DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS JOGOROGO
Jln. Raya Jogorogo Km.01 Kec.Jogorogo Kab.Ngawi
KodePos 63262 Telp 0351-730224
Email: puskesmasjogorogo@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan
yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan seutuhnya. Masalah yang
dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah psikososial
sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari
penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh
terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan
penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah
untuk melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat. Program pemberantasan
penyakit menular bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian serta mencegah akibat buruk lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak
lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular
yang masih merupakan masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di
Indonesia prevalens rate masih tinggi dan permasalahan yang ditimbulkan sangat komplek.
Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial
ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial. Pada umumnya penyakit kusta terdapat di
negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan
ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam
memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial
ekonomi pada masyarakat.
Di Indonesia pengobatan dari perawatan penderita kusta secara terintegrasi dengan unit
pelayanan kesehatan (puskesmas sudah dilakukan sejak pelita I). Adapun sistem pengobatan
yang dilakukan sampai awal pelita III yakni tahun 1992, pengobatan dengan kombinasi (MDT)
mulai digunakan di Indonesia.
Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta
yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan
Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan
jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 9,86% (WHO, 2013). Penyakit
kusta merupakan salah satu dari delapan penyakit terabaikan atau Neglected Tropical Disease
(NTD) yang masih ada di Indonesia, yaitu Filaria, Kusta, Frambusia, Dengue, Helminthiasis,
Schistosomiasis, Rabies dan Taeniasis. Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat dalam
pembangunan di segala bidang termasuk kesehatan, namun kusta sebagai penyakit kuno masih
ditemukan.
B. LATAR BELAKANG
Hingga kini, kusta seringkali terabaikan. Meskipun kusta tidak secara langsung
termasuk ke dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), namun terkait erat
dengan lingkungan yaitu sanitasi. Penggunaan air bersih dan sanitasi akan sangat membantu
penurunan angka kejadian penyakit NTD. Beban akibat penyakit kusta bukan hanya karena
masih tingginya jumlah kasus yang ditemukan tetapi juga kecacatan yang diakibatkannya,
Indonesia sudah mencapai eliminasi di tingkat nasional. Namun saat ini, masih ada 14 propinsi
yang mempunyai beban tinggi yaitu Banten, Sulteng, Aceh, Sultra, Jatim, Sulsel, Sulbar, Sulut,
Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan Kalimantan Utara.
Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikiari besarnya, sehingga menimbulkan
keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri, tetapi pada keluarganya,
masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari konsep perilaku penerimaan periderita terhadap
penyakitnya, dimana untuk kondisi ini penderita masih banyak menganggap bahwa penyakit
kusta merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan,
najis dan menyebabkan kecacatan. Akibat anggapan yang salah ini penderita kusta merasa
putus asa sehingga tidak tekun untuk berobat. Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa
penyakit mempunyai kedudukan yang khusus diantara penyakit-penyakit lain. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya leprophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap kusta).
Leprophobia ini timbul karena pengertian penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang
ditimbulkan sangat menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai budaya sehubungan dengan
upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi sebagai rasa jijik dan takut pada penderita
kusta tanpa alasan yang rasional. Terdapat kecenderungan bahwa masalah kusta telah beralih
dari masalah kesehatan ke masalah sosial.
Leprophobia masih tetap berurat akar dalam seleruh lapisan masalah masyarakat karena
dipengaruhi oleh segi agama, sosial, budaya dan dihantui dengan kepercayaan takhyul. Fhobia
kusta tidak hanya ada di kalangan masyarakat jelata, tetapi tidak sedikit dokter-dokter yang
belum mempunyai pendidikan objektif terhadap penyakit kusta dan masih takut terhadap
penyakit kusta. Selama masyarakat kita, terlebih lagi para dokter masih terlalu takut dan
menjauhkan penderita kusta, sudah tentu hal ini akan merupakan hambatan terhadap usaha
penanggulangan penyakit kusta. Akibat adanya phobia ini, maka tidak mengherankan apabila
penderita diperlakukan secara tidak manusiawi di kalangan masyarakat.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan cakupan pelayanan program kusta sesuai dengan masalah yang ada,
sehingga dapat meningkatkan penemuan secara dini penderita kusta baru dan bisa
mengobati pasien kusta secara sempurna.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeteksi secara dini penderita kusta baru diwilayah kerja Puskesmas Jogorogo.
b. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya deteksi dini penyakit
kusta.
c. Mempertahankan keterampilan petugas kesehatan di unit pelayanan dalam tata laksana
pasien kusta.
