DosenPembimbing :
Diana Rachmania, S.Kep.,Ns.,M.Kep
DisusunOleh :
KELOMPOK 3
1. Adinda Tryas Dewantini (201701004)
2. Anisa Ayu Mahardhika (201701019)
3. Dewi Trimaharani (201701034)
4. Fadli Fauzan (201701049)
5. Inda Mareta (201701063)
6. Merry Puspa Rini (201701076)
7. Pingkan Nuralbaniah (201701086)
8. Rozi Sekar Arum (201701099)
9. Tri Handayani (201701111)
10. Zerlina Eryani (201701123)
11. Zona Arda Fitria (201701124)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 13
4.2 Saran………………………………………………………………...... 13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN.
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Manfaatnya untuk membantu pasien pascastroke dengan cara rehabilitasi bagian ekstremitas
atas (upper limb). Game memiiki unsur-unsur dramatis seperti: tantangan, play, premis,
karakter dan cerita. Pengujian usabilitasdan flow menunjukkan bahwa game dapat digunakan
untuk membantu rehabilitasi dengan baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kegiatan telenursing membutuhkan integrasi antara strategi dan kebijakan untuk mengembangkan
praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan serta
pelatihan keperawatan.
Untuk dapat diaplikasikan maka ada beberapa hal yang menjadi perhatian:
1. Faktor legalitas
Dapat didefinisikan sebagai otonomi profesi keperawatan atau institusi keperawatan yang
mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan telenursing.
2. Faktor financial
Pelaksanaan telenursing membutuhkan biaya yang besar karena sarana dan prasarananya
sangat banyak. Perlu dukungan dari pemerintah dan organisasi profesi dalam penyediaan
aspek financial dalam pelaksanaan telenursing.
3. Faktor skill
Ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu pengetahuan dan skill tentang telenursing.
Perawat dan pasien perlu dilakukan pelatihan tentang aplikasi telenursing. Terlaksananya
telenursing sangat tergantung dari aspek pengetahuan dan skill antara pasien dan perawat.
Pengetahuan tentang telenursing harus didasari oleh pengetahuan teknologi informasi.
4. Faktor motivasi
Motivasi perawat dan pasien menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan telenursing.
Tanpa ada motivasi dari perawat dan pasien, telenursing tidak akan berjalan dengan baik.
b) Manfaat telenursing
1. Efektif dan efisien dari sisi biaya kesehatan, pasien dan keluarga dapat mengurangi
kunjungan ke pelayanan kesehatan (dokter praktek, ryang gawat darurat, rumah sakit dan
nursing home).
2. Dengan sumber daya yang minimal dapat meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan
keperawatan tanpa batas geografis.
3. Telenursing dapat menurunkan kebutuhan atau menurunkan waktu tinggal di rumah sakit.
4. Pasien dewasa dengan kondisi penyakit kronis memerlukan pengkajian yang sering
sehingga membutuhkan biaya yang banyak. Telenursing dapat meningkatkan pelayanan
untuk pasien kronis tanpa memerlukan biaya dan pemanfaatan teknologi.
5. Berhasil dalam menurunkan total biaya perawatan kesehatan dan meningkatkan akses
untuk perawatan kesehatan tanpa banyak memerlukan sumber.
Kelebihan telenursing
Telenursing dapat diartikan sebagai pemakaian teknologi informasi dibidang pelayanan
keperawatan untuk memberikan informasi dan pelayanan keperawatan jarak jauh. Model
pelayanan ini memberikan keuntungan antara lain:
1. Mengurangi waktu tunggu dan kunjungan yang tidak perlu.
2. Mempersingkat hari rawat dan mengurangi biaya perawatan.
3. Membantu memenuhi kebutuhan kesehatan.
4. Memudahkan akses petugas kesehatan yang berada di daerah terisolasi.
5. Berguna dalam kasus-kasus kronis atau kasus geriatik yang perlu perawatan di rumah
dengan jarak yang jauh dari pelayanan kesehatan, dan
6. Mendorong tenaga kesehatan antar daerah yang kurang terlayani untuk mengakses
penyedia layanan melalui mekanisme seperti: konferensi video dan internet
(American Nurse Assosiation, 1999).
