BLOK 16 LOKOMOTOR
SKENARIO 1
Oleh Tutorial C:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
1
SKENARIO 1
Sel-sel mesenkim yang terletak diantara bagian sefalik dan kaudal segmen
sklerotom asal tidak berpoliferasi dan mengisi ruangan diantara dua korpus
vertebra prekartilagosa dan ikut dalam pembentukan cakram antar ruas (diskus
intervertebralis).
Notokord membentuk nucleus pulposus yang selanjutnya dikelilingi
annulus fibrosus lalu besama-sama membentuk cakram antar ruas. Penyusunan
kembali sklerotom menjadi vertebra-vertebra tetap menyebabkan miotom
menyebrangi cakram antar ruas, dan perubahan ini dapat menggerakkan tulang
belakang. Arteriae intersegmentalis, pertama kali terletak diantara dua sklerotom
sekarang berjalan ditengah korpus vertebra. Tapi, saraf-saraf spinal menjadi dekat
dengan cakram antar ruas dan meninggalkan kolumna vertbralis melalui lubang-
lubang antar ruas (foramina intervertbralis).
Tunas anggota badan atas terletak berhadapan dengan lima segmen leher
bagian bawah dan dua segmen dada bagian atas, dan tunas anggota badan bagian
bawah terletak berhadapan dengan empat segmen lumbal bagian bawah serta dua
segmen sakral bagian atas. Segera setelah tunas terbentuk, saraf spinalis yang
sesuai menembus ke dalam mesenkim tersebut. Pada mulanya, saraf itu masuk
dengan cabang dorsal dan ventral yang terpisah, tetapi tidak lama kemudian
cabang ini bersatu membentuk saraf dorsalis dan ventralis yang besar. Dengan
demikian, nervus radialis, yang mempersarafi sistem otot ekstensor, terbentuk
melalui penggabungan cabang segmen dorsal, sementara nervus ulnaris dan
medianus, yang mempersarafi sistem otot fleksor, terbentuk melalui
penggabunagn cabang ventral. Segera setelah saraf tersebut memasuki tunas
anggota badan, terjalinlah penyatuan yang erat dengan pemampatan mesoderm
yang sedang berdiferensiasi, dan penyatuan awal antar saraf dan sel otot yang
sedang berdiferensiasi ini merupakan suatu prasyarat untuk diferensiasi
fungsionalnya yang sempurna.
Saraf spinalis tidak hanya memainkan peranan yang penting dalam
diferensiasi dan persarafan motorik untuk otot anggota badan, tetapi juga
memberiukan persarafan sensorik untuk dermatom. Walaupun pola asli dermatom
mengalami perubahan dengan tumbuhnya anggota badan, urutan yang teratur
tetap dapat dikenali pada orang dewasa.
B. Fisiologi Osteogenenesis
Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix
kolagen ekstraselular (type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini
termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi
kaku dan kuat.
Struktur Makroskopik
Kedua jenis ini memiliki komponen yang sama, tetapi tulang primer mempunyai
serabut-serabut kolagen yang tersusun secara acak, sedang tulang sekunder
tersusun secara teratur.
Jenis ini biasa terdapat pada kerangka orang dewasa. Dikenal juga sebagai
lamellar bone karena jaringan tulang sekunder terdiri dari ikatan paralel kolagen
yang tersusun dalam lembaran-lembaran lamella. Ciri khasnya : serabut-serabut
kolagen yang tersusun dalam lamellae(lapisan) setebal 3-7μm yang sejajar satu
sama lain dan melingkari konsentris saluran di tengah yang dinamakan Canalis
Haversi. Dalam Canalis Haversi ini berjalan pembuluh darah, serabut saraf dan
diisi oleh jaringan pengikat longgar. Keseluruhan struktur konsentris ini dinamai
Systema Haversi atau osteon.
Sel-sel tulang yang dinamakan osteosit berada di antara lamellae atau kadang-
kadang di dalam lamella. Di dalam setiap lamella, serabut-serabut kolagen
berjalan sejajar secara spiral meliliti sumbu osteon, tetapi serabut-serabut kolagen
yang berada dalam lamellae di dekatnya arahnya menyilang.
Di antara masing-masing osteon seringkali terdapat substansi amorf yang
merupakan bahan perekat.
Endosteum
Sepertinya halnya jaringan pengikat pada umumnya, jaringan tulang juga terdiri
atas unsur-unsur : sel, substansi dasar, dan komponen fibriler. Dalam jaringan
tulang yang sedang tumbuh, seperti telah dijelaskan pada awal pembahasan,
dibedakan atas 4 macam sel :
- Osteoblas
Sel ini bertanggung jawab atas pembentukan matriks tulang, oleh karena
itu banyak ditemukan pada tulang yang sedang tumbuh. Selnya berbentuk
kuboid atau silindris pendek, dengan inti terdapat pada bagian puncak sel
dengan kompleks Golgi di bagian basal. Sitoplasma tampak basofil karena
banyak mengandung ribonukleoprotein yang menandakan aktif
mensintesis protein. Pada pengamatan dengan M.E tampak jelas bahwa
sel-sel tersebut memang aktif mensintesis protein, karena banyak terlihat
RE dalam sitoplasmanya. Selain itu terlihat pula adanya lisosom.
- Osteosit
Merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Pada sediaan
gosok terlihat bahwa bentuk osteosit yang gepeng mempunyai tonjolan-
tonjolan yang bercabang-cabang. Bentuk ini dapat diduga dari bentuk
lacuna yang ditempati oleh osteosit bersama tonjolan-tonjolannya dalam
canaliculi. Dari pengamatan dengan M.E dapat diungkapkan bahwa
kompleks Golgi tidak jelas, walaupun masih terlihat adanya aktivitas
sintesis protein dalam sitoplasmanya. Ujung-ujung tonjolan dari osteosit
yang berdekatan saling berhubungan melalui gap junction. Hal-hal ini
menunjukkan bahwa kemungkinan adanya pertukaran ion-ion di antara
osteosit yang berdekatan. Osteosit yang terlepas dari lacunanya akan
mempunyai kemampuan menjadi sel osteoprogenitor yang pada gilirannya
tentu saja dapat berubah menjadi osteosit lagi atau osteoklas.
- Osteoklas
Merupakan sel multinukleat raksasa dengan ukuran berkisar antara 20 μm-
100μm dengan inti sampai mencapai 50 buah. Sel ini ditemukan untuk
pertama kali oleh Köllicker dalam tahun 1873 yang telah menduga bahwa
terdapat hubungan sel osteoklas (O) dengan resorpsi tulang. Hal tersebut
misalnya dihubungkan dengan keberadaan sel-sel osteoklas dalam suatu
lekukan jaringan tulang yang dinamakan Lacuna Howship (H). keberadaan
osteoklas ini secara khas terlihat dengan adanya microvilli halus yang
membentuk batas yang berkerut-kerut (ruffled border). Gambaran ini
dapat dilihat dengan mroskop electron. Ruffled border ini dapat
mensekresikan beberapa asam organik yang dapat melarutkan komponen
mineral pada enzim proteolitik lisosom untuk kemudian bertugas
menghancurkan matriks organic. Pada proses persiapan dekalsifikasi (a),
osteoklas cenderung menyusut dan memisahkan diri dari permukaan
tulang. Relasi yang baik dari osteoklas dan tulang terlihat pada gambar (b).
resorpsi osteoklatik berperan pada proses remodeling tulang sebagai
respon dari pertumbuhan atau perubahan tekanan mekanikal pada tulang.
Osteoklas juga berpartisipasi pada pemeliharaan homeostasis darah jangka
panjang.
Selain pendapat di atas, ada sebagian peneliti berpendapat bahwa keberadaan
osteoklas merupakan akibat dari penghancuran tulang. Adanya penghancuran
tulang osteosit yang terlepas akan bergabung menjadi osteoklas. Tetapi akhir-
akhir ini pendapat tersebut sudah banyak ditinggalkan dan beralih pada pendapat
bahwa sel-sel osteoklas-lah yang menyebabkan terjadinya penghancuran jaringan
tulang.
Sel Osteoprogenitor
Sel tulang jenis ini bersifat osteogenik, oleh karena itu dinamakan pula sel
osteogenik. Sel-sel tersebut berada pada permukaan jaringan tulang pada
periosteum bagian dalam dan juga endosteum. Selama pertumbuhan tulang, sel-
sel ini akan membelah diri dan mnghasilkan sel osteoblas yang kemudian akan
akan membentuk tulang. Sebaliknya pada permukaan dalam dari jaringan tulang
tempat terjadinya pengikisan jaringan tulang, sel-sel osteogenik menghasilkan
osteoklas.
Sel – sel osteogenik selain dapat memberikan osteoblas juga berdiferensiasi
menjadi khondroblas yang selanjutnya menjadi sel cartilago. Kejadian ini,
misalnya, dapat diamati pada proses penyembuhan patah tulang. Menurut
penelitian, diferensiasi ini dipengaruhi oleh lingkungannya, apabila terdapat
pembuluh darah maka akan berdiferensiasi menjadi osteoblas, dan apabila tidak
ada pembuluh darah akan menjadi khondroblas. Selain itu, terdapat pula
penelitian yang menyatakan bahwa sel osteoprogenitor dapat berdiferensiasi
menjadi sel osteoklas lebih – lebih pada permukaan dalam dari jaringan tulang.
Matriks Tulang
Materi organik non kolagen terdiri dari osteocalcin (Osla protein) yang terlibat
dalam pengikatan kalsium selama proses mineralisasi, osteonectin yang berfungsi
sebagai jembatan antara kolagen dan komponen mineral, sialoprotein (kaya akan
asam salisilat) dan beberapa protein.
Matriks anorganik merupakan bahan mineral yang sebagian besar terdiri dari
kalsium dan fosfat dalam bentuk kristal-kristal hydroxyapatite. Kristal –kristal
tersebut tersusun sepanjang serabut kolagen. Bahan mineral lain : ion sitrat,
karbonat, magnesium, natrium, dan potassium.
Kalsifikasi dalam tulang tidak terlepas dari proses metabolisme kalsium dan
fosfat. Bahan-bahan mineral yang akan diendapkan semula berada dalam aliran
darah. Osteoblas berperan dalam mensekresikan enzim alkali fosfatase. Dalam
keadaan biasa, darah dan cairan jaringan mengandung cukup ion fosfat dan
kalsium untuk pengendapan kalsium Ca3(PO4)2 apabila terjadi penambahan ion
fosfat dan kalsium. Penambahan ion-ion tersebut diperoleh dari pengaruh enzim
alkali fosfatase dari osteoblas. Hal tersebut juga dapat diperoleh dari pengaruh
hormone parathyreoid dan pemberian vitamin D atau pengaruh makanan yang
mengandung garam kalsium tinggi.
Faktor lain yang harus diperhitungkan yaitu keadaan pH karena kondisi yang agak
asam lebih menjurus ke pembentukan garam CaHPO4 daripada Ca3(PO4)2.
Karena CaHPO4 lebih mudah larut, maka untuk mengendapkannya dibutuhkan
kadar fosfat dan kalsium yang lebih tinggi daripada dalam kondisi alkali untuk
mengendapkan Ca3(PO4)2 yang kurang dapat larut. Kenaikan kadar ion kalsium
dan fosfat setempat sekitar osteoblast dan khondrosit hipertrofi disebabkan sekresi
alkali fosfatase yang akan melepaskan fosfat dari senyawa organik yang ada di
sekitarnya. Serabut kolagen yang ada di sekitar osteoblast akan merupakan inti
pengendapan, sehingga kristal-kristal kalsium akan tersusun sepanjang serabut.
Resorpsi tulang sama pentingnya dengan proses kalsifikasinya, karena tulang akan
dapat tumbuh membesar dengan cara menambah jaringan tulang baru dari
permukaan luarnya yang dibarengi dengan pengikisan tulang dari permukaan
dalamnya. Resorpsi tulang yang sangat erat hubungannya dengan sel-sel
osteoklas, mencakup pembersihan garam mineral dan matriks organic yang
kebanyakan merupakan kolagen. Dalam kaitannya dengan resorpsi tersebut
terdapat 3 kemungkinan :
Rupanya, cara yang paling mudah untuk osteoklas dalam membersihkan garam
mineral yaitu dengan menyediakan suasana setempat yang cukup asam pada
permukaan kasarnya. Bagaimana cara osteoklas membuat suasana asam belum
dapat dijelaskan. Perlu pula dipertimbangkan adanya lisosom dalam sitoplasma
osteoklas yang pernah dibuktikan.
Pertumbuhan Tulang
Perkembangan tulang pada embrio terjadi melalui dua cara, yaitu osteogenesis
desmalis dan osteogenesis enchondralis. Keduanya menyebabkan jaringan
pendukung kolagen primitive diganti oleh tulang, atau jaringan kartilago yang
selanjutnya akan diganti pula menjadi jaringan tulang. Hasil kedua proses
osteogenesis tersebut adalah anyaman tulang yang selanjutnya akan mengalami
remodeling oleh proses resorpsi dan aposisi untuk membentuk tulang dewasa
yang tersusun dari lamella tulang. Kemudian, resorpsi dan deposisi tulang terjadi
pada rasio yang jauh lebih kecil untuk mengakomodasi perubahan yang terjadi
karena fungsi dan untuk mempengaruhi homeostasis kalsium. Perkembangan
tulang ini diatur oleh hormone pertumbuhan, hormone tyroid, dan hormone sex.
Osteogenesis Desmalis
Tanda-tanda pertama yang dapat dilihat adanya pembentukan tulang yaitu matriks
yang terwarna eosinofil di antara 2 pembuluh darah yang berdekatan. Oleh karena
di daerah yang akan menjadi atap tengkorak tersebut terdapat anyaman pembuluh
darah, maka matriks yang terbentuk pun akan berupa anyaman. Tempat perubahan
awal tersebut dinamakan Pusat penulangan primer.
Pada proses awal ini, sel-sel mesenkhim berdiferensiasi menjadi osteoblas yang
memulai sintesis dan sekresi osteoid. Osteoid kemudian bertambah sehingga
berbentuk lempeng-lempeng atau trabekulae yang tebal. Sementara itu
berlangsung pula sekresi molekul-molekul tropokolagen yang akan membentuk
kolagen dan sekresi glikoprotein. Sesudah berlangsungnya sekresi oleh osteoblas
tersebut disusul oleh proses pengendapan garam kalsium fosfat pada sebagian dari
matriksnya sehingga bersisa sebagai selapis tipis matriks osteoid sekeliling
osteoblas. Dengan menebalnya trabekula, beberapa osteoblas akan terbenam
dalam matriks yang mengapur sehingga sel tersebut dinamakan osteosit. Antara
sel-sel tersebut masih terdapat hubungan melalui tonjolannya yang sekarang
terperangkap dalam kanalikuli. Osteoblas yang telah berubah menjadi osteosit
akan diganti kedudukannya oleh sel-sel jaringan pengikat di sekitarnya. Dengan
berlanjutnya perubahan osteoblas menjadi osteosit maka trabekulae makin
menebal, sehingga jaringan pengikat yang memisahkan makin menipis. Pada
bagian yang nantinya akan menjadi tulang padat, rongga yang memisahkan
trabekulae sangat sempit, sebaliknya pada bagian yang nantinya akan menjadi
tulang berongga, jaingan pengikat yang masih ada akan berubah menjadi sumsum
tulang yang akan menghasilkan sel-sel darah. Sementara itu, sel-sel
osteoprogenitor pada permukaan Pusat penulangan mengalami mitosis untuk
memproduksi osteoblas lebih lanjut
Osteogenesis Enchondralis
1. Zona Proliferasi : sel kartilago membelah diri menjadi deretan sel – sel gepeng.
2. Zona Maturasi : sel kartilago tidak lagi membelah diri,tapi bertambah besar.
Apabila rongga sudah cukup besar, erosi akan berhenti dalm mulailah
pembentukn tulang oleh osteoblas yang diletakan oleh darah pada dinding rongga.
Pembentukan tulang berlangsung sebagai lembaran – lembaran yang dimulai dari
dinding rongga yang makin lama makin mengecilkan rongga sehingga akhirnya
pembuluh darah dikelilingi penuh oleh lembaran – lembaran tulang. Dengan
demikian terbentuklah sistem harvers dengan pembuluh darah di tengahnya. Pada
perbatasan luar setiap sistem harvers terdapat substansi perekat yang merupakan
sisa matriks tulang. Pembentukan sistem Havers tidak berhenti estela proses di
atas, namun akan terjadi pula erosi lagi yang diikuti pembentukan sistem harvers
baru seperti semula. Proses tersebut terjadi berulang-ulang sehingga pada
potongan melintang tulang pipa akan dapat dibedakan beberapa struktur :
Pes planus adalah kondisi di mana lengkung kaki atau foot arch pada
bagian medial tarsal tidak tampak. Kelainan ini ditemukan sebagai malformasi
kongenital. Penyebab tidak adanya lengkung kaki membagi kelainan ini menjadi 2
jenis.
TATALAKSANA
Apabila pasien tidak mengeluhkan nyeri, tidak ada terapi yang diperlukan.
Apabila pasien mengeluhkan nyeri, istirahat dan pemberian NSAID dapat
membantu. Penggunaan sepatu dapat mengurangi keluhan nyeri, tetapi tidak dapat
mengoreksi kelainan pes planus. Penggunaan sepatu yang sempit dan hak tinggi
harus dihindari.
Club Foot
CTEV/ Club Foot adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki,
inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Talipes
berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan pada
kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang
Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) + varus (bengkok ke arah
dalam/medial). Jadi dapat disimpulkan ada Club Foot terjadi kelainan berupa :
Etiologi
Insidensi
Insidensi adalah sekitar 1 dari 1000 kelahiran. Pria > Wanita, dengan 65% kasus
terjadi pada pria. Pada 30-40% kasus terjadi bilateral
Klasifikasi
1. Postural Club foot
• Simple
- Myelomeningocel. Pada kasus ini terjadi imbalance otot sehingga terjadi club
foot tipe rigid.
Diagnosis
Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir
(early diagnosis after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural,
kaki dapat mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh
bagian depan tibia. “Passive manipulation dorsiflexion → Toe touching tibia →
normal”.
Prognosis
Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar dapat diperbaiki;
walupun demikian, keadaan ini sering tidak sembuh sempurna dan sering kambuh,
terutama pada bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit
neuromuskuler.
Terapi
Menurut penelitian yang dilakukan Ponseti, sekitar 90-95% kasus club foot bisa
di-treatment dengan tindakan non-operatif. Treatment yang dapat dilakukan pada
club foot dapat berupa :
2.Operatif
Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
Genu Valgum
Deformitas kaki atau kaki pengkar yang membentuk huruf X , kedua lutut
bersinggungan. Normalnya dalam tubuh tidak ada deviasi dari sumbu mekanikal
axis, ketika pasien dalan keadaan tegap, posisi ini menyeimbangkan kompartmen
medial dan lateral.
Etiologi penyakit dapat terjadi genetik ataupun idiopatik. Apabila menyerang anak
usia kurang 6 tahun merupakan genu valgum fisiologis tidak berbahaya karena
ada kelemahan ligamen dan kurangnya simetri. Pada semua usia selain fisiologi
juga bisa terkena Genu Valgum Patologis, deviasi yang menetap.
Patofisologi
Treatment
Genu Varum
Osteogenesis Imperfecta
Definisi
Osteogenesis imperfekta atau brittle bone disease adalah suatu kelainan
jaringan ikat dan tulang yang bersifat herediter yang ditandai dengan
pembentukan abnormal kolagen tipe 1 (terdapat di berbagai jaringan termasuk
tulang, kulit, sendi, mata, telinga).
Epidemiologi
Kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan. Kejadian OI
diperkirakan 1 per 20.000-60.000 kelahiran hidup.
Klasifikasi
Berdasarkan klinis,genetik dan biokimia,OI dapat dibagi dalam 4 tipe,yaitu:
Tipe l (Autosomal Dominant)
Tipe ll (new dominant mutations)
Tipe lll (some genes mutations, some recessive)
Tipe IV (Autosomal recessive)
Etiologi
Hampir 90% bentuk klinis (tipe) OI disebabkan oleh kelainan struktural
atau produksi dari prokolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2), komponen protein
utama matriks ekstraselular tulang dan kulit. Sekitar 10% kasus klinis yang tak
jelas, tidak didapat kelainan biokimia dan molekul prokolagen. Tidak diketahui
dengan jelas apakah kasus ini dikarenakan deteksi yang terbatas atau karena
kelainan genetik yang heterogen.
Faktor Yang Mempengaruhi : osteogenesis imperfekta merupakan
kelainan yang diturunkan secara resesif dimana factor-faktor pascanatal seperti
trauma, mempunyai peran yang dominan
Manifestasi klinis
Tipe I (Ringan)
Bentuk OI paling ringan dan paling sering ditemukan, bahkan sering
ditemukan dalam suatu pedigree keluarga yang besar. Diturunkan secara
autosomal dominan dan disebabkan oleh menurunnya produksi/ sintesis
prokolagen tipe I (functional null alleles). Kebanyakan penderita tipe I:
o mempunyai sklera berwarna biru,
o fraktur berulang pada masa anak-anak tapi tidak sering Fraktur
terjadi karena trauma ringan – sedang dan menurun setelah pubertas.
Terdapat dua subtipe yaitu subtipe A bila tidak disertai dentinogenesis
imperfecta dan subtipe B bila disertai dentinogenesis imperfecta.
o ketulian (30-60% pada usia 20-30 tahun).
o mudah memar,
o kelemahan sendi dan otot,
o kifoskoliosis,
o dan perawakan pendek ringan dibanding anggota keluarga
lainnya.
Tipe II (Sangat berat/ perinatal lethal)
Penderita sering lahir mati atau meninggal pada tahun pertama
kehidupan dengan berat lahir dan panjang badan kecil untuk masa kehamilan.
Kematian terutama disebabkan karena distres pernafasan, juga karena
malformasi atau perdarahan sistem saraf pusat. Terjadi karena mutasi baru
yang diturunkan secara autosomal dominan (jarang resesif) akibat penggantian
posisi glisin pada triple helix prokolagen tipe I dengan asam amino lain. Pada
penderita tipe II ini:
o Tulang rangka dan jaringan ikat lainnya sangat rapuh.
o Terdapat fraktur multipel tulang panjang intrauterin yang terlihat
sebagai crumpled appearance pada radiografi.
o Tulang tengkorak tampak lebih besar dibanding ukuran tubuh
dengan pembesaran fontanela anterior dan posterior.
o Fraktur multipel tulang iga membentuk gambaran manik-manik
(beaded appearance), thoraks yang sempit ikut berperan dalam terjadinya
distres pernafasan.
o Penderita mungkin mempunyai hidung yang kecil dan/
mikrognatia.
o Sklera berwarna biru gelap-keabuan.
Tipe III (Berat/Progresif)
Merupakan tipe dengan manifestasi klinis paling berat namun tidak
mematikan yang menghasilkan gangguan fisik signifikan:
o berupa sendi yang sangat lentur,
o kelemahan otot,
o nyeri tulang kronis berulang,
o dan deformitas tengkorak.
o Berat badan dan panjang lahir sering rendah.
o Fraktur sering terjadi dalam uterus.
o Setelah lahir, fraktur sering terjadi tanpa sebab dan sembuh
dengan deformitas.
o Kebanyakan penderita mengalami perawakan pendek.
o Bentuk wajah relatif triangular dan makrosefali.
o Sklera bervariasi dari putih hingga biru.
o Sering dijumpai dentinogenesis imperfecta (80% pada anak usia <
10 tahun).
o Disorganisasi matriks tulang menyebabkan gambaran popcorn
pada metafisis, dilihat dari gambaran radiologi.
Tipe IV (Tak terdefinisi/ Moderately severe)
Terjadi karena point mutation atau delesi kecil pada prokolagen tipe I
yaitu pada rantai COL1A2, kadang pada COL1A1. Merupakan tipe OI yang
paling heterogen karena memasukkan temuan-temuan pada penderita yang
tidak tergolong dalam 3 tipe sebelumnya, yaitu:
o Fraktur dapat terjadi dalam uterus dengan tulang panjang bawah
bengkok yang tampak sejak lahir.
o Sering terjadi fraktur berulang,
o kebanyakan penderita mempunyai tulang yang bengkok walau
tidak sering mengalami fraktur. Frekuensi fraktur berkurang setelah masa
pubertas. Penderita tipe ini memerlukan intervensi ortopedik dan
rehabilitasi tetapi biasanya mereka dapat melakukan ambulasi sehari-hari.
o Penderita mengalami perawakan pendek moderate.
o Warna sklera biasanya putih.
o Dapat dijumpai dentinogenesis imperfecta, sehingga beberapa
penulis membedakan tipe ini menjadi 2 subtipe yaitu subtipe A bila tidak
disertai dentinogenesis imperfecta dan subtipe B bila disertai
dentinogenesis imperfecta.
o Gambaran radiologi dapat menunjukkan osteoporotik dan
kompresi vertebraAdanya penelitian mikroskopik terhadap tulang
penderita OI membawa penemuan tipe-tipe baru OI. Para peneliti
menemukan beberapa penderita yang secara klinis termasuk tipe IV
mempunyai pola yang berbeda pada tulangnya. Mereka menamakan
sebagai OI tipe V dan tipe VI. Penyebab mutasi pada kedua tipe ini belum
dapat diidentifikasi, namun diketahui penderita kedua tipe ini tidak
mengalami mutasi pada gen prokolagen tipe I. Pada tahun 2006 ditemukan
2 tipe baru OI yang diturunkan secara resesif. Kedua tipe ini disebabkan
oleh kelainan gen yang mempengaruhi pembentukan kolagen tapi bukan
mutasi kolagen secara primer.
Pemeriksaan
Fisik :
o Sklera biru
o Kelainan pada gigi (gigi transparan)
o Mudah terjadi fraktur
Penunjang :
o Laboratorium biokimia dan molekular
Analisa sintesa kolagen didapat melalui kultur fibroblas dari biopsi
kulit, terutama untuk mendeteksi osteogenesis imperfecta tipe I,III dan IV.
Analisa mutasi DNA prenatal dilakukan pada kehamilan dengan resiko OI,
melalui kultur villus korion. Pemeriksaan kombinasi antara analisa DNA
dan biopsi kolagen akan mendeteksi hampir 90% dari semua tipe mutasi
gen pengkode prokolagen tipe I.
o Pencitraan
- Radiografi tulang skeletal setelah lahir (bone survey)
Bentuk ringan (tipe I) tampak korteks tulang panjang yang
menipis, tidak tampak deformitas tulang panjang. Bisa
menunjukkan gambaran Wormian (Wormian bones) pada cranium.
Bentuk sangat berat (tipe II) tampak gambaran manik-manik
(beaded appearance) pada tulang iga, tulang melebar, fraktur
multipel dengan deformitas tulang panjang.
Bentuk sedang dan berat (tipe III dan IV) tampak metafisis
kistik atau gambaran popcorn pada kartilago, tulang dapat normal
atau melebar pada awalnya kemudian menipis, dapat ditemukan
fraktur yang menyebabkan deformitas tulang panjang, sering
disertai fraktur vertebra.
- Densitas mineral tulang (bone densitometry) diukur dengan Dual-Energy
X-Ray Absorptiometry (DEXA) yang menghasilkan nilai rendah pada
penderita.
- Ultrasonografi prenatal pada minggu 15-18 kehamilan untuk mendeteksi
kelainan panjang tulang anggota badan. Yang tampak dapat berupa
gambaran normal (tipe ringan) sampai dengan gambaran isi intrakranial
yang sangat jelas karena berkurangnya mineralisasi tulang kalvaria atau
kompresi kalvaria. Selain itu dapat juga ditemukan tulang panjang yang
bengkok, panjang tulang berkurang (terutama tulang femur), dan fraktur
iga multipel. USG prenatal ini terutama untuk mendeteksi OI tipe II.
Pengobatan
Pada prinsipnya tidak ada pengobatan khusus pada OI, Pengobatan hanya
bertujuan untuk :
Merawat bayi secara seksama sehingga komplikasi fraktur yang
lebih lanjut dapat dicegah
Mencegah deformitas yang tidak perlu terjadi melalui penggunaan
bidai yang baik
Mobilisasi untuk mencegah terjadinya osteoporosis
Koreksi deformitas jika perlu dilakukan osteotomi dan fiksasi
interna
Komplikasi
Terjadinya patah tulang patologis hingga kematian (type congenital meninggal
saat lahir.)
Prognosis
Prognosis penderita OI bervariasi tergantung klinis dan keparahan yang
dideritanya. Penyebab kematian tersering adalah gagal nafas. Bayi dengan OI tipe
II biasanya meninggal dalam usia bulanan - 1 tahun kehidupan. Sangat jarang
seorang anak dengan gambaran radiografi tipe II dan defisiensi pertumbuhan berat
dapat hidup sampai usia remaja. Penderita OI tipe III biasanya meninggal karena
penyebab pulmonal pada masa anak-anak dini, remaja atau usia 40 tahun-an
sedangkan penderita tipe I dan IV dapat hidup dengan usia yang lebih panjang/
lama hidup penuh.
Penderita OI tipe III biasanya sangat tergantung dengan kursi roda.
Dengan rehabilitasi medis yang agresif mereka dapat memiliki ketrampilan
transfer dan melakukan ambulasi sehari-hari di rumah. Penderita OI tipe IV
biasanya dapat memiliki ketrampilan ambulasi di masyarakat juga tak tergantung
dengan sekitarnya.
Syndactili
Gambar Sindaktili
Etiologi Sindaktili
Kegagalan prosese resesi dari pembelahan jari-jari (webbing) pada pasien
sindaktili masih belum diketahui. Riwayat keluarga didapatkan 15%-40% kasus.
Pola pewarisan genetik ditemukan pada pasien sindaktili tanpa berhubungan
dengan kondisi lain. Sindaktili merupakan tipe autosom dominan dengan variable
pentrance . Sindaktili terjadi karena mutasi, predisposisi keluarga yang
mengindikasikan adanya pola autosom dominan. Sindaktili juga berhubungan
dengan sindrom spesifik seperti Apert syndrome. Sindaktili erhubungan dengan
sindrom craniofacial seperti Apert Sydrome atau acrocephalosyndactyly. Poland
syndrome dan constriction bund syndrome.
Patofisiologi Sindaktili
Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat mempunyai resiko bayi mengalami
malformasi jari-jari. Terdapat dua kategori obat yang meningkatkan risiko
tersebut yaitu antikonvulsan dan antiasmatik.
Sindaktili merupakan hasil kegagalan dari diferensiasi dan diklasifikasikan
oleh klasifikasi embriologi pada anomali kongenital yang diadopsi dari
International Federation for Societies for Surgery of the Hand.
Secara embriologi jari-jari tumbuh dari kondensasi mesoderm dalam dasar
perkembangan upper limb. Selama kehamilan 5-6 minggu, terbentuk pembelahan
antar jari melalui proses apoptosis atau programed cell death, bermula pada ujung
jari dan diteruskan ke arah distal serta proksimal. Daerah ektodermal meregulasi
proses embriologi ini dalam kombinasi dengan faktor pertumbuhan, protein
morfogenetik tulang, perubahan faktor pertumbuhan, produksi gen. Terjadinya
kegagalan pada proses ini dapat terjadi sindaktili.
Terdapat lima perbedaan fenotip pada sindaktili tangan, dengan menyertakan
kaki atau tidak. Pada semua tipe merupakan warisan ciri pembawaan autosom
dominan serta keseragaman dari tipe yang dikenali dalam silsilah. Tipe genetik
dari sindaktili akan berbeda dari sindaktili yang berhubungan dengan congenital
constricting bands, kondisi non-mendel.
Jenis kelamin yang biasanya terkena sindaktili adalah laki-laki daripada
perempuan serta kulit putih lebih rentan terkena daripada kulit hitam atau orang
Asia
Pada permasalahan keluarga tersebut, sindaktili berhubungan dengan
bermacam-macam anomali dan sindrom malformasi. Sindaktili biasanya terjadi
pada acrocephalo (poly) syndactyly syndrome yang berdengan kekhasan
abnormal pada craniofasial. Pada Apert Syndome (acrocephalosyndactyly tipe I),
multipel progresif syostose meliputi phalax distal (biasanya pada jari ke-3 dan 4)
dan akhir proksimal pada metakarpal (ke-4 dan ke-5) pada kedua tangan.
Perlekatan osseus pada jari ke-2 sampe ke-4, kuku tunggal terdapat pada masa
tulang yang menonjol. Perlekatan karpal progresif sympalangism dan khas dari
konfigurasi ibu jari tangan pendek dan meluas distal phalanx dengan deviasi radial
serta pendek, betuk delta proximal phalanx.
Sindaktili kutaneus pada jari ke-2 hingga 5 dan jari-jari kaki biasanya
ditemukan. Manifestasi pada kaki meliputi perlekatan progresif tarsal , toe
syphalangism, da jari-jari kaki sangat pendek dengan deformitas varus.
Tipe acrocephalosyndactyly pada tangan dan tulang tengkorak terjadi
perubahan ringan. Pada Saethre-Chotzen syndrome (acrocephalosyndactyly tipe
III), sindaktili kutaneus parsial khasnya adalah pada jari tanga ke-2 dan 3 serta
pada jari kaki ke-3 dan 4 dengan ibu jari normal.
Pada Pfeiffer syndrome (acrocephalosyndacytyly tipe V) autosom resesif,
dimana terdapat banyak macam dari ekspresi fenotip dengan perubahan dari
ringan hingga berat pada medekati yang dijumpai pada Apert syndrome.
Patogenesis
Tipe sindaktili
1. Sindaktili Tipe I
Pada sindaktili tipe I terdapat perlekatan yang kuat komplit atau
parsial seperti pada perlekatan kutan diantara jari ke-3 dan ke-4, kadang
terdapat pula perlekatan tulang pada tulang jari (phalanx) distal. Pada
kaki biasanya sindaktili terjadi diantara jari kaki ke-2 da ke-3. Kejadian
sindaktili tipe I terjadi tanpa dihubungkan dengan adanya anomali limb,
Poland compelx, atau amniotic bands yang diperkirakan terjadi pada
3/10.000 bayi baru lahir. Sindaktili tipe I lokus pada 2q34-q36.
Sindaktili tipe I pada bayi laki-laki. (a) komplit (tangan kiri) dan parsial (tangan
kanan) peyatuan diantara jari tangan ke-3 dan 4.
2. Sindaktili Tipe II
Pada sindaktili tipe II (synpolydactyly) biasanya sindaktili pada jari
ke-3 dan ke-4 berhubungan dengan duplikasi pada jari 3 atau 4 dalam
selaput diantara jari-jari. Pada kaki selalu menunjukkan terjadi sindaktili
pada jari kaki ke-4 dan 5 dengan duplikasi pada kelima jari kaki pada
selaput diantara jari-jari kaki. Aplasia atau hipoplasia pada tulang jari
bagian tengah pada kaki dapat ditemukan. Fenotip ini disebabkan oleh
adanya mutasi di dalam gen HOXD13 dipetakan pada 2q31-q32
(Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).
Sindaktili tipe II (synpolydactyly) (a) sindaktili distal pada jari ke-3 dan 4 degan
duplikasi jari tangan ke-4. (b) (c) sindaktili jaringan lunak diantara jari k-3 dan 4
dngan duplikasi pada jari ke4 yang lekat. Jari tangan tambahan hanya sebagian
terbentuk dan menyatu dengan jari ke-4. (c) malformasi komplek yang terlihat,
bercerangah metakarpal ke-3 dengan duplikasi pada jari tangan ke-3, proksimal dan
distal sinostosis pada jari tambahan dengan ke-4. Kaki juga ikut terpengaruh.
Simpel Sindaktili pada anak 1 tahun (laki-laki). Jaringan lunak menempel pada
daerah distal akhir jari ke-4 dan ke-5.
b. Sindaktili Komplek
Sindaktili atau perlekatan yang melibatkan tulang, jaringan
lunak, dan struktur neurovaskuler (Scanderbeg & Dallapiccola ,
2005)
Sindaktili kompleks dengan perlekatan diantara jari tangan ke-4 dan 5 meliputi
jaringan lunak dan tulang keduanya. Sindaktili pada kasus ini merupakan parsial
karena hanya melibatkan bagian proksimal pada jari tangan (proximal
phalanges). Pada temuan selanjutnya meliputi adanya defisiensi proksimal ke-4
metakarpal dan penyatuan karpal antara lunate triquetrum.
c. Sindaktili Parsial
Sindaktili yang melibatkan daerah proksimal pada jari-jari
tangan disebut sindaktili parsial (Scanderbeg & Dallapiccola ,
2005).
d. Sindaktili Komplit
Sindaktili yang memanjang kearah ujung dari seluruh panjang
jari-jari tangan disebut sindaktili komplit (Scanderbeg &
Dallapiccola , 2005).
e. Complicated Syndactyly
Tulang yang abnormal diantara jari-jari (Hurley, 2011).
f. Acrosyndactyly
Acrosyndactyly adalah perlekatan yang hanya melibatkan
bagian distal pada jari-jari tangan (Scanderbeg & Dallapiccola ,
2005).
Pemeriksaan Diagnostik Sindaktili
Plain radiograph pada jari atau tangan yang terdampak dapat diperoleh
secara akurat klasifikasi sindaktili dan untuk mengkaji adanya perlekatan tulang
atau penempatan aksesoris tulang (Hurley, 2011).
Proyeksi AP dan oblique (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005):
a. Jaringan komplit atau parsial antara jari ke-3 dan 4 dengan atau
tanpa perlekatan tulang pada akhir distal, tipe I sindaktili.
b. Sindaktili pada jari tangan ke-3 dan 4 menyambung, sindaktili pada
jari kaki ke-4 dan 5 dengan duplikasi pada jari ke-5 dalam
jaringannya, aplasia/hipoplasia pada phalanx tengah jari kaki
(sindaktili tipe II).
c. Sindaktili jaringan lunak bilateral pada jari tangan ke-4 dan dengan
atau tanpa perlekatan tulang pada akhir distal, hipoplasia pada
phalanx tengah ke-5 (sindaktili tipe III).
d. Sindaktili perlekatan jaringan lunak bilateral pada seluruh jari-jari
tangan, preaxial atau postaxial hexadactili (sindaktili tipe IV).
e. Perlekatan jaringan lunak pada jari-jari ke-3 dan 4 dan jari kaki ke-2
dan 3, metakarpal dan metatarsal sinostosis (sindaktili tipe V).
f. Sindaktili kutaneus bilateral pada jari ke-2 sampai 5 pada tangan dan
kaki dengan perlekatan tulang pada tulang jari distal, sinostosis
proksimal akhir metacarpal atau metatarsal, perlekatan karpotarsal,
ibu jari pendek dan deformitas dan jari kaki besar (Apert syndrome).
Apert syndrome
g. Sindaktili kutaneus pada jari tangan ke-2 dan 3 serta pada kaki jari
ke-3 dan 4 (Saethre-Chotzen syndrome).
Komplikasi Sindaktili
Komplikasi dari pembedahan yang kurang baik adalah dilakukannya
pembedahan ulang pada anak-anak (Herring, 2013).
Penatalaksanaan Sindaktili
1. Penatalaksanaan Kolaboratif
Orang tua pasien dengan sindaktili diinstruksikan untuk melakukan
physical therapy yaitu masase pada kulit yang menyatu. Masase daerah
yang menyatu sebelum pembedahan tujuannya untuk meregangkan kulit
sehingga dapat diperbaiki lebih mudah (Kenner, 2013).
2. Penatalaksanaan Non-Bedah
Penatalaksanaan non-bedah dipertimbangkan untuk sindaktili
ringan, inkomplit yang sederhana. Pemilihan non-bedah juga dipilih pada
kasus sidaktili yang rumit (Compicated Syndactyly) yang biasanya
disebut “superdigit” atau pada kasus polisindaktili kompleks kaena
kesulitan dalam mencapai perbaikan fungsi yang optimal setla dilakukan
pembedahan. Pada sindaktili simple complete tidak dianjurkan
penatalaksanaan non-bedah (Hurley, 2011).
3. Pembedahan
Pembedahan menakutkan karena risiko komplikasi paa kaki lebih
banyak daripada tangan. Postoperasi tidak menjamin jarak antara jari
kering diantara jari-jari, pada akhirnya dapat memicu potensi adesi pada
luka dan pembentukan skar yang dapat menyebabkan masalah fungsi
(Brunner, et al, 2007).
Pertimbangan pembedahan yaitu (Hurley, 2011):
a. Jari-jari yang berbeda harus dilepas segera untuk mencegah
deformitas dan gangguan pertumbuhan pada jari-jari.
b. Penutup sekitar kulit digunakan untuk membentuk batas dan
mencegah kontraktur skar.
c. Pembungkus lateral zigzag digunakan untuk mencegah kontraktur
skar longitudinal.
d. Pembungkus untuk mempercepat penutupan kulit, mengurangi
tekanan disekitar pembungkus, dan memperindah estetik dari jari-
jari yang direkonstruksi.
Perencanaan insisi untuk memisahkan simple complete sydactyly (A) Dorsal (B) Volar.
(C) Jari-jari dipisahkan. (D) komusira intedigital. (E) Pemisahan sudah selesai.
Prognosis Sindaktili
Prognosis dari sindaktili adalah bagus dengan fungsi dan bentuk normal,
kecuali pada kasus sindaktili kompleks yang melibatkan tulang, pembuluh
darah, jaringan saraf. Pada kasus tersebut berhubungan dengan kehilangan
fungsi setelah operasi (Kenner, 2013).
Polidactili
- Tipe 2: jari tambahan dengan bagian normalnya melekat pada tulang atau sendi.
- Tipe 3: jari tambahan dengan bagian normalnya berhubungan dengan os
metakarpal tambahan pada tangan.
Definisi
Epidemiologi
Prevalensi polidaktili adalah 1/1000 kelahiran. Polidaktili postaxial seringkali
menjadi kelainan tersendiri yang biasa didapatkan pada keturunan Afrika hitam
dan Afro-Amerika yang dicurigai sebagi akibat transmisi autosom dominan.
Polidaktili postaxial lebih sering 10 kali pada kulit hitam dan lebih sering pada
anak laki-laki. Sebaliknya, polidaktili postaxial pada kulit putih lebih sering
sebagai suatu bagian dari sindrom dan bersifat resesif autosomal. Data gabungan
oleh Finely dkk dari Jefferson, Alabama, United Srares, dan Upsala menunjukkan
insiden semua jenis polidaktili pada pria kulit putih yaitu 2,3/1000, wanita kulit
putih 0,6/1000, pria kulit hitam 13,7/1000 dan pada wanita kulit hitam 11,1.
Etiologi
Diagnosis
1. Anamnesis:
3. Pemeriksaan Penunjang
- Analisa kromosom
- Foto polos
Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan untuk memperbaiki kosmetik dan bila ada
keluhan kecocokan untuk memakai sepatu (bila polidaktili terdapat pada kaki).
Biasanya operasi dilakukan saat usia pasien lebih dari 1 tahun agar pengaruh pada
perkembangan dan gaya jalan minimal. Operasi sebaiknya ditunda hingga
perkembangan tulang (ossifikasi) selesai sehingga memungkinkan penilaian
anatomi yang akurat.
- Pada polidaktili tipe II dan III dengan kaliber yang simetris dan memiliki
komponen tulang, dipillih prosedur Bilhaut Cloquet yang memungkinkan
stabilitas sendi karena mempertahankan ligamentum kolateral ulnar dan radial
sendi interphalanx. Komplikasi prosedur antara lain kekakuan sendi, hipertrofi
jaringan parut, deformitas punggung kuku. Perbaikan nail bed yang cermat
dan rekonstruksi ukuran kuku yang serupa untuk mencegah masalah kecacatan
ini. Penting pula untuk memperingatkan pasien akan jari yang tersisa pasti
akan mengalami hipoplasia, yaitu dalam hal lebar dan lingkarannya.
- Untuk polidaktili tipe II, instabilitas sendi sering terjadi karena kelainan
berkembang pada level sendi. Ligamentum kolateral, perlekatan kapsul, dan
tendon ekstrinsik dari jari hipoplastik merupakan struktur esensial untuk
menjaga stabilitas sendi. Instabilitas yang mucul belakangan akibat gangguan
pada jaringan lunak yang mengakibatkan peregangan kronik dan rekonstruksi
jaringan lunak yang tidak seimbang. Oleh karena itu, lebih baik dilakukan
over-tensioning pada rekonstruksi jaringan lunak. Namun penilaian
instabilitas sendi (>5% angulasi pada IPJ) sering pula tidak tepat.
- Pada polidaktili tipe III, anomali tidak mencapai IPJ sehingga diharapkan hasil
yang memuaskan setelah dilakukan eksisi sederhana. Meskipun demikian,
dilaporkan pula adanya komplikasi setelah ligasi sederhana pada bifid thumb
yaitu deformitas Z ibu jari (Z thumb deformity), instabilitas sendi, dan
deformitas sendi. Namun instabilitas sendi ini dapat pula berasal dari
instabilitas preoperatif. Tarikan eksentrik pada oto-otot ekstensor pada IPJ
mungkin berperan dalam perubahan sekunder dalam kapsul sendi dan
ligamentum kolateral. Over-tightening ligament kolateral dan re-alignment
tendon ekstrinsik yang tepat dapat memperbaiki instabilitas sendi. Prosedur
Bilhaut-Cloquet tidak dapat memperbaiki instabilitas sendi pada polidaktiili
tipe III akibat eksisi sederhana, namun bisa pada tipe II.
- Jari tipe II dan IV biasanya berhubungan dengan phalanx proksimal dan kepala
metakarpal yang sangat besar.
Prognosis
I. EPIDEMIOLOGI
Tidak ada hubungan antara ras dengan kasus akondroplasia. Ditemukan
lebih banyak penderita akondroplasia pada anak perempuan dibandingkan anak
laki-laki. Akondroplasia dapat dideteksi saat antenatal. Akondroplasia diturunkan
secara autosomal dominan. Jika salah satu orang tua menderita akondroplasia,
50% kemungkinan akan diturunkan kepada anaknya. Jika kedua orang tua
memiliki kelainan ini, kemungkinannya akan meningkat 75%.
II. ETIOLOGI
Akondroplasia termasuk dalam kelompok penyakit osteokondrodisplasia
(gangguan pertumbuhan tulang dan kartilago) yang paling sering terjadi,
mencakup beragam kelompok penyakit yang ditandai dengan abnormalitas
intrinsik dari kartilago atau tulang atau keduanya.
Keadaan ini memberikan ciri-ciri berikut : 7
1. Transmisi genetik
2. Abnormalitas dalam ukuran dan bentuk dari tulang anggota gerak, vertebra
dan atau kranium
Akondroplasia disebabkan oleh mutasi dari gen reseptor faktor 3
pertumbuhan fibroblast (fibroblast growth factor receptor 3/ FGFR3 gene). Gen
FGFR3 menyediakan perintah untuk membuat protein yang terlibat dalam
perkembangan dan pemeliharaan tulang dan jaringan otak. Protein ini membatasi
pembentukan tulang dari kartilago (proses yang disebut osifikasi), terutama pada
tulang-tulang panjang. Dua jenis mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggung
jawab untuk sekitar 99% kasus akondroplasia. Sisa 1% disebabkan oleh mutasi
yang berbeda pada gen yang sama. Para peneliti yakin bahwa mutasi-mutasi ini
menyebabkan protein menjadi lebih overaktif sehingga mempengaruhi
perkembangan tulang dan terjadi gangguan pertumbuhan tulang seperti yang
terlihat pada penyakit ini.
Kerusakan primer adalah proliferasi kondrosit yang abnormal pada
lempeng pertumbuhan tulang yang menyebabkan pemendekan tulang-tulang
panjang, tetapi ketebalan tulang tetap sesuai/tidak berubah. Bagian yang lain dari
tulang panjang ini mungkin tidak dipengaruhi. Manifestasi dari gangguan ini
adalah pendeknya anggota gerak (khususnya bagian proksimal), tulang belakang
yang normal, pembesaran kepala, saddle nose/jembatan hidung rata, dan lordosis
lumbal yang berlebihan. Penyakit ini diturunkan secara genetik. Walaupun
demikian, banyak kasus akondroplasia terjadi karena mutasi gen (perubahan gen).
III. PATOFISIOLOGI
Pertumbuhan tulang yang normal tergantung pada produksi kartilago
(suatu jaringan penyambung tipe fibrosa yang bertindak sebagai dasar
pembentukan tulang). Kalsium didepositkan dalam kartilago, akan
menyebabkannya menjadi keras dan berubah menjadi tulang. Pada akondroplasia,
kelainan dari proses ini menghalangi tulang-tulang (utamanya tulang pada anggota
gerak) untuk dapat bertumbuh panjang
sebagaimana yang seharusnya, tetapi pada saat yang sama justru tulang menebal
secara abnormal. Tulang-tulang pada trunkus dan kranium kebanyakan tidak
dipengaruhi, walaupun foramen magnum sering menyempit dibandingkan dengan
yang normal, dan kanalis spinalis mengecil.
Akondroplasia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi
pada gen FGFR3 yang menghambat pertumbuhan kartilago pada lempeng
pertumbuhannya. FGFR3 mengkode suatu protein yang disebut Fibroblast
Growth Factor Receptor 3. Protein ini merupakan tempat bekerjanya faktor
pertumbuhan utama yang bertanggung jawab terhadap proses pemanjangan
tulang. Ketika faktor pertumbuhan ini tidak dapat bekerja dengan baik karena
hilangnya reseptor tersebut, pertumbuhan tulang pada kartilago lempeng
pertumbuhan akan mengalami perlambatan. Hal ini mengakibatkan pemendekan
tulang, bentuk tulang yang abnormal dan perawakan pendek.
IV. DIAGNOSIS
A. Diagnosis Klinik
- tes molekul genetik dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi dari gen
FGFR3 (lokus 4p16.3).
- gejala klinik yaitu perawakan tubuh dan anggota gerak yang pendek, tidak
proporsional, disertai kepala yang besar (brakisefal) dengan penonjolan
frontal, penonjolan tulang mandibula dan hidung pesek.
- Ciri-ciri dari akondroplasia selalu nyata saat lahir. Kebanyakan dari
individu yang menderita kelainan ini memiliki intelegensi yang normal.
Pada bayi, hipotoni ringan sampai sedang, dan kemampuan perkembangan
motorik sering terlambat. Bayi kesulitan menegakkan kepalanya karena
hipotonia dan besarnya ukuran kepala.
- Masalah respirasi dapat terjadi pada anak dan bayi. Obstruksi dari jalan
napas dapat berasal dari pusat pernapasan karena kompresi dari foramen
magnum atau yang berasal dari obstruksi karena penyempitan rongga
hidung. Gejala dari obstruksi jalan napas termasuk stridor dan apnu saat
tidur. Individu yang mengalami hal ini sering tidur dengan posisi
hiperekstensi leher. Dwarfisme dengan akondroplasia merupakan sebab
primer dari pemendekan anggota gerak. tungkai biasanya lurus pada bayi,
tetapi lutut menjadi bentuk valgus saat anak-anak mulai berjalan. Pada
anak yang sudah mampu berjalan, lutut berubah menjadi bentuk varus. Jari
tangan dan kaki memendek. 4
Manifestasi klinik dari akondroplasia dapat dirangkum sebagai berikut : 3,4,13
Pemendekan anggota gerak (terutama lengan dan tungkai bagian
proksimal) atau rhizomelia yang dapat dikenali pada saat lahir
Pembesaran kepala dengan penonjolan dahi (frontal bossing)
Hipoplasi bagian tengah wajah/bentuk wajah kurang berkembang, saddle
nose (jembatan hidung menjadi rata/hidung berbentuk seperti pelana)
Tangan berbentuk trident, dimana antara jari tengah dan jari manis
terdapat jarak sehingga tangan seperti garpu bersusuk tiga
Pembatasan ekstensi siku, tetapi tidak mempengaruhi penderita
akondroplasia untuk dapat beraktivitas secara normal
Gibus di regio torakolumbal pada bayi. Tulang belakang membengkok
dengan penonjolan bokong pada anak dan orang dewasa, waddling gait.
Genu varum
B. Gambaran Radiologi
Gambaran radiologik menunjang diagnosis yaitu ditemukannya basis
kranium yang kecil, kepala relatif lebih lebar dari wajah dengan penonjolan
frontal dan hipoplasia mandibula, pemendekan tulang-tulang panjang dan pelvis
yang sempit. Riwayat adanya akondroplasia dalam keluarga semakin memperkuat
diagnosis ini.
V. DIAGNOSIS BANDING
Walaupun lebih dari 100 displasia tulang yang menyebabkan perawakan
pendek telah diketahui, banyak di antaranya yang jarang ditemukan, dan
semuanya memiliki gambaran klinik dan radiologi yang membedakannya dengan
akondroplasia. Berbeda dengan displasia skeletal lainnya, tanda-tanda klinik dari
akondroplasia terlihat saat lahir, tetapi tidak disertai dengan insufisiensi napas. 4
1. Hipokondroplasia sering sukar untuk dibedakan dari keadaan-keadaan
perawakan pendek yang lain. Namun, dapat disimpulkan bahwa vertebra
lumbal dan tungkai merupakan daerah yang paling sering menjadi fokus
diagnosis untuk penyakit ini. Untuk mengurangi risiko kesalahan diagnosis,
evaluasi radiologi dan pemeriksaan fisis diperlukan terutama untuk pasien
yang tidak memiliki kelainan genetik. 4
2. Pseudoakondroplasia merupakan displasia spondiloepimetafisis yang ditandai
dengan perawakan pendek yang tidak seimbang, kelemahan ligamen dan
osteoarthritis prekoks. Pada kebanyakan keluarga, penyakit ini dapat pula
diturunkan secara autosomal dominan. 4
3. Akondrogenesis merupakan dwarfisme letal yang diturunkan secara autosomal
resesif. Kedua osifikasi endokondral dan membranosa dipengaruhi. Kalvaria,
tulang belakang, dan tulang-tulang panjang dapat dipengaruhi dan sering
terjadi fraktur iga yang berulang. Pemendekan anggota-anggota gerak sangat
buruk. Kranium dan tulang-tulang kurang terosifikasi. Penyempitan rongga
dada juga menyertai kondisi ini, tetapi kepala tidak membesar relatif terhadap
postur tubuh. Polihidramnion juga selalu terjadi. 4
4. Chondroectodermal dysplasia atau Ellis-van Creveld syndrome merupakan
penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dengan tampilan
yang bermacam-macam. Tulang-tulang iga sangat pendek. Penyakit ini
disertai dengan pemendekan tulang anggota-anggota gerak, penyempitan
rongga toraks, polidaktili, dan penyakit jantung bawaan. Kira-kira 50% pasien
memiliki defek septum atrial (ASD) yang besar. Ukuran dari rongga toraks
sangat menyolok ketika dibandingkan dengan ukuran abdomen dan kepala. 4
5. Osteogenesis imperfekta tipe IIa merupakan keadaan letal yang diturunkan
secara autosomal dominan. Kalvaria kranii penderita menjadi tipis yang
mungkin dapat kolaps dan pasien ini juga mempunyai anggota-anggota gerak
yang pendek, menebal dan membengkok oleh karena terjadi fraktur multipel.
4,14
Kifosis adalah kelengkungan tulang belakang ke arah depan. Pengertian ini bisa
berarti fisiologis maupun patologis. Secara fisiologis, tulang belakang kita
memang mempunyai lekukan ke arah depan namun dalam sudut yang sewajarnya.
Namun yang akan dibahas adalah kifosis secara patologis yaitu kelengkungan
tulang ke arah depan dengan sudut yang ekstrim. Kifosis disebabkan oleh kolaps
ataupun menyatunya satu atau lebih tulang vertebra yang dapat dikarenakan defek
kongenital, fraktur, atau tuberculosis spinal.
Kifosis Postural
Ini biasanya berhubungan dengan kelainan postural lain seperti flat feet.
Kifosis jenis ini dapat sembuh sendiri, namun jika memang sangat parah
dan membutuhkan penanganan maka dapat dilakukan posture training dan
latihan. Kifosis postural juga dapat merupakan kompensasi dari deformitas
lain seperti lordosis lumbosacral.
Kifosis struktural
Kifosis jenis ini lebih terfiksasi dan susah untuk disembuhkan karena
berhubungan dengan perubahan bentuk vertebra. Pada anak-anak ini dapat
disebabkan oleh defek kongenital pada vertebra, dan juga didapatkan pada
dysplasia skeletal seperti achondroplasia dan pada osteogenesis imperfect.
Pada anak-anak yang lebih tua biasanya ditemukan deformitas yang lebih
parah disebabkan oleh tuberculosis spondylitis. Pada remaja, penyebab
paling sering adalah Scheuermann disease. Pada dewasa kifosis dapat
merupakan kelanjutan dari kelainan saat masa anak-anak, tuberculosis
spondylitis, ataupun trauma pada tulang belakang. Sedangkan pada orang
tua, osteoporosis dapat menyebabkan kompresi vertebra dan meningkatkan
deformitas yang sebelumnya ringan dan asimtomatis.