ada atau tidaknya fraktur styloid ulna.
Dalam sistem klasifikasi menurut Frykmann (Gambar 6), Fraktur Colles termasuk
dalam Tipe I dan II. Dimana terjadi fraktur distal radius ekstraartikular dengan
arah pergeseran fragmen distal ke dorsal. Berdasarkan sistem ini maka fraktur

18
Colles dibedakan menjadi:9

Tabel 1. Fraktur Colles Berdasarkan Klasifikasi Frykman


T
Fracture
type
i
Extra-articular radial fracture
I
i Extra-articular radial fracture with an ulnar
II fracture
I Intra-articular fracture of the radiocarpal joint
III without an ulnar fracture
I Intra-articular fracture of the radius with an
IV ulnar fracture
V
Fracture of the radioulnar joint
V
V Fracture into the radioulnar joint with an
VI ulnar fracture
V Intra-articular fracture involving radiocarpal
VII and radioulnar joints
V Intra-articular fracture involving radiocarpal
VIII and radioulnar joints with an ulnar fracture

19
Gambar 6. Klasifikasi dari Fraktur Colles17

Gambar 7. Mayo Clinic Classification radius distal fraktur:


Tipe 1: fraktur extraarticular (diluar sendi). Tipe 2, 3, 4: fraktur
intraarticular (pada sendi) dibedakan berdasarkan displacement (pergeseran)
dan kompleksitas fraktur

3.6 Proses Penyembuhan Fraktur


Proses penyembuhan fraktur dipengaruhi oleh jenis tulang yang
mengalami fraktur dan seberapa besar gerakan di tempat fraktur. Dapat dibedakan
menjadi penyembuhan dengan kalus dan penyembuhan dengan direct union. 11
Penyembuhan dengan kalus dapat disebut sebagai penyembuhan yang
alami pada tubular bone. Penyembuhan tipe ini dapat terjadi bila tidak ada fiksasi
yang kuat. Tahapan penyembuhan menurut Solomon et al. (2010) ini dibagi
menjadi 5 tahapan:
1. Penghancuran jaringan dan pembentukan hematoma

20
Terjadi penghancuran pembuluh darah dan hematom terbentuk disekitar
fraktur. Sehingga tulang pada fraktur kekurangan suplai darah dan hancur.
2. Inflamasi dan proliferasi sel
Dalam 8 jam terjadinya fraktur terjadi reaksi inflamasi akut dengan
perpindahan sel – sel inflamasi dan inisiasi sel – sel proliferasi dan diferensiasi
stem sel mesenkim yang berasal dari periosteum. Sel – sel tersebut masuk ke
canal medular dan mengelilingi otot. Pecahan fraktur dikelilingi sel – sel
jaringan dan membentuk kerangka tulang baru. Penggumpalan hematoma
perlahan – lahan hilang dan terbentuk kapiler – kapiler baru.
3. Pembentukan kalus
Stem sel berdeferensiasi menjadi kumpulan sel tulang rawan dan sel tulang
keras. Dengan kondisi yang tepat pembentukan tulang baru akan dimulai.
Osteoklas juga terdapat pada sel – sel tersebut dan memulai menghancurkan
tulang mati. Kumpulan sel tersebut menebal dan berisi tulang – tulang muda,
terjadilah kalus atau bisa disebut bidai alami.
4. Pengerasan atau consolidation
Dengan terjadinya proses osteoblastik dan osteoklastik yang terus menerus
terbentuklah lamelar bone yang berasal dari woven bone. Bagian tersebut terus
mengeras sehingga osteoklas terus berjalan menuju garis fraktur dan
menghancurkan tulang – tulang mati. Kemudian osteoblast mengisi ruang yang
kosong karena kerja osteoklas tersebut. Proses ini berlangsung lambat dan
membutuhkan beberapa bulan sebelum tulang tersebut dapat menahan beban
normal.
5. Remodelling
Fraktur sudah berubah menjadi tulang yang keras setelah berbulan – bulan
ataupun tahun. Kelebihan bentuk yang menyebabkan stres pada bagian tulang
tersebut perlahan diresorbsi dan terjadi perubahan bentuk pada kanal medular
sehingga terbentuk tulang yang lebih kokoh. Khususnya pada anak – anak
tulang dapat lebih baik kembali ke bentuk sebelum terjadi fraktur.