7. Peningkatan jumlah cakupan pelayanan keperawatan dalam jumlah yang lebih luas
dan merata.
8. Dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan keperawatan (model distance learning)
dan perkembangan riset keperawatan berbasis informatika kesehatan dan
meningkatkan kepuasan perawat dan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang
diberikan serta meningkatkan mutu pelayanan perawatan dirumah(home care).
9. Meningkatkan rasa aman (safety) perawat dan klien, karena dengan diterapkannya
telenursing semakin meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga dan meningkatkan
kepatuhan. Telebursing telah menyediakan layanan bagi konsumen untuk memanggil
perawat agar mendapat saran kesehatan. Seorang perawat dengan pelatihan khusus
dapt menawarkan pendidikan dan dukungan, sehingga ini bermanfaat karena klien
membutuhkan dukungan yang tidak mungkin didapatkan dengan kontak langsung.
Kekurangan dan hambatan telenursing
Menurut Amy Peck (2005) ada tiga kategori dasar hambatan dalam telenursing, meliputi:
perilaku, legeslatif, dan teknologi. Hambatan perilaku, ada ketakutan bahwa perawat akan
mendelegasikan tugas ke mesin. Pada awalnya perawat akan resisten terhadap telenursing
akibat kurangnya penguasaan terhadap teknologi informasi dan teknologi telekomunikasi.
Namun dengan adanya pelatihan dan adanya support sistem, perawat bisa merasakan
manfaat telenursing untuk dirinya dan pasien. Legislasi, telenursing muncul sebagai issue
kebijakan publik secara mayor, sebelum adanya kepastian lisensi. Secara teknologi,
Elektronik Health Record (EHR) dan standar data mendukung perkembangan telenursing.
Tanpa EHR telehealth tidak bisa bekerja. Ketersediaan sistem penyimpanan data pasien
kapanpun dan dimanapun provider membutuhkannya.
A.Aplikasi Telerehabilitasi
Telerehabilitation merupakan suatu layanan interdisipliner serbaguna yang sangat potensial dalam
memfasilitasi tindak lanjut perawatan stroke di rumah dengan berbagai layanan rehabilitatif bagi
pasien penyandang cacat akibat stroke melalui teknologi telekomunikasi. Beberapa aplikasi
telerehabilitasi yang telah berhasil diidentifikasi yaitu TeleMentoring, TeleMonitoring,
TeleConsultation, Tele-Education, TeleSupervision, dan TeleTherapy.
Tipe Intervensi
• TeleMentoring
• TeleMonitoring
• TeleConsultation
• TeleSupervision
• TeleTherapy
a) with physical intervention
b) without physical intervention
B.Kegunaan
•Memberikan penjelasan dan petunjuk tentang latihan ke klinisi dari jarak jauh
•Melakukan pengkajian kondisi atau situasi spesifik pasien
•Memberikan penekanan/aarahan tentang rencana terapi yang akan dilaksanakan
•Meninjau status perkembangan pasien dalam menjalani telerehabilitasi
•Menfasilitasi penyembuhan fungsional pasien melalui instruksi latihan fisik
•Menfasilitasi penyembuhan dan perbaikan fungsional pasien melalui pemberian saran.
C.Perangkat Telerehabilitasi
Telerehabilitasi ini terdiri atas 3 perangkat yang saling menunjang dalam pemberian terapi
rehabilitasi jarak jauh, yaitu health provider, health operator dan home platform (rumah pasien).
Telerehabilitasi dan Alur Data
Health Provider
Health provider merupakan unit sentral sistem dan layanan sebagai struktur teknis yang
memungkinkan layanan rehabilitasi berlangsung. Health provider secara langsung terkoneksi ke
rumah sakit atau pusat rehabilitasi Health provider harus :
- Menginstal dan menset-up peralatan rehabilitasi pada rumah pasien
- Memberikan, mengatur, dan mempertahankan komunikasi antara pasien dan profesional pemberi
layanan rehabilitasi
- Mengatur perangkat lunak (software) di rumah pasien (termasuk alur data antara rumah pasien
dan operator kesehatan)
- Memperoleh dan mentransfer data terkait latihan rehabilitasi pasien
Health Operator
Health operator adalah suatu unit yang terdiri dari (pada umumnya terapis) dan dilengkapi dengan
modul software yang memungkinkan untuk :
- Mengakuisisi, memvisualisasi dan mengelola data mengenai pelaksanaan latihan rehabilitasi
untuk mamantau keberhasilan protokol rehabilitasi
- Mengaktivasi videoconference untuk memandu pasien melakukan latihan dengan tepat.
Videoconference ini dibutuhkan oleh pasien dan terapis untuk menciptakan suatu link yang efektif
dan kooperatif
Home Platform
Home platform dirancang untuk penggunaan umum. Untuk tujuan mengatasi keberagaman
kebutuhan pengguna layanan, sehingga perlu dirancang suatu sentral dengan level modularitas dan
upgrade yang tinggi yang dapat mengelola komunikasi antara health provider dan unit-unit perifer
yang terpasang di rumah-rumah pasien. Pengembangan pusat konsol ini membuat integrasi yang
lebih mudah pada perangkat rehabilitasi atau pemantauan.
- PC yang mensimulasi semua fungsi unit sentral
- Meja untuk latihan aktivitas motorik yang memungkinkan pasien untuk mlaksanakan terapi
okupasi dan latihan fisik aktif menurut petunjuk dari terapis. Meja mengimplementasikan fitur
yang diminta oleh dokter dan fisioterapi agar pasien melakukan latihan rehabilitasi yang sama
dengan yang dilakukan di rumah sakit. Sebuah electromyograph perifer yang dilengkapi dengan
biofeedback untuk mengukur kontraksit atau relaksasi otot selama latihan
- Modul videoconference yang memungkinkan pasien untuk langsung terhubung dengan operator
kesehatan dan dipandu melakukan latihan terapeutik.
- Pusat konsol memperoleh data dari instrumen rehabilitatif dan mengirimkan data ke operator
kesehatan. Sebuah modul perangkat lunak yang user-friendly (ramah pengguna) memungkinkan
pasien dan pemberi perawatan untuk berinteraksi dengan mudah dengan perangkat yang
digunakan (Russel et al, 2003)
Teknologi virtual reality ini biasanya digunakan pada bidang medis, arsitektur, penerbangan,
hiburan, dan lain-lain. Contoh virtual reality banyak sekali, salah satunya seperti game FPS (First
Peson Shooter) yang akan membuat pengguna merasa berada di dalam game tersebut. Selain
itu, virtual reality digunakan pada foto dan video 360 derajat yang membuat pengguna merasa
berada di tempat tersebut.Virtual Reality membantu penyembuhan. Beberapa aplikasi VR untuk
pasien berbentuk lingkungan yang dapat menimbulkan rasa tenang dan damai guna mendukung
penyembuhan. VR dapat menciptakan suatu lingkungan riil dari suasana perjalanan di suatu
tempat, seperti naik helikopter di atas Iceland dengan topografi dan landscapes sesungguhnya; atau
di sebuah studio lukis dimana pasien bisa melakukan kegiatan melukis, yang tentu membuat
senang hatinya; atau suasana di dalam laut dimana pasien bisa merasakan berenang bersama
lumba-lumba dan mahluk laut lainnya agar pasien merasa bahagia. Beberapa bidang studi dan
pengembangan VR untuk pelayanan kesehatan juga mengelola trauma lumpuh, kerusakan otak
dan rehabilitasinya, pelatihan kognisi sosial bagi remaja autis, perawatan depresi dan kegelisahan,
rehabilitasi stroke, Alzheimer, manajemen ADHD anak, diagnostic dan visualisasi
gambar/imaging.
Kinect adalah salah satu sensor hasil kemajuan teknologi untuk industri game. Sensor ini
memungkinkan pemain berinteraksi secara natural dengan menggunakan gerakan dan suara untuk
mengendalikan game tanpa perlu menyentuh secara fisik sebuah controller (Microsoft, 2012).
Kemampuan Kinect tersebut akan membuat pasien stroke yang bagian tubuhnya cacat akan sangat
terbantu ketika memainkan game dengan Kinect karena tidak perlu menggenggam controller-nya.
