Anda di halaman 1dari 20

REFRAT

FRAKTUR TIBIA PLATEAU

Diusun oleh :

Zulfikar

1102011303

Pembimbing :

KOLONEL PURN. dr. Abidin, Sp.OT

Kepaniteraan Ilmu Bedah

RS Tk. II M. Ridwan Meuraksa

Periode 2 Januari 2018 – 11 Maret 2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur adalah hilanganya kontinuitias tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.

Trauma bisa bersifat :

 Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif
dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
 Trauma tidak langsung. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak
tetap utuh. (Chairuddin, 2003)

Salah satu jenis fraktur yang akan saya bahas yaitu fraktur tibia plateau. Keadaan
ini biasanya terjadi pada pejalan kaki tertabrak oleh mobil atau akibat jatuh dari
ketinggian dimana lutut dipaksa masuk kedalam valgus atau varus, yang mengakibatkan
kondilus tibia remuk atau terbelah oleh kondilus femur yang berlawanan. Biasanya terjadi
pada pasien yang sudah berusia antara 50 dan 60 tahun dan sedikit mengalami
osteoporosis, tetapi fraktur ini juga dapat terjadi pada orang dewasa,dan setiap umur.

Terapi dengan traksi dapat dilakukan dengan sederhana saja dan sering
menghasilkan fungsi lutut yang baik, tetapi sering tersisa angulasi dan jika dilakukan
pembedahan dapat menghasilkan penampilan sinar X yang baik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI

3
Tibia terdiri dari : akhir proksimal disebut sebagai plateau (terbagi menjadi medial
yang berbentuk konkaf dan lateral yang berbentuk konvex), tubercle, eminence (medial
dan lateral), batang/shaft, dan akhir distal disebut sebagai pilon (sendi dan medial
maleolus). Tibial plateau merupakan penopang massa tubuh bagian proksimal dari tibia
dan melakukan artikulasi dengan condylus femoralis untuk membentuk sendi lutut.
(Frassica, 2007)

Sebuah os longum, mempunyai corpus, ujung proximal dan ujung distal, berada di
sisi medial dan anterior dari crus. Pada posisi berdiri, tibia meneruskan gaya berat badan
menuju ke pedis. Ujung proximal lebar, mengadakan persendian dengan os femur
membentuk articulatio genu, membentuk condylus medialis dan condylus lateralis tibiae,
facies proximalis membentuk facies articularis superior, bentuk besar, oval, permukaan
licin. (Luhulima, 2002)

Facies articularis ini dibagi menjadi dua bagian, dari anterior ke posterior, oleh
fossa intercondyloidea anterior, eminentia intercondyloidea dan fossa intercondyloidea
posterior. Fossa intercondyloidea anterior mempunyai bentuk yang lebih besar daripada
fossa intercondyloidea posterior. Tepi eminentia intercondyloidea membentuk
tuberculum intercondylare mediale dan tuberculum intercondylare laterale. Eminentia
epicondylaris bervariasi dalam bentuk dan sering juga absen. (Luhulima, 2002)

Facies articularis dari condylus medialis berbentuk oval, sedangkan facies


articularis condylus lateralis hampir bundar. Condylus lateralis lebih menonjol daripada
condylus medialis. Pada facies inferior dari permukaan dorsalnya terdapat facies
articularis, berbentuk lingkaran, dinamakan facies articularis fibularis, mengadakan
persendian dengan capitulum fibulae. Di sebelah inferior dari condylus tibiae terdapat

4
tonjolan ke arah anterior, disebut tuberositas tibiae. Di bagian distalnya melekat
ligamentum patellae. (Luhulima, 2002)

Corpus tibiae mempunyai tiga buah permukaan, yaitu (1) facies medialis, (2)
facies lateralis dan (3) facies posterior. Mempunyai tiga buah tepi, yaitu (1) margo
anterior, (2) margo medialis dan (3) margo interosseus. Fossa medialis datar, agak
konveks, ditutupi langsung kulit dan dapat dipalpasi secara keseluruhan. Facies lateralis
konkaf, ditempati oleh banyak otot. Bagian distalnya menjadi konveks, berputar ke arah
ventral, melanjutkan diri menjadi bagian ventral ujung distal tibia. Facies posterior berada
di antara margo medialis dan margo interosseus. Pada sepertiga bagian proximal terdapat
linea poplitea, suatu garis yang oblique dari facies articularis menuju ke margo medialis.
(Luhulima, 2002)