21
Gambar 8. Proses penyembuhan fracture

Proses penyembuhan direct union terjadi ketika daerah fraktur tidak


bergerak, contohnya pada impacted fracture pada cancellous bone atau pada
pemasangan plat metal pada internal fiksasis. Kalus hanya terbentuk karena
respon pergerakan pada daerah fraktur. Kalus berfungsi untuk mestabilisasi
fraktur secepat mungkin. Celah pada fraktur diisi oleh kapiler – kapiler baru dan
sel osteoprogenitor tumbuh pada celah fraktur sehingga sering disebut gap
healing. Ketika celah berukuran kecil maka lamelar bone akan terbentuk.
Sementara ketika celah berukuran lebih lebar maka woven bone akan terbentuk.
Fraktur akan mengeras pada 3-4 minggu sehinga membuat sel – sel remodelling
dapat mulai bekerja. Ketika celah fraktur menyempit, penyembuhan tulang akan
selesai tanpa melalui proses kalus. 11
Penyembuhan dengan kalus dan direct union memiliki kelebihan dan
kekurangan masing – masing. Penyembuhan dengan kalus memastikan kekuatan
tulang sama seperti sebelum fraktur pada penyembuhan. Bahkan ketika kalus
diberi beban yang lebih kuat maka kalus tersebut akan tumbuh menyesuakan
dengan beban tersebut. Dengan absennya kalus pada penyembuhan direct union
maka tulang akan bergantung sepenuhnya pada plat metal tersebut. Karena hal
tersebut plat metal juga menimbulkan stress pada tulang yang dapat membuat
osteoporosis dan tidak sembuh sempurna sebelum plat diambil. 11

3.7 Diagnosis
3.7.1 Anamnesis

22
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma
ringan dengan keluhan bahwa tulangnya patah karena jelasnya keadaan patah
tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga mungkin, patah tulang tidak disadari
oleh penderita dan mereka datang dengan keluhan “keseleo”, terutama patah yang
disertai dengan dislokasi fragmen yang minimal ataupun dengan keluhan lain
seperti nyeri, bengkok, ataupun bengkak. Setelah mengetahui keluhan utama
pasien, harus ditanyakan mekanisme trauma dan seberapa kuatnya trauma
tersebut. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selalu
terjadi di daerah trauma. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh
dari ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa
benda berat, kecelakaan pada kerja., atau trauma olahraga.13,14
3.7.2 Pemeriksaan Fisik
Look (Inspeksi) Pasien dapat terlihat kesakitan, mencoba melindungi
anggota badannya yang patah, terdapat pembengkakan, deformitas berupa
bengkok, terputar, pemendekan dan juga gerakan yang tidak normal. 13,14
Feel (Palpasi)Palpasi dilakukan hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Nyeri dapat berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan
nyeri tekan sumbu sewaktu menekan atau menarik dengan hati-hati anggota badan
yang patah searah dengan sumbunya. Selain itu juga diperlukan pemeriksaan
vaskuler pada daerah distal dan pengukuran tungkai.13
Movement (Pergerakan Sendi)
Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif untuk menilai apakah terdapat nyeri
dan krepitasi ketika sendi digerakkan. Selain itu dilakukan juga penilaian Range
of Movement (ROM). Pada penderita fraktur setiap gerakan akan menimbulkan
nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, selain itu
gerakan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.14
3.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Penilaian radiografi terhadap cedera sebaiknya dilakukan untuk
menunjang diagnosis fraktur. Namun, sebelum pemeriksaan ini dilakukan,
traksi longitudinal atau splint untuk meminimalisasi cedera jaringan lunak.
Untuk penilaian terbaik terhadap antebrachii, pemeriksaan rasdiologi 2 posisi

