Anda di halaman 1dari 41

SEJARAH

Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan perpanjangan tangan


Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam mengelola dan mengembangkan dakwah
Muhammadiyah dibidang kesejahteraan sosial. Program-program Muhammadiyah dalam
bidang kesejahteran sosial tercermin dalam pendirian berbagai fasilitas pelayanan sasial
Muhammadiyah, mulai dari Panti Sosial Asuhan Anak, Rumah Singgah, Rumah Jompo,
Panti Cacat, serta Santunan Yatim piatu dan fakir miskin.

Dalam sejarahnya Majelis Pelayanan Sosial adalah penjelmaan dari Bagian Penolong
Kesengsaraan Oemoem (PKO) Muhammadiyah yang dipelopori oleh Kiyai Haji Ahmad
Dahlan sebagai Fouding Father Muhammadiyah. Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem
dimulai sejak awal Muhammadiyah berdiri pada tahun 1912, yaitu memberikan santunan dan
penyelamatan anak-anak yatim piatu dan fakir miskin yang terdapat disekitar kota
Yogyakarta, tempat lahirnya Muhammadiyah.

Sejalan dengan perkembangan zaman, Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem


Muhammadiyah kemudian menjelma menjadi beberapa bentuk pelayanan seperti rumah
Sakit, Panti Asuhan dan bagian taktis seperti Lembaga Penanggulangan Bencana
Muhammadiyah. Disebabkan tuntutan zaman jugalah kemudian terbentuk Bagian khusus
yang membidangi Kesejahteran Sosial, penamaan bagian ini sering berubah-ubah dari masa
ke masa, Mulai dari Majelis Kesejahteran Sosial, Majelis Pembina Kesejahteran Sosial
kemudian pada Muktamar ke 44 di Jakarta digabung dengan Amal Usaha di Bidang
Kesehatan dengan nama Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat (MKKM).

Pada Muktamar Muhammadiyah ke 46 di Yogyakarta diputuskan kembali membentuk bagian


kesejahteraan Sosial Muhammadiyah dengan nama Majelis Palayanan Sosial Muhammadiyah
(MPS). Keberadaan MPS kemudian diperkuat pada Muktamar Muhammadiyah ke 47 di
Makassar, Sulawesi Selatan.

INSPIRASI

Surat Al Ma’un merupakan faktor utama lahirnya Muhammadiyah sebagai gerakan sosial,
kisah tentang sangat terisnspirasinya Kiyai Haji Ahmad Dahlan dengan pesan yang
terkandung dalam surat Al Maun tercatat dalam kisah pengajaran yang beliau lakukan kepada
murid-muridnya, dimana berulang ulang setiap hari selalu mengajarkan tafsir surat tesrsebut,
sehingga ada muridnya yang bertanya mengapa pelajarannya tidak ditambah dengan belajar
surat lainya. Jawaban Kiyai Dahlan kepada Muridnya ialah : Apa kamu sudah mengerti
betul? Kalau sudah hafal apa sudah kamu amalkan? Jawaban Muridnya Apanya yang
diamalkan? Bukankah surah al-Ma’un berulang kali kami baca untuk rangkapan Fatihah
dikala kami salat? Kemudian Kiyai Dahlah mejelaskan Diamalkan, artinya dipraktekkan,
dikerjakan! Rupanya Saudara-saudara belum mengamalkannnya. Oleh karena itu, mulai hari
ini, saudara-saudara pergi berkeliling mencari orang miskin. Kalau sudah dapat, bawa
pulanglah kerumahmu masing-masing . Mandikan mereka dengan sabun yang baik, berilah
pakaian yang bersih, berilah makan dan minum, serta tempat tidur di rumahmu.

Jelas sekali bahwa lahirnya gerakan sosial Muhammadiyah dan Gerakan Muhammadiyah
pada umunya terinspirasi oleh pesan dalam surat Al Ma’un untuk menyejahterakan anak
yatim dan fakir miskin.
Articles
Kebijakan Muhammadiyah dalam Penanggulangan
Bencana

Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 46 tahun 2010

 Mengembangkan kesadaran bencana di lingkungan Muhammadiyah, kampanye


kesadaran menghadapi bencana di masyarakat, advokasi sistem penanggulangan
bencana, dan usaha usaha lain dalam program rehabilitasi pasca tanggap darurat yang
tersistem dengan program dan prinsip-prinsip gerakan Muhammadiyah.
 Meningkatkan dan mengoptimalkan sistem penanggulangan bencana dalam bentuk
jejaring simpul-simpul tanggap darurat, rehabilitasi bencana di lingkungan
Muhammadiyah dalam penanggulangan bencana; peningkatan kapasitas kader, relawan,
dan pengelola penanggulangan bencana
 Meningkatkan keterpaduan dan kesiapan AUMKESOS dan Rumah Sakit dalam
penanggulangan bencana, peningkatan kualitas tanggap darurat (response time dan
mobilisasi), peningkatan kualitas manajemen dan pengadaan logistik tanggap darurat,
serta advokasi dan reabilitasi pasca bencana.

Surat Keputusan Pembentukan Lembaga Penanggulangan Bencana PP


Muhammadiyah :

Surat Keputusan Pengangkatan Personalia Pimpinan Lembaga Penanggulangan


Bencana PP Muhammadiyah :

Profil Singkat Muhammadiyah

Sejarah

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18
Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA
Dahlan .

Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan
penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak
mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh
karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya
sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat
sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung
ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman
bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut
maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air.

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi


pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada
siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-
anak yang telah dewasa.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu
masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin
Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga
tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada
tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini
Menjadi Muktamar 5 tahunan.

Data dan Perangkat Organisasi

Nama Organisasi : Muhammadiyah


Berdiri : 18 Nopember 1912 M
8 Dzulhijah 1330 H
Pendiri : K.H. Ahmad Dahlan
Ketua Umum (2010-2015) : Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, MA
Lokasi Awal Berdiri : Kampung Kauman, Yogyakarta
Alamat Kantor Pimpinan Pusat Muhammdiyah : Yogyakarta:
Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Jl. Cik Ditiro No. 23 Yogyakarta 55262 Telp. +62
274 553132 Fax.(+62 274 553137
Website: www.muhammadiyah.or.id
E-mail : pp_muhammadiyah@yahoo.com

Jakarta:
Gedung Dakwah Muhammadiyah,
Jl. Menteng Raya No.62 Jakarta 10340 Telp. +62
21 3903021 Fax. +62 21 3903024
Website: www.muhammadiyah.or.id
Email : pp_muhammadiyah@yahoo.com

Jaringan Muhammadiyah
1. Pimmpinan Wilayah (PWM) : 33 Wilayah (Propinsi)
2. Pimpinan Daerah (PDM) : 417 Daerah (Kabupaten/Kota)
3. Pimpinan Cabang (PCM) : 3.221 Cabang (Kecamatan)
4. Pimpinan Ranting (PRM) : 8.107 Ranting (Desa/Kelurahan)

Majelis-Majelis 1.
: Majelis Tarjih dan Tadjid
2. Majelis Tabligh
3. Majelis Pendidikan Tinggi (MPT)
4. Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU)
5. Majelis Pendidikan Kader (MPK)
6. Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
7. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK)
8. Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
9. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
10. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
11. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-
HAM)
12. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
(Dikdasmen)
13. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK)
Lembaga-Lembaga 1.
: Lembaga Amal Zakat Infaq dan Shodaqqoh
(LAZIS)
2. Lembaga Hubungan dan Kerjasama
International
3. Lembaga Pengawas Pengelolaan Keuangan
4. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
5. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
6. Lembaga Penanggulangan Bencana
(Muhammadiyah Disaster Management
Center - MDMC)
7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
Organisasi Otonom 1.
: Aisyiyah
2. Pemud Muhammadiyah
3. Nasyiyatul Aisyiyah
4. Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah
5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
6. Hizbul Wathan
7. Tapak Suci

Data Amal Usaha Muhammadiyah


No Jenis Amal Usaha Jumlah
1 TK/TPQ 4.623
2 Sekolah Dasar (SD)/MI 2.604
3 Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs 1.772
4 Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA 1.143
5 Pondok Pesantren 67
6 Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah 172
7 Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll 457
8 Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll. 318
9 Panti jompo * 54
10 Rehabilitasi Cacat * 82
11 Sekolah Luar Biasa (SLB) * 71
12 Masjid * 6.118
13 Musholla * 5.080
14 Tanah * 20.945.504 M²
Struktur Organisasi

Sumber : www.muhammadiyah.or.id

Foto kegiatan tanggap darurat bencana yang dikoordinasikan MDMC . Kegiatan ini
mengkoordinsikan jaringan sumberdaya Muhammadiyah, kerjasama dengan lembaga
pemerintah Indonesia dan bersinergi dengan lembaga- lembaga yang terlibat dalam tanggap
darurat bencana.
Jaringan Kerjasama

US Pacific Comand bekerjasama dengan MDMC menyebarkan tema pengurangan risiko bencana
dan adaptasi perubahan iklim pada pejabat militer negara asia pacific dalam acara
Symposium on East Asian Security dengan kunjungan lapangan di lereng Merapi, Magelang,
Jawa Tengah

(September, 2012)

Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) membangun kerjasama dengan berbagai


lembaga lokal, nasional dan internasional dalam kegiatan penanggulangan bencana, selain
menggerakkan seluruh sumberdaya Muhammadiyah baik berupa jaringan organisasi di 33
provinsi di Indonesia, Majelis dan Lembaga, LAZISMU, sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit
organisasi perempuan, mahasiswa, pelajar, pemudi - pemuda dan kader profesional seperti
dokter, perawat, guru dan dosen.

Dengan otoritas penanggulangan bencana nasional yang sesuai UU no 24 th 2007 diamanatkan


kepada BNPB dan BPBD di Provinsi dan Kabupaten, MDMC membangun sinergi kegiatan dalam
semua kegiatan penanggulangan bencana, seperti latihan gabungan relawan, sosialisasi program
Pengurangan Risiko Bencana, program tanggap darurat dan rehabilitasi, pelatihan komunitas.

Dengan Kementrian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten MDMC membangun
sinergi baik dalam operasi tanggap darurat yang dilakukan relawan Disaster Medic Commite
(DMC) maupun program Rumah Sakit Siaga Bencana.

Dalam konteks kerjasama antar lembaga berbasis keagamaan, Muhammadiyah yang menjadi
anggota Humanitarian Forum menugaska MDMC untuk menjadi elemen aktifitas Humanitarian
Forum Indonesia (HFI) yang salah satu kegiatannya berfokus ada isu kebencanaan. Tergabung
dalam HFI tersebut : Dompet Duafa, Karina , PPKM, World Vision, Yakkum Emergency Unit
(YEU) , YTBI , CWS , PKPU , Habitat .
Dalam isu Pendidikan Bencana, MDMC terlibat aktif menjadi salah satu presidium Konsorsium
Pendidikan Bencana yang memfasilitasi kerjasama lembaga-lembaga baik pemerintah, NGO, CSO
yang memiliki konsentrasi dalam pengarus utamaan Pengurangan Risiko Bencana di sekolah.

Sementara itu, dalam isu Pengurangan Risiko Bencana, MDMC menjadi bagian aktif Platform
Pengurangan Risiko Bencana baik di tingkat Nasional , Planas PRB , maupun platform di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Selain telibat dalam forum tersebut diatas, secara langsung MDMC membangun dan melanjutkan
kerjasama Internasional yang telah terbangun sejak momentum Tsunami Aceh 2004 secara
lansung dengan berbagai lembaga atas nama Muhammadiyah dalam bidang-bidang :

 Pelayanan Kesehatan Bencana : Direct Relief International , CRS , TAF , JICA , Belgium,
Mercy Relief, USAID, AUSAID
 Pendidikan Pasca Bencana : WVI, AUSAID, Mercy Relief
 Pusat Kegiatan Anak di area Bencana (Secured Area) : UNICEF, YOTS, Save the Children
 Penguatan Komunitas Pasca Bencana dan Pembangunan Tenpat Ibadah : WON
Buddhism, TAF, UEA, KSA
 Trauma Counseling : Mercy Relief, Capacitar International
 Water Suplay and Sanitation : AUSAID, IRD
 Emergency Logistic : DRI , Libya, IOM
 Livelihood : WVI, GIve 2 Asia, AUSAID
 Women Program : UNIFEM, UNDP, Give 3 Asia
 Sekolah dan Komunitas Siaga Bencana : AUSAID
 Kesiapsiagaan Rumah Sakit dan Komunitas : AUSAID, Direct Relief International
 Penguatan Kompetensi : HOPE, US Pacific Comand, ADPC, ICRC

HARI ini, 8 Dzulhijjah 1430 Hijriah Muhammadiyah genap berusia satu abad. Perhitungan ini tentu didasarkan
pada kalender qamariah. Berbagai acara telah dilangsungkan di seluruh penjuru tanah air untuk menyambut
tahun kelahiran (milad) Muhammadiyah. Apalagi, pada perayaan milad kali ini Muhammadiyah berusia satu
abad. Itu berarti pada tahun mendatang Muhammadiyah akan memasuki abad baru yang penuh dengan
tantangan.

