Anda di halaman 1dari 13

1.

Pemicu Sekresi Insulin (Analog Meglitinida)


a. Repaglinida
- Mekanisme Kerja
Repaglinida merupakan anggota pertama dari golongan meglitinida. Obat
ini bekerja melalui pengaturan efluks kalium sehingga memodulasi sel beta
pancreas untuk melepaskan insulin. Mekanisme kerjanya sama dengan golongan
sulfonylurea. Pada kondisi sel beristirahat, kadar ATP normal, ion K + berdifusi
melalui kanal K+ ATP sesuai gradient konsentrasi. Pada kondisi hiperglikemia
maka produksi ATP akan meningkat sehingga kanal K+ ATP akan menutup dan
sel mengalami depolarisasi. Depolarisasi sel menyebabkan kanal Ca 2+ terbuka dan
menyebabkan ion kalsium interselular meningkat di dalam sel sehingga
menyebabkan sekresi insulin dari sel beta meningkat.

Gambar 1. Mekanisme Kerja Pemicu Sekresi Insulin Analog Meglitinida

Repaglinida akan berikatan pada kanal K+ ATP sehingga kanal K+ ATP


menutup dan terjadi depolarisasi sel dan peningkatan influx ion Ca 2+
yang pada
akhirnya memodulasi sel beta pancreas untuk mensekresi insulin.
- Farmakokinetika
Repaglinida memiliki mula kerja (onset) yang cepat, dengan kadar puncak
dan efek puncak sekitar 1 jam setelah penggunaan oral, tetapi durasi kerjanya 4-7
jam. Bioavailabilitas repaglinida sebesar 56 % dan sangat cepat diabsorpsi dan
diekskresikan. Repaglinida berikatan kuat dengan protein plasma (> 98 %) dan
volume distribusinya 31 L. Obat ini dieliminasi di hati oleh isozim CYP3A4
menjadi metabolit inaktif dengan waktu paruh eliminasi 1 jam. Sekita 90 %
diekskresikan dalam feses dan 8 % diekskresikan melalui urin.
- Penggunaan
Karena onsetnya yang sangat cepat, repaglinida diindikasikan untuk
mengontrol kadar glukosa post-prandial yang tinggi. Repaglinida digunakan
untuk pasien diabetes mellitus tipe 2 sebagai terapi tunggal atau kombinasi
dengan metformin dan juga tiazolidindion (TZDs).
Repaglinida diberikan pada saat sebelum makan dengan dosis 0,25 – 4 mg
(maksimal 16 mg/hari). Pada pasien dengan HbA 1c < 8% atau treatment naïve
patient (pasien yang sebelumnya belum pernah menerima pengobatan), dosis awal
0,5 mg dan ditingkatkan tiap minggu sampai dosis maksimal 16 mg/hari. Dosis
efektif repaglinida adalah 2 mg setiap kali makan.
Resiko hipoglikemia bisa terjadi apabila pasien menunda makan atau tidak
makan atau jumlah karbohidrat dalam makanannya tidak mencukupi. Obat ini
harus digunakan hati-hati pada pasien dengan gangguan hati karena dieliminasi
terutama di hati. Repaglinida tidak mengandung sulfur pada strukturnya sehingga
bisa digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang alergi sulfur atau
sulfonylurea. Jika pasien melewatkan waktu makannya dosis harus dihilangkan
sedangkan apabila pasien menambah frekuensi makan maka dosis ditambah. Pada
pasien dengan disfungsi ginjal yang parah diberikan dosis awal 0.5 mg dan dosis
dititrasi pada pasien dengan disfungsi ginjal.
- Efek Samping
Hipoglikemia ringan bisa terjadi, umumnya jika pasien menunda atau lupa
makan setelah minum obat. Mual,muntah, konstipasi dan dyspepsia bisa terjadi.
Efek samping yang jarang terjadi termasuk peningkatan enzim hati dan reaksi
hipersensitivitas.
- Kontraindikasi dan Perhatian
Mekanisme kerjanya membutuhkan fungsi pancreas sehingga repaglinida
tidak boleh digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe 1. Penggunaannya harus
diperhatikan pada pasien disfungsi hati. Klirens repaglinida menurun pada pasien
insufisiensi ginjal yang parah, namun masih aman digunakan dengan pengurangan
dosis.
- Interaksi Obat
Interaksi obat secara klinis terjadi pada pemberian bersama obat penurun
glukosa lainnya atau obat yang diketahui dapat memicu atau menghambat
metabolisme repaglinida. Penggunaan bersama gemfibrozil harus dihindari karena
resiko hipoglikemia. Kombinasi gemfibrozil dan itrakonazol secara sinergis
menghambat metabolisme repaglinida dan harus dihindari. Penggunaan bersama
dengan rifampin dapat menurunkan efikasi repaglinida. Penggunaan bersama
simvastatin dapat meningkatkan AUC Repaglinida dan menyebabkan peningkatan
resiko terjadi adverse event sakit kepala.
- Bentuk Sediaan
Repaglinida tersedia dalam bentuk tablet (oral) 0,5 mg ; 1 mg ; 2 mg
Prandin merupakan nama dagang repaglinide dengan bentuk sediaan tablet (oral)
0,5 mg ; 1 mg ; 2 mg.

