KANKER PROSTAT
Oleh :
Sri Ayu Wahyuni
18710163
Pembimbing:
dr.Budi Suwarno, Sp. U
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................3
DAFTAR TABEL..................................................................................................4
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7
2.1 Definisi......................................................................................................7
2.2 Epidemiologi............................................................................................7
2.3 Anatomi dan Fisiologi.............................................................................8
2.4 Histologi.................................................................................................11
2.5 Etiologi dan Faktor Risiko...................................................................13
2.6 Patofisiologi............................................................................................15
2.7 Penegakan Diagnosis.............................................................................18
2.7.1 Anamnesis...........................................................................................18
2.7.2 Pemeriksaan colok dubur..................................................................19
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang....................................................................20
2.8 Derajat keganasan.................................................................................28
2.9 Penatalaksanaan....................................................................................25
2.9.1 Penatalaksanaan kanker terlokalisir atau locally advanced..........25
2.9.2 Penatalaksanaan kanker yang telah metastasis..............................26
2.9.3 Kanker Prostat dengan Kastrasi dan Hormon Refrakter (Castration
and Hormone Refractory Prostate Cancer / CRPC-HRPC)......................
............................................................................................................. 27
2.9.4 Kanker Prostat Metastasis dengan Resistensi Kastrasi (mCRPC)...
............................................................................................................. 27
2.9.5 Penatalaksanaan Kemoterapi (Cytotoxic Therapy).......................28
2.10 Monitoring terapi................................................................................28
2.10.1 Pemantauan setelah terapi kuratif.................................................28
2.10.2 Pasca prostatektomi radikal...........................................................29
2.10.3 Pasca EBRT......................................................................................29
2.10.4 Pemantauan setelah terapi hormonal............................................29
2.11 Terapi Paliatif......................................................................................30
2.12 Pencegahan..........................................................................................30
2.13 Prognosis..............................................................................................32
BAB 3. PENUTUP.......................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................34
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tingkat insidensi kanker prostat berdasarkan daerah dan populasi.....8
Gambar 2.2 Anatomi pelvis (a) dan prostat (b)........................................................9
Gambar 2.3 Zona pada kelenjar prostat yang normal..............................................10
Gambar 2.4 Prostate gland: glandular acini and prostatic concretions. Stain:
hematoxylin dan eosin. Medium magnification.......................................................13
Gambar 2.5 Prostate gland: prostatic glands with prostatic concretions. Stain:
Masson’s trichrome..................................................................................................13
Gambar 2.6 Cara kerja hormone androgen pada prostat..........................................17
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2 Gambaran sel menurut Gleason
Score...............................................................22
Tabel 2.3 Stadium kanker prostat.......................................................................24
Tabel 2.4 Kelompok grup berisiko rekurensi pada kanker prostat lokal dan lokal parah..25
Tabel 2.5 Penatalaksanaan kanker terlokalisir atau locally advanced..............................25
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
untuk mengkonfirmasi keberadaan sel kanker (Rawla, 2019). Berdasarkan pemaparan
tersebut di atas, dewasa ini memiliki insidensi dan mortalitas kanker prostat kian
meningkat dan diduga diakibatkan oleh berbagai macam faktor. Banyak hal yang dapat
dilakukan sebagai prevensi terjadinya kanker prostat dan menurunkan mortalitasnya,
salah satunya adalah dengan mendeteksi dini adanya sel kanker pada prostat mengingat
gejala pada penyakit ini juga sering ditemukan pada penyakit-penyakit lain seperti
LUTS dan BPH. Selain itu perlu dilakukan juga analisis mendalam terkait korelasi
antara faktor risiko dan terjadinya kanker.
Di sini, penulis tertarik untuk memaparkan mengenai kanker prostat mulai dari
definisi hingga prognosis berdasarkan literatur ilmiah terbaru yang telah penulis
kumpulkan.
2
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker prostat adalah penyakit keganasan sistem urogenital yang merupakan
salah satu penyebab terbanyak kematian pada populasi laki-laki. Kanker prostat
merupakan keganasan yang berasal dari epitel kelenjar prostat. Kanker prostat terjadi
ketika sel-sel prostat tumbuh lebih cepat dari pada kondisi normal sehingga
membentuk benjolan atau tumor yang memiliki keganasan. Kanker ini terjadi pada
pria terutama yang berusia di atas 65 tahun. Kanker prostat merupakan penyebab
kematian akibat kanker nomor dua pada pria dan merupakan penyebab utama kematin
akibat kanker pada pria diatas 74 tahun. Kanker prostat jarang ditemukan pada pria
berusia kurang dari 40 tahun (Nurdin, 2017; Kumar, et al., 2013; Andreas, 2017).