Margo anterior disebut crista anterior, sangat menonjol, di bagian proximal mulai
dari tepi lateral tuberositas tibiae, dan di bagian distal menjadi tepi anterior dari malleolus
medialis. Margo medialis, mulai dari bagian dorsal condylus medialis sampai ke bagian
posterior malleolus medialis. Margo interosseus mempunyai bentuk yang lebih tegas
daripada margo medialis, tempat melekat membrana interossea. Di bagian proximal mulai
pada condylus lateralis sampai di apex incisura fibularis tibiae membentuk bifurcatio.
(Luhulima, 2002)

Ujung distal tibia membentuk malleolus medialis. Malleolus medialis mempunyai


facies superior, anterior, posterior, medial, lateral dan inferior. Pada facies posterior
terdapat sulcus malleolaris, dilalui oleh tendo m.tibialis posterior dan m.flexor digitorum
longus. Pada permukaan lateral terdapat incisura fibularis yang membentuk persendian
dengan ujung distal fibula. Facies articularis inferior pada ujung distal tibia membentuk
persendian dengan facies anterior corpus tali. (Luhulima, 2002)

B. Definisi

Menurut Mansjoer (2005:356), fraktur tibia (bumper fracture/fraktur tibiaplateau)


adalah fraktur yang terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki
yang masih terfiksasi ke tanah.

5
C. Epidemiologi

Fraktur tibial plateau terjadi pada 1% kasus dari semua fraktur dan 8% kasus
terjadi pada pasien yang tua. Fraktur yang terjadi pada pasien tua merupakan hasil dari
trauma dengan energy rendah. Fraktur pada medial plateau terjadi pada 23% kasus
fraktur plateau sedangkan fraktur lateral plateau terjadi pada 70% kasus, dan kombinasi
antara keduanya terjadi pada 31% kasus. (Chairuddin, 2003)

D. Faktor Resiko

Factor resiko untuk terjadinya fraktur tibial plateau adalah :

a) Pasien-pasien memiliki resiko untuk cedera ini adalah trauma dengan kecepatan
tinggi (usia muda, laki-laki, alcohol dan pecandu obat)

b) Usia lebih tua dengan kualitas tulang yang jelek memiki resiko fraktur.

E. Klasifikasi

Jika kerusakan yang terjadi tertutup, maka digunakan klasifikasi Tscherne dan
Gotzen. Jika fraktur terbuka maka digunakan klasifikasi Gustilo-Anderson. Fraktur tibial
plateau dapat diklasifikasikan dengan Schatzker yaitu berdasarkan lokasi dan konfigurasi
fraktur. (Kingsley, 2008)

Klasifikasi fraktur tertutup (Tscheme and Gotzen) yaitu :


Grade 0 : kerusakan jaringan lunak minimal
Grade 1 : Abrasi superficial/ kontusio
Grade 2 : Dalam, abrasi dengan kontusio kulit ataupun otot. Tanda-tanda
impending kompartemen sindrom
Grade 3 : kontusio kulit yang luar, avulse subkutan, dan kerusakan otot

Klasifikasi fraktur terbuka (Gustilo-Anderson) yaitu :


Grade 1 : Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak
terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur
yang terjadi biasanya bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau
komunitif.

6
Grade 2 : Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan
jaringan
Grade 3 : Terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit
dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam
3 sub tipe:
a) grade IIIA: jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
b) grade IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan jaringan lunak, soft
tissue cover (-)
c) grade IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera

Klasifikasi fraktur tibial plateau (Schatzer classification) :


