Anda di halaman 1dari 9

Dewa Ayu Dwi Shintya Anggreni 02

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) dan Bantuan Hidup Dasar (BHD)

A. SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu) 1. Pengertian SPGDT SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terapdu) merupakan suatu sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsure pra RS, RS dan antar RS. Berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan komunikasi. SPGDT dibagi menjadi dua yaitu : o SPGDT-S (sehari-hari) adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit di Rumah Sakit antar Rumah Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai rangkaian kegiatan sebagai berikut : Pra Rumah Sakit a. Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat. b. Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan medik. c. Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam khusus (satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain). d. Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari tempat kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan ambulan). Dalam Rumah Sakit a. Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit b. Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)

c. Pertolongan di ICU/ICCU Antar Rumah Sakit a. Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan) b. Organisasi dan komunikasi o SPGDT-B (Bencana)SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada terjadinya korban massal yg memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari. Bertujuan umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya. Tujuan Khusus : a. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya. b. Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai. c. Menanggulangi korban bencana. Prinsip mencegah kematian dan kecacatan : a. Kecepatan menemukan penderita. b. Kecepatan meminta pertolongan. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan : a. Ditempat kejadian. b. Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit. c. Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit. 2. TRIAGE Triage berasal dari bahasa Perancis yang berarti pemilahan. Dalam dunia medis istilah ini dipergunakan untuk tindakan pemilahan korban berdasarkan prioritas pertolongan atau transportasinya. Prinsip utama dari triage adalah menolong para penderita yang mengalami cedera atau keadaan yang berat namun memiliki harapan hidup. Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metode START

atau Simple Triage and Rapid Treatment. Metode ini membagi penderita menjadi 4 kategori : Prioritas 1 (Merah) Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang kritis keadaannya seperti gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, perdarahan berat atau perdarahan tidak terkontrol, penurunan status mental Prioritas 2 (Kuning) Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita yang mengalami keadaan seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas atau kerusakan alat gerak, patah tulang tertutup yang tidak dapat berjalan, cedera punggung. Prioritas 3 (Hijau) Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga sebagai Walking Wounded atau orang cedera yang dapat berjalan sendiri. Prioritas 0 (Hitam) Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan. o Pelaksanaan Triage Metode START Untuk memudahkan pelaksanaan triage maka dapat dilakukan suatu pemeriksaan sebagai berikut : - Kumpulkan semua penderita yang dapat / mampu berjalan sendiri ke areal yang telah ditentukan, dan beri mereka label hijau. - Setelah itu alihkan kepada penderita yang tersisa periksa : - Pernapasan : a. Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit beri label merah. b. Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka jalan napas dan bersihkan jalan napas satu kali, bila pernapasan spontan mulai maka beri label merah, bila tidak beri hitam.

c. Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit nilai waktu pengisian kapiler. - Waktu pengisian kapiler : a. Lebih dari 2 detik berarti kurang baik, beri merah, hentikan perdarahan besar bila ada. b. Bila kurang dari 2 detik maka nilai status mentalnya. c. Bila penerangan kurang maka periksa nadi radial penderita. Bila tidak ada maka ini berarti bahwa tekanan darah penderita sudah rendah dan perfusi jaringan sudah menurun. - Pemeriksaan status mental : a. Pemeriksaan untuk mengikuti perintah-perintah sederhana b. Bila penderita tidak mampu mengikuti suatu perintah sederhana maka beri merah. c. Bila mampu beri kuning. B. Bantuan Hidup Dasar (BHD) 1. Pengertian BHD Bantuan hidup dasar (Basuc life support) adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu (Soerianata, 1996). Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa

menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007). 2. Jenis-jenis BHD a. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support) Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang (ATLS, 2004). Penyebab utama obstruksi jalan napas bagian atas adalah lidah yang jatuh kebelakang dan menutup nasofaring. Selain itu bekuan darah, muntahan, edema, atau trauma dapat juga menyebabkan obstruksi tersebut. Oleh