Sebagai gerakan sosial keagamaan, menurut (alm) Nurcholish Madjid Muhammadiyah merupakan organisasi
Islam modern tebesar di dunia. Dilihat dari segi kelembagaannya, Muhammadiyah juga dikatakan sangat
mengesankan. Karena itu, menurut Cak Nur, Muhammadiyah merupakan salah satu cerita sukses di kalangan
Islam, tidak saja secara nasional, tapi juga internasional. Pernyataan Cak Nur ini merupakan sebagian dari
pandangan yang bernada memuji dan optmistis terhadap kiprah Muhammadiyah.

Selain menerima pujian dan menjadi harapan, Muhammadiyah juga banyak dikritik. Misalnya, berkaitan dengan
keabsahan label Muhammadiyah sebagai gerakan pembaru (tajdid). Masyarakat pada umumnya menerima
begitu saja (taken for granted) labelisasi Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid.

Hampir tidak ada yang mempersoalkan label tajdid yang melekat dalam diri Muhammadiyah. Hal ini disebabkan
Muhammadiyah senantiasa mengaitkan gerakan dan pemikirannya pada para pembaru muslim seperti
Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Padahal, menurut Azyumardi Azra dan Djohan
Efendi, Muhammadiyah dalam bidang pemikiran keagamaan lebih tepat disebut gerakan salafiyah, neo-
salafiyah, dan bahkan ortodoks.

Hal ini disebabkan tekanan ideologi gerakan Muhammadiyah adalah menghendaki pemurnian (purifikasi) di
bidang akidah dan ibadah. Cermin usaha purifikasi Muhammadiyah tampak sangat menonjol dalam kegiatan
dakwah untuk memberantas takhayul, bid'ah, dan khurafat. Di kalangan warga Muhammadiyah, model dakwah
ini dikenal dengan dakwah terhadap TBC.
Pada level praksis Muhammadiyah sesungguhnya layak disebut gerakan pembaru. Melalui teologi al-Ma'un (al-
Ma'unisme) Muhammadiyah telah membuktikan diri sebagai gerakan yang sangat menekankan pentingnya amal
saleh. Dengan menekuni wilayah praksis sosial keagamaan berarti Muhammadiyah telah melaksanakan prinsip
a faith with action. Dalam bahasa warga Muhammadiyah prinsip ini dikenal dengan dakwah bil hal (mengajak
dengan amalan dan tindakan konkret). Muhammadiyah juga mempraktikkan ajaran sedikit berbicara banyak
bekerja, berdisiplin, bekerja keras, dan tanggung jawab secara organisasi.

Berkat beberapa ajaran tersebut Muhammadiyah mendapat kepercayaan dari umat sehingga mampu melahirkan
banyak amal usaha, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lain.

Namun, justru dengan amal usaha yang semakin banyak, Muhammadiyah dihadapkan pada berbagai persoalan.
Misalnya, energi Muhammadiyah nyaris habis hanya untuk kegiatan rutin mengurus amal usaha.

Dengan meminjam istilah beberapa intelektual muda, Muhammadiyah seperti gajah gemuk yang semakin
lamban dalam memberikan respons terhadap tantangan zaman. Akibatnya, kontribusi pemikiran Muhammadiyah
di bidang sosial keagamaan terasa sangat kurang. Pada konteks inilah Muhammadiyah perlu merevitalisasi
ideologi agar mampu menampilkan diri sebagai gerakan amal sekaligus gerakan ilmu. Buya Syafii Maarif
merupakan salah satu tokoh yang konsisten menyuarakan agar Muhammadiyah mampu menyandingkan
gerakan praksisme dan gerakan intelektualisme.

Menampilkan diri sebagai gerakan intelektual, selain gerakan praksis, akan sangat menentukan arah dan
perjuangan Muhammadiyah dalam memasuki abad kedua. Intelektualisme dapat menjadi sumber energi yang
luar biasa bagi Muhammadiyah, terutama dalam rangka memberikan pencerahan pada kehidupan
keberagamaan di Indonesia. Sebab, diakui atau tidak, wajah Islam Indonesia akhir-akhir ini telah diwarnai
persaingan yang sangat tajam antara kelompok Islam fundamentalis dan liberalis.

Kelompok Islam fundamentalis dengan dalih ingin mengembalikan amalan keagamaan sebagaimana
dicontohkan generasi awal Islam telah mengalami distorsi yang luar biasa. Misalnya, simplifikasi identitas
keislaman melalui simbol pakaian berjubah, memakai celak, berjenggot, dan bercelana di atas tumit. Meski
beberapa identitas keislaman ini memiliki rujukan dalam ajaran Islam, menyederhanakan Islam dengan hal-hal
yang bersifat kategoris seperti itu jelas melenceng dari substansi ajaran Islam.

Sebaliknya, kelompok Islam liberal yang mengusung tema reaktualisasi ajaran juga menimbulkan banyak
kontroversi. Misalnya, kelompok Islam liberal dikatakan telah mengotak-atik ajaran yang dianggap mapan oleh
umat Islam. Penerjemahan kalimat thayyibah; la ilaha illallah dengan tiada Tuhan selain Tuhan, merupakan salah
satu contoh kreasi para pembaru muslim yang menimbulkan kontroversi berkepanjangan.

Menghadapi perdebatan dan persaingan dua mazhab pemikiran Islam yang senantiasa memutlakkan kebenaran
kelompoknya, Muhammadiyah sesungguhnya dapat menampilkan diri sebagai mediator. Dalam hal ini
Muhammadiyah dapat menjalankan fungsi management of ideas di antara berbagai mazhab pemikiran.

Yang perlu dilakukan Muhammadiyah pada berbagai mazhab pemikiran (school of thought) adalah mengajak
untuk bergerak ke posisi tengah. Ajakan ini akan efektif jika ditempuh melalui dialog yang tulus dan tidak saling
mengklaim kebenaran. Jika dialog ini dilakukan secara berkelanjutan, pada saatnya kita akan menyaksikan
wajah Islam Indonesia yang sangat moderat dan toleran terhadap berbagai keragaman***

Perkembangan Muhamadiyah dan amal -amal


usaha Muhammadiyah
09 Nov
. Pendahuluan
Perkembangan organisasi gerakan Islam di Indonesia tumbuh dan berkembang sejak dari
negeri ini belum mencapai kemerdekaan secara fisik sampai pada masa reformasi sekarang
ini. Perkembangannya, bahkan, kian pesat dengan dilakukannya tajdid (pembaharuan) di
masing-masing gerakan Islam tersebut. Salah satu organisasi gerakan Islam itu adalah
Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia.
Bahkan merupakan gerakan kemanusiaan terbesar di dunia di luar gerakan kemanusiaan yang
dilaksanakan oleh gereja, sebagaimana disinyalir oleh seorang James L. Peacock . Di
sebahagian negara di dunia, Muhammadiyah memiliki kantor cabang internasional (PCIM)
seperti PCIM Kairo-Mesir, PCIM Republik Islam Iran, PCIM Khartoum–Sudan, PCIM
Belanda, PCIM Jerman, PCIM Inggris, PCIM Libya, PCIM Kuala Lumpur, PCIM Perancis,
PCIM Amerika Serikat, dan PCIM Jepang. PCIM-PCIM tersebut didirikan dengan
berdasarkan pada SK PP Muhammadiyah . Di tanah air, Muhammadiyah tidak hanya berada
di kota-kota besar, tapi telah merambah sampai ke tingkat kecamatan di seluruh Indonesia,
dari mulai tingkat pusat sampai ke tingkat ranting.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, yang berarti bahwa Warga
Muhammadiyah menjadikan segala bentuk tindakan, pemikiran dan prilakunya didasarkan
pada sosok seorang Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Nabi dijadikannya model (uswah al
hasanah), yang sebenarnya tidak hanya bagi warga Muhammadiyah tetapi juga seluruh umat
Islam bahkan bagi warga non-muslim—kaum yang tidak mempercayainya sebagai rasul—
sekalipun.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam memiliki cita-cita ideal yang dengan sungguh-
sungguh ingin diraih, yaitu mewujudkan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan
cita-cita yang ingin diwujudkan itu, Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam
gerakannya, sebagaimana dikemukakan oleh DR. Haedar Nashir dalam makalah
Muhammadiyah dan Pembentukan Masyarakat Islam (Bagian I, 2008).
Organisasi Islam Muhammadiyah tumbuh makin dewasa bersama organisasi Islam besar
lainnya sekelas Nahdlatul Ulama (NU), merambah ke segala bentuk kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan tetap mengedepankan kepentingan umat dari segi sosial-
budaya, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Namun demikian, Muhammadiyah tetap selalu
melakukan tajdid dalam aspek ruh al Islam (jiwa keislamannya).

2. Pendiri Muhammadiyah
Organisasi Islam Muhammadiyah yang kini lebih dikenal dengan sebutan Persyarikatan
Muhammadiyah, didirikan oleh Muhammad Darwis—yang kemudian dikenal dengan nama
K.H. Ahmad Dahlan—di Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H / 18
Nopember 1912. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang
Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan
jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya
untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an
dan Hadist.
Pada masa kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan (1912-1922), daerah pengaruh
Muhammadiyah masih terbatas di karesidenan Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan
Pekajangan. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada
tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke
Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif
singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari
daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan
Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu
masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11,
Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang
Muhammadiyah hingga tahun 1934. Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi
Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga
tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Di samping itu, Muhammadiyah juga mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan
Nama ‘Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, yakani Nyi Walidah Ahmad Dahlan
berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.
Daftar Pimpinan Muhammadiyah Indonesia sejak berdirinya sampai sekarang, yang dapat
penulis susun adalah:
• KH Ahmad Dahlan 1912-1922
• KH Ibrahim 1923-1934
• KH Hisyam 1935 – 1936
• KH Mas Mansur 1937 – 1941
• Ki Bagus Hadikusuma 1942 – 1953
• Buya AR Sutan Mansur 1956
• H.M. Yunus Anis 1959
• KH. Ahmad Badawi 1962 – 1965
• KH. Faqih Usman 1968
• KH. AR Fachruddin 1971 – 1985
• KHA. Azhar Basyir, M.A. 1990
• Prof. Dr. H. M. Amien Rais 1995
• Prof. Dr. H.A. Syafii Ma’arif 1998 – 2005
• Prof. Dr. HM Din Syamsuddin 2005 – 2010