Kelenjar prostat adalah kelenjar seksual laki-laki yang berada di anterior rektum
dan terletak diantara kandung kemih dan penis. Sebagian besar kanker prostat adalah
adenokanker kanker yang melibatkan uretra prostat dengan atau tanpa invasi stroma.
Bentuk lain yang jarang adalah: sarkoma (0,1-0,2%), kanker urotelial (1-4%), limfoma
dan leukemia. Oleh karena itu, terminologi kanker prostat mengacu pada adenokanker
prostat (IAUI, 2011).
2.2 Epidemiologi
Kanker prostat adalah keganasan kedua setelah kanker paru yang paling umum
terdiagnosis pada laki-laki di Amerika Serikat. Pada tahun 2018, insidensi kanker
prostat di dunia mencapai 1.276.106 kasus dengan angka mortalitas sejumlah 358.989
(3,8% dari semua kematian disebabkan oleh kanker pada laki-laki) (Bray et al., 2018;
Ferlay et al., 2019).
3
Gambar 2.1 Tingkat insidensi kanker prostat bervariasi berdasarkan
daerah dan populasi (Rawla, 2019).
4
untuk tetap berada ditempatnya oleh beberapa jaringan penyokong, yaitu pada bagian
depan oleh ligamen puboprostatik dan pada bagian bawah oleh diafragma urogenital
(Mescher, 2013). Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius (McClure et al., 2018).
(a)
(b)
Gambar 2.2 Anatomi Pelvis (a) dan Prostat (b)
5
adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior
dan zona periuretheral. Zona perifer adalah zona terbesar dari prostat, mewakili
lobus posterior dan lateral serta mengandung sekitar 70% bagian dari kelenjar
prostat. Seluruh kanker prostat terjadi pada zona perifer. Zona sentral adalah zona
yang berbentuk baji dan terdiri dari 25% elemen kelenjar prostat dan terletak
mengelilingi duktus ejakulatorius. Zona ini relatif resisten terhadap kanker dan
penyakit lainnya. Zona transisional merupakan zona terkecil dari prostat yang
mengelilingi uretra dan hanya mengandung 5% elemen dari kelenjar prostat.
Sebagian besar hiperplasi prostat terjadi pada zona transisional. Sedangkan zona
anterior fibromuskular sama sekali tidak memiliki elemen dari kelenjar prostat dan
hanya terdiri dari otot polos serta bertanggung jawab terhadap konveksitas anterior
prostat (Wein et al., 2011).
Gambar 2.3 Zona pada kelenjar prostat yang normal (McAnich dan Lue, 2013)
6
vesicales, selanjutnya bermuara ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe yang terdapat
pada prostat mengalirkan cairan limfe ke nodi iliaci interni. Persarafan dari prostat
sendiri berasal dari plexus hypogastricus inferior dan saraf simpatis merangsang otot
polos prostat pada saat ejakulasi (Guyton & Hall, 2014).
Fungsi prostat adalah menghasilkan sekret kelenjar prostat yaitu cairan
seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen
utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak
asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang
kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama
ejakulasi melalui kontraksi otot polos. Kelenjar prostat juga menghasilkan cairan
dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan
vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi (Guyton & Hall, 2014).
Fungsi lain dari cairan prostat adalah menghasilkan enzim pengental
(clotting enzyme). Enzim pembeku ini berguna untuk mengentalkan semen dengan
cara merubah fibrinogen dari cairan semen menjadi fibrin. Fibrin tersebut akan
mengikat cairan semen yang pada akhirnya akan mengentalkan cairan semen.
Pengentalan cairan semen terjadi pada saat ejakulasi semen ke dalam vagina. Tujuan
dari pengentalan cairan semen ini adalah untuk menjaga sperma tetap berada dalam
liang vagina saat ejakulasi telah selesai (Sherwood, 2015).
Fungsi lainnya dari cairan prostat adalah menghasilkan profibrinolisin atau
sering disebut sebagai Prostate Specific Antigen (PSA). Profibrinolisin atau PSA
tersebut berguna untuk mengencerkan cairan semen yang sebelumnya telah mengental
dalam liang vagina. Proses ini terjadi beberapa saat setelah proses pengentalan di liang
vagina terjadi. Pengenceran ini berguna agar sperma dapat masuk lebih ke dalam
hingga dapat menuju ke ovum (Sherwood, 2015).
2.4 Histologi
Prostat atau glandula prostat atau prostata merupakan kelenjar aksesoris terbesar
pada sistem reproduksi laki-laki. Ukurannya setara dengan kacang kenari. Selain
prostat, kelenjar aksesoris lainnya yakni: sepasang vesicula seminalis dan sepasang
glandula bulbourethrales. Semua struktur tersebut akan mensekresikan cairan yang
akan bercampur dengan spermatozoa membentuk semen. Beberapa bagian dari
kelenjar prostat berisi agregasi sekresi solid yang disebut concretio prostatica atau
7
corpora amylacea di dalam asinar. Selain komponen kelenjar, prostat juga memiliki
bagian berupa stroma fibromuskular yang dibentuk oleh serabut- serabut otot polos
yang bercampur dengan serabut kolagen dan elastik, mengelilingi glandula prostat dan
urethra prostatica (Eroschenko, 2014).