23
sebaiknya dilakukan (AP dan lateral), dan sendi di atas dan di bawahnya
harus terlibat. Pada beberapa kasus, fraktur yang terjadi hanya bepindah
secara minimal saja dan tidak terlihat dalam foto polos namun dengan adanya
“trauma computed tomography scans (CTs)”, diagnosis terhadap fraktur ini
dapat dilakukan dilakukan untuk melihat keterlibatan ntra artikular.15

Gambar 9. Penilaian radiologi normal radius distal.

Inklinasi radial : Diukur dari foto antero posterior (AP), merupakan


sudut yang dibentuk antara garis yang menghubungkan ujung radial styloid
dengan sudut ulnar dari distal radius dengan garis yang tegak lurus pada axis
longitudinal. rata-ratai 23 derajat (range 13 - 30 derajat)

Gambar 10. Radial inklinasi.18

Panjang radial: Diukur dari foto AP, merupakan jarak antara dua
garis yang tegak lurus pada axis longitudinal, garis pertama melalui tepi
ujung dari radial styloid, garis kedua merupakan garis yang melalui
permukaan sendi ulna. normal 11-12 mm (range 8 - 18 mm)

24
Gambar 11. Radial length

Kemiringan palmar (volar): Diukur dari foto lateral, merupakan


sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan tepi dorsal dan tepi
volar radius dengan garis yang tegak lurus pada axis longitudinal. rata-rata 11
- 12 derajat (range 0 - 28 derajat) Antara Garis Tegak Lurus Dengan Aksis
Panjang Radius Pada Level Prosesus Styloideus Ulna Dan Garis Tangensial
Yang Menghubungkan Permukaan Sendi Radius Sisi Volar Dan Dorsal.

Gambar 12. Volar tilt

3.7.4 Tatalaksana
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada suatu fraktur, maka
diperlukan tatalaksana kondis umum pasien. Berdasarkan protokol ATLS, prinsip
penanganan trauma dibagi menjadi tiga, yaitu:11
1. Primary survey: penilaian cepat dan tatalaksana cedera yang mengancam
nyawa. Tahap ini terdiri dari Airway dengan proteksi vertebra servikal, Breathing,
Circulation dengan kontrol perdarahan, Disability dan status neurologis, serta
Exposure (paparan) dan Environment (lingkungan).
2.Secondary survey: evaluasi detail dari kepala hingga ke jari kaki untuk
mengidentifikasi cedera lainnya. Tahap ini terdiri dari: anamnesis, pemeriksaan
fisik, selang dan jari pada setiap lubang, pemeriksaan neurologis, uji diagnostik

25
lebih jauh, dan evaluasi ulang.
3.Tatalaksana definitf: tatalaksana khusus dari cedera yang telah diidentifikasi
Pada fraktur, tujuan utama terapi adalah mempertahankan fungsi dengan
komplikasi minimal. Prinsip penanganan fraktur ada empat, yaitu rekognisi,
reduksi, retensi, dan rehabilitasi.14
a.Rekognisi, yaitu mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan radiologis. Perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan teknik pengobatan yang sesuai, komplikasi yang mungkin terjadi
selama dan sesudah pengobatan.
b.Reduksi, yaitu tindakan mengembalikan posisi fraktur seoptimal mungkin ke
keadaan semula, dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal, mencegah
komplikasi seperti kekakuan dan deformitas.
Parameter radiologis untuk reduksi pada pasien sehat dan aktif yaitu :
 Radial length : 2-3 mm dari pergelangan tangan kontralateral
 Palmar tilt : neutral tilt (0 derajat), sampai 100 angulasi dorsal

Intra articular step off : < 2mm

Radial inclination : loss <50
c. Retensi, yaitu imobilisasi fraktur sehingga mempertahankan kondisi reduksi
selama penyembuhan.
d. Rehabilitasi, untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Reduksi dapat dilakukan secara tertutup atau terbuka. Terdapat dua komponen
pada reduksi, yaitu memindahkan fragmen dan menilai apakah posisi yang
diinginkan telah tercapai. Seringkali setelah fraktur direduksi perlu distabilisasi
selama masa penyembuhan berlangsung. Terdapat beberapa metode untuk
stabilisasi, yaitu penggunaan gips, spalk, traksi, plates and screws, intramedullary
nailing, atau fiksator eksternal.