b. Nateglinida
- Mekanisme Kerja
Nateglinida merupakan derivat D-fenilalanin. Mekanisme kerjanya sama
dengan repaglinida yaitu menstimulasi pelepasan insulin yang sangat cepat dan
sementara dari sel-sel beta pankreas dengan menutup kanal K+ ATP.
- Farmakokinetika
Nateglinida diserap 20 menit setelah pemberian oral dengan waktu
mencapai kadar puncak kurang dari 1 jam. Bioavailabilitas nateglinida sebesar 73
%. Nateglinida sangat kuat diikat oleh protein plasma, terutama oleh albumin
tetapi juga dengan α1-acid glycoprotein. Obat ini dimetabolisme di hati oleh
CYP2C9 (70%) dan CYP3A4 (30%) dengan waktu paruh eliminasi sekitar 1 jam.
Obat diekskresikan melalui urin (75 %) dan feses (10 %). Durasi kerja nateglinida
sekitar 4 jam. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang parah tidak diperlukan
penyesuaian dosis.
- Penggunaan
Penggunaannya sebagai terapi tunggal, repaglinida secara signifikan
menurunkan kadar glukosa post-prandial dan menurunkan kadar HbA1c. Dosis
nateglinida 60-120 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis dan diberikan 0-30 menit
sebelum makan. Pada pasien yang mendekati kadar HbA 1c yang diharapkan,
diberikan 60 mg tiga kali sehari.
- Efek Samping
Sama seperti nateglinida, hipoglikemia ringan dapat terjadi, khususnya
jika pasien terlambat atau lupa makan setelah mengonsumsi obat. Akan tetapi
resiko hipoglikemia nateglinida lebih rendah dibandingkan sulfonylurea karena
pelepasan insulin yang sensitive glukosa. Apabila glukosa normal makan
pelepasan insulin juga kurang. Peningkatan berat badan < 1 kg dapat terjadi.
- Kontraindikasi dan Perhatian
Mekanisme kerjanya membutuhkan fungsi pankreas sehingga nateglinida
tidak boleh digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe 1. Nateglinida
dikontraindikasikan pada ketoasidosis diabetic. Penggunaannya harus
diperhatikan pada pasien disfungsi hati. Nateglinida aman digunakan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal yang parah tanpa perlu dilakukan penyesuaian dosis.
- Interaksi Obat
Interaksi obat secara klinis terjadi pada pemberian bersama obat penurun
glukosa lainnya atau obat yang diketahui dapat memicu atau menghambat
metabolisme repaglinida. Pemberian bersama dengan sulfonilurea akan
menyebabkan peningkatan efek hipoglikemik sulfonilurea. Inhibitor monoamine
oksidase (MAO inhibitor), β-bloker non selektif, AINS dan salisilat dapat
menyebabkan potensiasi efek hipoglikemik dari nateglinida. Kortikosteroid,
simpatomimetik, diuretic thiazid dan produk tiroid dapat mengurangi efek
hipoglikemik dari nateglinida. Penggunaan bersama dengan rifampin dapat
menurunkan efikasi nateglinida.

- Bentuk Sediaan
Nateglinida tersedia dalam bentuk tablet oral 60 mg dan 120 mg.