8
Gambar 2.4 Prostate gland: glandular acini and prostatic concretions. Stain:
hematoxylin and eosin. Medium magnification
Gambar 2.5 Prostate gland: prostatic glands with prostatic concretions. Stain:
Masson’s trichrome
1. Usia lanjut
9
untuk terjadinya kanker prostat.
2. Etnis
Bukti adanya faktor etnis yang berperan mempengaruhi kejadian kanker
prostat diketahui dari tingat kejadian terbanyak kanker prostat pada laki-laki
Afrika- Amerika (149/100.000 orang), dilanjutkan laki-laki Kaukasia AS
(107/100.000) dan yang terrendah pada laki-laki Asia (39 / 100.000 untuk laki-
laki Jepang dan 28 / 100.000 untuk laki-laki Cina) (McClure et al., 2018). Pada
laki-laki Afrika-Amerika memiliki variasi kromosom 8q24 yang telah terbukti
memiliki hubungan dengan peningkatan risiko kanker prostat. Beberapa penelitian
juga menunjukkan bahwa orang Afrika-Amerika memiliki tingkat variasi gen
yang mensupresi tumor seperti EphB2 atau yang meregulasi apoptosis sel seperti
BCL2 (Rawla, 2019).
4. Diet
Diet tinggi lemak jenuh, daging merah, sedikit buah dan sedikit sayuran,
rendah tomat, rendah ikan dan atau rendah kedelai meningkatkan resiko terkena
kanker prostat. Diet tinggi kalsium juga berhubungan dengan peningkatan resiko
kanker prostat. Hubungan kanker prostat dengan obesitas masih kontroversial,
namun obesitas berhubungan dengan tingginya grading kanker prostat
(Kemenkes, 2011).
5. Konsumsi alcohol
Konsumsi alkohol berlebihan (>15 gram etanol/hari, atau lebih dari tiga gelas
antara wine, liquor dan beer per hari) dapat menjadi faktor risiko yang mungkin
dari kanker prostat dan kanker-kanker yang lain (Rizos et al., 2010).
10
6. Obesitas, insulin dan aktivitas fisik
Obesitas berhubungan dengan terjadinya kanker yang parah dan agresif, pun
BMI berhubungan dengan penyakit yang lebih parah dengan outcome yang lebih
buruk. Penjelasan yang mungkin dari tingginya prevalensi kanker prostat pada
laki-laki obesitas adalah karena perubahan sirkulasi dari hormon-hormon steroid
seks, yang mana juga diketahui terkait dengan perkembangan onkogenesis pada
prostat (Mcbride, 2012).
7. Hormon-hormon seks
11
prostatitis terjadi oleh satu atau kombinasi dari berbagai faktor termasuk infeksi,
trauma fisik dan kimia (refluks urin) dapat berujung pada inflamasi kronis pada
prostat (Rawla, 2019).
2.6 Patofisiologi
Epitel jaringan prostat merupakan jaringan yang peka terhadap kadar hormon
androgen dalam darah. Hormon androgen merupakan hormon-hormon yang
diperlukan dalam perkembangan organ reproduksi pria. Hormon androgen diantaranya
adalah testosterone, dihidrotestosteron (DHT), dan androstenedione. Hormon
testosteron merupakan hormon yang paling banyak dihasilkan dibandingkan dengan
hormon androgen lainnya. Bentuk aktif dari hormon testosteron adalah DHT, dimana
hormon ini diperoleh dari hasil perubahan hormon testosteron di sel jaringan (Guyton
& Hall, 2014). Hormon androgen dihasilkan oleh dua organ utama yaitu organ testis
dan kelenjar adrenal. Hormon testosteron banyak dihasilkan oleh organ testis, lebih
tepatnya dihasilkan oleh sel Leydig testis dibandingkan dengan kelenjar adrenal
(Mescher, 2013).
Hormon testosteron dapat disintesis dari kolesterol ataupun Asetil Co-Enzim
A yang terjadi baik pada testis maupun pada kelenjar adrenal. Testosteron yang
dihasilkan akan disekresikan dalam pembuluh darah, dan sekitar 97% akan berikatan
dengan albumin darah. Testosteron yang berikatan dengan albumin darah akan
menetap selama 30 menit sampai beberapa jam di dalam darah. Testosteron inilah
yang akan menempel di sel jaringan untuk kemudian diubah menjadi DHT.