3. Beberapa Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah


Sebagaimana disebutkan pada bagian pendahuluan di atas bahwa persyarikatan
Muhammadiyah merupakan organisasi yang memiliki cita-cita ideal yaitu mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Hal itu sesuai dengan apa yang termaktub dalam
Anggaran Dasar Muhammadiyah, Pasal 6 Maksud dan Tujuan: “Maksud dan tujuan
Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan cita-cita yang ingin diwujudkan itu,
Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam gerakannya (yakni dalam bentuk amal
usaha, program, dan kegiatannya).
Untuk mencapai maksud dan tujuan itu, Muhammadiyah melaksanakan Da’wah Amar
Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan .
Agar dalam pelaksanannya tidak terjadi gesekan dan benturan yang dapat mengancam
kesatuan umat, walaupun gesekan dan benturan pasti ada, namun diupayakan untuk
diminimalisir. Maka diperlukan adanya pemikiran-pemikiran yang komprehensif di kalangan
cendekiawan Muslim Muhammadiyah dan gerakan-gerakan yang nyata amaliyahnya.
Namun dalam perjalanannya terjadi banyak varian pemikiran. Konteks sosial diklaim
menjadi penyebab munculnya varian pemikiran dalam Muhammadiyah. Ini terjadi
dikarenakan Muhammadiyah memang banyak bergerak dalam bidang sosial; baik
pendidikan, kesehatan, panti sosial yatim piatu, dll. Dalam Muhammadiyah, seperti dalam
pengantar Muhajir Effendy dan Din Syamsuddin pada acara Kolokium Nasional Kaum Muda
Muhammadiyah pada tanggal 11-13 Februari 2008 di Universitas Muhammadiyah Malang,
dinyatakan bahwa pemikiran-pemikiran dalam Muhammadiyah itu sangat variatif; ada yang
sekte ulama, sekte cendekiawan, sekte pelayan, dan sekte penggembira. Keempat-empat
berkembang dan ada pengikutnya masing-masing. Oleh sebab itu melihat Muhammadiyah
hanya satu sekte saja sebenarnya agak kurang proporsional. Melihat Muhammadiyah, karena
itu, mestinya menyeluruh keempat sekte tersebut, sekalipun dikatakan paling banyak
sebenarnya sekte penggembira dan pelayan, bukan ulama maupun cendekiawan.
Hal yang paling penting untuk kasus ini adalah bahwa semua varian pemikiran Islam itu
merupakan proses pembaharuan (Tajdid) dan akan menjadi bahan pembaharuan di masa
datang yang memang dihormati dalam khazanah persyarikatan Muhammadiyah. Azyumardy
Azra, mensinyalir bahwa pembaruan pemikiran modern Islam abad ke-20 sebenarnya tidak
jauh berbeda dengan gerakan pembaruan abad sebelumnya. Sebagian besar berkonsentrasi
pada seruan untuk kembali pada alquran dan sunnah (hadits), ketaatan pada syariah. Jika bisa
dikategorikan dalam tipologi maka ada pemikiran pra-modern, modernisme, puritanisme,
neo-tradisionalisme, sufisme, neo-sufirmse, fundamentalisme dan isme-isme yang lainnya.
Gerakan pembaruan sebelum abad ke-20 juga mengambil tipologi yang hampir sama, yakni
ada neo-sufisme, radikalisme (seperti Kaum Padri) dan puritanisme. (Azya, 1990: 11).
Pemikiran-pemikiran itu dibenarkan sepanjang dimaksudkan untuk menegakkan syariah
Islamiyah, memperkokoh ukhuwah, menyempurnakan aqidah, meningkatkan semangat
sosial, dan memperbiki metodologi pelanyanan umat dan amal usaha Muhammadiyah, baik
bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial.
Kini Muhammadiyah makin dewasa dan arif dalam menyikapi tuntutan umat. Itulah sebabnya
mengapa setiap lima tahun sekali diadakan muktamar Muhammadiyah sebagai wahana
mempertemukan dan mempersatukan pemikiran-pemikiran yang berkembang di masyarakat
terutama warga Muhammadiyah.
Dalam perkembangannya, Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan, oleh M.
Syamsuddin dikatakan sebagai organisasi yang demikian hidmat dalam masalah amal
(perbuatan nyata) seperti membangun sekolah, rumah sakit, panti asuhan, sehingga agak
kurang memberikan perhatian serius pada pembaruan pemikiran (tajdid), sebagai sebuah
konsekuensi dari organisasi yang berusaha menterjemahkan tesis-tesis pembaruan pemikiran
yang telah mendahuluinya. Dari sana Muhammadiyah akhirnya (a) terpusat perhatiannya
pada amal dakwah, sehingga kurang perhatiannya pada perkembangan pemikiran, yang
berakibat pada munculnya (b) kegersangan intelektual, sebagai refleksi atas tesis-tesis
pembaruan pemikiran yang pernah muncul atau sebagai evaluasi terhadap amal dakwah yang
diselenggarakan, hal ini berakibat pula pada (c) membawa amal dakwah Muhammadiyah
berlangsung dalam rutinitas dan berada di luar ide dasar penyelenggaraan, hal ini berakibat
pula pada (d) kurang efektifnya Muhammadiyah sebagai gerakan reformasi (pembaru) Islam.
Mobilisasi yang relatif besar dari Muhammadiyah untuk menyelenggarakan berbagai bentuk
amal usaha dakwah dewasa ini agak kurang memiliki signifikansi bagi tuntutan terjadinya
rekulturisasi” Islam Indonesia. Padahal, jika amal usaha dakwah Muhammadiyah dibarengi
dengan penguatan pembaruan pemikiran dalam Muhammadiyah, sungguh akan lain
dampaknya. Inilah yang sebenarnya menjadi bagian penting dari masa depan Muhammadiyah
yang memiliki banyak amal usaha dakwah dan jamaah yang relatif besar dibanding dengan
ormas Islam lainnya. Tentu, Muhammadiyah tidak boleh mengabaikan peran-peran dari
kelompok (organisasi Islam) lainnya, tetapi Muhammadiyah juga tidak boleh berhenti dengan
menyatakan organisasi Islam lain lebih maju atau kurang berperan di tanah air. (Din
Syamsuddin, 1990: vii)
Muhammadiyah, sebagai gerakan keagamaan yang berwatak sosio kultural, dalam dinamika
kesejarahannya selalu berusaha merespon berbagai perkembangan kehidupan dengan
senantiasa merujuk pada ajaran Islam (al-ruju‘ ila al-Qur’an wa as-Sunnah al-Maqbulah). Di
satu sisi sejarah selalu melahirkan berbagai persoalan dan pada sisi yang lain Islam
menyediakan referensi normatif atas perbagai persoalan tersebut. Orientasi kepada dimensi
ilahiah inilah yang membedakan Muhammadiyah dari gerakan sosio kultural lainnya, baik
dalam merumuskan masalah, menjelaskannya maupun dalam menyusun kerangka
operasional penyelesaiannya. Orientasi inilah yang mengharuskan Muhammadiyah
memproduksi pemikiran, meninjau ulang dan merekonstruksi manhaj-nya.
Seiring dengan perubahan nama Majelis Tarjih menjadi Majelis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam, pada 2000 telah dirumuskan manhaj yang lebih komprehensif dengan
menggunakan berbagai pendekatan, pendckatan bayani, burhani, dan irfani. Pendckatan
bayani merupakan pendekatan yang menempatkan nash sebagai sumbcr kebenaran dan
sumber norma untuk bertindak, sementara aka1 hanya mcncmpati kedudukan yang sekunder
dan berfungsi menjelaskan dan menjustifikasi nash yang ada. Pendekatan ini lebih didominasi
oleh penafsiran gramatikal dan semantik. Dalam pandangan Muhamniadiyah, pendekatan ini
masih diperlukan dalam rangka menjaga komitmennya ‘kembali ke Al-Qur’an dan As-
Sunnah (Djamil. 2005).
Pendekatan burhani merupakan pendekatan yang rnengandalkan rasio dan pengalaman
empiris sebagai sumber kebenaran dan sumber norma bertindak. Dengan demikian
pendekntan ini lebih difokuskan pada pendekatan yang rasional dan argumentatif,
berdasarkan dalil logika, dan tidak hanya merujuk pada teks, namun juga konteks.
Pendekatan burhani diperlukan Muhammadiyah dalam memahami dan menyelesaikan
masalah-masalah yang termasuk al umur al dunyawiyah (urusan dunia), untuk tercapainya
kemaslahatan manusia. Belajar dari khazanah sejarah Islam, pemaduan antara pendekatan
bayani dan burhani tidak banyak menimbulkan masalah. Sejak zaman klasik upaya pemaduan
telah dicoba dilakukan, misalnya oleh al-Gazzali yang mengenalkan mantik (logika
Aristoteles) ke dalam usul fikih untuk menggantikan dasar-dasar epistemologi kalam yang
biasa digunakan ahli-ahli usul fikih, dan mengenalkan teori maslahat dan metode munasabah
dengan konsep pokok tentang spesies illat (nau’ al illah) dan genus illat jins al illah, serta
spesies hukum (nau’ al hukm) dan genus hukum jins al hukm, (Anwar, 2005).
Pendeltatan ‘irfani adalah pendeltatan pemahaman yang bertumpu pada instrumen
pengalaman batin: dzauq, qalb, wijdan, dan ilham. Pengetahuan yang diperoleh melalui
pendekatan ini biasanya disebut pengetahuan dengan kehadiran (hudhuri), suatu pengetahuan
yang berupa inspirasi langsung yang dipancarkan Allah ke dalam hati orang yang jiwanya
selalu bersih. Pendekatan ‘irfani, walaupun ada kritikan, karena antara lain melahirkan tradisi
sufi yang tidak dikenal dalam Muhammadiyah, bagaimanapun ada gunanya. Intuisi dapat
menjadi sumber awal bagi pengetahuan, setidaknya menjadi sumber inspirasi pencarian
hipotesis. Dalam pengamalan agama dan dalam mengembangkan sikap terhadap orang lain,
hati nurani dan qalbu manusia dapat menjadi sumber bagi kedalaman penghayatan
keagamaan, kekayaan rohani, dan kepekaan batin. Sedangkan bagi ijtihad hukum, intuisi dan
kalbu manusia dapat menjadi sumbcr pencarian hipotesis hukum, dan pembuktian akhir
terletak pada bukti-bukti bayani dan burhani (Anwar, 2005).
Ketiga pendekatan di atas, bayani, burhani, dan ‘irfani, telah dijadikan pedoman bagi warga
Muhammadiyah dalam berpiltir, terutama dalam memahami dan menyelesaikan masalah-
masalah muamalah duniawiah .
Sebagai produk pemikiran dan gerakan Islam Muhammadiyah itu, maka muncullah apa yang
disebut Himpunan Putusan Tarjih (HPT), Putusan Muktamar Muhammadiyah, Pembaharuan
Strategi Da’wah Muhammadiyah, Pembaharuan Diklitbang manajemen Muhammadiyah, dan
pemantapan keyakinan warga Muhammadiyah.
Pemikiran-pemikiran yang menjadi alat pendewasaan Muhammadiyah dalam segala bentuk
usahanya diwujudkan dalam penerapan amal usaha, program dan kegiatan yang meliputi :
1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan
pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
2. Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam dalam berbagai aspek
kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya.
3. Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah, dan amal
shalih lainnya.
4. Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia agar berkemampuan
tinggi serta berakhlaq mulia.
5. Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan penelitian.
6. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas
7. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
8. Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan
untuk kesejahteraan.
9. Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam berbagai bidang dan
kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.
10. Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
11. Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan.
12. Mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk mensukseskan gerakan.
13. Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta meningkatkan
pembelaan terhadap masyarakat.
14. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah
Sehingga secara garis besar, perwujudan pemikiran-pemikiran tersebut dapat dikelompokkan
menjadi beberapa amal usaha, antara lain yaitu : da’wah amar ma’ruf nahi munkar, amal
usaha bidang pendidikan, amal usaha bidang sosial, amal usaha bidang kesehatan, dan lain-
lain.
Dalam da’wahnya, Muhammadiyah selalu menekankan amar ma’ruf nahi munkar (menyeru
kepada perbuatan yang benar lagi baik dan mencegah segala bentuk kemungkaran) di
lingkungan masyarakat, beraqidah dan mengajak kepada aqidah Islam, dan bersumber pada
Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Untuk menyamakan gerak langkah dalam da’wah,
para da’i Muhammadiyah berpedoman pada putusan tarjih sebagai hasil proses analisis dalam
menetapkan hukum dengan menetapkan dalil yang lebih kuat (rajih), lebih tepat analogi dan
lebih kuat mashlahatnya. Putusan tarjih itu dihasilkan oleh Majelis Tarjih yaitu lembaga
ijtihad jama‘i (organisatoris) di lingkungan Muhammadiyah yang anggotanya terdiri dari
orang-orang yang memiliki kompetensi ushuliyyah dan ilmiah dalam bidangnya masing-
masing.

4. Beberapa Hasil Yang Dicapai Muhammadiyah di Bidang Pendidikan, Kesehatan dan


Soaial
Gerak langkah organisasi Muhammadiyah dalam amal usahanya telah banyak dirasakan oleh
berbagai kalangan. Hal ini diakui, terutama oleh pemerintah, sangat membantu
pemberdayaan dan kondisi masyarakat luas saat ini. Dalam bidang pendidikan misalnya,
hingga tahun 2000 ormas Islam Muhammadiyah telah memiliki 3.979 taman kanak-kanak, 33
taman pendidikan Alquran, 6 sekolah luar biasa, 940 sekolah dasar, 1.332 madrasah
diniyah/ibtidaiyah, 2.143 sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP dan MTs), 979 sekolah
lanjutan tingkat atas (SMA, MA, SMK), 101 sekolah kejuruan, 13 mualimin/mualimat, 3
sekolah menengah farmasi, serta 64 pondok pesantren. Dalam bidang pendidikan tinggi,
hingga tahun ini Muhammadiyah memiliki 36 universitas, 72 sekolah tinggi, 54 akademi, dan
4 politeknik (Data Cahgemawang, 2009). Nama-nama seperti Bustanul Athfal/TK
Muhammadiyah, SD Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah, SMA Muhammadiyah, SMK
Muhammadiyah, dan Universitas Muhammadiyah bermunculan di berbagai daerah.
Dalam amal usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan
layanan kesehatan masyarakat, sebagai bentuk kepedulian. Balai-balai pengobatan seperti
rumah sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) Muhammadiyah, yang pada masa
berdirinya Muhammadiyah bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan buku Profil dan Direktori Amal
Usaha Muhammadiyah & ‘Aisyiyah Bidang Kesehatan pada tahun 1997, sebagai berikut:
1. Rumah sakit berjumlah 34
2. Rumah bersalin berjumllah 85
3. Balai Kesehatan Ibu dan Anak berjumlah 50
4. Balai Kesehatan Masyarakat berjumlah 11
5. Balai Pengobatan berjumlah 84
6. Apotek dan KB berjumlah 4
7. Institusi Pendidikan berjumlah 54
Pada tahun 2009 diperkiran jumlah fisik balai pengobatan Muhammaiyah lebih banyak lagi
seiring dengan makin berkembangnya usaha-usaha yang diselenggarakan oleh persyarikatan
Muhammadiyah.
Adapun Muhammadiyah sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial, telah mendirikan
lembaga amal usaha sosial dalam bentuk panti sosial Muhammadiyah, sebagai wujud
kepedulian persyarikatan Muhammadiyah dalam menghadapi permasalahan kemiskinan,
pembodohan dan meningkatnya jumlah anak yatim piatu dan anak terlantar. Dalam hal ini
Muhammdiyah terinspirasi dan berpijak pada QS Al-Ma’un. Panti sosial Muhammadiyah
sebagai lembaga pelayanan di masyarakat, memiliki perangkat dan sistem serta mekanisme
pelayanan yang diharapkan akan lebih menjamin efektifitas pelayanan.
Selanjutnya dalam bidang kesejahteraan sosial ini, hingga tahun 2000 Muhammadiyah telah
memiliki 228 panti asuhan yatim, 18 panti jompo, 22 balai kesehatan sosial, 161 santunan
keluarga, 5 panti wreda/manula, 13 santunan wreda/manula, 1 panti cacat netra, 38 santunan
kematian, serta 15 BPKM (Balai Pendidikan Dan Keterampilan Muhammadiyah).
Forum Panti Sosial Muhammadiyah-Aisyiyah (Forpama) yang dibentuk untuk Periode 2007
s.d 2010, sejak diberikan tanggungjawab, terus melakukan berbagai macam terobosan dan
langkah-langkah strategis untuk menjadikan panti sosial Muhammadiyah-Aisyiyah sebagai
lembaga profesionalisme, prima dalam kualitas pelayanan dan memiliki keteguhan komitmen
dalam pembinaan anak-anak asuh panti sosial Muhammadiyah-Aisyiyah yang berjumlah
lebih dari 22.000 anak se-Indonesia dari 351 kelembagaan Panti Sosial Muhammadiyah-
Aisyiyah (Direktori Forpama, 2008). Dengan demikian anak asuh Panti Sosial
Muhammadiyah-‘Aisyiyah menjadi labor kader utama guna membangun sumber daya insani
yang berkualitas di Persyarikatan Muhammadiyah. Demikian pula hasil-hasil amal usaha
yang lain yang telah dicapai oleh persyarikatan Muhammadiyah, seperti bidang tarjih,
ekonomi, dll.