Tipe 1 : fraktur biasa pada kondilus tibia lateral. Pada pasien yang lebih muda
yang tidak menderita osteoporosis berat, mungkin terdapat retakan
vertikan dengan pemisahan fragmen tunggal. Fraktur ini mungkin
sebenarnya tidak bergeser, atau jelas sekali tertekan dan miring, kalau
retakannya lebar, fragmen yang lepas atau meniscus lateral dapat
terjebak dalam celah.
Tipe 2 : peremukan kominutif pada kondilus lateral dengan depresi pada
fragmen. Tipe fraktur ini paling sering ditemukan dan biasanya terjadi
pada orang tua dengan osteoporosis.
Tipe 3 : peremukan komunitif dengan fragmen luar yang utuh. Fraktur ini mirip
dengan tipe 2, tetapi segmen tulang sebelah luar memberikan selembar
permukaan sendi yang utuh.
Tipe 4 : fraktur pada kondilus tibia medial. Ini kadang-kadang akibat cedera
berat, dengan perobekan ligament kolateral lateral
Tipe 5 : fraktur pada kedua kondilus dengan batang tibia yang melesak diantara
keduanya
Tipe 6 : kombinasi fraktur kondilus dan subkondilus, biasanya akibat daya
aksial yang hebat.

7
Klasifikasi fraktur tibial plateau (schatzker classification)

F. Mekanisme Trauma

Fraktur tibial plateau biasanya terjadi sebagai akibat dari kecelakaan pejalan kaki
yang rendah energy mengenai bumper mobil. Sebagian besar kejadian fraktur tibial
plateau ini juga dilaporkan terjadi akibat dari kecelakaan sepeda motor dengan kecepatan
tinggi dan jatuh dari ketinggian. Fraktur tibial plateau terjadi akibat kompresi langsung
secara axial, biasanya dengan posisi valgus (paling sering) atau varus (jarang) atau trauma
tidak langsung yang besar. Aspek anterior dari kondilus femoralis berbentuk baji, dengan
terjadinya hiperekstensi dari lutut maka kekuatan ditimbulkan oleh gerakan kondilus ke
tibial plateau. Arah, besar, dan lokasi dari kekuatan yang ditimbulkan, serta posisi lutut
pada saat trauma akan menyebabkan perbedaan dari pola fraktur, lokasi, dan tingkat
pergeseran. Factor lain seperti usia dan kualitas tulang juga berpengaruh pada konfigurasi
fraktur. Pasien yang lebih tua dengan tulang yang osteopeni akan lebih cenderung
menjadi tipe fraktur depresi karena tulang subkondral nya lebih kaku untuk mengikuti
beban. (Chapman, 2001)

Usia muda dengan tulang yang kaku memiliki angka kejadian lebih tinggi untuk
terjadinya robekan ligament sedangkan usia tua dengan kekuatan tulang yang menurun
memiliki angka kejadian lebih rendah untuk robekan ligament. (Koval, 2006)

8
Mekanisme trauma pada fraktur tibial plateau

G. Gambaran klinis

Tanda yang menunjukan adanya fraktur tibia plateu tidak jauh berbeda dengan tanda
fraktur secara umum yaitu adanya nyeri, odema, deformitas dan gangguan fungsi, namun
pada fraktur tibia plateu ini mempunyai ciri-ciri yang khas adanya pembegkaan pada lutut
dan sedikit deformitas, memar biasanya luas dan jaringan terasa adonan karena
hemathrosis. Pada pemeriksaan secara hati-hati ( dibawah anesthesia) dapat menunjukan
ketidakstabilan kearah medial maupun lateral. Kaki dan ujung kaki harus diperiksa
dengan cermat untuk mencari ada tidaknya tanda tanda cidera pembuluh darah dan
neurulogi.

H. Diagnosis
 Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mengevaluasi pasien
dengan fraktur. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri, bengkak, ataupun
deformitas. Keluhan lain yang dipaparkan oleh pasien adalah tidak mampu untuk
menggerakkan lutut secara seluruhan ataupun sebagian. Anmnesis penting untuk
mengetahui apakah pasien mengalami trauma dengan energy besar atau tidak.
Kecelakan motor, jatuh dari ketinggian lebih dari 10 kaki, dan ditabrak dengan
kendaraan sementara berjalan merupakan contoh mekanisme trauma dengan energi
tinggi. Anamnesis lainnya yang pertu ditanyakan adalah factor-faktor komorbid dari
pasien yang akan berpengaruh pada terapi ataupun prognosis. Pasien dengan penyakit
penyerta seperti penyakit arteri koroner, emfisema, perokok, ataupun diabetes tidak

