Anda di halaman 1dari 7

GOLONGAN OBAT ANTIDIABETES

Nama : Nadya Pontoh

NIM : 19061031

Mata Kuliah : Ilmu Dasar Keperawatan II

Fakultas Keperawatan

Program Studi Ilmu Keperawatan

Unika De La Salle Manado

2020
Golongan obat antidiabetes

SULFONILUREA

1. Farmakokinetika

Sulfonilurea terdiri atas dua generasi obat, yaitu sulfonilurea generasi pertama dan
sulfonilurea generasi kedua. Sulfonilurea generasi pertama terdiri dari tolbutamide,
klorpropamid, tolazamid, dan asetoheksamid. Sulfonilurea generasi kedua terdiri dari gliburid,
glipizid, gliklazid, dan gliperimid. Derivat sulfonilurea diabsorpsi oleh usus dengan baik. Oleh
karena itu, pemberian obat ini merupakan per oral. Setelah absorpsi, obat ini tersebar ke seluruh
cairan ekstraseluler. Sebagian besar obat terikat pada protein plasma dan sekitar 70-90% terikat
dengan albumin. Karakteristik farmakokinetika masing-masing obat berbeda satu sama lain.

Mula kerja serta farmakokinetiknya berbeda-beda untuk setiap sediaan. Mula kerja
Tolbutamid cepat dan kadar maksimal dicapai dalam 3-5 jam. Dalam darah tolbutamid terikat
protein plasma. Di dalam hati obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan dieksresi melalui
ginjal.
Asetoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa paruh plasma
hanya ½- 2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1-hidroksiheksamid yang ternyata
lebih kuat efek hipoglikemiknya daripada asetoheksamid sendiri. Selain itu 1 – hidroheksamid
juga memperlihatkan masa paruh lebih panjang, kira –kira 4 – 5 jam, sehingga efek
asetoheksamid lebih lama dari pada tolbutamid diekskresi melalu empedu dan dikeluarkan
bersama tinja.

Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sediaan yang lain ; efeknya terhadap
kadar glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh kira-
kira 7 jam dalam tubuh tolazamid diubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-hidroksimetilozamid
dan senyawa-senyawa lain ; beberapa diantaranya memiliki sifat hipoglikemik yang cukup kuat.

Klorpropamid juga cepat diserap oleh usus, 70 – 80 % dimetabolisme dalam hati dan
metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah obat ini terikat albumin; masa
paruhnya kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah pengobatan
dihentikan. Efek hipoglikemik maksimal dosis tunggal terjadi kira-kira 10 jam setelah obat itu
diberikan. Efek maksimal pemberian berulang , baru tercapai setelah 1-2 minggu. Sedangkan
ekskresinya baru lengkap setelah beberapa minggu.

Glipizid, mirip dengan sulfonilurea lainnya dengan kekuatan 100x lebih kuat daripada
tolbutamid, tetapi efek hipoglikemia maksimal mirip dengan sulfonilurea lain. Dengan dosis
tunggal pagi hari terjadi peninggian kadar insulin selama 3x makan. Tetaoi insulin puasa tidak
meningkat. Glipizid di arbsorbsi lengkap sesudah pemberian oral dan denga cepat dimetabolisme
dalam hati menjadi tidak aktif. Metabolit dan kira-kira 10% obat yang utuh dieksresi melalui
ginjal. Reaksi nonterapi terjadi pada 11,8% (N=720). Reaksi kemerahan pada waktu minum
alkohol terjadi pada 4- 15 %. Satu setengah persen penderita menghentikan obat karena efek
samping obat ini.

Gliburid (Glibenklamid) cara kerjanya sama dengan sulfonilurea lainnya. Obat ini 200x
lebih kuat daripada tolbutamid, tetapi efek hipoglikemia maksimal mirip dengan sulfonilurea
lainnya. Pada pengobatan dapat terjadi kegagalan kira-kira 21% selama 1 ½ tahun. Gliburid
dimetabolisme dalam hati, hanya 25% metabolit diekskresi melalu urin dan sisanya diekskresi
melalu empedu dan tinja. Gliburid efektif dengan pemberiaan dosis tunggal. Bila pemberian
dihentikan obat akan bersih dari serum sesudah 36 jam.

2. Farmakodinamika

Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian sulfonilurea disebabkan
oleh perangsangan sekresi insulin di pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan
perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat hiperglikemia gagal merangsang sekresi
insulin dalam jumlah yang mencukupi, obat-obat tersebut masih mampu merangsang sekresi
insulin. Itulah sebabnya mengapa obat-obat ini sangat bermanfaat pada penderita diabetes
melitus dewasa atau tipe 2 (Non-insulin Dependent Diabetes Melitus) yang pankreasnya masih
mampu memproduksi insulin. Pada penderita dengan kerusakan sel β pulau langerhans
pemberian obat derivat sulfonilurea tidak bermanfaat

3. Indikasi

-Diabetes Melitus Tipe II ringan-sedang

-Pemilihan preparat sulfonilurea yang tepat untuk pasien tertentu penting untuk suksesnya terapi.
-Yang penting bukan umur pasien waktu terapi dimulai → tetapi umur pasien dimana penyakit
mulai timbul → pada umumnya hasilnya baik dengan terapi jika DM nya timbul pada usia >40
tahun

-Untk mengatasi hiperglikemi diutamakan pengaturan diet dan exercise → sampai berat badan
ideal→ obat merupakan pelengkap dalam mempertahankan euglikemik

-Selama terapi pemeriksaan fisik & laboratorium  tetap dilakukan teratur→ dalam keadaan gawat
seperti stress, komplikasi infeksi dan pembedahan→ tetap kembali keterapi insulin.