5. Penutup
Sebagai sebuah gerakan Islam yang lahir pada tahun 1912 Masehi dan kini hampir memasuki
usia 100 tahun, telah banyak yang dilakukan oleh Muhammadiyah bagi masyarakat dan
bangsa Indonesia secara luas. Sehingga harus diakui bahwa Muhammadiyah memiliki
kontribusi dan perhatian yang cukup besar dalam dinamika kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Persyarikatan
Muhammadiyah telah menempuh berbagai usaha meliputi bidang dakwah, sosial, pendidikan,
ekonomi, politik, dan sebagainya, yang secara operasional dilaksanakan melalui berbagai
institusi organisasi seperti majelis, badan, dan amal usaha yang didirikannya.
Peningkatan jumlah yang demikian spektakuler tidak dapat menutup kenyataan lain di
seputar perkembangan amal usaha Muhammadiyah, yaitu kualitas amal usaha tersebut. Harus
diakui, amal usaha Muhammadiyah untuk hal kualitas mengalami dua masalah sekaligus.
Pertama, keterlambatan pertumbuhan kualitas dibandingkan dengan penambahan jumlah
yang spektakuler. Kedua, ketidakmerataan pengembangan mutu lembaga pendidikan. Oleh
karenanya, untuk membenahi masalah ini, kehadiran kontribusi pemikiran dan gerakan nyata
dari berbagai kalangan mutlak diperlukan. Ingat, Muhammadiyah adalah gerakan sosial yang
kepedualiannya ditunggu masarakat luas.
Muhammadiyah difahami, bahwa demikian banyak empowerment measures (ukuran
pemberdayaan) atau centennial revitalizating (revitalisasi ultahnya yang ke 100 tahun) yang
harus dilaksanakan oleh gerakan transformasi ini. Revitalisasi di bidang theologi, ideology,
pemikiran, organisasi, kepemimpinan, amal usaha dan aksi, semuanya diletakkan dalam
konteks pemahaman kembali akan tujuan membangun umat.
Akhirnya, sebagai organisasi sosial keagamaan, Muhammadiyah perlu kita dukung, meski
organisasi kita berbeda. Terlebih Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti
perkembangan dan perubahan, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar
ma’ruf nahi-mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya,
yakni: “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat
utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.

Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Muhammadiyah merupakan suatu organisasi sosial keagamaan, artinya Muhammadiyah


bergerak dalam ranah sosial dan agama. Mengapa demikian? Inilah yang sering menjadi pertanyaan
kita. Jawabannya sudah pasti ada pada zaman dulu ketika KH. Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah untuk pertama kalinya. Bagaimana kemudian kita ketahui bersama kondisi geografis
dan sosial yang ada di Yogyakarta saat itu, Sebagian besar masyarakat masih menganut faham
kejawen. Njawani itu bagus, tapi menganut kejawen itu yang kurang bagus. Karena dalam faham
kejawen terdapat ritual-ritual sama persis seperti yang dilakukan umat hindu. Penyembahan terhadap
makhluk hidup sering dilakukan. Hal inilah yang kemudian membuat Darwis menjadi miris dan
serasa tersayat. Bagaimana bisa di Yogyakarta masih ada masyarakat yang menyembah pohon, dan
menaruh sesaji dibawahnya. Kalau bahasa anak sekarang mungkin, “ndak habis fikir, kok sek usu ?”.

"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?.Itulah orang yang


menghardik anak yatim.dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat.(yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya.orang-orang yang berbuat riya.dan enggan (menolong dengan) barang
berguna." (QS. Al-Ma’un: 1-7).

Ayat di atas merupakan basis ideologi perjuangan Muhammadiyah yang memberikan landasan
keberpihakan kepada kaum lemah (dhu’afa’) dan kaum teraniaya (mustadh’afin). Semangat Al-Ma’un
merupakan dasar pijakan dalam pengembangan awal gerakan “PRO-Penolong Kesengsaraan
Oemoem” dengan tokoh Kyai Sudjak di awal pendirian Muhammadiyah tahun 1912. Penerjemahan
tersebut disesuaikan dengan munculnya gagasan baru tentang pembentukan masyarakat sipil atau
masyarakat madani atau masyarakat yang beradab. Masyarakat madani yang dimaksud dalam hal ini
adalah masyarakat yang terbuka dan bermartabat.

Muhammadiyah mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan kemakmuran


masyarakat yang diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa Muhammadiyah menghendaki
terciptanya negara yang baik dan penuh akan ampunan Allah. Inilah interpretasi dari ungkapan Islam
adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Bagaimana kita lihat kemudian Muhammadiyah sejak didirikan
oleh Kyai Dahlan, sampai kepemimpinan yang sekarang masih berusaha untuk menjalin komunikasi
yang baik, dan memberikan pelayanan sosial terhadap masyarakat. Hal inilah yang menjadi penting
dalam perkembangan Muhammadiyah.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat di tarik dari penjelasan latar belakang adalah, sebagai
berikut :

1. Bagaimana Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam Bidang Kesehatan?

2. Bagaimana Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam Bidang Kesejahteraan Sosial
?

3. Bagaimana Sebenarnya Makna Muhammadiyah dalam gerakan sosial?

1,3. Tujuan Pembahasan

Tujuan dari pembahasan ini adalah dapat menjelaskan dan memahami bagaimana
bentuk gerakan sosial kemanusiaan muhammadiyah dalam bidang kesehatan,
kesejahteraan sosial dan makna Muhammadiyah dalam gerakan sosial.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori

Mansoer Fakih menyatakan bahwa Gerakan Sosial dapat diartikan sebagai kelompok yang
terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial terutama dalam usaha merubah struktur
maupun nilai sosial.1[1] Dan gerakan sosial menurut Sosiologi sendiri adalah aktifitas sosial berupa
gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbetuk organisasi,
berjumlah besar atau individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau politik
dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah perubahan sosial.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi
terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat yang disertai program terencana dan
ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-
pola dan lembaga masyarakat yang ada.2[2]Gerakan sosial adalah gerakan suatu organisasi atau
kelompok orang yang bermaksud mengadakan perubahan terhadap struktur sosial yang ada, serta
untuk membangun kehidupan baru yang lebih baik.

2.2 Konsep Gerakan Sosial

Menurut Cook (1995), gerakan sosial mencakup beberapa konsep, yaitu berorientasi
perubahan (change oroented goals), tingkat organisasi (some degree of organization), tingkat

1[1] Mansoer Fakih, Tiada Transformasi Tanpa Gerakan Sosial, dalam Zaiyardam Zubir, Radikalisme
Kaum Terpinggir : Studi Tentang Ideologi, Isu , Strategi Dan Dampak Gerakan, Yogyakarta : Insist
Press , 2002 , Hal. Xxvii.

2[2] http://globalisasi.wordpress.com/2006/07/10/Gerakan Sosial: Kajian Teoritis, Hal. 3-4.


kontinyuitas yang sifatnya temporal (degree of temproral continuity), dan aksi kolektif di luar
lembaga (aksi jalanan) dan di dalam lembaga/lobi politik (some extrainstitutional and institutional).

BAB II

PEMBAHASAN
3.1. Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam Bidang Kesehatan

Dalam amal usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan layanan
kesehatan masyarakat, sebagai bentuk kepedulian. Balai-balai pengobatan seperti rumah sakit PKU
(Pembina Kesejahteraan Umat) Muhammadiyah, yang pada masa berdirinya Muhammadiyah
bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai meningkat baik kuantitas maupun
kualitasnya. Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Amal Usaha Muhammadiyah & Aisyiyah
Bidang Kesehatan pada tahun 2010, sebagai berikut:

1. Rumah sakit umum, berjumlah 71.


2. Rumah bersalin, berjumlah 49.
3. Balai Kesehatan Ibu dan Anak, berjumlah 117.
4. Balai Kesehatan Masyarat, berjumlah 11.
5. Balai Pengobatan, berjumlah 47.
6. Apotek dan KB, berjumlah 4.
3.2. Bentuk Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah dalam Bidang Kesejahteraan Sosial

Dalam amal usaha bidang Kesejahteraan Sosial, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan
layanan sosial, sebagai bentuk kepedulian Muhammadiyah. Berdasarkan situs resmi muhammadiyah,
pada tahun 2010 tentang balai-balai kesejahteraan social diantara-nya sebagai berikut:

1. Panti Asuhan Yatim, berjumlah 421.


2. Panti Jompo, berjumlah 9.
3. Panti Asuhan Keluarga, berjumlah 78.
4. Panti Cacat Netra, berjumlah 1.
5. Santunan Kematian, berjumlah 38.
6. BPKM, berjumlah 15.3[3]

3[3] http://www.muhammadiyah.or.id/4-content-55-det-program-kerja.html
3.3. Bagaimana Sebenarnya Makna Muhammadiyah Dalam Gerakan Sosial

Amal sosial kesehatan Muhammadiyah

Sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi munkar, selain lembaga pendidikan,
Muhammadiyah juga mendirikan berbagai bentuk lembaga layanan kesehatan yang bersifat modern,
seperti rumah sakit (PKO), klinik dan balai-balai pengobatan alternatif. 4[4]Lembaga kesehatan yang
dibentuk oleh Muhammadiyah sangat berkaitan dengan pandangan Muhammadiyah terhadap islam.
Bahwa didalam islam, upaya menciptakan kesejahteraan sosial, baik itu secara materi maupun
secara fisik bagi diri sendiri atau sesame oranglain merupakan suatu kewajiban yang tidak boleh
ditinggalkan oleh Muhammadiyah. Oleh karena itu Muhammadiyah sangat memerlukan lembaga
kesehatan seperti rumah sakit dan balai pengobatan sebagai tempat membantu kesehatan dan
kesejahteraan umat, terutama bagi mereka yang tidak mampu.5[5]

Dorongan utama bagi Muhammadiyah dalam mendirikan lembaga kesehatan tersebut menjadi
kebutuhan yang utama bagi umat, sebab ditengah-tengah meluasnya kesengsaraan umat, baik itu
akibat alam maupun akibat eksploitasi pemerintahan asing terhadap bangsa Indonesia,
mengakibatkan banyaknya para korban dan orang-orang yang sakit namun tidak memiliki
kemampuan secara ekonomi unuk berobat. Sehingga sangat wajar saja pada saat itu, sebagian besar
masyarakat lebih cenderung berobat pada dukun-dukun sebagai tempat pengobatan alternative bagi
masyarakat.

Dalam konteks sosial yang seperti inilah, Muhammadiyah kemudian merespon problem
tersebut secara nyata, dan dalam rangka membantu kesengsaraa umat diatas, pada tahun 1918
secara independen, resmilah Muhammadiyah mendirikan rumah sakit yang dikenal dengan sebutan
PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang kini dirubah dengan sebutan PKU (Penolong
Kesejahteraan Umat). Kehadiran PKO Muhammadiyah sungguh mendapat perhatian yang sangat
luar biasa bagi warga masyarakat pada saat itu, walaupun diawal berdirinya baru sebatas didaerah
Yogyakarta, namun melihat peran sosial yang diberikan Muhammadiyah melalui PKO tersebut
membuat problem kesehatan masyarakat mendapat kemudahan tersendiri.

6[6]Abdul Munir Mulkhan menyebutkan daya tarik dari agenda sosial Muhammadiyah tersebut
mendorong orang sekelas dr. Soetomo, termasuk dokter dan negeri belanda, ikhlas ekerja dalam
Muhammadiyah untuk kemanusiaan .

4[4] Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhadmmaiyah sebagai Gerakan Islam dalam
Perspektif Historis dan Ideologis. Cet. III, Yogyakarta; LPPI UMY, 2003, hlm. 140.

5[5] Mitsuo Nakamura, Bulan Sabit, hlm. 102.

6[6] Abbdul Munir Mulkhan, Menggugat. Hlm. 4


Namun tanpa menutup mata, belakangan ini kelas-kelas elit itu memang banyak yang aktif
terlibat di Muhammadiyah, namun peristiwa kemanusiaan seratus tahun lalu itu kini tinggal
kenangan sejarah indah yang hamper mustahil bisa ditemukan kembali. Kini Muhammadiyah melalui
lembaga kesehatan tersebut menjadi kurang peduli lagi pada orang-orang miskin dan terlantar.
Rumah sakit Muhammadiyah lebih dinikmati oleh orang-orang kaya dan orang kelas perkotaan
semata. Hampir mustahil bagi rakyat kecil dan fakir miskin yang sering sekali menderita sakit untuk
berobat dilembaga kesehatan Muhammadiyah, kecuali dengan sejumlah uang yang dimiliki dengan
menggadaikan sawah, tanah ataupun ternak mereka.

Walaupun jumlahnya kini kian bertambah, namun biaya pengobatannya pun tidak kalah jauh
dengan biaya pengobatan di rumah-rumah sakit yang dikelola Belanda tempo dulu. Sehingga yang
bisa menikmati rumah-rumah sakit yang lengkap dan mewah tersebut adalah mereka yang memiliki
uang yang banyak. Sementara bagi mereka yang miskin, cukup dengan merasakan penyakit yang
ditimpakan. Padahal sebelumnya, rumah sakit Muhammadiyah juga dirancang untuk memfasilitasi
kepentingan orang-orang miskin, dengan menerapkan sistem subsidi silang orang-orang kaya
membayar lebih mahal sedangkan orang-orang miskin mendapat keringanan.

Pembacaan atas surat Al-Maun yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan secara berulang hingga
dilasanakannya maksud dari pembacan ayat tersebut, sekarang tidak lagi memiliki arti dan makna
didalam tubuh Muhammadiyah, karena amal sosial Muhammadiyah seperti lembaga kesehatan
tersebut yang senantiasanya diperankan oleh Muhammadiyah untuk membantu mereka yang
mustad’afin , kini seakan-akan hampir tidak peduli lagi dengan kelompok sosial seperti itu. Apalagi
banyak orang belakangan ini sering mengeluh dan menggunjingi lembaga kesehatan tersebut yang
kini memiliki biaya mahal serta tidak ramah.

Padahal saat perkembangan awal, Muhammadiyah selalu hadir dalam setiap kebutuhan umat,
terutama menyangkut pertolongan kesehatan. Ketika terjadi bencana kebakaran atau alam,
Muhammadiyah mesti berada dilingkungan tersebut. Oleh karena demikian, masyarakat sangat
meraskan betul kehadiran Muhammadiyah sebagai solusi bagi kehidupan umat. Kini apapun yang
dilakukan oleh Muhammadiyah seakan-akan tidak memiliki pengaruh yang signifikan lagi terhadap
masyarakat.

Karena masyarakat sendiri secara tidak langsung juga merasa ditinggalkan dari peran sosial
Muhammadiyah saat sekarang. Sebab tiap periode kepemimpinan, mesti Muhammadiyah
mendirikan bangunan rumah sakit baru. Namun secara peran sosial atas kepentingan kaum fakir
miskin dan mustad’afin , malah tidak lagi muncul dari organinsasi berlambang matahari ini.

Padahal demi kesejahteraan dan kepentingan umat, para pendirinya rela untuk bersusah
payah, dengan menggadaikan berbagai hartanya dan rumahnya untuk membantu amal
Muhammadiyah, baik itu keperluan lembaga pendidikan maupun untuk keperluan rumah sakit dan
balai pengobatan.7[7] Namun ketika lembaga kesehatan Muhammadiyah kian besar, jerih payah

7[7] Upaya pendirian rumah sakit ini awalnya didirikan di gedung jalan jagang Notoprajan, kemudian
pindah ke jalan Ngebean, dan selanjutnya menyewa rumah milik Mukri bin Nawawi, dan akhirnya
membeli tanah di Yogyakarta, lihat catatan harian HM. Suja’ Tentang KH. Ahmad Dahlan. (belum
diterbitkan).
pendirinya yang betul-betul diorientasikan untuk kepentingan kaum miskin dan kaum yang marjinal
kini tidak lagi dirasakan. Lembaga kesehatan Muhammadiyah, kini tak ubahnya sebagai amal bisnis
bagi segelintir orang Muhammadiyah.

Memang upaya mencari keuntungan dari lembaga kesehatan Muhammadiyah tersebut


bukanlah sesuatu yang salah, sebab lembaga kesehatan Muhammadiyah pun membutuhkan biaya
pembelian obat, gaji dokter dan perawat, biaya pembangunan gedung serta biaya operasional
lainnya. Hanya saja yang perlu menjadi catatan adalah bahwa keberadaan lembaga kesehatan
Muhammadiyah juga berfungsi sebagai gerakan sosial untuk membela kepentingan umat yang tidak
mampu. Namun secara kasat mata sangat sedikit dari lembaga kesehatan Muhammadiyah yang
mampu menjalankan fungsinya sebagai penolong bagi kesengsaraan dan kepentingan umat. Bahkan
biaya untuk berobat dirumah sakit Muhammadiyah saja harus menyediakan uang yang begitu besar.
Aspek ini belum lagi menyangkut sistem kelas yang terdapat dirumah sakit tersebut. Didalam PKU
misalnya, dibagi dengan berbagai kelas sesuai dengan kategori ekonomi. Yang untuk keseluruhannya
walaupun dibagi secara kelas ekonomi (eksekutif, sedang dan rendah), namun semuanya sangat
mustahil bagi orang miskin untuk dapat memenuhinya.

Jadi tidak salah jika muncul asumsi masyarakat, yang menganggap Muhammadiyah lebih
mengakomodasi kepentingan kelas sosial tinggi dan orang-orang yang kaya, bahkan keluar plesetan
bahwa PKU sama saja artinya dengan “Pencekik Kehidupan Umat” (PKU). Sebab kita cukup sedih
akhir-akhir ini melihat tayangan televisi yang cukup sering mengiklankan kondisi sebuah keluarga
miskin yang melahirkan seorang bayi dalam kondisi cacat, sakit dan kembar siam, dan bagi mereka
yang tidak sanggup untuk mengobati lantaran tidak adanya biaya pengobatan. Akhirnya para
orangtua pun harus merelakan kepergian anaknya daripada harus melihat rasa sakit yang ditanggung
oleh anaknya dalam waktu yang begitu lama. Padahal derita sakit yang dialami seseorang anak atau
ibu, tidak lepas dari rekayasa bioteknologi Negara-negara barat untuk menyebarkan beragai virusnya
ke Negara berkembang. Seperti yang terjadi diteluk Buyat, mana mungkin beberapa orang anak yang
lahir dalam kondisi bersisik pada tubuhnya yang akhirnya harus meninggal dunia.

Sementara Muhammadiyah yang memiliki puluhan rumah sakit yang tersebar ditanah air ini,
belum melihatkan peran nyata dalam menyelesaikan problem kesehatan umat yang seperti
demikian. Jika Muhammadiyah berani mengambil peran tersebut, para bayi yang menjadi korban
dan menderita sakit ini dapat ditolong oleh lembaga kesehatan Muhammadiyah, baik itu secara
financial maupun secara pengobatan.

Begitu juga halnya ketika masyarakat kita dihebohkan dengan kedatangan penyakit demam
berdarah yang menimpa sebagian besar anak-anak. Jangankan untuk memberikan dispensasi biaya
pengobatan, untuk terjun kelapangan memberikan sosialisasi kesehatan ataupun terlibat dalam
pemberantasan (penyemprotan) virus demam berdarah pun juga tidak kita lihat Muhammadiyah
mengambil peran disana. Padahal untuk satu hari saja, puluhan bahkan ratusan anak-anak yang
harus dievakuasi ke rumah sakit lantaran terserang penyakit musiman demam berdarah tersebut.

Saat sekarang, sangat jarang kita temui lagi lembaga kesehatan Muhammadiyah untuk bisa
terjun ke kampung-kampung memberikan penyuluhan kesehatan ataupun pengobatan gratis.
Bahkan agenda-agenda seperti ini lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang non
Muhammadiyah atau non organisasi sosial kemasyarakatan seperti Muhammadiyah. Lantas
dimanakah public secara luas nantiya bisa untuk meyakini dan mengatakan bahwa Muhammadiyah
merupakan organisasi islam yang llllllpeduli terhadap kehidupan kaum fakir miskin dan kaum
mustad’afin.

Memang untuk kemegahan, kemewahan serta kekayaan lembaga amal sosial tersebut,
Muhammadiyah bisa digolongkan sebagai organisasi islam terdepan, akan tetapi jika persoalannya
melihat pada peran sosial yang tidak mementingkan atau tidak memiliki kepedulian terhadap kaum
mustad’afin asumsi Muhammadiyah terdepan itu perlu untuk dipertimbangkan kembali. Sebab
keberhasilan Muhammadiyah bukanlah satu-satunya terletak pada keberadaan gedung-gedung
megah dan rumah sakit yang banyak. Namun sejauh mana peran sosial Muhammadiyah dapat
dirasakan oleh kaum mustad'afin sekaligus memiliki efek dalam melakukan transformasi sosial umat.

Sebab sebagaimana ungkapan Kuntowijoyo, bahwa Muhammadiyah sebenarnya bukan saja


sebagai organisasi yang bergerak pada ranah aqidah atau yang bekerja semata-mata pemberantasan
TBC itu, namun Muhammadiyah juga memiliki orientasi transformasi yang bergerak dalam
perubahan atau pembaharuan struktur dan sistem sosial yang tidak memihak pada kepentingan
kaum mustad’afin.8[8]

Demikianlah kemudian KH.Ahmad Dahlan sendiri mampu mengkombinasikan arah geraknya


dalam dua jalur tersebut. Untuk pandangan dan gerak Muhammadiyah yang kedua ini merupakan
perwujudan dari keimanan yang memerlukan pengalaman religi moral yang terorganisir dengan
dimensi intelektual islam yang mempertimbangkan peranan ilmu pengetahuan sebagai alat
bantu.9[9]

Konsep pemikiran KH. Ahmad Dahlan ini sebenarnya jika ditilik dari generasi sesudahnya juga
tidak memiliki perbedaan yang jauh. Sebut saja masa kepemimpinan H.M Yunus Anis, ia adalah
tokoh dan pemimpin Muhammadiyah yang sangat mampu mengambil pesan moral dari gerakan KH.
Ahmad Dahlan, sehingga usaha dan pemikirannya untuk menyantuni anak yatim dn fakir miskin
sebagaimana yang digariskan didalam Al-Qur’an tersebut, betul-betul menjadi perhatian yang besar
bagi HM. Yunus Anis.10[10] Ia sangat menantang sekali perilaku-perilaku umat yang selalu berusaha
menumpuk kekayaan, namun melupakan amanah dari harta yang diberikan kepadanya.

Sayangnya belakangan ini, sebagian dari warga Muhammadiyah seakan-akan melupakan jejak
dan langkah para pemimpin sebelumnya. Sehingga amal Muhammadiyah seperti lembaga kesehatan
Muhammadiyah pun juga tidak lepas dari rekayasa-rekayasa tertentu untu kepentingan sendiri.
Maka kaum fakir dan miskin terlupakan begitu saja, yang sebenarnya juga memiliki hak dan
kepentingan dari amal kesehatan Muhammadiyah. Disinilah perlu kiranya kita mempertanyakan
kembali, untuk siapakah sebenarnya amal usaha Muhammadiyah tersebut?

8[8] Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi, Bandung; Mizan, Cet. III Bandung:
Mizan, 1991, hlm. 168

9[9] Fajar Ziaul Haq, hlm. 112.

10[10] Suratmin, HM. Yunus Anis, Amal Pengabdian dan Perjuangannya, Yogyakarta; Majlis Pustaka
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1999, hlm. 114
Sebab kehadiran lembaga-lembaga amal sosial ini, bagi KH. Ahmad Dahlan merupakan
perjuangan yang panjang dan penuh tantangan yang harus dihadapi. Bagaimana saat itu KH. Ahmad
Dahlan harus berhadapan dengan imperialisme Belanda, dan bagaimana pula KH. kAhmad Dahlan
harus berhadapan dengan kekuatan kultur lokal yang telah mengakar, serta berhadapan dengan
persoalan SDM dan SDA yang sangat minim. Gambaran ini menunjukkan bahwa, perjuangan yang
ditempuh KH.Ahmad Dahlan untuk melahirkan berbagai karya kemanusiaannya berangkat dari
modal sosial yang besar.