9
terkontrol memiliki resiko besar untuk timbulnya komplikasi dari cedera yang terjadi.
(Dirchsl, 2007)
 Pemeriksaan Fisis
1. Look (Inspeksi)
 Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi, perpendekan atau perpanjangan).
 Bengkak atau kebiruan.
 Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)
2. Feel (Palpasi)
- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.
- Krepitasi.
- Nyeri sumbu.
3. Move (Gerakan)
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
4. Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus
urinarius dan pelvis.
5. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal fraktur yang
berupa pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler
(Capillary refil test), sensasi motorik dan sensorik. Pada fraktur tibial plateau,
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap arteri popliteal yaitu diantara proksimal
dari adductor hiatus dan distal dari soleus serta pemeriksaan nervus peroneal.
6. Pada fraktur tibial plateau, hemarthrosis sering terjadi yaitu berupa edem, nyeri
pada lutut dimana pasien tidak dapat memikul berat tubuh. (Chairuddin, 2003)

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan standar untuk trauma pada lutut adalah foto Xray dengan posisi
anteroposterior (AP), lateral, dan dua oblik. Foto X-ray digunakan untuk
mengidentifikasi garis fraktur dan pergeseran yang terjadi tetapi tingkat kominusi atau
depresi dataran mungkin tidak terlihat jelas. Foto tekanan (dibawah anestesi) kadang-
kadang bermanfaat untuk menilai tingkat ketidakstabilan sendi. Bila kondilus lateral
remuk, ligamen medial sering utuh, tetapi bila kondilus medial remuk, ligament lateral
biasanya robek. (Alan, 2010)

10
X-Ray dari fraktur tibial plateau.

CT-scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya pergeseran dari fraktur tibial


plateau. CT-scan potongan sagital meningkatkan akurasi diagnosis dari fraktur tibial
plateau dan diindikasikan pada kasus dengan depresi artikular. Magnetic resonance
imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi trauma ataupun sebagai alternative dari
CT-scan atau arthroscopy. MRI dapat mengevaluasi tulang serta komponen jaringan
lunak dari lokasi trauma. Namun, tidak ada indikasi yang jelas untuk penggunaan MRI
pada fraktur tibial plateau. (Chapman, 2001)

11
CT-scan Posisi AP, sagital, serta arthtroscopy menunjukkan fraktur kompres lateral.

J. Terapi
Terapi pada fraktur tibial plateau dibagi menjadi non-operative dan operative,
 Non-operative
Fraktur yang non-displaced dan stabil baik untuk diterapi non-operative.
Pemakaian hinged cast-brace untuk melindungi pergerakan lutut dan beban tubuh
merupakan salah satu metode pilihan. Latihan isometric untuk quadriceps, pasif,
aktif,dan pergerakan aktif dari lutut sebagai stabilitas dapat dilakukan. Dibolehkan
untuk memikul beban tubuh secara partial selama 8-12 minggu, dan progressif hingga
memikul beban tubuh secara keseluruhan. Terapi dengan long leg cast juga dapat
digunakan.

Fraktur yang tidak bergeser atau sedikit bergeser biasanya menimbulkan


hemathrosis. Hemathrosis diaspirasi dan pembalut kompresi dipasang. Tungkai
diistirahatkan pada mesin gerakan pasif kontinyu dan gerakan lutut dimulai. Segera
setelah nyeri dan pembengkakan akut telah mereda, gips penyangga berengsel
dipasang dan pasien diperbolehkan menahan beban sebagian dengan kruk penopang.

12
Terapi non-operative. (a) tampaknya tidak mungkin bahwa fraktur bikondilus yang
kompleks ini dapat direduksi dengan sempurna dan difiksasi secara memuaskan
dengan operasi, maka (b,c) pen traksi bawah dimasukkan dan gerakan dilatih dengan
tekun (d) sepuluh hari kemudian sinar X memperlihatkan reduksi yang sangat baik
dan hasil akhir sangat bagus.