2. Penghambat Glukoneogenesis
a. Metformin
- Mekanisme kerja
Metformin termasuk kelas biguanida dalam obat antidiabetik. Mekanisme kerja
metformin sampai saat ini belum bisa dijelaskan secara jelas dan masih perlu
elusidasi dan diteliti. Efeknya dalam menurunkan kadar glukosa darah melalui
penurunan produksi glukosa hepatic dengan aktivasi enzim AMPK (AMP-activated
protein kinase).

Gambar 2. Mekanisme Kerja Metformin


Mekanisme lainnya yang mungkin adalah dengan menganggu glukoneogenesis di
ginjal, memperlambat absorpsi glukosa dari saluran gastrointestinal dengan
peningkatan konversi glukosa menjadi laktat oleh enterosit, stimulasi langsung
glikolisis di jaringan, meningkatkan pengeluaran glukosa dari darah dan mengurangi
kadar glucagon plasma. Efek metformin dalam menurunkan kadar glukosa tidak
bergantung pada fungsi sel beta pankreatik.
- Farmakokinetika
Metformin diserap sekitar 50-60 % dari usus halus, kelarutan dalam lemak
rendah. Metformin tidak terikat pada protein plasma, dan tidak dimetabolisme.
Metformin dieliminasi seluruhnya di ginjal (melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi
glomerular) dan memiliki waktu paruh plasma 6,2 jam dan sel darah merah
merupakan kompartemen kedua distribusi metformin dan waktu paruh dalam darah
17,6 jam. Karena efek blockade metformin pada glukoneogenesis, obat ini dapat
mengganggu metabolisme hepatic dari asam laktat. Pada pasien dengan insufisiensi
ginjal, metformin terakumulasi sehingga meningkatkan resiko asidosis laktat, dimana
komplikasi ini berkaitan dengan dosis.
- Penggunaan
Metformin merupakan terapi 1st line untuk diabetes mellitus tipe 2. Metformin
biasanya diberikan sebagai terapi tunggal dengan intervensi/modifikasi gaya hidup
(terapi nutrisi pengobatan (MNT), berolahraga). Untuk meminimalkan efek samping,
metformin diberikan 500 mg sekali atau dua kali sehari, bersama makanan, diikuti
dengan peningkatan dosis tiap minggu atau dua minggu sekali. Dosis harian
metformin 500-1000 mg tiap pemberian, dosis maksimum 2.550 mg/hari atau 850
mg, tiga kali sehari.
Fungsi hati dan serum kreatinin harus rutin diperiksa. Metformin tidak boleh
digunakan pada pasien lebih dari 80 tahun kecuali klirens kreatininnya normal. Pasien
direkomendasikan pengobatan dengan metformin jika klirens kreatininnya di atas 60
ml/menit. Untuk pasien yang tidak mencapai target terapi dengan metformin saja
selama 3-6 bulan, penambahan insulin atau obat lain dapat dipertimbangkan.
- Efek Samping
Efek samping yang terjadi termasuk diare dan gangguan saluran gastrointestinal
lainnya seperti mual, ketidaknyaman abdomen, rasa khelat dan anoreksia. Gejala-
gejala ini dapat dikurangi dengan menggunakan metformin bersama makanan dan
perlahan meningkatkan dosisnya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, pasien
harus diinformasikan kemungkinan terjadinya efek pada saluran GI akan hilangnya
dengan berjalannya waktu dan dianjurkan untuk berkonsultasi jika mengalami efek
samping apapun sebelum menghentikan terapi.
Asidosis laktat merupakan efek samping dari metformin tetapi resikonya rendah
karena metformin tidak dimetabolisme, sehingga tidak menghambat oksidasi glukosa
perifer sehingga tidak meningkatkan produksi laktat perifer seperti halnya
phenformin, biguanida lainnya. Akan tetapi, metformin bisa mengurangi konversi
laktat menjadi glukosa akibat pengurangan glukoneogenesis dan meningkatkan
produksi laktat di usus dan hati.