Peran lembaga kesehatan Muhammadiyah ini dirasakan penting seiring dengan berbagai
ancaman dan dampak dari agenda kapitalisme global yang ditandai dengan memburuknya
kesehatan rakyat-rakyat miskin akibat ekspor virus dan penyakit yang ditebarkan dari Negara-negara
maju. Seperti rokok umpamanya, fakta menunjukkan bahwa perusahaan rokok tembakau Eropa dan
Amerika Serikat menjual produk monoksida yang jauh lebih tinggi diatas batas toleransi yang telah
ditetapkan oleh dinas kesehatan Eropa dan AS.

Sehingga Negara-negara Eropa selalu mengkampanyekan untuk dalam negerinya agar mengurangi
konsumsi tembakau tersebut. Untuk kampanye anti tembakau saja Amerika tiap tahunnya harus
mengeluarkan 10 US$. Namun yang ironisnya pemerintah AS dan Eropa malah mempromosikan dan
mengekspor tembakau tersebut ke berbagai Negara berkembang seperti Jepang, Taiwan, Thailand,
Korea, dll.

Sementara peran-peran organisasi sosial yang sebenarnya juga memiliki infrastruktur gerakan
yang kuat, cenderung berdiam diri dalam menghadapi persoalan ini. Disinilah bentuk lompatan besar
yang dilakukan oleh organisasi Muhammadiyah saat ini. Oleh sebab itu, peran lembaga kesehatan
Muhammadiyah dalam membantu kaum mustad’afin dan miskin masih diperlukan. Apalagi sering
sekali kaum miskin yang menjadi korban dari setiap pembangunan bangsa ini. Baik seperti buangan
limbah pabrik, sampah dan kotoran-kotoran hewan, yang dampak dari produksi barang demi
kepentingan kelompok sosial yang kaya dan elit.

Memang bagi lembaga kesehatan Muhammadiyah membutuhkan biaya dan dana yang besar.
Namun bukan berarti pembiayaan yang besar menutup kemungkinan bagi Muhammadiyah untuk
membantu masyarakat pedesaan atau masyarakat yang tidak mampu. Muhammadiyah tentunya
bisa membuat kebijakan subsidi silang dengan memberikan harga yang besar bagi golongan mampu
sebagai subsidi bagi orang-orang yang tidak mampu untuk berobat di lembaga kesehatan
Muhammadiyah. Agar lembaga kesehatan Muhammadiyah juga memperhatikan nasib kesehatan
orang-orang miskin.

Karena cukup banyak di negeri ini orang-orang miskin yang harus menanggung sakit dalam
waktu yang sekian lama lantaran tidak adanya biaya kesehatan yang dimiliki. Sehingga sangat wajar
Eko Prasetyo menulis buku Orang Miskin Dilarang Sakit, lantaran sulitnya bagi orang miskin
mengakses kesehatan dan berobat ketika sakit. Fenomena seperti inilah yang juga harus
diperhatikan oleh lembaga kesehatan Muhammadiyah ke depannya.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Lembaga kesehatan Muhammadiyah bukanlah hanya sebagai bentuk gerakan sosialisasi saja,
namun juga sebagai bentuk dakwah membantu orang-orang yang fakir miskin dan mustad’afin agar
mempunyai kehidupan dalam hal kesehatan yang lebih baik. Ini seharusnya menjadi kesadaran bagi
organisasi Muhammadiyah untuk meneruskan perjuangan yang sudah susah payah ditempuh oleh
pendirinya yaitu KH. Ahmad Dahlan dan melanjutkan kembali dakwah serta gerakan amal sosial yang
telah dijalankan sebelumnya. Agar umat islam dapat hidup dengan sejahtera, baik dan aman.
Begitulah seharusnya organisasi Muhammadiyah yang terdepan.
DAFTAR PUSTAKA

Deni Al-Asy’ari, Selamatkan Muhammadiyah! Agenda Mendesak Warga Muhammadiyah,


Yogyakarta, 2010.

Mansoer Fakih, Tiada Transformasi Tanpa Gerakan Sosial, dalam Zaiyardam Zubir, Radikalisme
Kaum Terpinggir : Studi Tentang Ideologi, Isu , Strategi Dan Dampak Gerakan, Yogyakarta : Insist
Press , 2002 , Hal. Xxvii.

http://globalisasi.wordpress.com/2006/07/10/Gerakan Sosial: Kajian Teoritis, Hal. 3-4.

http://www.muhammadiyah.or.id/4-content-55-det-program-kerja.html

Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhadmmaiyah sebagai Gerakan Islam dalam
Perspektif Historis dan Ideologis. Cet. III, Yogyakarta; LPPI UMY, 2003, hlm. 140.

Mitsuo Nakamura, Bulan Sabit, hlm. 102.

Abbdul Munir Mulkhan, Menggugat. Hlm. 4

Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi, Bandung; Mizan, Cet. III Bandung: Mizan,
1991, hlm. 168

Fajar Ziaul Haq, hlm. 112

Suratmin, HM. Yunus Anis, Amal Pengabdian dan Perjuangannya, Yogyakarta; Majlis Pustaka
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1999, hlm. 114
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii

BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................... 2

BAB II: PEMBAHASAN ..................................................................................... 3


2.1 Nilai-Nilai Sosial Kemanusiaan ............................................................................ 3
2.2 Gerakan Peduli Pada Fakir Miskin Dan Yatim Piatu ...................................... 6
2.3 Bentuk Dan Model Gerakan Social Muhammadiyah ...................................... 7
2.4 Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah ........................................................... 9

BAB III: KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 14


3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 14
3.2 Saran .................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Muhammadiyah sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai dasar
untuk berjalan pada ranah sosial. Pembahasan mengenai Teologi Al-Ma’un pun sering
digalakkan. Hal ini sebagai telaah kritis terhadap gerakan sosial yang dilakukan
Muhammadiyah. Dan bisa kita lihat, bahwa saat ini Muhammadiyah banyak mempunyai
amal usaha, mulai dari pondok anak yatim, sekolah/lembaga pendidikan, sampai rumah sakit
pun ada. Ini sebagai pengejawantahan dari interpretasi terhadap surat Al-Ma’un.
Muhammadiyah mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan kemakmuran
masyarakat yang diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa Muhammadiyah menghendaki
terciptanya negara yang baik dan penuh akan ampunan Allah. Inilah interpretasi dari
ungkapan Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Bagaimana kita lihat kemudian
Muhammadiyah sejak didirikan oleh Kyai Dahlan, sampai kepemimpinan yang sekarang
masih berusaha untuk menjalin komunikasi yang baik, dan memberikan pelayanan sosial
terhadap masyarakat, fakir miskin dan yatim piatu. Hal inilah yang menjadi penting dalam
perkembangan Muhammadiyah.
Revitalisasi gerakan Muhammadiyah dapat dimaknai sebagai proses penguatan
kembali sistem paham dan jati diri sesuia dengan prinsip-prinsip ideal gerakan menuju pada
tercapainya kekuatan muhammadiyah sebagai gerakan islam yang menjalakan fungsi dakwah
dan tajdid menju terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1. Apa yang di maksud nilai-nilai sosial kemanusiaan?
2. Apa saja gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu yang Muhammadiyah sudah
lakukan?
3. Bagaimanakah bentuk dan model gerakan sosial muhammadiyah?
4. Bagaimana revitalisasi gerakan sosial muhammadiyah?

1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas penulis berharap para pembaca
dapat:
1. Memahami nilai-nilai sosial kemanusiaan.
2. Mengerti dan ikut dalam gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu.
3. Memahami bentuk dan model gerakan sosial muhammadiyah.
4. Mengerti tentang revitalisasi gerakan muhammadiyah.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 NILAI-NILAI SOSIAL KEMANUSIAAN (TEOLOGI AL-MA’UN)
Ayat yang menjadi landasan bagi gerakan-gerakan sosial dalam Islam, itulah Al-Ma'un.
Surah ini pendek, ayatnya tidak banyak, hanya sekitar tujuh ayat. Tapi maknanya yang
menggetarkan dada, tidak sekadar menjadi bacaan di kala shalat fardhu, melainkan juga
memberikan inspirasi-inspirasi untuk melahirkan sebuah kesadaran kolektif: kesadaran atas
realitas sosial yang timpang. Al-Maun dibuka dengan sebuah pertanyaan lebih tepatnya
“sindiran”: Tahukah engkau dengan para pendusta agama? Frase yang digunakan oleh Al-
Qur'an terasa sangat menohok: "pendusta agama". Kita tentu akan penasaran siapakah mereka
yang dihardik oleh Al-Qur'an dengan ungkapan "pendusta agama" itu?
Ayat kedua dan ketiga memberikan penjelasan. Pertama, orang yang menghardik anak
yatim (ayat 2). Kedua, menolak memberi makan orang miskin (ayat 3). Buya Hamka
memberi tafsir atas ayat ini dengan kata "menolakkan". Di dalam ayat kedua tertulis yadu'-
'u (dengan tasydid), artinya yang asal ialah menolak. Kata tersebut ditafsirkan orang lain
dengan "menghardik" atau sejenisnya, tetapi kata Hamka yang lebih tepat adalah
"menolakkan". Kata "menolak" itu bermakna membayangkan kebencian yang sangat.
Artinya, jika seseorang merasa benci dengan anak yatim karena keyatimannya, berarti ia
mendustakan agama. Sebabnya ialah rasa sombong dan rasa bakhil, menurut Hamka.
Membenci anak yatim berarti membenci keberasalan Nabi Muhammad. Sebab, Nabi adalah
anak yatim, yang dipinggirkan oleh keluarganya, hidup dengan menggembala, berkutat
dengan kemiskinan di masa kecilnya.
Islam adalah agama yang sangat menghargai kesetaraan egaliterisme. Islam menolak
stratifikasi sosial-ekonomis yang berarti meminggirkan orang miskin dan anak yatim dalam
sistem sosial yang bertingkat. Anak yatim adalah mereka yang malang, tak mampu mengelak
dari takdir bahwa kasih sayang yang ia terima akan jauh, disebabkan oleh ayah dan ibu
mereka yang telah tiada. Atau, tidak memberi porsi perhatian kasih-sayang pada kita.
Menghardik anak yatim adalah refleksi kesombongan diri, merasa diri lebih baik dan Allah
menolak kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan bakhil seperti kata Hamka
dengan menghardik anak yatim sebagai simbolisasi, patut diucap sebagai "pendusta agama".
Dan ini menunjukkan pula bahwa Islam memiliki visi kemanusiaan. Dan visi
kemanusiaan ini harus diterjemahkan ke dalam amal nyata atau kehidupan sehari-hari.
Dengan memberi makan orang miskin yang memerlukan. Mengutamakan sifat individualis,
berarti seseorang telah melanggar visi kemanusiaan. Ialah "pendusta agama". Agama bukan
hanya bersifat vertikal, terkungkung dan terpenjara di mesjid. Agama ialah kemanusiaan
yang membebaskan dan mencerahkan.
Itulah potret-potret pendusta agama. Ayat berikutnya, dengan lebih lantang,
mengatakan pada kita: “Maka celakalah orang-orang yang salat! Bagaimana mungkin,
pengabdian transendental seorang muslim, melalui shalatnya kepada Allah, disebut sebagai
perbuatan yang tidak hanya sia-sia, tapi juga mencelakakan?”
Ada tiga parameter celakanya (wail) orang-orang yang shalat (ayat 4-7). Pertama,
mereka yang lalai dalam shalatnya (ayat 5). Kedua, mereka yang berbuat riya' (ayat 6).
Ketiga, mereka yang menolak memberi pertolongan. Buya Hamka menafsirkan bahwa "lalai"
berarti shalat tanpa diikuti oleh kesadaran sebagai hamba Allah. Kata Buya Hamka:
"Saahuun; asal arti katanya ialah lupa. Artinya dilupakannya apa maksud sembahyang itu,
tidak didasarkan atas pengabdian kepada Allah, walau ia mengerjakan ibadah. Ibadah tanpa
kesadaran, adalah sebuah kelalaian, begitu tafsir Buya Hamka. Kesadaran penting, manakala
kita melakukan purifikasi atas niat beribadah itu.
Mereka yang berbuat riya' berarti menodakan niat ikhlasnya pada sesuatu yang bukan
pada Allah. Menisbatkan sesuatu yang seharusnya dipersembahkan pada Allah misalnya:
shalat dan ibadah justru kepada benda ciptaan Allah. Shalat dalam kerangka ini hanya
membawa kecelakaan. Kata Buya Hamka, kadang-kadang dia menganjurkan memberi makan
fakir miskin, kadang-kadang kelihatan dia khusyu' sembahyang; tetapi semuanya itu
dikerjakannya karena ingin dilihat, dijadikan reklame. Dalam bahasa yang lebih moderen,
shalat hanya dijadikan citra untuk kekuasaan, untuk amal keduniaan.
Menolak memberi pertolongan adalah bentuk kezaliman yang lain lagi. Orang-orang
yang mendustakan agama selalu mengelakkan dari menolong. Sebab, kata Buya Hamka tidak
ada rasa cinta di dalam hatinya, yang ada ialah rasa benci. Memberi pertolongan adalah
wujud kemanusiaan. Dan menolak memberi pertolongan, membiarkan orang lain dalam
kesusahan, melawan hakikat kemanusiaan. Riya', kata Buya Hamka, adalah simbol
kebohongan dan kepalsuan, sementara menolak memberi bantuan adalah simbol
individualisme dan kezaliman. Dua-duanya, adalah refleksi pendusta-pendusta agama.
Sehingga, wajar jika Sayyid Quthb dalam tafsirnya menyebut bahwa Al-Ma'un
memperlambangkan pertemuan dimensi sosial dan ritual agama. Ini menunjukkan bahwa
agama pada hakikatnya bersifat transformatif, mewujud ke seluruh sel-sel kehidupan nyata.
Maksud mengamalkan surat al-Ma’un. Menurut beliau, mengamalkan bukan sekadar
menghafal atau membaca ayat tersebut. Namun, mengamalkan berarti mempraktikkan al-
Ma’un dalam bentuk amalan nyata. “Oleh karena itu", lanjut KH Ahmad Dahlan, “carilah
anak-anak yatim, bawa mereka pulang ke rumah, berikan sabun untuk mandi, pakaian yang
pantas, makan dan minum, serta berikan mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu
pelajaran ini kita tutup, dan laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada kalian". KH
Ahmad Dahlan lantas mengajak murid-muridnya mencari anak yatim, dan kemudian
melaksanakan apa yang sudah difirmankan Allah tersebut. Dari sana, lahirlah
Muhammadiyah dengan amal usahanya. Inilah teologi Al-Ma'un, landasan bagi gerakan
sosial Islam. Dan dimensinya yang universal menembus batas jama'ah, menembus batas
ormas, bahkan menembus batas-batas agama.