 Operative
Indikasi operasi pada fraktur tibial plateau adalah :
1. Depressi pada articular yang dapat ditoleransi adalah <2mm sampai 1 cm.
2. Instabilitasi >10 derajat dari lutut yang diperpanjang dibandingkan dengan sisi
sebaliknya. Fraktur yang retak lebih tidak stabil dibandingkan fraktur yang
hanya kompresi.
3. Fraktur terbuka
4. Sindrom kompartemen
5. Adanya kerusakan vascular.

Terapi pembedahan berdasarkan tipe fraktur nya (Schatzker classification) yaitu :

Schatzker tipe 1. Fraktur yang bergeser. Fragmen kondilus yang besar harus benar-
benar direduksi dan difiksasi pada posisinya. Ini terbaik dilakukan dengan operasi
terbuka.

Schatzker tipe 2. Fraktur komunitif. Pada dasarnya ini adalah fraktur kompresi, mirip
dengan fraktur kompresi vertebra. Kalau depresi ringan (kurang dari 5 mm) dan lutut
stabil atau jika pasien telah tua dan lemah serta mengalami osteoporosis, fraktur

13
diterapi secara tertutup dengan tujuan memperoleh kembali mobilitas dan fungsi
bukannya restitusi anatomis. Setelah aspirasi dan pembalutan kompresi, traksi rangka
dipasang lewat pen berulir melalui tibia, 7 cm di bawah fraktur. Kondilus mulai
dibentuk, lutut kemudian difleksikan dan diekstensikan beberapa kali untuk
membentuk tibia bagian atas pada kondilus femur yang berlawanan. Kaki diletakkan
pada bantal dan dengan 5 kg traksi, latihan aktif harus dilakuakn tiap hari. Selain itu,
lutut dapat diterapi sejak permulaan dengan mesin CPM, untuk semakin
meningkatkan rentang gerakan ; seminggu setelah terapi ini penggunaan mesin itu
dihentikan dan latihan aktif dimulai. Segera setelah fraktur menyatu (biasanya setelah
3-4 minggu), pen traksi dilepas, gips penyangga berengsel dipasang dan pasien
diperbolehkan bangun dengan kruk penopang. Pembebanan penuh ditunda selama 6
minggu lagi. Pada pasien muda dengan fraktur tipe 2, terapi ini mungkin dianggap
terlalu konservatif dan reduksi terbuka dengan peninggian plateau dan fiksasi internal
sering menjadi pilihan. Pasca operasi lutut diterapi dengan mesin CPM ; setelah
beberapa hari, latihan aktif dimulai dan setelah 2 minggu pasien dibiarkan dengan
gips penyangga yang dipertahankan hingga fraktur telah menyatu. Pasca operasi lutut
diterapi dengan mesin CPM setelah beberapa hari.

Schatzker tipe 3. Kominusi dengan fragmen lateral yang utuh. Prinsip terapinya mirip
dengan prinsip yang berlaku untuk fraktur tipe 2. Tetapi, fragmen lateral dengan
kartilago artikular yang utuh merupakan permukaan yang berpotensi mendapat
pembebanan, maka reduksi yang sempurna lebih penting. Cara ini kadang-kadang
dapat dilakukan secara tertutup dengan traksi yang kuat dan kompresi lateral, jika ini
berhasil, fraktur diterapi dengan traksi atau CPM. Kalau reduksi tertutup gagal,
reduksi terbuka dan fiksasi dapat dicoba. Pasca operasi, latihan dimulai secepat
mungkin dan 2 minggu kemudian pasien dibiarkan bangun dalam gips-penyangga
yang dipertahankan hingga fraktur telah menyatu.

14
Pasien dengan fraktur terbuka pada tibial plateau dengan kominusi yang ekstensif.
Eksternal fiksasi dipasang selama 10 hari sampai jaringan lunak memungkinkan untuk
dilakukan definitif fiksasi.

Schatzker tipe 4. Fraktur pada kondilus medial. Fraktur yang sedikit bergeser dapat
diterapi dalam gips penyangga. Kalau fragmen nyata sekali bergeser atau miring,
reduksi terbuka dan fiksasi diindikasikan. Kalau ligament lateral juga robek, ini harus
diperbaiki sekaligus.

Schatzker tipe 5 dan 6. Merupakan cedera berat yang menambah resiko sindrom
kompartemen. Fraktur bikondilus sering dapat direduksi dengan traksi dan pasien
kemudian diterapi seperti pada cedera tipe 2. Fraktur yang lebih kompleks dengan
kominusi berat juga lebih baik ditangani secara tertutup, meskipun traksi dan latihan
mungkin harus dilanjutkan selama 4-6 minggu hingga fraktur cukup menyatu untuk
memungkinkan penggunaan gips penyangga. Jika terdapat beberapa fragmen yang
bergeser, fiksasi internal dapat dilakukan.

15
Raft-screw. (a-c) ukuran kortikal screw sebesar 3,5 mm dimasukkan dibawah
subkondral dan dari raft diatas fragmen plateau. Pada kasus tipe 2,5, atau 6,
diperlukan juga buttress plat

Reduksi Terbuka dan Fiksasi


Fraktur plateau sulit direduksi dan difiksasi. Terapi operasi hanya dilakukan kalau
tersedia seluruh jenis implant. Melalui insisi parapatela longitudinal, kapsul sendi
dibuka. Tujuannya untuk mempertahankan meniskusi sampil sepenuhnya membuka
plateau yang mengalami fraktur. Ini terbaik dilakuakn dengan memasuki sendi
melalui insisi kapsul melintang di bawah meniscus. Fragmen besar tunggal dapat
direposisi dan dipertahankan dengan sekrup kanselosa dan ring tanpa banyak
kesulitan. Fraktur tekanan yang komunitif harus ditinggikan dengan mendorong
massa yang terpotong-potong ke atas ; permukaan osteoartikular kemudian disokong
dengan membungkus daerah subkondral dengan cangkokan kanselosa (diperoleh dari
kondilus femur atau Krista iliaka) dan dipertahankan di tempatnya dengan memasang
plat penunjang yang sesuai dengan kontur dan sekrup pada sisi tulang itu. Kecuali
kalau terobek, meniscus harus dipertahankan dan dijahit lagi di tempatnya ketika
kapsul diperbaiki.

Fraktur kompleks pada tibia proksimal sulit difiksasi dan banyak ahli bedah lebih
suka member terapi dengan traksi dan mobilisasi. Kalau dipilih terapi operasi,
pemaparan luka secara memadai sangat diperlukan. Schatzker menganjurkan
membelah ligament patella dan membalik patella ke atas. Pasca operasi, tungkai
ditinggikan dan dibebat hingga pembengkakan mereda, gerakan dimulai secepat
mungkin dan dianjurkan melakukan latihan aktif. Pada akhir minggu keempat pasien
biasanya diperbolehkan dalam gips penyangga, menahan beban sebagian dengan
penopang ; penahanan beban penuh dilanjutkan bila penyembuhan telah lengkap2.

16
Fraktur tibial plateau- fiksasi. (a) sekrup tunggal mungkin sudah mencukupi untuk retakan
sederhana, meskipun (b) plat penopang dan sekrup lebih aman. (c) depresi yang lebih dari
1 cm dapat diterapi dengan peninggian dari bawah dan (d) disokong dengan pencangkokan
tulang. (e) fraktur compels dapat diterapi dengan operasi tetapi, kecuali kalau reduksi
dapat dijamin sempurna, terapi dengan traksi dan gerakan saja mungkin lebih bijaksana ;
mengikat fragmen yang menonjol ke atas permukaan sendi akan mengundang
osteoarthritis dini.

Fraktur tibial plateau yang kompleks – fiksasi internal. Trauma pada jaringan lunak oleh
fraktur dengan senergy tinggi pada tibial plateau bias any atidak aman untuk dilakukan
operasi segera. Stabilisasi dengan eksternal fiksasi memungkinkan pembengkakan
berkurang dan pasien bisa berisitirahat dengan nyaman. (a) ketika keadaan membaik dan
biasanya dalam waktu 2 minggu, operasi terbuka dapat dipertimbangkan. Contohnya, dua
plat buttress digunakan untuk menopang daerah lateral dan posteromedial dari tibial
plateau.