Tatalaksana Fraktur Radius Distal


Pasien dengan fraktur radius distal umumnya selalu ditangani dengan
reposisi tertutup dan imobilisasi dengan gyps/cast, kecuali pasien dengan open
fraktur ataupun kondisi fragmen fraktur yang tidak memenuhi kriteria acceptable.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Terapi/pengobatan termasuk :

26
1.Pola fraktur.
2.Faktor lokal : kualitas tulang, cedera jaringan lunak, fraktur kominusi (fraktur
lebih dari 3 fragmen), Displaced (pergeseran) dari fraktur, dan energi dari cedera .
3. Faktor Pasien: usia pasien fisiologis, gaya hidup, pekerjaan, dominasi tangan,
kondisi medis yang terkait, cedera terkait, dan kepatuhan.

Secara radiologi, posisi radius dikatakan acceptable/dapat diterima, jika :


1. Panjang Radial : 2 sampai 3 mm dari pergelangan tangan kontralateral .
2. Palmar tilt : tilt netral (0 derajat).
3. Intraartikular step - off : < 2 mm.
4. Radial Inclination : < kehilangan 5 derajat.

Jika fraktur stabil dan hasil reduksi baik, maka tidak diperlukan tindakan
operasi lanjutan. Jika fraktur dinilai tidak stabil, dinilai dari pergeseran (displaced)
dari fragmen setelah dilakukan tindakan reduksi tertutup, maka dapat
dipertimbangkan tindakan operatif.16
Bila di tinjau secara biomekanik saat terjadinya trauma, sisi volar dari radius
distal mengalami kompresi yang lebih besar bila di bandingkan dengan sisi volar.
Oleh karena itu, tahap awal untuk mendapatkan reduksi yang stabil yaitu dengan
cara mengoptimalisasi fiksasi pada volar cortex, pada kasus dengan fraktur
kominutif pada sisi dorsal maka hal yang penting untuk di perhatikan yaitu
reposisi secara akurat aposisi dari korteks volar nya.
TINDAKAN NON OPERASI

Semua fraktur harus dilakukan reduksi tertutup, jika diperlukan juga.


Reduksi fraktur membantu untuk mengurangi bengkak setelah fraktur,
memberikan penghilang rasa sakit, dan mengurangi kompresi pada saraf median.16
Imobilisasi cast/gyps, diindikasikan untuk :

a. Nondisplaced atau patah tulang radius dengan pergeseran minimal.

b. Displaced fraktur dengan pola fraktur yang stabil diharapkan dapat sembuh
dalam posisi radiologi yg acceptable/dapat diterima.

Teknik reduksi tertutup: 12
← a. Fragmen distal pada posisi hyperekstensi.

27
← b.Traksi dilakukan untuk mengurangi pergeseran pada bagian distal
terhadap proksimal fragmen, dengan melakukan penekanan pada distal radius.
← c.Kemudian dilakukan pemasangan gyps (cast), dengan pergelangan
tangan dalam posisi netral dan sedikit fleksi.
← d.Posisi ideal lengan, durasi imobilisasi, dan cast yang digunakan,
apakah long arm cast, ataupun short arm cast, masih kontroversial, tidak ada studi
prospektif yang telah menunjukkan keunggulan satu metode di atas yang lain.
← e. Fleksi pergelangan tangan yang ekstrim harus dihindari, karena
meningkatkan tekanan karpal kanal (dan kompresi saraf median) serta kekakuan
jari tangan. Fraktur yang membutuhkan pergelangan tangan fleksi ekstrim untuk
mempertahankan reduksi mungkin memerlukan fiksasi operatif.
← F. Gips harus dipakai selama kurang lebih 6 minggu atau sampai sudah
terlihat proses penyembuhan dari radiologi.
TINDAKAN OPERASI
Indikasi :
1. Cedera energi tinggi
2. Kehilangan reduksi
3. Artikular kominutif, step-off, atau gap
4. Metaphyseal kominutif atau adanya bone loss (bagian fragmen tulang yan
hilang)
5. Kehilangan dinding penopang bagian volar disertai pergeseran (displaced)
6. Terganggunya posisi DRUJ (Distal Radial Ulnar Joint).
a. ORIF (Fiksasi Interna dgn plate & Screw)
Fiksasi dengan plate adalah tindakan primer untuk fraktur yang tidak stabil
dari volar dan medial kolum dari distal radius. Distal radius plate dikategorikan
berdasarkan lokasi dan tipe dari plate. Lokasinya bisa dorsal medial, volar medial
dan radial styloid.
Prinsip dari penanganan radius distal adalah mengembalikan fungsi dari
sendi pergelangan tangan (wrist joint). Plate yang konvensional dapat digunakan
buttress ataupun neutralization plate, plate dengan locking screw juga kini sering
digunakan, umumnya untuk tulang yang sudah mengalami pengeroposan
(osteoporosis).

28
Gambar 13. Contoh plating pada radius distal fraktur,dan penggunaan
konvensional plate 3dan screw.

b. Fiksasi Eksternal

Penggunaannya telah berkembang dalam popularitas didasarkan pada studi


yang menghasilkan tingkat komplikasi yang relatif rendah. Spanning fiksasi
eksternal Ligamentotaxis digunakan untuk mengembalikan panjang radial dan
kecenderungan radial, tapi jarang mengembalikan palmar tilt. Fiksasi eksternal
saja mungkin tidak cukup stabil untuk mencegah beberapa derajat kolaps dan
hilangnya palmar tilt selama penyembuhan. Overdistraksi harus dihindari karena
dapat menyebabkan jari kaku dan dapat diakui oleh peningkatan jarak interkarpal
pada fluoroskopi intraoperatif. Pin dapat di remove pada 3 sampai 4 minggu,
meskipun sebagian besar merekomendasikan 6 sampai 8 minggu fiksasi eksternal.

3.7.5 Komplikasi
Awal

Syok kehilangan satu atau dua liter darah dapat terjadi bahkan pada kasus
fraktur tertutup, dan jika cedara yang terjadi pada kedua sisi, maka syok dapat
terjadi lebih berat lagi. Kebanyakan pasien membutuhkan transfusi.

Emboli lemak dan ARDS fraktur pada rongga yang terisi dengan sumsum
tulang yang banyak hampir selalu berujung dengan adanya emboli lemak yang
terbawa ke paru. Hal ini biasanya dapat berlalu begitu saja tanpa adanya

29
konsekuensi yang berat, namun pada beberapa kasus (khususnya pada pasien
dengan cedara multipel dan syok berat, atau pada pasien dengan adanya trauma
dada) hal ini dapat berujung pada distres pernafasan yang progresif dan gagal
orga multipel. Gas darah harus diperiksa jika dicurugai hal ini dan tanda seperti
sesak nafas, gelisah atau peningkatan suhu atau denyut nadi harus segera
dilakukan pencarian terhadap tanda perdarahan pada tubuh bagian atas, aksila,
konjungtiva, terapinya bersifat supirtif dengan penekanan pada pencegahan
hipokisa dan menjaga volume darah.

Tromboemboli, traksi yang lama diatas tempat tidur menjadi predisposisi
terjadinya trombosis. Pergerakan dan latihan sangat penting untuk mencegah
hal ini, namun pada pasien dengan resiko tinggi harus diberikan antikoagulan
profilaksis.

Infeksi pada cedera terbuka, dan setelah tindakan fiksasi interna , selalu ada
resiko terjadi infeksi. Antibiotik dan penanganan yang hari-hati terhadap
prinsip bedah pada fraktur harus menjadi insidensi kejadian infeksi dibawah 2

persen. Jika tulang terkena infeksi maka pasien harus ditangani sebagai
osteomelitis akut.11
Late
Terlambatnya penyatuan tulang atau non union. skala waktu untuk
menentukan terlambat atau non union dari fraktur bervariasi tergantung jenis
cedera dan metode tatalaksananya. Jika tidak ada kemajuan dalam waktu 6 bulan,
yang dinilai dengan foto polos serial, maka diperlukan adanya intervensi. Hal
yang umum dilakukan adalah dengan membuka baut pengunci dari nail
intramedular supaya memungkinkan frakturnya “kolpas” (dinamisasi). Hal ini
berhasil pada sebagian kecil kasus, namun sering gagal dan menyebabkan nyeri
karena pengendalian rotasi pada fraktur menjadi tidak ada.2

30
BAB IV
ANALISA KASUS

Dalam bukunya Solomon, menyebutkan bahwa tulang, umumnya rapuh,


tetapi memiliki cukup kekuatan dan ketahanan untuk menahan beban. Fraktur
merupakan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat terjadi karena trauma,
stres yang berulang dan kelemahan abnormal dari tulang, dapat berbentuk pecahan
atau retakan dari korteks, lebih sering keruskannya bersifat total dan fragmen
tulang terpisah.11Untuk menegakkan diagnosa fraktur dengan melakukan
anamnesis secara menyeluruh, disertai dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
a. Anamnesis
Telah dilaporkan kasus pasien wanita, usia 45 tahun dengan diagnosis
closed fracture radius distal dextra.
Berdasarkan data epidemiologi Fraktur radius distal merupakan yang paling
sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi berhubungan dengan
permulaan osteoporosis pasca menopause. Karena itu kebanyakan pasien ialah
wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang terentang. Dari suatu survey
epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh
fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius. Berdasarkan jenis
kelamin pria dan wanita 1 : 5.3
Dalam anamnesa kasus dengan fraktur, setelah mengetahui keluhan utama
pasien, harus ditanyakan mekanisme trauma dan seberapa kuatnya trauma
tersebut. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selalu

31
terjadi di daerah trauma. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh
dari ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa
benda berat, kecelakaan pada kerja., atau trauma olahraga.13,14
Sesuai kasus yang didapat pada anamnesis, keluhan utama pasien adalah
nyeri di lengan bawah kanan. Mekanisme trauma pasien ini adalah pasien
terpeleset saat berjalan keluar dari kamar mandi dan pasien jatuh kearah depan
dengan tangan kanan menumpu tubuh. Tidak ada luka terbuka.

b. Pemerisaan Fisik
 Pada pemeriksaan fisik status generalis tidak didapatkan gangguan
 Look : Raut muka pasien tampak kesakitan, Deformitas (+), (+)Tanda
radang akut (-), hematom (-), luka terbuka (-).
 Feel : Nyeri tekan setempat (+) Sensibilitas (+) Suhu rabaan hangat,
Krepitasi tidak dilakukan, Capillary Refill Time < 2 detik (normal) pulsasi
a.radialis teraba. (normal)
 Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat. ROM terbatas baik aktif
maupun pasif.

c. Pemeriksaan Penunjang
Syarat Foto Rontgen Layak Baca
1. Identitas
2. Identitas sisi
Terdapat marker posisi L pada kanan bawah yang menunjukkan bahwa
hasil foto rontgen ini merupakan manus sinistra.
3. Kualitas sinar-X
Cukup. Tidak terlalu opak dan lusen.
4. Proyeksi
Mengambil foto dari 2 proyeksi yaitu PA (posterior-anterior) dan lateral.
5. Foto tidak terpotong
Pada bagian metacarpal terlihat semua dan terlihat 1/3 regio
antebrachii.
6. Sisi koleteral
Tidak terdapat foto pembanding dengan ekstremitas normal.
7. Waktu foto
Dilakukan sebelum dan sesudah tindakan ORIF

32
A. Interpretasi Foto Rontgen

1. Struktur dan trabekula tulang : os. Redius, os. Ulna dan Wrist joint
tampak baik.
2. Jaringan lunak : Reguler, swelling (+), kalsifikasi (-), corpal (-).
3. Sendi : Dislokasi articulatio radioulnaris distalis
4. Fraktur :
 Jenis tulang : os. Radius
 Regio : 1/3 distal os. Radius dextra
 Jenis fraktur : Tertutup dan komplit fraktur Colles (os.
Radius)
 Non-displaced :
o Aposisi : os. Radius tidak tampak (-) dan os. Ulna
tampak (+)
o Alignment : Baik
o Angulation : Tidak tampak (-)
o Posisi : os. Radius overlapping
os. Ulna distractionem

Pada hasil pemeriksaan radiologi, dilakukan foto rontgen xray region wrist
dextra posisi AP dan lateral. Didapatkan gambaran fraktur distal radius dextra
disertai dislokasi dari head ulna.
Berdasarkan Klasifikasi Fraktur yang dibuat oleh Frykmann
berdasarkan keterlibatan radioulnar joint, radiocarpal joint, serta ada atau tidaknya
fraktur styloid ulna. Dalam sistem klasifikasi menurut Frykmann. Fraktur pada
pasien termasuk dalam Tipe II. Dimana terjadi fraktur distal radius ekstraartikular
dengan arah pergeseran fragmen distal ke dorsal tanpa fraktur dibagian styloid
ulna.
Dari analisa kasus didapatkan bahwa fraktur pada pasien merupakan fraktur
traumatik yang disebabkan oleh benturan yang sangat keras secara tiba- tiba. Pada
kasus ini penatalaksanaan yang diberikan di rumah sakit ialah terapi konservatif
dan medikamentosa dengan rencana terapi operatif
Penatalaksanaan
Primary Survey  CLEAR
Tatalaksana Medikamentosa :

33
o Analgetik  Ketorolac 1 ampul. Diberikan dengan tujuan mengurangi nyeri
dan membuat pasien nyaman.
o Pemasangan IV line  Asering/12jam. Diberikan untuk mencegah terjadinya
dehidrasi pada pasien
o Pro-ORIF
1. Pada pasien ini pertama-tama dilakukan Recognition (Diagnosis dan
Penilaian Fraktur). Pada pasien ini diketahui bahwa terdapat Closed Fracture os
radius distal dextra
2. Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Pada
pasien dilakukan open reduction yaitu ORIF. Open reduction interna fixation
(ORIF) yaitu suatu cara dengan pembedahan terbuka untuk mengimobilisasi
fraktur dengan memasang memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang
berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
Secara biomekanik saat terjadinya trauma, sisi volar dari radius distal
mengalami kompresi yang lebih besar bila di bandingkan dengan sisi dorsal. Oleh
karena itu, tahap awal untuk mendapatkan reduksi yang stabil yaitu dengan cara
mengoptimalisasi fiksasi pada volar cortex, pada kasus dengan fraktur kominutif
pada sisi dorsal maka hal yang penting untuk di perhatikan yaitu reposisi secara
akurat aposisi dari korteks volar nya.
Semua fraktur harus dilakukan reduksi tertutup, jika diperlukan juga.
Reduksi fraktur membantu untuk mengurangi bengkak setelah fraktur,
memberikan penghilang rasa sakit, dan mengurangi kompresi pada saraf median.
Parameter radiologis untuk reduksi pada pasien sehat dan aktif yaitu :
Radial length : 2-3 mm dari pergelangan tangan kontralateral
Palmar tilt : neutral tilt (0 derajat), sampai 100 angulasi dorsal
Intra articular step off : < 2mm
Radial inclination : loss <50
Pada pasien dilakukan pendekatan anterolateral pada pasien ini, kemudian
identifikasi fraktur distal radius , fraktur kemudian direduksi dan di fiksasi dengan
T plate 3 hole, kemudian dinilai ulnar joint stabil.
3. Retention

34
Setelah dilakukan Open Reduction dilakukan imobilisasi fraktur. Tindakan
imobilisasi untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan tulang.
4. Rehabilitation
Tujuan dari rehabilitasi adalah mengembalikan aktifitas fungsional
semaksimal mungkin. Pasien dengan isolated injury biasanya dirawat inap 2-5
hari untuk untuk manajemen nyerinya. Dalam proses penyembuhan, pasien harus
di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu.
Penatalaksanaan yang telah dilakukan adalah tindakan operatif open
reduction internal fixation (ORIF) dan bone graft dengan terapi instruksi post-op:
1. Awasi keadaan umum dan TTV
2. Medikamentosa: IVFD asering 15 tetes/menit, Inj Ceftriaxone 2x1 gr, Inj
Ketorolac 3x30 mg, Inj Ranitidin 2x50 mg
3. Rontgen X-Ray regio wrist dextra
4. Pemeriksaan DPL
5. DC

35
DAFTAR PUSTAKA

nd
1. Noor Z, Lestari PP, editor. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. 2 ed.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2016.
2. John L, Anil D, Jamal H et al. Halmiton Bailey’s Demonstration of Physical

th
Sign in Clinical Surgery 19 Ed. London. CRC Pres. 2016.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.


Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.
2013; 102;2015
4. Chung KC, Spilson SV, Arbor A. The frequency and epidemiology of hand
and forearm fractures in the United States. The Journal of Hand and Surgery.
2001; 26A (5): 908-915.
5. Thomas, Mark A, Stanley Hoppenfeld, and Vasantha L. Murthy. 2011.
“Treatment and Rehabilitation of Fracture : Terapi dan Rehabilitasi Fraktur”.

36
Terjemahan oleh Albertus Agung Mahode, et al. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
6. 4. Mauck BM, Swigler Cw. Evidence-Based Review of Distal Radius Fracture.
Orthop Clin N Am. 2018;49:211–222.
7. Sosa M, Saavedra P, et al. Postmenopausal Women with Colles’ Fracture Have
Bone Mineral Density Values Similar to Those of Controls when Measured
with Calcaneus Quantitative Ultrasound. Eur J of Internal Med. 2005; 16:2
561-566.
8. Liporace, A. F., M. R. Adams, J. T. Capo, dan K. J. Koval. 2009. Distal radius
fracture. Journal of Orthopaedic Trauma. 23(7): 739-748.
9. Fraktur Radius Distal. Fakultas Kedokteran : Universitas Negeri Sebelas
Maret; 2013:p1-6
10. Applied Anatomy of The Wrist, Thumb and Hand. Elsevier; 2013:p1-2.
11. Solomon, L., D. Warwick, dan S. Nayagam. 2010. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. 9th ed. London: Horder Arnold.
st
12. Duncan Scott F. M., Weiland J. Andrew , Hand Surgery, 1 Edition USA :
Lippincot and Williams;2004 ; 15:248-272
13. Sjamsuhidajat dan Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 2. Jakarta. EGC. 2003
14. Rasjad C. Trauma. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Makasar.Bintang
Lamumpatue. 2003.
15. Gosling T dan Giannoudis P. Skletal Trauma : Basic Science, Management,
and Reconstruction. Clinical Key: 2015.
16. Bucholz W. Robert, Heckman D. James, Brown-Court Charles, Rockwood and
Green’s Fracture in Adults, 6th Edition USA : Lippincot Williams & Wilkins;
2006; 26:910-952
17. Jones,R., Hunt,A. Adult distal radius fractures classification systems: essential
clinical knowledge or abstract memory testing?. Department of Trauma and
Orthopaedic Surgery, Royal Shrewsbury Hospital: United Kingdom;
2016:88:p525-9.

37

Anda mungkin juga menyukai