karena itu, pembebasan jalan napas dan menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan bersih merupakan hal yang sangat penting dalam BLS (Van Way, 1990). Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah mungkin jatuh kebelakang dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin-lift maneuver) atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw-thrust maneuver). Tindakan-tindakan yang digunakan untuk

membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (in-line immobilization) dan pasien/korban harus diletakkan di atas alas atau permukaan yang rata dan keras (IKABI, 2004). Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway): - Tindakan kepala tengadah (head tilt) Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief dkk, 2009). - Tindakan dagu diangkat (chin lift) Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004). - Tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust) Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher (Latief dkk, 2009). b. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support)

Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat (S-tube masker atau bag valve mask) (Alkatri, 2007). Breathing support terdiri dari 2 tahap : - Penilaian Pernapasan Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara melihat (look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer, 2009). - Memberikan bantuan napas Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut (mouth-tomouth), mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup (Latief dkk, 2009). Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika tanpa alat, maka penolong menarik napas dalam, kemudian bibir penolong ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor dan udara ekspirasi dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua lubang hidung pasien dengan cara memencetnya. Pada bantuan nafas mulut-hidung (mouth-to-nose) maka udara ekspirasi penolong dihembuskan kehidung pasien sambil menutup mulut pasien. Tindakan ini dilakukan jika mulut pasien sulit dibuka (trismus) atau pada trauma maksilo-fasial. Pada bantuan nafas mulut-sungkup pada dasarnya sama dengan mulut ke mulut. Bantuan nafas dapat pula dilakukan dari

mulut-ke-stoma atau lubang trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi. Frekuensi dan besar hembusan sesuai dengan usia pasien apakah korban bayi, anak atau dewasa. Pada pasien dewasa, hembusan sebanyak 10-12 kali per menit dengan tenggang waktu antaranya kira-kira 2 detik. Hembusan penolong dapat menghasilkan volum tidal antara 800-1200 ml (Latief dkk, 2009). c. Sirkulasi (Circulation Support) Sirkulasi merupakan suatu tindakan resusitasi jantung dalam usaha mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung, sehingga kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam batas minimal dapat dipertahankan (Alkatri, 2007). Dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri karotis. Penilaian ini maksimal dilakukan selama 5 detik. Bila tidak ditemukan nadi maka dilakukan kompresi jantung yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100 kali per menit, kedalaman 4-5 cm, memberikan kesempatan jantung mengembang (pengisian ventrikel), waktu kompresi dan relaksasi sama, minimalkan waktu terputusnya kompresi dada. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 (Mansjoer, 2009). Tempat kompresi jantung luar yang benar ialah bagian tengah separuh bawah tulang dada. Pada pasien dewasa tekan tulang dada kebawah menuju tulang punggung sedalam 3-5 cm sebanyak 60-100 kali per menit.tindakan ini akan memeras jantung yang letaknya dijepit oleh dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang punggung. Pijatan yang baik akan menghasilkan denyut nadi pada karotis dan curah jantung sekitar 10-15% dari normal (Latief dkk, 2009). Periksa keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru dengan memeriksa denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam keadaan konstriksi dengan reflex cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran darah otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi,

merupakan tanda kerusakan otak berat dan resusitasi dianggap kurang berhasil (Alkatiri, 2007). Penghentian RJP Hentikan usaha RJP jika terjadi hal-hal berikut: (Asih, 1996) a. Korban sadar kembali (dapat bernapas dan denyut nadi teraba kembali). b. Digantikan oleh penolong terlatih lain atau layanan kedaruratan medis. c. Penolong kehabisan tenaga untukmelanjutkan RJP. d. Keadaan menjadi tidak aman

Daftar Pustaka

Anonim. Incident Command System dan Triage. Makasar : Korps Sukarela Bulan Sabit Merah UMI. Anonim. Bantuan Hidup Dasar. diambil dari : (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31633/4/Chapter%20II.pdf) diakses pada tanggal 16 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai