BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kusta atau disebut juga Morbus Hansen merupakan penyakit yang menyerang
kulit maupun saraf yang disebabkan oleh infeksi Microbacterium leprae. Kusta
berasal dari bahasa sansekerta yaitu Kusta yang artinya kumpulan gejala penyakit
kulit secara umum (Kemenkes RI, 2015). Kecacatan yang dialami oleh penderita
sosial yang dialami diantaranya adalah penderita tidak dapat melakukan fungsi
masyarakat sekitar serta dalam segi psikologis akan menurunkan harga diri
menimbulkan masalah yang sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan hanya
dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan
yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara itu dalam
kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini
masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini
penyakit kusta, maka penyakit kusta dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi
masalah penyakit kusta, maka diperlukan program pengendalian secara terpadu dan
menyeluruh melalui strategi yang sesuai dengan endemisitas penyakit kusta. Selain
itu juga harus diperhatikan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial ekonomi untuk
Pada akhir tahun 2000, WHO telah menyatakan bahwa eliminasi kusta telah
tercapai dan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Eliminasi
didefinisikan prevalensi kurang dari satu per 10.000 penduduk. Kasus di dunia
tercatat pada tahun 1985 sejumlah 5 – 35 juta kasus (12 per 10.000) dan pada
akhir tahun 2000 menurun menjadi 597.035 kasus (satu per 10.000). Dari 118
negara endemic kusta WHO mencatat 254.525 kasus pada tahun 2007 dan di tahun
ketiga setelah India dan Brazil dalam hal menyumbang jumlah penderita kusta di
dunia.
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah dukungan dari keluarga serta
kusta yaitu dukungan dari keluarga penderita kusta. Menurut Friedman (2010),
keluarga dapat memberikan dorongan baik dari segi fisik maupun psikologis bagi
penyembuhan akan semakin cepat, serta akan lebih giat dalam mencari dan
melakukan upaya-upaya penyembuhan bagi dirinya dalam hal ini adalah upaya
pencegahan cacat dengan melakukan perawatan diri. Hal ini sejalan dengan
Faktor lain yang berperan dalam perawatan diri penderita kusta adalah dari
akan suatu permasalahan kesehatan maka semakin baik pula upaya peningkatan
kusta, semakin banyak informasi yang didapat akan semakin baik pengetahuan
penderita kusta dalam hal ini adalah perawatan diri dalam upaya pencegahan
kecacatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Solikhah (2016)
yang menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
Mengingat bahwa masalah kusta menurut skenario di desa kabupaten kota baru
stigma terhadap penyakitnya masih tinggi, ada 23 mantan penderita yang telah
dinyatakan RFT (realese from treatment), 2 orang cacat pada matanya, 5 orang
terdapat luka luka pada kakinya yang tak kunjung sembuh. Oleh sebab itu kami
penulis akan mencari solusi dalam meningkatkan kemandirian hidup untuk harkat
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
penyakit kusta.
D. MANFAAT
BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. SKENARIO
Baru. Ada satu desa yang merupakan desa endemis Kusta (Prevalensi: 14/10.000)
pada puskesmas tersebut. Dina dan teman temanya merasa ingin tahun bagaimana
Puskesmas menanganinya. Desa tersebut terletak di salah satu pulau yang terpisah
Dasar, stigma terhadap penyakit kusta masih tinggi, masyarakat masih menganggap
bahwa menderita kusta adalah akibat kutukan Tuhan, lingkungan, sosial ekonomi
ekonomi dari masyarakat. Harga diripun hancur. Ada 23 mantan penderita yang
telah dinyatakan RFT (release from treatment), 2 orang cacat pada matanya, 5 orang
terdapat luka luka pada kakinya yang tidak kujung sembuh. Bagaimana usaha Dina
sehingga akan memperoleh harkat hidup yang lebih layak di masa depannya.