Freitas et al. (2012) mengembangkan game untuk rehabilitasi pasien pascastroke dan menguji
usabilitasnya. Pengujian tersebut dilakukan pada tiga grup populasi yang berbeda, yaitu:
fisioterapis, ahli komputer dan orang awam. Pasien pascastroke belu dilibatkan dalam pengujian
usabilitas tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengembangkan game untuk
rehabilitasi pasien pascastroke dan menguji usabilitasnya dengan melibatkan pasien pascastroke,
fisioterapis dan orang awam. Flow dapat terdiri dari perasaan “terbenam” (immersed) yang mampu
menarik pemain untuk terus memainkan game lewat elemen suara dan cerita (Sweetser and Wyeth,
2005). Fullerton (2008) menjelaskan bagian penting game yang bisa “mengikat” (engage) pemain
ke dalam game adalah elemen dramatis: tantangan, play, premis, karakter dan cerita. Cerita yang
mempunyai bagian karakter dan premis amatlah penting dalam membuat immersed dan engaged
sehingga kondisi flow dapat dirasakan oleh pemain.
BAB III
PEMBAHASAN
Penelitian ini diambil karena banyaknya orang yang menderita penyakit stroke.Orang yang telah
menderita stroke dan telah sembuh dari penyakit ssekarangtroke bukan berarti sembuh dari
penyakitnya.Akan tetapi akan tetap harus latihan berulang-ulang untuk melatih anggota tubuh
yang belum bisa berfungsi secara normal setelah terkena serangan stroke. Latihan ini bertujuan
untuk mendorong perubahan neoroplastik otak.Tetapi latihan berulang-ulang bukanlah aktivitas
pengisi waktu menyenangkan bagi sebagian orang.Sebagian besar orang paling termotivasi oleh
aktivitas yang mereka sukai ketika penderita stroke melatih apa yang menjadi kegemaran mereka
maka proses pemulihan akan terasa seperti bermain.Jadi,pasien pascastroke akan dilakukan
penelitian menggunakan permainan sebuah Virtual Reality/game online.Dan penelitian terbaru
menunjukkan bahwa VR yang berupa game komersial dapat juga digunakan untuk meningkatlan
motivasi pasien pascastroke dalam menyelesaikan latihannya,sehingga diperoleh bukti kuat bahwa
VR dapat meningkatkan fungsi motorik dalam fase rehabilitasi stroke kronik.
Virtual reality therapy (VRT) menggunakan komputer yang diprogram secara khusus, perangkat
imersi visual dan lingkungan buatan yang dibuat untuk memberikan pasien pengalaman simula
yang dapat digunakan untuk mendiagnosis dan mengobati kondisi psikologis yang menyebabkan
kesulitan bagi pasien. Dalam banyak fobia lingkungan, reaksi terhadap bahaya yang dirasakan,
seperti ketinggian, berbicara di depan umum, terbang, ruang tertutup, biasanya dipicu oleh
rangsangan visual dan pendengaran. Dalam terapi berbasis VR, dunia virtual adalah sarana untuk
menyediakan rangsangan buatan, terkontrol dalam konteks perawatan, dan dengan terapis yang
dapat memonitor reaksi pasien. Tidak seperti terapi perilaku kognitif tradisional, perawatan
berbasis VR mungkin melibatkan penyesuaian lingkungan virtual, seperti misalnya menambahkan
intensitas bau yang dikendalikan atau menambah dan menyesuaikan getaran, dan memungkinkan
dokter untuk menentukan pemicu dan memicu level untuk reaksi setiap pasien.
2. Tujuan penelitian
Dalam hal ini ada pengembangan alat bantu rehabilitas yang ditujukan untuk pasien
pascastroke,alat tersebut berbasis virtual reality (VR) yg menghasilkan software game dengan
nama Jaka Sembuh. Game tersebut dapat digunakan untuk membantu rehabilitasi bagian upper
limb untuk gerakan Gross motor skills.
3. Metode penelitian
Pada penelitian game ini memerlukan sampel untuk di lakukan uji coba. sampenya yaitu dari
pasien-pasien pasca stroke yang dikumpulkan dari berbagai rumah sakit. Untuk selanjutnya yaitu
tahap identifikasi pasien akan dilakukan penentuan karakteristik yang dibutuhkan oleh konsumen.
Karakteristik tersebut didapatkan melalui tiga metode, yaitu wawancara, observasi, dan FGD.
Proses ini diawali dari penentuan atribut kebutuhan pengguna dengan wawancara dengan
fisioterapis di Poltekkes Surakarta dan RS Sardjito. Kemudian melakukan observasi di klinik
fisioterapi dan di RS Sardjito. Tahap yang terakhir adalah melakukan FGD di RS Sardjito dengan
para fisioterapis.
Wawancara semiterstruktur dilakukan dengan experts, yaitu dua orang dosen fisioterapi di
Poltekkes Surakarta dan dua orang fisioterapis di RS Sardjito. Selama wawancara dengan dosen,
dilakukan pendokumentasian dengan menulis di buku catatan. Dilakukan pendokumentasian
dengan perekaman suara selama wawancara dengan fisioterapis.
Observasi dan FGD dilakukan di RS Sardjito dengan diikuti oleh enam orang fisioterapis. Sebelum
mengikuti FGD, fisioterapis sudah melihat game prototipe dimainkan dan video tentang game
prototipe sehingga fisioterapis memiliki gambaran mengenai game yang akan dibicarakan dalam
FGD.
Pernyataan kebutuhan konsumen ditentukan berdasarkan informasi yang telah didapat dari
wawancara, observasi dan FGD. Pernyataan kebutuhan konsumen tersebut lalu diatur menurut
hirarkinya, sehingga terbagi menjadi atribut primer dan atribut sekunder. Pernyataan kebutuhan
konsumen yang diatur menurut hirarkinya ditampilkan dalam tabel 1.
Pada tahapan prototipe ,desain yang telah dibuat diterjemahkan ke dalam bentuk
prototipe. Dari bahan gameplay gerakan upper limb lalu dilakukan brainstorming
untuk melengkapi gameplay dengan daftar kebutuhan konsumen. Dari hasil
brainstorming didapatkan ide game yang berjudul Jaka Sembuh. Terinspirasi dari
nama tokoh dan judul komik populer yaitu Jaka Sembung karya Djair Warni. Begitu
populernya komik ini sehingga dibuat film dan sinetronnya. Jaka Sembung bahkan
menjadi tokoh pantun yang paling sering muncul di masyarakat. Djair begitu piawai
bercerita sehingga pembaca menganggap Jaka Sembung adalah cerita legenda,
padahal hanya cerita rekaan semata oleh pengarangnya (Benke, 2011).
Prototipe kertas yang dibuat ada dua bagian: prototipe kertas gameplay dan
prototipe kertas menu game. Prototipe kertas gameplay berfokus pada bagaimana
game tersebut dimainkan oleh pasien, sedangkan prototipe kertas menu berfokus
pada interaksi fisioterapis ketika menjalankan GUI menu game Jaka Sembuh.
Prototipe kertas lalu menjadi dasar dalam pembuatan prototipe digital. Cara
penggunaannya yaitu pasien di pasang alat Virtual Reality yaitu alat seperti
kacamata 3 dimensi , disitu ada game jaka sembuh, pasien yang sudah terpasang
VR akan merasakan seperti ikut di dalam permainan tersebut jadi pasien bisa
merasakan brjalan-jalan dan bergerak, jadi waktu menggunakan game ini, pasien
tanpa tidak sadar bisa menggerakkan anggota tubuhnya dan merangsang syaraf-
syaraf nya agar kembali pulih.
BAB 4
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke adalah penyakit yang mematikan karena dapat menyebabkan kecacatan dan
kematian pada pasien. Telerehabilitation dapat didefinisikan sebagai suatu
penggunaan teknologi komunikasi untuk memberikan layanan rehabilitasi jarak
jauh. Virtual reality untuk rehabilitasi menggunakan sensor Kinect sebagai
pengontrol. Kinect adalah sebuah kamera sensor keluaran Microsoft yang dapat
mengukur kedalaman, warna, dan letak titik-titik bagian tubuh serta rangkaian
tulang dari orang yang berdiri di depannya.
3.2 Saran
Reitinger, B., Bornik, A., Beichel, R. & Schmalstieg, D. (2006). Liver Surgery
Planning Using Virtual Reality. Virtual and Augmented Reality Supported
Simulators, 36-47