Testosteron yang tidak menempel ke sel jaringan akan diubah menjadi adrosteron dan
dihidroepiandrosteron yang akan dikonjugasikan dengan glurononat atau sulfat
sehingga bisa dikeluarkan ke dalam usus atau ginjal.
Aktivasi sel Leydig pada testis dan kelenjar adrenal untuk menghasilkan
testosteron dipicu oleh adanya Luteinizing Hormon (LH) dan Follicle Stimulating
Hormone (FSH) untuk menghasilkan testosterone pada testis dan Adrenocorticotropin
Hormone (ACTH) pada kelenjar adrenal. Ketiga hormon tersebut diproduksi oleh
kelenjar Hipofisis. Keluarnya LH, FSH, dan ACTH dipicu oleh Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) yang dihasilkan oleh Hipotalamus otak. Hasil akhirnya
akan diperoleh kadar testosteron yang meningkat dalam darah. Peningkatan ini akan
memberi respon negatif kepada Hipotalamus dan Hipofisis (Guyton & Hall, 2014).
12
Gambar 2.6 Cara Kerja Hormon Androgen pada Prostat (Kumar et al., 2015)
Di sel jaringan testosteron akan diubah menjadi bentuk aktif yaitu DHT
melalui enzim 5α-reduktase. Ada dua tipe enzim 5α-reduktase, yaitu 5α-reduktase
tipe 1 dan 5α-reduktase tipe 2. Tipe 1 5α-reduktase banyak terdapat dalam kulit dan
hati, sedangkan tipe 2 5α-reduktase banyak ditemukan dalam sel prostat atau sel
jaringan genital lainnya. DHT di dalam sitoplasma sel akan menempati reseptor
androgen di dinding inti sel (Wein, et al., 2011). Ikatan tersebut akan
mengekspresikan faktor pertumbuhan (growth factor) yaitu Fibroblast Growth Factor
(FGF) dan Transforming Growth Factor (TGF)β. Faktor pertumbuhan ini akan
berfungsi sebagai hormon parakrin yang menduduki reseptor pertumbuhan di sel
prostat sekitarnya (Kumar et al., 2015).
Kejadian kanker prostat terjadi akibat adanya hipersensitif dari reseptor
androgen yang terdapat pada dinding inti sel. Hal ini terjadi akibat adanya mutasi
ataupun variasi pada gen pengekspresi reseptor androgen. Akibat dari mutasi ataupun
variasi tersebut akan meningkatkan sensitifitas dari reseptor androgen. Peningkatan
sensitifitas reseptor akan memudahkan aktivasi dari reseptor androgen walaupun
bukan dengan hormon androgen, sehingga sel prostat akan mengeluarkan faktor
pertumbuhan yang tidak terkendali. Faktor pertumbuhan yang dihasilkan akan
merangsang pertumbuhan sel prostat baik sel epitel maupun sel stroma. Variasi
terhadap gen pengekspresi reseptor androgen menjadi dasar mengapa dalam satu ras
13
memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadi kanker prostat dibandingkan dengan ras
lainnya. Seperti pada ras Afrika-Amerika yang memiliki risiko menderita kanker
prostat lebih tinggi dibandingkan ras lainnya (Kumar, et al., 2015).
Hal-hal yang berperan dalam patogenesis kanker prostat adalah androgen, sel
stem, perubahan epigenetik, siklooksigenase, mutasi somatik yang berhubungan
dengan inisiasi dan progresi tumor, prostate specific membrane antigen dan apoptosis.
Gejala klinis pada kanker prostat dapat terjadi 3 gejala yaitu gejala obstruksi
(hesitansi, penurunan aliran urin, intermiten), gejala iritasi (frekuensi, nokturia,
urgensi, inkontinensia tipe urgensi) dan gejala sistemik (nyeri tulang, gagal ginjal,
anemia). (Wein et al., 2011).
2.7.1 Anamnesis
Pemeriksaan awal terhadap pasien kanker prostat adalah melakukan anamnesis
atau wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang
dideritanya. Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan diluar saluran kemih. Anamnesis dapat meliputi:
14
3. Miksi terputus (intermittency)
b. Gejala iritatif
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak
sempurna saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena
pembesaran sel kanker prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica
sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (frekuensi)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (urgency)
4. Nyeri pada saat miksi (dysuria) atau saat ejakulasi
5. Keluarnya darah pada saat miksi atau saat ejakulasi
15
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
1 PSA bebas dengan berat molekul 30 kDa. Pada PSA ini karena molekulnya
rendah maka dapat dikeluarkan di ginjal
Peningkatan kadar PSA juga dijumpai pada beberapa keadaan yaitu usia yang
semakin tua, ISK, aktivitas seksual saat ejakulasi, BPH, prostatitis, dan keganasan
prostat. Kadar PSA secara tunggal adalah variabel yang paling bermakna
dibandingkan colok dubur atau TRUS. Sampai saat ini belum ada persetujuan
mengenai nilai standar secara internasional. Kadar PSA adalah parameter
berkelanjutan, semakin tinggi kadarnya, semakin tinggi pula kecurigaan adanya
Kanker prostat. Nilai baku PSA di Indonesia saat ini yang dipakai adalah 4ng/ml
(IAUI, 2011).