17
Fraktur tibial plateau yang kompleks – eksternal fiksasi. Daripada membuka daerah sendi
untuk mengurangi fraktur, hal ini juga dapat digunakan secara perkutaneus, dengan control
X-Ray, dan fragmen sendi berpegang pada multiple screw. (a,b) metafisis tibial berpegang
pada batang dengan fiksasi eksternal circular.

K. Prognosis
Prognosis pada fraktur tibial plateau adalah :
1. Fraktur tibial plateau dapat menyebabkan kerusakan yang parah
2. Insidensi arthritis post trauma dihubungkan dengan usia pasien, lokasi dari
pergeseran, dan reduksi.
3. Fraktur karena energy tinggi yang diterapi dengan fiksasi eksternal hanya memiliki
insidensi sebesar 5% mengenai masalah luka

L. Komplikasi
Komplikasi pada fraktur tibial plateau dapat dibagi menjadi dua yaitu dini dan lanjut.
1. Komplikasi dini
 Sindroma kompartemen. Pada fraktur bikondilus tertutup terdapat banyak
perdarahan dan resiko munculnya sindrom kompartemen. Kaki dan ujung kaki harus
diperiksa secara terpisah untuk mencari tanda-tanda iskemia.
 Kerusakan dari nervus peroneal. Hal ini umum terjadi pada trauma di aspek lateral
dimana nervus peroneal berjalan dari proksimal ke bagian atas dari fibula dan lateral
dari tibial plateau

18
 Laserasi arteri popliteal
2. Komplikasi lanjut
 Kekakuan sendi. Pada fraktur komunitif berat dan setelah operasi yang kompleks,
terdapat banyak resiko timbulnya kekakuan lutut. Resiko ini dicegah dengan (1)
menghindari imobilisasi gips yang lama dan (2) mendorong dilakukannya gerakan
secepat mungkin.
 Deformitas. Deformitas varus atau valgus yang tersisa amat sering ditemukan baik
karena reduksi fraktur tak sempurna ataupun karena meskipun telah direduksi
dengan memadai, fraktur mengalami pergeseran ulang selama terapi. Untungnya,
deformitas yang moderat dapat member fungsi yang baik, meskipun pembebanan
berlebihan pada satu kompartemen secara terus menerus dapat menyebabkan
predisposisi untuk osteoarthritis di kemudian hari.
 Osteoartritis. Bertentangan dengan kepercayaan umum, osteoarthritis bukanlah
akibat jangka panjang yang lazim dari terapi konservatif. Lansinger, dkk (1986)
dalam tindak lanjut pada serangkaian kasus besar yang dipantau selama 20 tahun,
melaporkan hasil yang sangat baik atau baik apda 90% pasien bila tidak ada
ketidakstabilan ligamentum atau depresi nyata. Sekalipun penampilan sinar-X
menunjukkan osteoarthritis, lutut mungkin tidak terasa nyeri. Tetapi, jika timbul
osteoarthritis yang nyeri dan kondilus lateral terdepresi, operasi rekonstruktif dapat
dipertimbangkan.
 Malunion atau non-union. Hal in sering terjadi pada Schatzker VI dimana terjadi
fraktur diantara metafisis-diafisis, kominusi, fiksasi tidak stabil, kegagalan implant,
atau infeksi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Chairuddin, Rasjad Prof, MD, PhD.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003. Makasar
2. Alan Graham Aplpley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture 9 th edition.
Butterworths Medical Publications. 2010.

3. Netter, Frank H. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition. Saunders


Elseiver.

4. Frassica, Frank dkk. The 5-Minute Orthopaedic Consult 2nd edition. Lippuncolt
William & Wilkins. 2007

5. Luhulima JW. Musculoskeletal. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas


Hasanuddin. Makassar. Indonesia. 2002.
6. Chapman, Michael W. Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd edition. Lippincolt
William & Wilkins. 2001.
7. Koval, Kenneth J. Handbook of Fractures 3rd edition. Lippincolt William & Wilkins.
2006
8. Kingsley Chin, dkk. Orthopaedic Key Review Concept, 1st edition. Lippincolt
William & Wilkins. 2008
9. Dirchsl Douglas, dkk. Staged Management of Tibial Plateau. American Journal of
Orthopaedic. 2007

20

Anda mungkin juga menyukai