7
B. ANALISA
sebagai berikut :
1. Lokasi Geografis
Faktor tersebut menjadi faktor resiko penyebab mengapa hingga saat ini
1. Lokasi Geografis
terpencil yang jauh dari puskesmas sehingga akses jalan menuju puskesmas
sehingga penderita kusta pada saat ditemukan sudah dalam keadaan cacat
permanen. Selain itu, akibat lokasi desa yang jauh dari puskesmas
Hal inilah sebenarnya yang menjadi masalah utama terkait dengan isu
kesehatan seperti memiliki jamban yang sehat, sarana air yang bersih,
rumah yang baik, pencahayaan yang cukup, kepadatan hunian rumah yang
peluang orang yang tinggal dirumah dengan sanitasi perumahan yang tidak
sehat tertular penyakit kusta 7 kali lebih besar dibandingkan dengan orang
9
2016).
kondisi dinding dan lantai rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
terbuat dari bahan permanen / tembok / batu bata yang plester / papan yang
kedap air. Lantai yang memenuhi syarat kesehatan adalah lantai yang
terbuat dari ubin/keramik/papan yang kedap air dan tidak berdebu. Dinding
dan lantai rumah yang berdebu merupakan salah satu faktor lingkungan
jelas riwayat kontak dengan penderita kusta. Selain itu, beberapa hasil
debu, air untuk mandi dan mencuci di rumah pernderita kusta yang
62% dan SMP sebanyak 38%. (Hadi, 2016). Hal ini mendukung bahwa taraf
memiliki dampak terhadap masalah psikis, sosial dan juga ekonomi yang
adalah penyakit keturunan yang bisa menular lewat apapun, dan tida bisa
mengalami depresi dan bahkan ada keinginan untuk bunuh diri. Menurut
Lesmana pada tahun 2013 Adanya anggapan dari masyarakat tentang orang
Adanya stigma yang melekat ini membuat para mantan penderita kusta
dengan para mantan penderita kusta karena ada perasaan takut tertular.
(Lesmana, 2013)
penyakit kusta seperti munculnya bercak putih, kulit mati rasa dan atau
kesemutan, muncul bercak merah, serta rontoknya bulu mata pada penderita
kuatnya stigma yang ada di masyarakat terhadap penyakit kusta (La Ode,
2017).
3. Rehabilitasi
a. Rehabilitasi medis
sembuhnya luka kronis, tampilan fisik yang lebih baik baik dan
13
b. Rehabilitasi sosial
c. Rehabilitasi ekonomi
(Nasution, 2012).
pada penderita kusta maupun eks kusta perlu dilakukan mulai dari
MASALAH
Tidak ada
PARAMETER Letak SDM yang
upaya
geografis Rendah
rehabilitasi
1. Prevalence 4 4 3
2. Severity 3 4 3
3. Rate % increase 3 5 4
16
4. Degree of unmeet
need 5 4 3
5. Social benefit 4 5 3
6. Public concern 3 5 3
7. Technical feasibility 3 4 3
study
8. Resources availibilty 3 5 3
Jumlah 28 36 25
Rerata 3.5 4.5 3.1
E. PEMBAHASAN
1. Input
b. Daerah endemis
2. Proses
pasien untuk lebih merawat diri terhadap kecacatan dan luka- lukanya.
pasien penyakit kusta. Merekrut kader kesehatan atau tenaga sukarela yang
kader kesehatan diberikan pelatihan terlebih dahulu tentang tanda dan cara
serta rehabilitasi perawatan dan perlindungan untuk lebih merawat diri pada
pasien kusta.
calon kader :
nafkah lain.
derajat kesehatan yang optimal. Selain itu, peran kader ikut membina
3. Lingkungan
lingkup wilayah yang lebih kecil serta jenis dan kompetensi pelayanan yang
b. Stigma masyarakat
E. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
a. Penyuluhan kesehatan
21
belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada
disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga
RI, 2006).
dengan pendekatan berupa diskusi atau pemutaran slide agar lebih menarik.