- Kontraindikasi dan Perhatian


Pasien dengan gangguan ginjal, penyakit hati, gagal jantung kongestif yang
membutuhkan pengobatan farmakologik atau status lainnya yang membuat pasien
rentan terhadap hipoksia, asidosis metabolic akut atau kronik atau riwayat asidosis
laktat tidak boleh diberikan metformin.
Metformin bisa terakumulasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal sehingga
meningkatkan resiko asidosis laktat. Penggunaannya tidak direkomendasikan pada
pasien dengan GFR < 60 ml/menit atau kadar kreatinin yang meningkat (1,4 mg/dL
atau lebih untuk wanita atau 1,5 mg/dL atau lebih pada pria). Faktor-faktor lain yang
cenderung menyebabkan asidosis laktat termasuk konsumsi alkohol berlebihan,
dehidrasi, pembedahan, gagal jantung kongestif, gagal hati, syok atau sepsis.
Penurunan fungsi ginjal terjadi dengan pertambahan usia sehingga metformin
dosisnya harus dititrasi mulai dari dosis minimum dan fungsi ginjal harus
dimonitoring secara teratur. Klirens kreatinin harus diukur pada pasien dengan usia
lebih dari 80 tahun karena pasien ini lebih rentan terhadap asidosis laktat.

- Interaksi Obat
a. Alkohol : Efek potensiasi metabolisme laktat.
b. Simetidin : Meningkatkan kadar puncak plasma metformin sekitar 60 %. Gunakan
H2RA lain atau turunkan dosis metformin ketika digunakan bersamaan
c. Pada pasien yang akan menjalani pemeriksaan menggunakan bahan kontras iodin
yang diberikan parenteral, pemberian metformin harus dihentikan sementara,
sampai 48 jam setelah prosedur.
- Bentuk sediaan
a. Tablet pelepasan segera (Generik; Glucophage) 500 mg ; 850 mg ; 1000 mg
b. Larutan oral (Riomet) 500 mg/5 ml
c. Tablet extended release (Glucophage XR, Fortamet ™, Glumetza ™ 500 mg,
750 mg, 1000 mg
3. Penambah Sensitivitas terhadap Insulin
A. Tiazolidindion
- Mekanisme Kerja
Tiazolidindion sering disebut sebagai insulin sensitizers. Obat ini berikatan dan
mengaktivasi reseptor inti (peroxisome proliferator-activated receptor-γ [PPAR-γ])
dimana reseptor ini banyak diekspresikan pada jaringan-jaringan yang sensitive
terhadap insulin termasuk jaringan adipose, otot rangka dan hati. PPAR-γ mengatur
transkripsi gen yang mempengaruhi metabolisme glukosa dan lipid. Sebagai contoh,
stimulasi PPAR-γ meningkatkan transkripsi GLUT-4, transporter glukosa yang
menstimulasi pengambilan (uptake) glukosa. Pengurangan ekspresi GLUT-4 dapat
berperan dalam perkembangan resistensi insulin.
Gambar 3. Mekanisme Kerja Tiazolidindion

Tiazolidindion dapat mensensitisasi baik secara langsung maupun tidak langsung


jaringan adiposa terhadap kerja insulin. Efek ini termasuk stimulasi apoptosis adiposit
besar, peningkatan jumlah sel-sel adiposit yang kecil, dan meningkatkan pengambilan
asam lemak dan penyimpanannya di jaringan adiposa. Sel-sel adiposit yang kecil
lebih sensitive terhadap insulin dan lebih baik dalam menyimpan lebih banyak asam
lemak bebas. Pengurangan asam lemak yang berada bebas di sirkulasi akan mencegah
jaringan sensitif insulin lainnya (hati, otot rangka, sel beta) dari efek lipotoksisitas.
Tiazolidindion juga menurunkan ekspresi TNF-α, sitokin yang dihasilkan oleh
jaringan adiposa yang berperan dalam resistensi insulin dan pelepasan asam lemak.
Interaksi obat ini dengan adiposit mungkin merupakan mekanisme kerja utama dalam
mensensitisasi jaringan lainnya terhadap kerja insulin.

- Farmakokinetika
Baik pioglitazone dan rosiglitazone diserap baik dengan atau tanpa makanan.
Rosiglitazone diserap sempurna dengan kadar puncak plasma dicapai sekitar 1 jam.
Pioglitazone memiliki bioavailabilitas 83 %, dengan waktu mencapai kadar puncak
plasma sekitar 2 jam. Keduanya terikat kuat (> 99%) pada albumin. Pioglitazone
terutama dimetabolisme oleh CYP2C8 dan kurang dimetabolisme oleh CYP3A4 (17
%). Pioglitazone diekrekresi sebagian besar melalui feses dan hanya 15-30 % yang
diekskresikan melalui urin sebagai metabolit aktif (M-III dan M-IV). Rosiglitazone
dimetabolisme sebagian besar oleh CYP2C8 dan sebagian kecil oleh CYP2C9, dan
juga melal ui N-demetilasi dan hidroksilasi. Sebanyak dua per tiga ditemukan di urin
dan sepertiganya di feses.
Waktu paruh pioglitazone adalah 3-7 jam sedangkan rosiglitazone, 3-4 jam.
Metabolit aktif pioglitazone memiliki waktu paruh yang lebih panjang yaitu 16-24
jam. Pioglitazone tidak membutuhkan penyesuaian dosis pada penyakit ginjal sedang
sampai parah. Baik pioglitazone dan rosiglitazone memiliki durasi antihiperglikemik
lebih dari 24 jam.

