Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT KOMUNITAS DENGAN PENYAKIT

KUSTA FRAMBUSIA PADA ANAK USIA SEKOLAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Agregat Komunitas

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
SHINTIYA SACHIYAH FINA 1221007142
SUKMA NUR AHDA 1221007361
ANISATUL ADZIMA 1221007421

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2024

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kusta merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
leprae (basil tahan asam). Penyakit kusta sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan Masyarakat, terutama di negara berkembang. Kusta menjadi masalah
kesehatan karena termasuk dalam penyakit menular dan kronis (Zuraida, 2020).
Selama ini pada masyarakat berkembang stigma bahwa kusta merupakan
penyakit kutukan Tuhan, penyakit keturunan atau karena ilmu gaib yang
sulit disembuhkan bahkan tidak bisa disembuhkan, dianggap memalukan dan
menimbulkan aib bagi keluarga. Dampaknya, masyarakat cenderung bersikap
negatif terhadap penderita kusta. Contoh nyata yang sering ditemukan yaitu
menolak, menjauhi, memandang rendah dan mencela. Selain itu, perlakuan
diskriminatif juga dilakukan oleh keluarga pasien. Stigma negatif tersebut
mencerminkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang kusta yang masih rendah.
Ironisnya, stigma yang diberikan oleh masyarakat terhadap penderita penyakit
kusta akan tetap melekat meskipun penderita tersebut secara medis telah dinyatakan
sembuh dari penyakit yang di deritanya. hal ini memperburuk psikologi penderita.
(Sulidah,2020)
Indonesia merupakan negara dengan penderita kusta tertinggi ketiga dunia
setelah india dan Brazil. Prevalensi di Indonesia telah mencapai status eliminasi
kusta, yakni dengan prevalensi kusta <1 per 10.000 penduduk pada tahun 2000,
penurunan kasus selanjutnya kurang signifikan. Diprediksi pasien kusta akan terus
ada setidaknya hingga beberapa tahun ke depan. Kelompok usia anak-anak (4-17
tahun) diyakini sebagai kelompok yang paling rentan terhadap penyakit kusta
karena kekebalan mereka yang belum matang atau baru terbentuk, serta adanya
paparan kontak dalam keluarga. Data Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada
kelompok usia anak-anak menunjukkan bahwa peningkatan penderita kusta usia 4-
17 tahun sebanyak 2,60% dan meningkat drastis menjadi 7,17% pada tahun 2017.
Angka prevalensi penyakit kusta pada anak di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB) juga mengalami peningkatan dari 0,47 pada tahun 2016 menjadi 0,59 per
pada 100.000 penduduk pada 2017 (Affarah, 2021).
Pemerintah negara-negara didunia untuk menghormati hak-hak penyadang
kusta serta mendorong pemerintah menghapuskan diskriminasi terhadap penderita
kusta dan keluarganya. Setelah lima tahun penerapan prinsip dan pedoman
penghapusan diskriminasi terhadap penyandang kusta dipandang perlu dilakukan
evaluasi terhadap hasil implementasi. Selain dalam menjalankan kebijakan
program pencegahan penanggulangan dan penatalaksaan kusta, alokasi SDM
kesehatan, juga dapat mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan. Saat
penelitian dilakukan, peneliti menemui bahwa petugas pemegang program kusta
masih merangkap dengan program yang lain, sehingga dalam menjalankan
tugasnya tidak maksimal. Hal ini belum sejalan dengan target dan strategi
pemerintah untuk pencapaian eliminasi kusta, dimana dengan ketersediaan SDM
kesehatan dalam mendukung keberhasilan suatu program. SDM dalam
penanggulangan kusta merupakan tenaga kesehatan yang memiliki
keahlian dan kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,
termasuk pengelola program baik tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota
dan puskesmas (Kemenkes 2019).
Program eliminasi kusta di Indonesia dilaksanakan dengan cara pasif untuk
penemuan kasus baru (pasive case finding). Saat ini beberapa program masih dan
sedang dijalankan antara lain pemeriksaan kontak, pemeriksaan anak sekolah,
chase survey, Leprosy Elimination Campaign (LEC) dan Spesial Action Projeck for
Elimination of Leprosy (SAPEL). Banyak kemajuan yang telah dicapai hingga
tahun 2013 yang lalu meskipun belum mampu menekan populasi penderita kusta.
Stigma negatif tentang kusta menjadi faktor penyulit pemberantasan kusta serta
menjadi pemicu perlakuan diskriminasi pada penderita kusta. Dewan Hak Asasi
Manusia (Dewan HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengadopsi
“Prinsip dan Pedoman tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Orang-orang
Yang Terkena Kusta dan Anggota Keluarga Mereka” sejak tahun 2010(Sulidah,
2020).
Permasalahan kusta tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja
dan membutuhkan waktu yang cukup panjang dalam penyelesaiannya. Oleh
karena itu dibutuhkan komitmen dari pemangku kepentingan melalui
penguatan advokasi serta koordinasi dan kerja sama lintas program dan
lintas sektor dalam penanggulangan kusta (Kemenkes, 2019). Kebijakan/strategi
pelaksanaan program pencegahan penanggulangan dan penatalaksanaan penyakit
kusta sebagai project demonstrasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi bersama Dinas
Kesehatan Kabupaten belum berjalan secara optimal, hal ini peneliti dapatkan
melalui wawancara mendalam dengan informan pemegang program Dinas
Kesehatan (Sulidah, 2020).
Keteladanan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat komunitas
merupakan faktor penting dalam usaha menghapus stigma negatif tentang kusta.
Perawat komunitas dapat memberi contoh bagaimana seharusnya bersikap dan
memperlakukan penderita kusta. Keterlibatan tokoh masyarakat juga penting
bahkan menentukan keberhasilan program pengendalian penyakit kusta. Proses
internalisasi nilai-nilai positif perlu dilakukan oleh perawat baik kepada tokoh
masyarakat maupun Masyarakat pada umumnya. Menurut Kelman (2001)
sebagaimana dikutip oleh Budirahayu (2013) proses internalisasi harus didukung
oleh peran aktif tenaga Kesehatan dan tokoh masyarakat agar tercipta internalisasi
didalam diri individu-individu yang ada di masyarakat. Sayangnya kondisi ideal
tersebut masih belum terwujud sehingga terjadi perlakuan diskriminasi oleh
masyarakat kepada penderita kusta (Sulidah, 2020).
Asuhan keperawatan tersesusn dari beberapa Langkah yang dimulai dari
pengkajian, perumusan diagnose, perencanaan intervensi, implementasi, dan
evaluasi. tujuan dari asuhan keperawatan adalah untuk menggambarkanpengaruh
pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan, sikap, keterampilan dan
tingkat kecacatan pada anggota keluarga yang menderita kusta. Pendidikan
kesehatan dalam standar intervensi keperawatan Indonesia PPNI, (2018) adalah
intervensi edukasi kesehatan memiliki defenisi mengajarkan pengelolaan factor
risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat(Halapiry, 2022).