2.2 GERAKAN PEDULI PADA FAKIR MISKIN DAN YATIM PIATU


Gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu salah satunya adalah berzakat. Di
jelaskan dalam Surat At-Taubah : 60 tentang kelompok penerimaan zakat, fakir miskin dan
yatim piatu termasuk golongan yang wajib menerima zakat. Karena anak yatim dan yatim
piatu adalah anak yang ditinggal meninggal oleh orang tuanya baik ayahnya atau ibunya atau
keduanya dan belum dewasa serta belum dapat mencari nafkah sendiri. Sedangkan fakir
miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan mereka.
Ada yang mencontohkan bahwa fakir itu pendapatan sehari-hari kurang dari separuh
kebutuhannya, sedangkan miskin pendapatannya kurang dari kebutuhannya tetapi
pendapatannya diatas 50% kebutuhannya namun masih kurang.
Muhammadiyah adalah institusi dan institusionalisasi teologi Al-Ma’un yang
diharapkan perduli pada kaum tersebut dalam mengikis problematika social. Muhammadiyah
dalam praktisi sosial dengan pemihakan terhadap kaum mustadl’afin, dhuafa, masakin, dan
anak yatim, mengilhami Muhammadiyah untuk mendirikan banyak lembaga pendidikan,
panti asuhan, rumah sakit, dan tempat layanan sosial lainnya. Pendirian tempat layanan sosial
adalah kepedulian Muhammadiyah kepada kaum miskin dan kepentingan umat.
Dalam realitas keseharian dapat disaksikan banyak orang kaya Islam khusyuk merata
dahi di atas sajadah, semantara di sekitarnya banyak tubuh layu kekurangan gizi dan di
grogoti penyakit. Banyak orang rajin beribadah padahal
kemiskinan,kebodohan,kelaparan,dan kesulitan mendera saudara-saudaranya. Fakta dan
realitas kemiskinan adalah wajah lain dehumanisasi. Kemiskinan terjadi akibat kemungkaran
sosial dan dosa sosial akut. Ia bukan masalah individu, tetapi masalah bersama yang harus di
cari jalan keluarnya. Dalam kontek ini muhammadiyah dapat memainkan peran strategis,
dengan member sumbangsi nyata terhadap masyarakat.

2.3 BENTUK DAN MODEL GERAKAN SOSIAL MUHAMMADIYAH


Bidang-bidang yang terdapat dalam gerakan sosial muhammadiyah, diantaranya:
1. Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan misalnya, hingga tahun 2000 ormas Islam Muhammadiyah telah
memiliki 3.979 taman kanak-kanak, 33 taman pendidikan Al-Qur’an, 6 sekolah luar biasa,
940 sekolah dasar, 1.332 madrasahdiniyah/ibtidaiyah, 2.143 sekolah lanjutan tingkat pertama
(SMP dan MTs), 979 sekolah lanjutan tingkat atas (SMA,MA, SMK), 101 sekolah kejuruan,
13 mualimin/mualimat, 3 sekolah menengah farmasi, serta 64 pondok pesantren. Dalam
bidang pendidikan tinggi, hingga tahun ini Muhammadiyah memiliki 36 universitas, 72
sekolah tinggi, 54 akademi, dan 4 politeknik. Nama-nama seperti Bustanul Athfal/TK
Muhammadiyah, SD Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah, SMA Muhammadiyah, SMK
Muhammadiyah, dan Universitas Muhammadiyah bermunculan di berbagai daerah.

2. Bidang Kesehatan
Dalam amal usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan
layanan kesehatan masyarakat, sebagai bentuk kepedulian. Balai-balai pengobatan seperti
rumah sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) Muhammadiyah, yang pada masa
berdirinya Muhammadiyah bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan buku Profil dan Direktori Amal
Usaha Muhammadiyah & ‘Aisyiyah Bidang Kesehatan pada tahun 1997, sebagai berikut:
a. Rumah sakit berjumlah 34
b. Rumah bersalin berjumlah 85
c. Balai Kesehatan Ibu dan Anak berjumlah 504. Balai Kesehatan Masyarakat berjumlah 115
d. Balai Pengobatan berjumlah 846
e. Apotek dan KB berjumlah 4

3. Bidang Kesejahteraan Sosial


Hingga tahun 2000 Muhammadiyah telah memiliki:
a. 228 panti asuhan yatim
b. 18 panti jompo
c. 22 balaikesehatan sosial
d. 161 santunan keluarga
e. 5 pantiwreda/manula
f. 13 santunan wreda/manula
g. 1panti cacat netra
h. 38 santunan kematian
i. serta 15 BPKM (Balai Pendidikan Dan Keterampilan Muhammadiyah).

4. Bidang Kaderisasi
Dalam bidang kaderisasi Muhammadiyah telah melakukan program diantaranya:
a. Peningkatan kualitas pengkaderan
b. Melaksanakan program pengkaderan formal dan informalsecara berkelanjutan
c. Menyelenggaraka baitul arqam dan darul arqam Muhammadiyah
d. Tranformasi kader per jenjang dan per generasi
e. Sinergi Building antar unit persyarikatan untuk kaderisasi

Contoh kaderisasi/organisasi dalam Muhammadiyah: aisyiyah, pemuda muhammadiyah,


IPM, IMM, Tapak Suci Muhammadiyah.

Khittah Perjuangan Muhammadiyah

HAKIKAT MUHAMMADIYAH
Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan
oleh daya dinamik dari dalam ataupun karena persentuhan dengan
kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan tertentu.
Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat,
diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan,
yang menyangkut perubahan strukturil dan perubahan pada sikap
serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti
perkembangan dan perubahan itu, senantiasa mempunyai
kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi-mungkar, serta
menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan
lapangan yang dipilihnya ialah masyarakat, sebagai usaha
Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya: "menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat
utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan
diatas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam
Matan Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa
menjadi landasan gerakan Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan
amal usaha dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dan
ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam
lainnya.

MUHAMMADIYAH DAN MASYARAKAT


Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai
Persyarikatan memilih dan menempatkan diri sebagai Gerakan
Islam amar-ma'ruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud
yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat
sejahtera sesuai dengan Dakwah Jamaah.
Di samping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal-usaha
seperti tersebut pada Anggaran Dasar Pasal 4, dan senantiasa
berikhtiar untuk meningkatkan mutunya
Penyelenggaraan amal-usaha, tersebut merupakan sebagian
ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan dan Cita-Cita
Hidup yang bersumberkan ajaran Islam dan bagi usaha untuk
terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai
Allah SWT.

MUHAMMADIYAH DAN POLITIK


Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan
khittahnya: dengan dakwah amar ma ma'ruf nahi mungkar dalam
arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus
dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara
operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu
mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang
berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi
masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia,
materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam
melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh
pada kepribadiannya
Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut
merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan
berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam
Muhammadiyah.
Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah
menegaskan bahwa:
Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal
dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak
mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan
afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun
Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya
dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang
tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga
dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan
Muhammadiyah.

MUHAMMADIYAH DAN UKHUWAH ISLAMIYAH


Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan
bekerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha
menyiarkan dan mengamalkan Agama Islam serta membela
kepentingannya.
Dalam melakukan kerjasama tersebut, Muhammadiyah tidak
bermaksud menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya
dengan organisasi atau institusi lainnya.

DASAR PROGRAM MUHAMMADIYAH


Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di atas dan
dengan memperhatikan kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan
bagiannya, perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai
berikut:
Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan
yang menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari
muslimin dan muslimat yang beriman teguh, ta'at beribaclah,
berakhlaq mulia, dan menjadi teladan yang baik di tengah-
tengah masyarakat.
Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota
Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga
negara, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan
dan kesulitan hidup masyarakat
Menepatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai
gerakan untuk melaksanakan dakwah amar-ma'ruf nahi-mungkar ke
segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang
kehidupan di Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila
dan Undang- Undang Dasar 1945.

MAKSUD DAN TUJUAN


AMAL USAHA MUHAMMADIYAH
Oleh: Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin, MA
(Ketua Umum PP.Muhammadiyah & Mantan Ketua Umum DPP IMM)

Alhamdulillah, sebagai warga Muhammadiyah kita patut terus bersyukur


terhadap nikmat dan karunia Allah SwT yang begitu besar, terutama sekali bagi
kelangsungan dakwah dan gerakan Persyarikatan Muhammadiyah. Sebab
walaupun Persyarikatan kita ini telah berusia 100 tahun, tapi kita tidak pernah
kenal lelah untuk memberikan yang terbaik bagi kehidupan umat sebagaimana
cita-cita KH Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan ini. Salah satu buktinya
adalah, semakin meningkatnya upaya warga Muhammadiyah untuk
memperbanyak, memperluas serta membangun amal usaha Muhammadiyah di
berbagai daerah. Baik itu dalam bentuk lembaga pendidikan, lembaga kesehatan,
lembaga ekonomi maupun lembaga sosial lainnya.
Saya sendiri sangat bangga sekali ketika warga Muhammadiyah
mengundang saya ke daerah-daerah dengan agenda peresmian amal usaha.
Sebab ini bukti peningkatan peran dan kepedulian Muhammadiyah dalam
masyarakat. Saya sering katakan, kalau agenda Muhammadiyah adalah
peresmian amal usaha, maka saya akan datang. Tapi kalau agendanya pengajian,
saya sarankan dioptimalkan ulama Muhammadiyah di daerah. Ini saya katakan,
agar warga Muhammadiyah termotivasi untuk berfastabiqul khairat mendirikan
amal usaha Muhammadiyah.
Lantas apa sesungguhnya makna dan tujuan amal usaha Muhammadiyah
(AUM) itu sendiri bagi kita dan kehidupan kemanusiaan yang lebih luas?
Menurut saya, amal usaha Muhammadiyah yang begitu banyak ini merupakan
bentuk nyata dari pengabdian dan ibadah kita kepada Allah SwT. Sebab ibadah
yang sejati itu harus ditujukan kepada Allah, akan tetapi ibadah itu sendiri bukan
tujuan akhir, karena kalimat “….li ya’budun” dalam Al-Qur’an itu kata “li”-nya
bukan li ghayah atau li tujuan, melainkan “li” yang bermakna sebagai sarana
untuk mencapai tujuan yang lebih luas. Jadi ibadah itu selain bertujuan untuk
memperoleh ridla Allah, juga berimbas untuk kemaslahatan umat.
Oleh karena itu, bagi Muhammadiyah ibadah yang dilakukan selalu diikuti
dengan ajakan untuk melakukan amal shalih. Dan bentuk amal shalih ini memang
sangat beragam, salah satunya bagi Muhammadiyah adalah dengan mendirikan
amal usaha Muhammadiyah. Dengan tujuan, untuk memberikan kebaikan dan
kemaslahatan kepada kehidupan umat dan kemanusiaan yang lebih luas. Jadi
amal usaha Muhammadiyah merupakan bentuk implementasi atas keimanan
terhadap Allah SwT. Sebab bagi Muhammadiyah, iman harus dinyatakan dengan
amal, karena itulah etos sesungguhnya dari Muhammadiyah.
Oleh karena itu, keberadaan amal usaha Muhammadiyah yang begitu
banyak harus menjadi ruang bagi umat dan kemanusiaan untuk memperoleh
kemaslahatan. Karena demikianlah sesungguhnya hakikat keberadaan amal
usaha Muhammadiyah. Jika amal usaha Muhammadiyah tidak mencerminkan
hakikat tersebut, tentunya ini sudah lari dari jati diri Muhammadiyah
sesungguhnya. Tapi, insya Allah amal usaha Muhammadiyah akan menjadi
sarana bagi kemaslahatan umat secara terus-menerus.
Dan untuk menjaga serta meningkatkan keberadaan AUM ini, kita harus
secara terus-menerus untuk berfastabiqul khairat dan bersikap alghirrah ‘ala-
diin, yaitu mengambil pelajaran dari kemajuan orang lain, kemudian kita
terapkan dan jalankan dalam hidup kita. Cara yang seperti ini, menurut saya
sangat penting sekali bagi warga Muhammadiyah. Sebab melalui cara ini kita
akan senantiasa berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan, inovasi dan kreasi
bagi kepentingan umat dan kemanusiaan secara lebih luas.
Sumber: Rubrik Pedoman pada Majalah Suara Muhammadiyah No. 24/95 Terbit 16 – 31 Desember 2010
halaman 27.
Amal usaha muhammadiyah
Dalam perjuangan menegakkan dan mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya
Muhammadiyah memiliki berbagai amal usaha dalam berbagai bidang kehidupan.Secara
tegas rumusan usaha tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
(ADRT) Muhammadiyah Bab III pasal 7 tentang usaha sebgai berikut:

1.Untuk mencapai maksud dan tujuan,Muhammadiyah melaksanakan dakeah amar ma'ruf


nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam usaha disegala bidamg kehidupan.

2.Usaha Muhammadiyah diwujudkan dallam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan yang
macam dan penyelenggaraan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

3.Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program, dan kegiatan adalah
Pimpinan Muhammadiyah.

Muhammadiyah dalam mengelola amal usahanya didasarkan pada mencari ridlo Allah
semata demi kemaslahatan masyarakat, bergemanya syri'ah islam. hal ini dapat dibuktikan
banyaknya sekolah, madrasah, rumah sakit, rumah yatim, pesantren, masjid, musholla,
poliklinik, penerbit buku,Baitul Mall Wa Tanwil (BMT),serta berbagai amal usaha lain yang
tersebar diseluruh Indonesia.

Gerakan dakwah Islamiyah melalui amal usaha ini secara langsung telah dirasakan dan
dikenyam manfaatnya oleh masyarakat dan bangsa Indonesia. Segala amal usaha
Muhammadiyah berjalan dengan landasan untuk beramal dan mewujudkan masyarakat Islam
yang sebenarnya. Keikhlasan, kesabaran, serta ketekunan menjadi model utama para
pengelola amal usaha Muhammadiyah ini.

2.4 REVITALISASI GERAKAN MUHAMMADIYAH


Revitalisasi merupakan salah satu jenis atau bentuk perubahan (transformasi) yang
mengandung proses penguatan, meliputi peneguhan terhadap aspek-aspek yang selama ini
dimiliki (proses potensial) maupun dengan melakukan pengembangan (proses aktual) menuju
pada keadaan yang lebih baik dan lebih maju dari kondisi sebelumnya. Revitaliasi sebagai
proses perubahan yang direncanakan meliputi tahapan-tahapan penataan, pemantapan,
peningkatan dan pengembangan yang dilakukan secara berkesinambungan.
Langkah-langkah revitalisasi gerakan muhammadiyah yaitu melakukan penguatan
seluruh aspek gerakan dan menggerakkan segenap potensi Muhammadiyah dalam
menjalankan amanat Muktamar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memperluas peran Muhammadiyah dalam dinamika kehidupan masyarakat di daerah lokal,
nasional, dan global dengan menjalankan fungsi dakwah dan tajdid serta mengembangkan
ukhuwah dan kerjasama dengan semua pihak yang membawa pada pencerahan dan
kemaslahatan hidup.
2. Meneguhkan dan mewujudkan kehidupan Islami sesuai dengan paham agama dalam
Muhammadiyah yang mengedepankan uswah hasanah dan menjadi rahmat bagi kehidupan.
3. Mengembangkan pemikiran Islam sesuai dengan prinsip Manhaj Tarjih dan ijtihad yang
menjadi acuan/pedoman Muhammadiyah.
4. Pengembangan infrastruktur dan perbaikan sistem pengelolaan organisasi yang mampu
menjalankan fungsi-fungsi gerakan dan semakin mengarah pada pencapaian tujuan
Muhammadiyah.
5. Mendinamisasi kepemimpinan Persyarikatan di semua tingkatan (Wilayah, Daerah, Cabang,
dan Ranting).
6. Peningkatan kualitas dan memperluas jaringan amal usaha Muhammadiyah menuju tingkat
kompetisi dan kepentingan misi Persyarikatan yang tinggi, serta menjadikannya sebagai
pelaksana usaha yang terikat dan memiliki ketaatan pada kepemimpinan Persyarikatan.
7. Pengembangan model-model kegiatan/aksi yang lebih sensitif terhadap kepentingan-
kepentingan aktual/nyata umat, masyarakat, dan dunia kemanusiaan dengan pengelolaan
yang lebih konsisten.
8. Menggerakkan seluruh potensi angkatan muda dan organisasi otonom Muhammadiyah
sebagai basis kader dan pimpinan Persyarikatan.
9. Meningkatkan bimbingan, arahan, dan panduan kepada seluruh tingkatan pimpinan dan
warga Muhammadiyah.
10. Menggerakkan kembali Ranting dan jamaah sebagai basis gerakan Muhammadiyah.
Macam macam aspek revitalisasi gerakan yaitu:
1. Revitalisasi Teologis
Revitalisasi teologis menyangkut ikhtiar merekonstruksi atau menafsir ulang
pemikiran-pemikiran dasar kegamaan (keislaman) dalam muhammadiyah sebagaimana
prinsip-prinsipnya tentang agama islam, dunia, ibadah sabilullah dan ijtihad. Dalam
revitalisasi teologis ini dapat dikaji ulang dan dirumuskan epistemologi keislaman
Muhammadiyah seperti tentang kalam (falsafah) atau pandangan ke-Tuhanan, pandangan
tentang Fiqih, dan pemikiran-pemikiran keislaman lainnya.
2. Revitalisasi Ideologis
Revitalisasi ideologis menyangkut penyusunan ulang dan penguatan sistem paham
disertai langkah-langkah pelembagaannya yang menjadi landasan membangun kesadaran dan
ikatan kolektif dalam memperjuangkan gerakan muhammadiyah. Pemikiran dasar Kyai
Dahlan, 12 lagkah dari Kyai Mas Mansur, muqaddimah anggaran dasar, kepribadian
muhammadiyah, matan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah, khittah perjuangan
muhammadiyah, dan pedoman hidup islami warga muhammadiyah merupakan rujukan dasar
sekaligus perlu disistematisasi dalam konsep terpadu sehingga menjadi basis ideologi gerakan
muhammadiyah yang mengikat seluruh anggota muhammadiya dalam melaksanakan
gerakan. Ketika dirasakan adanya krisis kemuhammadiyahan, maka krisis tersebut harus
dibaca dalam konteks pelemahan ideologis di kalangan muhammadiyah karena tuntutan-
tuntutan dan pertimbangan-pertimbangan yang biasanya serba pragmatis.
3. Revitalisasi Pemikiran
Revitalisasi pemikiran menyangkut upaya mengembangkan wawasan pemikiran
seluruh anggota, termasuk kader dan pemimpin, baik mengenai format pemikiran
muhammadiyah sebagai gerakan islam yang bercorak dakwah dan tajdid, maupun dalam
memahami permasalahan-permasalahan dan perkembangan kehidupan tingkat lokal,
nasional, dan global. Dikotomi yang keras tentang pemikiran literal versus liberal, pemurnian
versus pembaruan atau pengembangan, ekslusif versus inklusif, organisasi versus alam
pikiran, structural versus cultural menggambarkan masih terperangkapnya sebagian kalangan
dalam muhammadiyah mengenai orientasi pemikiran pada wilayah orientasi atau paradigm
yang sempit atau terbatas. Sejauh menyangkut pemikiran perlu dijelaskan domain relativitas
setiap pemikiran agar tidak terjadi pengabsolutan setiap pemikiran, lebih-lebih jika klaim
pemikiran tertentu dijadikan alat pemukul dan saling menegaskan terhadap pemikiran yang
lain, sehingga yang terjadi ialah perebutan dominasi dan bukan sikap tasamuh.
4. Revitalisasi Organisasi
Revitalisasi organisasi berkaitan dengan perbaikan-perbaikan sistem pengelolaan
kelembagaan persyarikatan seperti menyangkut penataan struktur dan fungsi organisasi,
birokrasi, pengelolaan dan pelayanan administrasi, hingga pengembangan organisasi yang
mengarah pada peningkatan kualitas, efisiesnsi-efektivitas, dan menjadikan organisasi
sebagai instrument gerakan untuk kemajuan dan pencapaian tujuan Muhammadiyah.

5. Revitalisasi Kepemimpinan
Revitalisasi kepemimpinan merupakan langkah penguatan kualitas fungsi efektivitas
pimpinan persyarikatan diseluruh lini, termasuk di lingkungan organisasi otonom dan amal
usaha, yang secara langsung menjadi kekuatan dinamik dalam menggerakan muhammadiyah.
Kepemimpinan muhammadiyah juga tidak cukup dokonstruksi dengan idealis normative
semata seperti mengenai hak akhlaq dan standar-standar idela kepemimpinan, tetapi juga
harus disertai format aktualisasi Kepemimpinan yang nyata (bukan Kepemimpinan yang
berumah diatas angin tetapi harus membumi), karena kepemimpinan Muhammadiyah
merupakan kepemimpinan sistem dan bukan Kepemimpinan figure. Faktor figure pun tidak
dapat dikonstruksikan sekadar dari kejauhan sebagaimana konsep kepemimpinan pesona
Ratu adil. Kepemimpinan Muhammadiyah juga bukan sekadar domain diniyyah (aspek-aspek
kemampuan aktual dalam mengelola kehidupan yang di pimpin), sehingga dapat menjalankan
misi kerisalahan islam.
6. Revitalisasi Amal Usaha
Revitalisasi amal usaha menyangkut pengembangan kualitas amal usaha
Muhammadiyah diberbagai bidang yang dapat tumbuh diatas misi dan visi gerakan sekaligus
dapat memenuhi hajat hidup masyarakat. Amal usaha Muhammadiyah bukan ladang mencari
nafkah bagi para penghuninya, tetapi harus menjadi sarana atau media dakwah dan
perwujudan misi Persyarikatan.
7. Revitalisasi Aksi
Revitalisasi aksi menyangkut pengembangan model-model kegiatan atau aktivitas
gerakan Muhammadiyah yang secara langsung dapat memenuhi kepentingan masyarakat luas
dengan misi dakwah dan tajdid seperti dalam pemberdayaan ekonomi kaum miskin, advokasi
kaum marjinal dan tertindas, memperkuat, potensi dan peran masyarakat madani, advokasi
lingkungan hidup, resolusi konflik gerakan anti kekerasan, gerakan anti korupsi, kegiatan-
kegiatan pembinaan umat yang bercorak partisipatif, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya
semangat etos Al-Maun.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN
Muhammadiyah sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai dasar
untuk berjalan pada ranah sosial. Saat ini Muhammadiyah banyak mempunyai amal usaha,
mulai dari pondok anak yatim, sekolah/lembaga pendidikan, sampai rumah sakit. Revitalisasi
adalah salah satu bentuk perubahan yang mengandung proses penguatan, meliputi peneguhan
terhadap aspek-aspek yang selama ini dimiliki maupun dengan melakukan pengembangan
sehingga menjadi lebih baik dan lebih maju dari kondisi sebelumnya. Salah satu langkah
revitalisasi gerakan Muhammadiyah yaitu melakukan penguatan seluruh aspek gerakan dan
menggerakkan segenap potensi Muhammadiyah dalam menjalankan amanat Muktamar.

3.2 SARAN
Tujuan dakwah Muhammadiyah adalah meningkatkan kualitas hidup manusia.
Seharusnya kita ikut berpartisipasi dalam dakwah tersebut. Karena dengan dakwah tersebut
menggerakkan dinamika kehidupan masyarakat Islam di bidang pendidikan, ekonomi, dan
sosial-budaya.

DAFTAR PUSTAKA

http://fitrafg.blogspot.in/2014/11/memahami-gerakan
http://munawarohblog.blogspot.com/2012/11/muhammadiyah-gerakan-sosial
http://www.artikelsiana.com
http://riadhariansari.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai