Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejadian kusta menimbulkan masalah yang kompleks bukan hanya


dari sisi medis namun meluas hingga masalah sosial, ekonomi, dan psikologi.
Penyakit kusta termasuk penyakit kronik yang menyebabkan kecacatan
(Gunnara et al., 2020) Stigma negatif dari masyarakat menyebabkan masalah
sosial ekonomi bagi penderita kusta masyarakat masih melihat penderita kusta
sebagai identitas yang menjijikan sehingga dijauhi dan dikucilkan. Hal
dikarenakan sampai saat ini masyarakat masih kurang pengetahuan dan
pemahaman yang tepat mengenai penyakit kusta.

Penderita kusta tidak dapat melanjutkan pendidikan, tidak dapat


pekerjaan sampai menyebabkan dampak psikologis karena adanya tekanan
mental dan kecemasan yang mengarah pada depresi bahkan sampai dengan
bunuh diri (kemenkes RI, 2022). Berdasarkan dampak yang ditimbulkan maka
diperlukan upaya untuk mencegah dan mengurangi persepsi yang keliru dari
masyarakat terhadap penderta kusta. Penderita kusta juga harus mendapatkan
dukungan baik dari keluarga maupun lingkungan sosialnya. Hal ini untuk
meningkatkan kepercayaan diri penyandang kusta, sehingga mereka bisa
kembali berdaya, aktif dan produktif.

Berdasarkan prevalensi data kusta WHO tahun 2016 bahwa Indonesia


menjadi negara yang menempati peringkat ke tiga sebagai penyumbang kusta
terbanyak dengan jumlah 16.286 Kasus setelah brazil (25.218 kasus) dan India
(145.485 kasus). Pada Tahun 2016 Asia tenggara tercatat sebagai wilayah
yang memiliki insiden kusta dengan jumlah 161.263 kasus (Afrizal, 2020).
Data WHO tahun 2020 menunjukkan Indonesia masih menjadi penyumbang
kasus baru Kusta nomor 3 terbesar di dunia dengan jumlah kasus berkisar 8%
dari kasus dunia (kemenkes, 2021).

Di Indonesia masih ada 6 provinsi yang belum mencapai eliminasi


kusta. Prevalensi kusta di keenam provinsi tersebut masih di atas 1/10.000
penduduk. Keenam provinsi tersebut yakni Papua Barat, Papua, Maluku,
Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Gorontalo. Sementara di tingkat
kabupaten/kota, total masih ada 101 kabupaten/kota yang belum eliminasi
kusta. (kemenkes RI,2022).

Prevalensi data kusta di sulawesi utara menurut Badan Pusat Statistik


Sulut bahwa Tingkat penemuan kusta di Sulawesi Utara mencapai 14 per
10.000 penduduk sehingga menempatkan Sulawesi Utara dalam dalam enam
besar provinsi di Indonesia terhadap penemuan kasus baru kusta. Beberapa
daerah di sulawesi utara yang memiliki prevalensi kasus baru kusta adalah
Minahasa utara yang mencapai 32 per 100.000 penduduk. (FKUI, 2022).
Adapun beberapa daerah lain di sulawesi utara seperti bolang mongondow
yang mencapai 43 kasus, Minahasa (43 kasus), dan Minahasa Selatan (44
kasus). (Kemenkes RI, 2022)

Berbagai upaya yang dilakukan oleh kementerian kesehatan dalam


menargetkan eliminasi kusta di tahun 2024 dengan mengangkat tema nasional
yaitu “Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Kusta” dan melibatkan
stakeholders serta seluruh lapisan masyarakat untuk menggiatkan kegiatan
promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya yang dilakukan seperti
deteksi dini dan pengobatan gratis bagi penderita kusta (kemenkes RI, 2022).
Program eliminasi kusta di Sulawesi Utara seperti memberikan edukasi pada
mahasiswa kesehatan agar dapat memberikan edukasi pada masyarakat dan
pengobatan dan pemeriksaan gratis khususnya di daerah yang memiliki
prevalensi kusta yang tinggi (FKUI,2022).
Beradasarkan data tersebut maka peneliti mengembangkan program
edukasi berbasis keluarga untuk memberikan edukasi tentang kusta secara
door to door. Tidak hanya memberikan himbauan atau poster kusta tetapi
Program edukasi berbasis keluarga dilakukan dengan membangun pendekatan
dengan keluarga dan komunikasi terapeutik sebelum dilakukan edukasi
dengan harapan stigma dan persepsi yang keliru tentang kusta akan berkurang
dengan menjadikan keluarga sebagai sasaran awal edukasi kusta.

1.2. Tujuan Penelitian 1.2.1


Tujuan Umum :
Untuk mengetahui pengaruh edukasi berbasis keluarga terhadap
persepsi masyarakat tentang penyakit kusta

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat sebelum diberikan
program edukasi tentang kusta berbasis keluarga
2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat sesudah diberikan
program edukasi tentang kusta berbasis keluarga
3. Untuk mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan
program edukasi berbasis keluarga terhadap persepsi masyarakat
tentang penyakit kusta

1.3. Manfaat Penelitian

1.3.1 Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dan dijadikan
landasan awal dalam meningkatkan kualitas ilmu di bidang
keperawatan khususnya bidang keperawatan komunitas.

1.4.2 Praktis

1. Bagi Masyarakat
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga
serta masyarakat mengenai penyakit kusta
2. Bagi Pelayanan Puskesmas
Sebagai informasi dan bahan evaluasi mengenai intervensi
program edukasi berbasis keluarga dalam meningkatkan kualitas
pelayanan puskesmas dalam mencegah dan mengurangi penderita
kusta serta stigma yang ditimbulkan
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Memberikan informasi serta menambah wawasan dan
menjadi pedoman untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan
penelitian, serta menjadi sumber bacaan yang dapat menambah
wawasan tentang penyakit kusta.

Referensi :

Afrizal. (2020). Analisa Faktor Yang Mempengaruhi Stigma Pada Penderita Kusta.
Kaos GL Dergisi, 8(75).

Gunnara, H., Yuliyana, R., Daswito, R., Juwita, R., & Sitanggang, H. D. (2020).
Studi Kualitatif Keberadaan Penyakit Kusta di Desa Dendun Kecamatan
Mantang Kabupaten Bintan. Jurnal Kesehatan Terpadu (Integrated Health
Journal), 11(2), 84–93. https://doi.org/10.32695/jkt.v11i2.105
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri mycobacterium Leprae dan menyerang kulit dan sistem saraf.
Penyakit kusta merupakan salah satu peyakit tertua di dunia dan memiliki
dampak yang besar karena masih disalah pahami oleh masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kusta

Anda mungkin juga menyukai