- Penggunaan
Dosis awal pioglitazone yang direkomendasikan adalah 15-30 mg, satu kali sehari
dan untuk rosiglitazone, 2-4 mg, satu kali sehari. Dosis bisa ditingkatkan perlahan
berdasarkan target terapi dan memperhatikan efek samping. Dosis maksimum
pioglitazone adalah 45 mg/hari, dan rosiglitazone 8 mg./hari. Golongan tiazolidindion
biasanya diberikan pada pasien yang tidak bisa menggunakan atau gagal dalam terapi
dengan terapi tunggal metformin atau sulfonylurea atau pasien yang tidak memberi
respon pada terapi kombinasi dengan obat antidiabetik lainnya.
Efek penurunan glukosa lebih besar terjadi ketika rosiglitazone diberikan dalam
dua dosis terbagi dibandingkan dengan dosis tunggal. Sebagai terapi tunggal, dosis
umumnya 4 mg satu kali sehari atau 2 mg dua kali sehari dengan atau tanpa makanan.
Jika respon belum mencapai target, dosis dapat ditingkatkan menjadi 8 m satu kali
sehari atau 4 mg, dua kali sehari. Untuk kombinasi dengan sulfonylurea, metformin
atau insulin, rosiglitazone dapat diberikan 4 mg sekali sehari dan dititrasi sampai
dosis maksimum 8 mg/hari.
Pioglitazone, sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan sulfonylurea,
metformin atau insulin, dosis awalnya adalah 15-30 mg sekali sehari dengan atau
tanpa makanan. Dosis dapat dititrasi sampai maksimal 45 mg/hari.
Efek Tiazolidindion terhadap HbA1c dan FPG termasuk menengah dibandingkan
dengan akarbose dan sulfonylurea atau metformin. Ketika dikombinasikan dengan
obat antidiabetik lain pada pasien DM tipe 2 yang tidak terkontrol, terjadi
penambahan pada penurunan HbA1c . Penggunaannya pada pasien DM tipe 2 yang
menggunakan insulin, rosiglitazone dan pioglitazone dapat meningkatkan kontrol
glikemik dan mengurangi kebutuhan insulin. Golongan obat ini efeknya minim pada
pasien yang tidak obesitas dan memiliki kadar insulin endogen yang rendah.
Manfaat lainnya dari golongan tiazolidindion adalah efeknya pada lipid.
Pioglitazone dan rosiglitazone dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan
kadar HDL sampai 10 %. Rosiglitazone dapat meningkatkan LDL sekitar 8-16 %,
namun pioglitazone tidak mempengaruhi kadar LDL.
Penggunaan rosiglitazone sekarang ini sudah dibatasi di Amerika Serikat, karena
resiko kejadian iskemik. Pasien dan dokter penulis resep harus mendaftar di situs
internet rosiglitazone untuk menerima obat dari central mail-order pharmacy, karena
apotek (pharmacy) lokal tidak boleh menjual rosiglitazone. Pasien dan dokter penulis
resep harus menyetujui keberlanjutan terapi dan rasio resiko dan manfaat harus
diketahui baik pasien dan dokter atau itu merupakan resep yang baru dan pasien telah
diinformasikan dengan lengkap resiko penggunaan rosiglitazone dan ketersediaan
alternatif obat lain, termasuk pioglitazone.