Deteksi dini PSA bermanfaat pada laki-laki dengan usia antara 55-69 tahun,
dan tidak direkomendasikan pada laki-laki di bawah 55 tahun dan laki-laki berusia 70
tahun keatas (Carter et al., 2013).
16
Umur Kadar PSA serum
(Tahun) (ng/ml)
40 -49 < 2,5
50 – 59 < 3,5
60 – 69 < 4,5
70 – 79 < 6,5
Tabel 2.1 Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen menurut umur
Biomarker tumor untuk kanker prostat biasanya dilakukan dengan memeriksa
kadar PSA dalam serum darah. Walaupun demikian, pemeriksaan PSA dalam serum
darah belum memastikan adanya keganasan pada seseorang, karena PSA juga
dijumpai pada keadaan tumor yang benigna (tumor jinak). Prostat Spesifik Antigen
dalam serum darah dapat dijumpai dalam dua bentuk, yaitu bentuk bebas
(uncomplexed) dan bentuk terikat (complexed). Di dalam darah PSA dalam bentuk
terikat, akan berikatan dengan antiprotease ACT dan Makroglobulin (Wein et al.,
2011). Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk mengukur kadar PSA
dalam tubuh antara lain:
17
kadar PSA berdasarkan waktu yang diukur secara longitudinal, dan paling baik
dinilai dalam kurun waktu 2-5 tahun. Hasil pengukuran PSA-V dilaporkan lebih
tinggi diantara laki-laki dengan kanker prostat disbanding dengan BPH. Nilai
PSA-V yang mengarah ke diagnose kanker prostat adalah 0.75 ng/ml/tahun,
tetapi tetap harus dikonfirmasi dengan biopsi.
Gambaran klasik hipoekhoik adanya zona peripheral prostat tidak akan selalu
terlihat. Grayscale dari TRUS tidak dapat mendeteksi area kanker prostat secara
adekuat. Maka itu biopsi sistematis tidak perlu digantikan dengan biopsi area yang
dicurigai. Namun biopsi daerah yang dicurigai sebagai tambahan dapat menjadi
informasi yang berguna (IAUI, 2011).
a. Indikasi Biopsi
18
dengan USG transrektal, MRI lebih akurat dalam menentukan luas ekstensi tumor
ke ekstrakapsuler atau ke vasikula seminalis (Purnomo, 2012).
19
20
Gleason Score
Grade 1 Satu bentuk kelenjar berukuran kecil dengan perubahan inti sel
yang minimal
Grade 2 Ukuran kelenjar sedang dengan perubahan inti sel yang minimal
Grade 3 Variasi dalam ukuran kelenjar dengan infiltarasi dari stroma
Grade 4 Infiltrasi yang luas dari stroma dengan gambaran sel yang atipik
Grade 5 Gambaran sel yang tidak berdiferensiasi (sel kanker)
Stadium
Tumor primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tumor primer tak dapat ditemukan
T1 Tumor yang tak dapat dipalpasi atau dilihat pada pemeriksaan pencitraan (tidak
terdeteksi secara klinis)
T1a Tumor ditemukan secara kebetulan (PA), < 5 % dari jaringan yang direseksi
T1b Tumor ditemukan secara kebetulan (PA), > 5 % dari jaringan yang direseksi
T1c Tumor diidentifikasi dengan pemeriksaan biopsi jarum T2 Tumor terbatas di
prostat *
T2a Tumor mengenai setengah atau kurang dari satu lobus
T2b Tumor mengenai lebih setengah dari satu lobus, tetapi tidak mengenai kedua
lobus
T2c Tumor mengenai kedua lobus T3 Tumor menembus kapsul **
T3a Ekstensi ekstrakapsuler (unilateral atau bilateral) T3b Tumor mengenai
vesicula seminalis
20
21
21
22
Stadium T
Penentuan stadium klinis T dapat ditentukan dengan colok dubur. Bila diperlukan
dapat dilakukan pemeriksaan CT/MRI.
Stadium N
Penentuan stadium N hanya dikerjakan bila akan berpengaruh terhadap keputusan
terapi. Hal ini biasanya pada kasus penderita yang direncanakan terapi kuratif. Cara
terbaik untuk menentukan stadium N adalah dengan limfadenektomi, teknik yang
digunakan adalah operasi terbuka ataupun laparoskopik.
Stadium M
Metode sidik tulang paling sensitif untuk mendiagnosis metastasis tulang, bila tidak
ada fasilitas pemerikaan tsb dapat dicari dengan penilaian klinis, CT Scan, alkali
fosfatase serum dan bone survey. Peningkatan kadar alkali fosfatase mengindikasikan
adanya metastasis tulang pada 70% penderita. Pengukuran alkali fosfatase dan PSA
secara bersamaan akan meningkatkan efektivitas penilaian klinis sebesar 98%. Selain
ke tulang, kanker prostat dapat bermetastasis ke organ lain umumnya ke KGB jauh,
paru-paru, hepar, otak dan kulit. Pemeriksaan fisik, foto thoraks, ultrasonografi, CT
dan MRI adalah metode yang digunakan, terutama bila gejala menunjukkan adanya
kemungkinan metastasis ke jaringan lunak. Pemeriksaan sidik tulang tidak perlu pada
penderita asimptomatik, PSA kurang dari 20 ng/mL dan berdiferensiasi baik atau
moderat (IAUI, 2011).
Tabel 2.3 Kelompok grup berisiko rekurensi pada kanker prostat lokal dan lokal parah (EAU)
(Mottet et al., 2016).
2.8 Penatalaksanaan
22
23
USIA
RESIKO ≤ 70 Tahun 71-80 Tahun >80 Tahun
Rendah: 1. Prostatektomi 1. Monitoring aktif 1. Monitoring aktif
T: 1a atau 1c dan radikal 2. EBRT atau
Gleason:2-5 dan 2. EBRT atau Brakhiterapi
PSA: <10 dan Brakhiterapi permanen
Temuan biopsi: permanen 3.Terapi
Unilateral <50% 3. Monitoring aktif investigasional
4. Terapi
investigasional
Sedang: 1. Prostatektomi 1.EBRT, 1. Monitoring aktif
T: 1b, 2a atau radikal Brakhiterapi 2. EBRT,
Gleason: 6, atau 2. EBRT, permanen Brakhiterapi
3+4 atau Brakhiterapi atau kombinasi permanen atau
PSA: < 10 atau permanen atau 2.Prostatektomi kombinasi
Temuan biopsi: kombinasi radikal 3. T e r a p i
Bilateral, <50% 3. Terapi 3.Terapi investigasional
investigasional investigasional
Tinggi: 1. EBRT+ terapi 1. EBRT+terapi 1. Terapi hormonal
T: 2b, 3a, 3b atau hormonal (2-3 thn) hormonal (2-3 thn) 2. E B R T + t e r a
Gleason: ≥ 4+3 2. Prostatektomi 2. Terapi hormonal pi
atau radikal 3. Prostatektomi hormonal
PSA: 10-20 atau + diseksi KGB pelvis radikal + diseksi 3. T e r a p i
Temuan biopsi: > 3. Terapi KGB pelvis investigasional
50% perineural, investigasional 4. Terapi
Duktal 4. Terapi hormonal investigasional
Sangat tinggi: 1. EBRT+ terapi 1. Terapi hormonal 1. Terapi hormonal
T: 4 atau hormonal 2. E B R T + t e r a 2. EBRT+ terapi
Gleason: ≥ 8, 2. Terapi hormonal pi hormonal
atau 3. Prostatektomi hormonal 3. Terapi
PSA: > 20, atau radikal 3. Prostatektomi investigasional
Temuan biopsi: + diseksi KGB pelvis radikal
limfovaskuler, 4. Terapi sistemik + diseksi KGB
neuroendokrin +terapi hormonal pelvis
5. Terapi multimodal 4. Sistemik terapi
Investigasional non
hormonal
(kemoterapi)
Sumber : Kemenkes RI , 2015
23
24
Keterangan :
1. Monitoring aktif dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki gejala. Juga tidak
direkomendasikan pada pasien dengan risiko sedang dan tinggi dengan usia ≤ 70
tahun.
2. Diseksi KGB pelvis tidak dilakukan bila probabilitas adanya keterlibatan kelenjar
(staging nomogram) < 3%.
3. Terdapat perubahan untuk rekomendasi radikal prostatektomi untuk pasien risiko
tinggi dan sangat tinggi sebagai bagian program terapi multimodalitas termasuk terapi
hormonal, radioterapi pasca operasi dan bila memungkinkan kemoterapi (Kemenkes
RI, 2015).
2.8.3 Kanker Prostat dengan Kastrasi dan Hormon Refrakter (Castration and
Hormone Refractory Prostate Cancer / CRPC-HRPC)
24
25
25
26
terapi, mCRPC masih tidak dapat disembuhkan. Lebih jauh, apabila tidak didapatkan
respons terapi setelah dilakukan pengobatan maka pasien dapat menjalani pengobatan
kronis. Terapi non-medikamentosa dapat diterapkan pada pasien untuk
memperpanjang kelangsungan hidup seperti terapi paliatif, meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup dan mencegah komplikasi (Nuhn et al., 2018).
Adanya kemungkinan terapi lini kedua dengan tujuan kuratif jika terjadi
26
27
27
28
Terapi paliatif merupakan terapi aktif terhadap penderita stadium lanjut yang
sudah tidak memberi respon terhadap terapi kuratif. Terapi ini bersifat holistik,
mengontrol gejala yang timbul baik itu secara fisik, psikologis, sosial, spiritual dan
melibatkan keluarga terdekat penderita.
1. Kontrol nyeri
Pada penderita Kanker prostat lanjut nyeri akan dirasakan terutama di daerah
tulang yang termetastasis, pelvis. Terapi yang dapat digunakan: bifosfonat (asam
Zoledronat), analgetik (parasetamol sampai opioid) dan radiasi lokal.
2. Obstruksi saluran kemih bawah dan atas
Obstruksi saluran kemih bawah dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal bila
tidak ditangani. Pada kasus tertentu dapat dilakukan pemasangan kateter, sistostomi
maupun stent uretra. Tidak sedikit penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang
disebabkan sumbatan ureter karena ekstensi kanker ke trigonum, pemasangan
nefrostomi perkutan dianjurkan.
3. Kompresi medulla spinalis
Sepuluh persen penderita HRPC mengalami kompresi medulla spinalis. Terapi
yang disarankan berupa stabilisasi tulang belakang baik bedah maupun non bedah,
pemberian kortikosteroid dan radiasi.
4. Limfedema
Limfedema dapat menimbulkan nyeri dan mudah terinfeksi. Edema penis dan skrotum
menyebabkan keterbatasan penderita untuk berdiri maupun berkemih. Edema pada
tungkai bawah dapat diterapi dengan drainase manual (tungkai ditinggikan),
pemasangan balutan elastic (IAUI, 2011).
2.12 Pencegahan
Pencegahan Kanker Prostat merupakan suatu langkah yang dianjurkan kepada
setiap pria yang akan sangat membantu mengurangi gejala-gejala Kanker Prostat,
diantaranya adalah :
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yang merupakan pencegahan yang dilakukan pada orang
sehat yang memiliki faktor resiko untuk terkena Kanker Prostat. Menurut Physicians
Commitee for Responsible Medicine (PCRM) 2012, Kanker prostat tanpak meningkat
28
29
diseluruh dunia yang disebabkan sebagian oleh kebiasaan makan Barat. Asupan
daging dan susu yang meningkat dan pola makan tinggi makanan olahan dan rendah
serat telah dikaitkan dengan meningkatnya resiko kanker prostat. Menurut Purnomo
(2012), Beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah terjadiya kanker prostat
adalah sebagai berikut:
o Mengkonsumsi makanan yang mengandung Vitamin A, beta karoten, isoflavom,
vitoestrogen yang terdapat kedelai, likofen (anti oksidan karotenoit yang banyak
terdapat pada tomat), selenium ( terdapat ikan laut, daging, biji-bijian), Vitamin E
serta tinggi serat.
o Menghindari makanan yang berlemak tinggi.
o Menghindari konsumsi daging yang berlebihan
o Membatasi makanan yang diawetkan atau yang mengangung penyedap rasa
o Menghindari paparan bahan kimia kadmium (Cd) yang banyak terdapat pada alat
listrik dan baterai.
2. Pencegahan Sekunder
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
berlanjut, dan memberikan penaganan yang tepat pada pasien Kanker Prostat.
Menurut Jong (2005), Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien setelah pulang dari
rumah sakit baik pasien dalam keadaan sembuh atau dalam proses penyembuhan
adalah :
a. Penyinaran
Pada penderita kanker prostat biasanya diberikan penyinaran eksternal yang
konvensional atau teleradioterapi. Dosis total dibagi atas ≥ 30 fraksi dan berlangsung
enam minggu. Efek samping terjadi karena rangsangan terhadap selaput lendir, jadi
menimbulkan keluhan menyangkut kandung kemih dan usus. Dalam jangka panjang
impotensi termasuk penyulit (30% dari kasus).
b. Paliatif
Terapi kuratif tidak mungkin di lakukan pada sebagian besar penderita kanker
29
30
2.12 Prognosis
Kanker prostat memiliki angka harapan hidup yang baik. Angka harapan hidup
keseluruhan 5-tahun , 10 tahun, dan 15 tahun secara berturut adalah 100%, 98%, dan
95% (Kemenkes, 2011).
30
BAB. III
PENUTUP
31
DAFTAR PUSTAKA
3. Bray, F., Ferlay, J. Soerjomataram I., Siegel, R.L., Torre, L.A., dan Jernal, A. 2018.
Global cancer statistics 2018: GLOBOCAN estimates of incidence and mortality
worldwide for 36 cancers in 185 countries. CA Cancer J Clin. 68(6):394 – 424.
4. Carter H.B, et al. 2013. Early detection of prostate cancer: AUA guideline. The
Journal of Urology. 190(2): 419–426.
6. Ferlay, J. E. M., Lam, F., Colombet, M., Mery, L., Pineros, M., Znaor, A.,
Soerjomataram, I., et al. 2019. Global cancer observatory: cancer today. Lyon,
France: International Agency for Research on Cancer. Available from:
https://gco.iarc.fr/today, diakses 20 November 2019. [Internet].
7. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC.
9. Kaaks, R., dan Stattin, P. 2010. Obesity, endogenous hormone metabolism, and
prostate cancer risk: a conundrum of "highs" and "lows". Cancer Prev Res (Phila)
2010;3(3):259–262.
10. Kemenkes. 2011. Panduan penatalaksanaan kanker prostat. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi.
11. Kemenkes. 2013. Situasi Penyakit Kanker. Jakarta: Pusat Data dan Informasi.
12. Kumar, V., Abbas, A.K. dan Aster, J.C. 2015. Robbins and Cotran Pathologic Basis
of Disease 9th edition. Elsevier Saunders, Canada.
13. Mansjoer, Arief. 2010. Kapita Selekta Kedokteran edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius.
14. McAnich, JW dan Lue, TF. 2013. Smith & Tanagho’s General Urology Eighteenth
Edition. California: The McGraw-Hill Companies. (23): 348-355.
32
15. Mcbride, R. B. 2012. Obesity and aggressive prostate cancer bias and biomarkers.
Columbia University.
16. McClure, T., Basourakos, S. P., Sandhu, J. S., dan Schlegel, P. N., Colt, J.J. 2018.
Prostate Cancer dalam Encyclopedia of Endocrine Diseases. Editor : Martini, L. New
York: Elsevier halaman 125–130.
17. Merriel, S. W. D., Funston, G. Hamilton, W. 2018. Prostate Cancer in Primary Care.
Adv Ther. 35:1285–1294.
18. Mescher, A.L. 2013. Junqueira’s Basic Histology 13th edition. McGrawHill Lange:
New York.
19. Nurdin, Ardy Armin. 2017. Penatalaksaan kanker prostat. Alami Journal. 1(1): 1-6.
20. Panigrahi, G. K., Praharaj, P. P., Kittaka, H., Mridha, A. R., Black, O. M., Singh, R.,
Mercer, R. et al. 2019. Exosome proteomic analyses identify inflammatory
phenotype and novel biomarkers in African American prostate cancer patients.
Cancer Med.
21. Nuhn, P., Johann S., Karim, F., Stephen, J. F., Maurizio, G., Philip, W. K., Guru S.,
Cora, N. S., Srinivasan, Y., dan Emmanuel, S. 2018. Update on systemic prostate
cancer therapies: management of metastatic castration-resistant prostate cancer in the
era of precision oncology. European Urology. 75: 88-89.
22. Purnomo, B. 2012. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto.
23. Rawla, P. 2019. Epidemiology of Prostate Cancer. World J Oncol. 10(2):63- 89.
24. Rizos, C., Papassava, M., Golias, C., dan Charalabopoulos, K. 2010.Alcohol
consumption and prostate cancer: a mini review. Exp Oncol. 32(2):66–70.
25. Safriadi, F. 2013. Prostatektomi radikal: morbiditas dan mortalitas di RSUP dr.
Hasan Sadikin Bandung. Indonesian Journal of Cancer. 7(1):23-8.
26. Sherwood, L. 2015. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 9. Jakarta: EGC.
27. Tanagho, E.A. & McAninch, J.W. 2008. Smith’s General Urology 17th edition.
McGrawHill Lange: New York.
28. Thomson, A., Pollard, A., dan Mark, F. M. 2019. Timing of docetaxel chemotherapy
and impact on outcomes in metastatic castrate-resistant prostate cancer (MCPRC).
Journal of Clinical Oncology. 37: 298.
29. Tortora, G.J. dan Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Phisiology 13th
edition. John Wiley & Sons, USA.
30. Umbas, R., Hardjowijoto, S., Mochtar, C. A., Safriadi, F., Djatisoesanto, W.,
Soedarso MA, et al. 2011. Panduan penatalaksanaan kanker prostat 2011. Jakarta:
Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
33
31. Wein, Kavoussi, Novick, Partin, Peters. 2011. Campbell-Walsh Urology Tenth Ed
Philadephia: Saunders-Elsevier.
34