DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS TELUK BATANG
Jl. A. Yani Teluk Batang Kab. Kayong Utara Kode Pos 78856
A. PENDAHULUAN
Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan
permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan
seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga
adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini warga
masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah
tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara,
karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna
sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan
kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat. Program pemberantasan penyakit
menular bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan
angka kematian serta mencegah akibat buruk lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak
lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit
menular yang masih merupakan masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana
beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan permasalahan yang
ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis tetapi
meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial. Pada
umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar
penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan
kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.
Di Indonesia pengobatan dari perawatan penderita kusta secara terintegrasi
dengan unit pelayanan kesehatan (puskesmas sudah dilakukan sejak pelita I). Adapun
sistem pengobatan yang dilakukan sampai awal pelita III yakni tahun 1992, pengobatan
dengan kombinasi (MDT) mulai digunakan di Indonesia.
Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu negara dengan beban penyakit
kusta yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah
India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak
16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 9,86%
(WHO, 2013). Penyakit kusta merupakan salah satu dari delapan penyakit terabaikan atau
Neglected Tropical Disease (NTD) yang masih ada di Indonesia, yaitu Filaria, Kusta,
Frambusia, Dengue, Helminthiasis, Schistosomiasis, Rabies dan Taeniasis. Indonesia
sudah mengalami kemajuan yang pesat dalam pembangunan di segala bidang termasuk
kesehatan, namun kusta sebagai penyakit kuno masih ditemukan.
B. LATAR BELAKANG
Hingga kini, kusta seringkali terabaikan.
Meskipun kusta tidak secara langsung termasuk ke dalam pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs), namun terkait erat dengan lingkungan yaitu sanitasi.
Penggunaan air bersih dan sanitasi akan sangat membantu penurunan angka kejadian
penyakit NTD. Beban akibat penyakit kusta bukan hanya karena masih tingginya jumlah
kasus yang ditemukan tetapi juga kecacatan yang diakibatkannya, Indonesia sudah
mencapai eliminasi di tingkat nasional. Namun saat ini, masih ada 14 propinsi yang
mempunyai beban tinggi yaitu Banten, Sulteng, Aceh, Sultra, Jatim, Sulsel, Sulbar, Sulut,
Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan Kalimantan Utara.
Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikiari besarnya, sehingga
menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri,
tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari konsep perilaku
penerimaan periderita terhadap penyakitnya, dimana untuk kondisi ini penderita masih
banyak menganggap bahwa penyakit kusta merupakan penyakit menular, tidak dapat
diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Akibat
anggapan yang salah ini penderita kusta merasa putus asa sehingga tidak tekun untuk
berobat. Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa penyakit mempunyai
kedudukan yang khusus diantara penyakit-penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh karena
adanya leprophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap kusta). Leprophobia ini timbul
karena pengertian penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkan sangat
menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya
pengendalian leprophobia yang bermanifestasi sebagai rasa jijik dan takut pada penderita
kusta tanpa alasan yang rasional. Terdapat kecenderungan bahwa masalah kusta telah
beralih dari masalah kesehatan ke masalah sosial.
Leprophobia masih tetap berurat akar dalam seleruh lapisan masalah masyarakat
karena dipengaruhi oleh segi agama, sosial, budaya dan dihantui dengan kepercayaan
takhyul. Fhobia kusta tidak hanya ada di kalangan masyarakat jelata, tetapi tidak sedikit
dokter-dokter yang belum mempunyai pendidikan objektif terhadap penyakit kusta dan
masih takut terhadap penyakit kusta. Selama masyarakat kita, terlebih lagi para dokter
masih terlalu takut dan menjauhkan penderita kusta, sudah tentu hal ini akan merupakan
hambatan terhadap usaha penanggulangan penyakit kusta. Akibat adanya phobia ini,
maka tidak mengherankan apabila penderita diperlakukan secara tidak manusiawi di
kalangan masyarakat.
C. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Meningkatkan cakupan pelayanan program kusta sesuai dengan masalah yang ada,
sehingga dapat meningkatkan penemuan secara dini penderita kusta baru dan bisa
mengobati pasien kusta secara sempurna.
2. TUJUAN KHUSUS
a. Mengupayakan peningkatan keterampilan petugas dalam mendeteksi suspect
Kusta.
b. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya deteksi dini
Kusta.
c. Mempertahankan keterampilan petugas kesehatan di unit pelayanan dalam tata
laksana pasien kusta.
E. TATA NILAI
4. Pemantauan minum obat pasien kusta 1. Pada setiap pasien kusta yang mendapat pengobatan MDT dengan paduan MDT sesuai
ketetapan WHO / ISTC, maka ditunjuk seorang PMO ( pengawas minum obat )
2. Dilakukan pemantauan keteraturan dan kepatuhan kunjungan kontrol pasien kusta dengan
mempergunakan : kalender pasien
3. Ditetapkan jadwal kunjungan kontrol : pada fase intensif dan 1 x / bulan
4. Pelaksana pelayanan kesehatan ( staf perawat ) di tiap klinik rawat jalan tempat pasien
kusta berobat, membuat jadwal kunjungan dan juga pada kalender pasien
a. pada saat pasien datang kunjungan kontrol, maka beri tanda rumput ( √ )
b. apabila pada jadwal kunjungan kontrol ternyata pasien mangkir / tidak datang kontrol,
maka harus segera disampaikan kepada pelaksana wasor Kusta di Dinas Kesehatan
setempat, untuk bantuan pelacakan kasus
5. Selama masa pengobatan, pada pasien kusta akan dilakukan pemeriksaan reaksi untuk
follow up pengobatan
J. PEMBIAYAAN
Pendanaan dalam kegiatan program kusta dibiayai oleh dana puskesmas yang sah dan APBD.
6. Program kusta Pemantauan Penderita Rumah Programmer Setiap Bulan Penderita kusta Membantu dalam Sebagai motivasi
minum obat kusta penderita kusta pelaksanaan kegiatan masyarakat dan
pasien kusta penderita
L. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN
- Evaluasi dilakukan setiap 2 ( dua ) minggu sekali oleh Programer Kusta Puskesmas terhadap pelaksanaan kegiatan dimana hal yang dievaluasi adalah ketepatan waktu,
baik pembukaan, pengisian materi maupun penutupan dan partisipasi peserta yang tercermin dalam diskusi yang aktif.
Mengetahui,
Kepala Puskesmas Teluk Batang Penanggung Jawab Program Kusta