b. Pemberian imunisasi
Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali
2. Pencegahan Sekunder
ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta
mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf (Depkes RI, 2006). Oleh karena
yang harus dilakukan secara teliti dan benar, yang meliputi fungsi sensorik,
fungsi motoric dan fungsi otonom. Karena pada keadaan dini, bila berbagai
tindakan perlindungan saraf dari kerusakan lebih lanjut, maka hasilnya akan
mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah
yang dapat dilakukan antara lain dengan penyuluhan adaptasi sosial dan
latihan dalam upaya rehabilitasi penderita kusta, guna menjaga agar cacat
yang telah baik tidak kambuh lagi dan mencegah terjadinya transisi dari
3. Pencegahan Tertier
a. Rehabilitasi kusta
penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu
kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan
1 Puskesmas pembantu 5 4 4 5 16
2 Penyuluhan 4 4 5 3 27
3 Perekrutan kader 4 4 4 4 16
M : Maknitude, besarnya masalah yang bias diatasi apabila solusi ini dilaksanakan
BAB III
RENCANA PROGRAM
A. RENCANA PROGRAM
Berdasarkan siklus hidup dan sifat kusta. Maka upaya penanganan yang dapat
penderita kusta hingga saat ini masih banyak mengalami diskriminasi sosial
akibat stigma pada penyakit yang pernah mereka alami. Dalam kehidupan
sehari- hari mereka sulit mengakses hak- hak sosial seperti pendidikan,
sehingga takut tertular dan menjauhi penderita ataupun orang yang pernah
a. Kusta tak mudah menular, penularan hanya dapat terjadi melalui kontak
terus menurus dalam waktu yang relatif lama dengan penderita kusta basah.
Kemungkinan yang kerap tertular adalah keluarga dalam satu rumah dan
tetangga dekat yang berinteraksi setiap hari. Kusta tak lagi bisa menular
Sebagian besar orang pun kebal kusta yaitu 9%, 5% sisanya 3% bisa
b. Kusta bisa dicegah dan disembuhkan melalui deteksi dini kusta dan
c. Kusta bukan penyakit turunan, bukan dampak guna- guna dan kutukan.
kemungkinan pola hidup tidak sehat, lingkungan tinggal yang kumuh dan
1) pemeriksaan raba,nyeri,suhu
Lokasi
Volume Rincian Tenaga Kebutuhan
No. Kegiatan Sasaran Target Pelaksa Jadwal
Kegiatan Kegiatan Pelaksana Pelaksanaan
naan
Daftar
100% Mendata semua Puskes Oktober penderita kusta
30 penderita 30 penderita Kader
penderita penderita kusta mas
kusta dan kusta dan kesehatan
kusta dan RFT Daftar anggota
RFT RFT
Inventarisasi dan RFT keluarga
1
sasaran Mengumpulkan penderita kusta
50 50
100% masyarakat
masyarakat masyarakat Kader
Masyara sesuai dengan Balai Oktober Alat tulis
desa desa kesehatan
kat desa jumlah sasaran desa
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
baik bagi penderita kusta maka perlu diadakan penyuluhan mengenai kusta terhadap
berada disekitar penderita kusta paham bahwa kusta bukanlah suatu penyakit
kutukan melainkan suatu cobaan yang diberikan, penderita kusta tidak perlu dijauhi,
dan sebaliknya penderita kusta perlu dilibatkan pada suatu kegiatan di masyarkat
agar proses rehabilitasi terutama mental bisa dijalani dengan baik. Pengucilan dan
B. SARAN
agar terciptanya harkat martabat penderita kusta yang lebih baik karena tanpa
adanya program tersebut tidak akan ada suatu perubahan yang dapat merubah
benar mengenai kusta dan tukuan meningkatkan harkat dan martabat penderita
sehingga pada tidak menjauhi para penderita kusta dan justru agar menerima
penderita kusta.
31
DAFTAR PUSTAKA
Kamal, 2015. Kurangnya Konseling dan Penemuan Kasus secara Pasif Mempengaruhi
Kejasdian Kecacatan Kusta Tingkat II di Kabupaten Sampang.Surabaya:
Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga Surabaya.
Kemenkes RI. 2015. Ifodatin Kusta 2015, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Mahanani. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perawatan Diri Kusta pada
Penderita Kusta di Puskesmas Kunduran Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora.
Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Ode, 2017. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas hidup Penderita Kusta di Kabupaten
maluku tengah tahun 2017.Makassar:Departemen Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
32
Tarigan Nuah Perdamenta. 2013. Masalah Kusta dan Diskriminasi Serta Stigmatisasinya
di Indonesia. Humaniora : Jakarta, Vol. 4 no. 1 April hal. 432-444
Wati Wakurnia, Suriah, Rachman A. Watief. 2013. Keyakinan Diri Penderita Kusta
dalam Upaya Mencari Kesembuhan di Puskesmas Poka Kota Ambon. Makassar
: Bagian Promosi kesehatan fakultas kesehatan masyarakat, Universitas
Hasanudin.