Artikel ilmiah  minimal 10 artikel


Buku referensi  minimal 3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas penyakit Kusta frambusia masih menjadi masalah di
Indonesia yang ditunjukkkan dengan tingginya prevalensi dan pandangan stigma yang
negatif dalam pandangan masyarakat. Sehingga, dapat dirumuskan penulisan makalah
ini adalah bagaimana proses asuhan keperawatan agregat komunitas yang tepat untuk
diberikan pada kelompok usia sekolah yang menderita penyakit kusta frambusia?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah :
Tujuan Umum
Merancang proses asuhan keperawatan agregat komunitas dengan penyakit kusta
frambusia pada anak usia sekolah.
Tujuan Khusus
1.3.1 Menyusun proses pengkajian dengan penyakit kusta frambusia pada anak sekolah.
1.3.2 Menyusun proses Analisa Data pada penyakit kusta frambusia pada anak sekolah.
1.3.3 Menyusun diagnose keperawatan penyakit kusta frambusia pada anak sekolah.
1.3.4 Menyusun rencana tindakan keperawatan pada kelompok usia rentan terpapar kusta
frambusia.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1.4.1 Mahasiswa Keperawatan
Mahasiswa keperawatan dapat memahami dan menyusun asuhan keperawatan
dengan penyakit kusta frambusia pada anak usia sekolah. serta hasil dari penilitian
yang dapat bermanfaat sebagai sumber pengetahuan.
1.4.2 Pelayanan Keperawatan Komunitas
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pelayanan
keperawatan komunitas agar dapat menjadi acuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan Kesehatan pada lingkungan kerja, terutama mengenai penanggulangan
pada penyakit kusta frambusia.
1.4.3 Pendidikan Keperawatan
Diharapakan memberikan manfaat kepada kalangan Pendidikan keperawatan serta
menjadi acuan dalam penyusunan tugas terkait dengan penyakit kusta frambusia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kasus
Pada desa x….kasusu kusta meningkat jumlah…..

2.2 Pengkajian dan Analisa Data


1. Community as Partner
Data Inti/Core:
8 Subsistem
1) Lingkungan fisik…..dll
2)
2. Pengkajian khusus kelompok tersebut (kuesioner tambahan)

Analisa Data

2.3 Model Keperawatan Komunitas


Community as Partner (Tambahkan sumber lengkap mengenai model tersebut)

2.4 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan SDKI
 Prioritas Diagnosa Keperawatan
2.5 Rencana Intervensi
Berdasarkan SIKI
2.6 Evaluasi
Berdasarkan SLKI

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
APA 6th
Contoh :
Edelmen, C.L., Mandle C L., Kudzman, E.C.2014. Health promotion troughout the Life
Span. 8th edition. Mosby: Elsevier Inc.

Aturan Penulisan

Font : New Times Roman


Size : 12 pt
Halaman : min 10 hal. (tidak termasuk cover, kata pengantar, daftar isi, daftar
pustaka dan lampiran)
Spasi : 1.5
Kertas : A4
Margin : Kiri 3 ; Kanan, Atas, Bawah 2,5

Anda mungkin juga menyukai