D. Visi, Misi Strategi Untuk Mencapai Visi Dan Misi Puskesmas Jogorogo
Tata Nilai yang dianut oleh UPT Puskesmas Jogorogo adalah “ WOW “
W : Work : Kerja. melaksanakan tugas sesuai tupoksi untuk meningkatkan mutu dan
kinerja Puskesmas.
F. Budaya Kerja
a. Kepala Puskesmas dan seluruh penanggung jawab UKP dan penanggung jawab UKM
wajib berpartisipasi dalam program mutu dan keselamatan pasien mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
b. Para pimpinan wajib melakukan kolaborasi dalam pelaksanaan Program mutu dan
keselamatan pasien yang diselenggarakan di seluruh jajaran Puskesmas.
c. Perencanaan mutu disusun oleh seluruh jajaran Puskesmas dengan pendekatan
multidisiplin, dan dikoordinasikan oleh Ketua tim mutu.
d. Perencanaan mutu berisi paling tidak:
1) Area prioritas berdasarkan data dan informasi, baik dari hasil monitoring dan
evaluasi indikator, maupun keluhan pasien/keluarga/staf dengan
mempertimbangan kekritisan, risiko tinggi dan kecenderungan terjadinya
masalah.
2) Salah satu area prioritas adalah sasaran keselamatan pasien.
3) Kegiatan-kegiatan pengukuran dan pengendalian mutu dan keselamatan
pasien yang terkoordinasi dari semua unit kerja dan unit pelayanan.
H. KEGIATAN
KEGIATAN RINCIAN KEGIATAN
Case Finding Kusta 1. Untuk pasien baru, kunjungan rumah dilakukan
sesegera mungkin.
2. Pemberian konseling sederhana dan pemeriksaan
fisik. Sasarannya adalah keluarga yang tinggal
serumah.
3. Saat melakukan kunjungan, petugas diwajibkan
membawa kartu pasien, alat pemeriksaan, dan obat
MDT.
Pemeriksaan kontak 1. Untuk pasien baru, pemeriksaan kontak sekitar rumah
serumah ± 10 rumah/25 pasien harus dilakukan sesegera mungkin.
orang 2. Pemberian konseling sederhana dan pemeriksaan
fisik. Sasarannya adalah tetangga sekitar
pasiensejumlah 10 rumah atau sekitar 25 orang di
sekitar rumah pasien.
3. Saat melakukan kunjungan, petugas diwajibkan
membawa alat pemeriksaan dan buku catatan hasil
pemeriksaan.
Pemantauan menelan 1. Petugas memberikan penjelasan mengenai aturan
obat MDT Kusta Minum obat serta efek samping yang ditimbulkan
selama pengobatan.
2. Menunjuk keluarga terdekat / paling dipercaya untuk
Memantau pasien minum obat secara teratur.
Screening SD/ MI 1. Sebelum dilakukan pemeriksaan, terlebih dahulu
diberikan penyuluhan tentang kusta kepada siswa dan
guru.
2. Pemeriksaan dilakukan pada seluruh siswa kelas 6.
3. Pemeriksaan dilakukan oleh programer kusta bekerja
sama dengan lintas program atau petugas kesehatan
lainnya yang telah mendapat sosialisasi Kusta.
4. Jika pemeriksaan dilakukan oleh lintas program /
petugas kesehatan dan menemukan suspek kusta,
maka perlu dirujuk ke dokter dan programer kusta / ke
Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut.
5. Jumlah siswa yang diperiksa dan kasus baru yang
ditemukan dicatat.
Penyuluhan Kusta 1. Petugas memberikan penyuluhan kusta pada warga
desa yang memiliki pasien kusta di daerah tersebut.
K. SASARAN
1. Masyarakat
2. Sekolah dasar
3. Lintas program
4. Lintas sektor
2 Pemeriksaan V V V V
kontak
3 PMO
4 Screening V V
SD/ MI
5 Penyuluhan V V
Kusta