4. Komposisi dan Dosis

a.) Sulfonilurea golongan I

Klorpropamid (Diabenese)

Bentuk sediaan & dosis : tablet 100 mg ; tablet 250 mg dan pasien paruh baya 250 mg/hari, usia
lebih tua 100-125 mg/hari. Aturan pakai 3 x sehari bersama makanan.

b). Sulfonilurea golongan II

Glipizid (Aldiab)

Bentuk sediaan & dosis : tab 5 mg dan dosis awal 15-30 mg 1x /hari sebelum makan pagi, dosis
ditambah 2,5-5 mg tergantung kadar gula darah.

Glimepirid (Amadiab)

Bentuk sediaan & dosis : kapl 1 mg; 2 mg; 3 mg; 4 mg. Dosis 1 mg 1 x/hari dosis dinaikkan
selama 1-2 minggu.

Glibenclamide ( Prodiabet)

Bentuk sediaan & dosis : tablet 5 mg. Dosis awal 2,5 mg/hari, ditingkatkan 2,5 mg.
5. Kontra Indikasi

-Hipersensitif terhadap senyawa OHO golongan sulfonilurea. Porfiria. Ketoasidosis

-diabetik dengan atau tanpa koma. Penggunaan OHO golongan sulfonilurea pada penderita
gangguan fungsi hati dan ginjal.

Sulfonilurea sedapat mungkin dihindari pada gangguan fungsi hati,gagal ginjal dan pada porfiria.
Sulfonilurea sebaiknya tidak digunakan pada ibu menyusui dan selama kehamilan sebaiknya
diganti dengan terapi insulin. Sulfonilurea dikontraindikasikan jika terjadi ketoasidosis.

6. Interaksi obat

Mekanisme Interaksi Obat Secara Farmakokinetik

Obat yang berinteraksi Mekanisme interaksi


Sulfonilurea- rifampisin metabolisme hepatik sulfonilurea meningkat
dengan adanya rifampisin
sulfonilurea- ranitidin Ranitidin dapat menghambat metabolism
hepatik sulfonilurea dengan menghambat
enzim sitokrom P450 hati. sehingga
meningkatkan efek sulfonilurea.
sulfonilurea- antasida Peningkatan pH lambung yang disebabkan
oleh antasida dapat meningkatkan kelarutan
sulfonilurea dan karenanya dapat
meningkatkan absorpsi sulonilurea.

Mekanisme Interaksi Obat Secara Farmakodinamik

Obat yang berinteraksi Mekanisme interaksi


Sulfonilurea- aspirin Salisilat mengurangi kadar glukosa plasma dan
meningkatkan sekresi insulin. Penghambatan
sintesis prostaglandin dapat menghambat
respon insulin akut terhadap glukosa.
Sulfonilurea- HCT Diuretik tiazid dapat menurunkan sensitivitas
jaringan insulin, menurunkan sekresi insulin,
atau meningkatkan kehilangan kalium,
menyebabkan hiperglikemia
Sulfonilurea-ACE inhibitor Terjadi peningkatan sensitivitas insulin oleh
ACE inhibitor sehingga resiko hipoglikemia
meningkat
sulfonilurea- Amlodipin Amlodipin dapat menginhibisi sekresi insulin
dan menghambat sekresi glukagon, terjadi
perubahan ambilan glukosa dari hati dan sel-sel
lain, kadar glukosa dalam darah meningkat
mengikuti pengeluaran katekolamin sesudah
terjadinya vasodilatasi
sulfonilurea- nifedipin Nifedipin dapat menginhibisi sekresi insulin
dan menghambat sekresi glukagon, terjadi
perubahan ambilan glukosa dari hati dan sel-sel
lain, kadar glukosa dalam darah meningkat
mengikuti pengeluaran katekolamin sesudah
terjadinya vasodilatasi

7. Efek Samping

Efek samping yang paling sering terjadi pada pemakaian obat sulfonilurea adalah
hipoglikemia. Keadaan tersebut dapat terjadi apabila pasien lupa makan setelah konsumsi obat
tersebut, peningkatan aktifitas fisik, peningkatan asupan alkohol atau memiliki gangguan pada
ginjal. Sebagian besar dari obat-obatan tersebut akan dimetabolisme di hepar dan di ekskresiken
oleh ginjal . oleh sebab itu, dianjurkan penggunaan obat-obatan tersebut diberikan pada pasien
dengan fungsi hepar dan ginjal yang normal. Efek samping lainnya yang dapat terjadi adalah
peningkatan berat badan yang disebabkan oleh kadar insulin yang lebih tinggi serta kontrol gula
darah yang membaik. Obat-obatan sulfonilurea juga dapat memiliki interaksi yang signifikan
dengan alkohol dan obat-obatan lainnya seperti warfarin, aspirin, ketokonazol, inhibitor alfa-
glukosidase , dan flukonazol

Anda mungkin juga menyukai