- Adverse Effects
Pioglitazone dan rosiglitazone bisa menyebabkan gagal hati namun sangat jarang
terjadi. Monitoring fungsi hati direkomendasikan pada penggunaan kedua obat ini.
Penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat terjadi, namun anemia tidak sering
terjadi pada penggunaan kedua obat ini. Penurunan sementara jumlah neutrofil dapat
terjadi pada 4-8 minggu pertama terapi. Penggunaan pioglitazone dan rosiglitazone
menunjukkan peningkatan berat badan yang berkaitan dengan dosis (peningkatan 2-3
kg setiap 1 % penurunan HbA 1c). Peningkatan berat badan disebabkan karena retensi
cairan dan/atau akumulasi lemak, juga peningkatan jaringan adiposa perifer sekaligus
pengurangan visceral adiposity.
Peningkatan volume plasma dan edema perifer terjadi karena meningkatnya
permeabilitas sel endothelial. Kejadian edema perifer meningkat cukup besar ketika
kelompok obat ini dikombinasikan dengan insulin. Penggunaan golongan obat ini
juga dapat meningkatkan resiko infark miokard dan kematian akibat penyakit
kardiovaskular.
Reaksi hipersensitivitas seperti rash, pruritus, urtikaria, angioedema dan reaksi
anafilaktik juga sindrom Stevens-Johnson jarang terjadi dengan rosiglitazone,
demikian juga macular edema. Peningkatan resiko fraktur tulang dapat terjadi
umumnya pada wanita. Potensi fraktur pada wanita yang lebih tua harus
dipertimbangkan sebelum menggunakan kelompok obat tiazolidindion.

- Kontraindikasi dan Perhatian


a. Diabetes mellitus tipe 1 : Karena insulin dibutuhkan untuk mekanisme kerjanya,
tiazolindindion tidak boleh digunakan pada pasien DM tipe 1.
b. Pasien DM tipe 2 yang menggunakan insulin : Tiazolidindion harus digunakan
dengan hati-hati karena terjadi peningkatan resiko edema.
c. Preexisting hepatic disease : Pioglitazone dan rosiglitazone tidak boleh digunakan
pada pasien dengan ALT lebih dari 2,5 kali nilai normal. Obat ini harus
dihentikan penggunaanya apabila nilai ALT lebih dari 3 kali nilai normal dan jika
bilirubin mulai meningkat atau jika pasien mengeluh gejala yang berhubungan
dengan hepatitis (fatigue, mual, muntah,nyeri abdomen dan urin berwarna gelap).
d. Gagal Jantung Kongestif Simptomatik atau parah : Penggunaannya
dikontraindikasikan
e. Premenopausal anovulatory women : Obat ini bisa menyebabkan ovulasi dan
menstruasi pada wanita dengan polycystic ovarian syndrome, sehingga pasien
beresiko kehamilan yang tidak diinginkan
f. Riwayat hipersensitivitas Tiazolidindione
g. Obat-obat yang dimetabolisme oleh CYP3A4

- Interaksi Obat
Gemfibrozil dan rifampin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar zat aktif secara
signifikan. Interaksi obat dengan golongan statin memicu metabolisme statin karena
obat golongan ini merupakan inducer CYP3A4 dan hal ini dapat menyebabkan efek
statin menurun. Penggunaan bersama dengan insulin menyebabkan potensiasi efek
retensi cairan dan efek peningkatan berat badan dari insulin. Peningkatan retensi
dapat memicu gagal jantung dan penggunaan bersama kedua obat ini beresiko
hipoglikemia sehingga diperlukan penyesuaian dosis.
- Bentuk Sediaan
a. Pioglitazone : Tablet oral 15 mg, 30 mg, 45 mg (Actos)
b. Rosiglitazone : Tablet oral 2 mg, 4 mg, 8 mg (Avandia)

DAFTAR PUSTAKA :
Bailey, C. 2005. Overview of new and developing pharmacological treatments.
European Heart Journal Supplements. European Society of Cardiology.
Baxter, K. 2010. Stockley’s Drug Interaction 9th edition. Pharmaceutical Press.
London
Dipiro, J. et al. 2014. Pharmacotherapy : A Patophysiology Approach 9th edition. Mc-
Graw Hill
Katzung, B. 2012. Basic and Clinical Pharmacology 12th edition. Mc-Graw Hill
Koda-Kimble, M et al. 2009. Applied Therapeutics :The Clinical Use of Drugs 9th
edition. Lippincott William and Wilkins.
Yunir, Em. 2008. Perkembangan Terkini Metformin sebagai Obat Antidiabetik Oral.
Dexa-Media Jurnal Kedokteran dan Farmasi Volume 21 No.1 Januari-Maret 2008

Anda mungkin juga menyukai