Anda di halaman 1dari 59

Advanced Trauma Life Support

Primary Survey Life support


A ─B─ C─ D ─ E
Quick Diagnosis – Quick Treatment

A= Airway, bebaskan jalan nafas, Lindungi C-spine


B= Breathing, beri bantuan nafas, tambah oksigen
C= Circulation, hentikan perdarahan, beri infus
D= Disability/SSP, cegah TIK ↑
E= Exposure, buka semua baju, cegah hipotermi

Pasien obstruksi (A) atau apneu (B) akan mati dalam 3-5 menit
Pasien shock berat (C) akan mati dalam 1-2 jam
Pasien coma (D) akan mati dalam 1 minggu
2
Airway + C-spine control

Langkah 1
• Mengenal patensi airway  ajak pasien berbicara, bila pasien memberikan respon verbal
adekuat maka airway dianggap paten dan tidak ada gangguan
• Tanda objektif obstruksi airway
o Nilai kesadaran  agitasi/gelisah/mengamuk kemungkinan terjadi hipoksia
o Ada tidaknya suara tambahan abnormal (snoring, gurgling, stridor)  obstruksi parsial
o Periksa trakea apakah berada ditengah atau tidak
o Menilai ada tidaknya penggunaan otot bantu nafas
Langkah 2 1. Melakukan chin lift atau jaw thrust

Chin lift Jaw Thrust


• Jari-jari 1 tangan diletakkan di bawah Memegang angulus mandibular dengan 2
mandibular, sambil mengangkat mandibular tangan, masing-masing 1 tangan pada 1 sisi dan
ke atas sehingga dagu berada di depan mendorong mandibular ke depan
• Ibu jari tangan yang sama menekan bibir
bawah untuk membuka mulut
2. Membersihkan airway dari benda asing

3. Memasang pipa nasofaring atau orofaring

Pipa orofaring
Masukkan pipa orofaring dalam posisi
menghadap belakang ketika masuk mulut 
ketika sudah mendekati dinding posterior
Pipa orofaring
faring  putar pipa 1800

Pipa nasofaring
Masukkan pipa nasofaring melalui lubang
hidung dengan arah posterior membentuk
garis tegak lurus dengan permukaan wajah
 masukkan secara lembut hingga dasar Pipa nasofaring
nasofaring
Langkah 3 Menjaga leher dalam posisi netral, bila perlu secara manual, bila melakukan tindakan
untuk membebaskan airway

Langkah 4 Fiksasi leher dengan berbagai cara, setelah memasang airway

Teknik Imobilisasi Inline Fiksasi leher dengan collar neck


Manajemen Jalan Nafas
Triple Airway Manuver
Jaw thrust paling direkomendasikan
untuk curiga trauma cervical, kapan
curiga trauma cervical?

Akibat lidah jatuh


Snoring (OPA/Gudel)

Akibat cairan
Gargling (Suction)

Stridor Penyempitan jalan nafas


Breathing

Prinsip • Tanda objektif ventilasi tidak adekuat dapat diidentifikasi dengan :


o Periksa gerakan naik turun dada apakah simetris dan adekuat
 Asimetri  splinting pada rongga dada atau flail chest
 Penggunaan otot bantu nafas  ancaman ventilasi
o Auskultasi kedua sisi dada suara nafas menurun/menghilang diwaspadai trauma thorax
• Setiap pasien trauma diberikan oksigen

Langkah Pengelolaan
1. Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala
2. Tentukan laju dan dalamnya nafas
3. Inspeksi dan palpasi leher dan thorax untuk melihat adanya deviasi trakea, simetrisitas ekspansi
dinding thorax, penggunaan otot bantu nafas
4. Perkusi dan auskultasi
Pola Nafas
Circulation + Hemorrhage Control

Langkah Penilaian
• Mengendalikan sumber perdarahan eksternal dan internal
• Menilai nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus
• Menilai warna kulit : pucat  hypovolemia
• Memeriksa tekanan darah

Langkah Pengelolaan
• Melakukan tekanan langsung pada tempat perdarahan eksternal
• Mengenal perdarahan internal  kebutuhan intervensi dan konsultasi bedah
• Memasang 2 kateter intravena ukuran besar
• Memberikan cairan RL yang dihangatkan dan transfuse darah
• Mencegah hipotermia
Disability • Menentukan tingkat kesadaran dengan GCS
• Menilai pupil : diameter, isokor atau tidak, reaksi terhadap cahaya
• Menilai tanda lateralisasi dan level cedera spinal

Exposure/Environment Control • Buka pakaian penderita dengan cara digunting


• Pasien harus diselimuti untuk mencegah hipotermia

Tambahan Primary survey dan resusitasi


• Monitoring udara ekspirasi dengan monitoring CO2
• Pasang monitor EKG
• Pasang kateter uretra dan NGT kecuali bila ada kontra indikasi; monitoring urin tiap jam
• Pertimbangkan kebutuhan pemeriksaan radiologi (X-ray thorax AP, X-ray pelvis AP, X-ray
Cervical lateral)
• Pertimbangkan kebutuhan DPL atau USG abdomen
Secondary Survey
Riwayat AMPLE dan Mekanisme Cedera
(A)llergy, (M)edication, (P)ast Illnes, (L)ast Meal, (E)vents/Environment

Kepala dan Maksilofacial Thorax


• Evaluasi adanya laserasi, kontusio, fraktur, Evaluasi ekspansi dinding thorax, otot bantu nafas,
luka termal suara nafas dan suara jantung
• Re-evaluasi GCS, pupil
• Evaluasi saraf kranial, kebocoran CSF (pada Abdomen
telinga dan hidung) • Evaluasi trauma tumpul/tajam dan perdarahan
internal
Vertebra servikalis dan leher • Auskultasi bising usus
• Evaluasi adanya nyeri, deformitas, bengkak, • Menilai adanya nyeri tekan, defans muskuler,
emfisema subkutis, deviasi trakea nyeri tekan lepas, uterus hamil
• Auskultasi a. carotis untuk menilai murmur • Dapat dilakukan foto pelvis/CT Scan abdomen
Perineum/rectum/vagina Neurologis
• Perineum  kontusio, hematoma, laserasi, Re-evaluasi pupil, tingkat kesadaran (GCS),
perdarahan uretra motoric dan sensorik keempat ekstremitas, ada
• Rektum  tonus sfingter ani, keutuhan tidaknya tanda lateralisasi
dinding rectum, fragmen tulang, posisi prostat
• Vagina  darah, laserasi

Muskuloskeletal
• Inspeksi lengan dan tungkai menilai adanya trauma tumpul/tajam, laserasi, kontusio, deformitas
• Palpasi untuk menilai nyeri tekan, krepitasi, arteri perifer, fungsi sensorik
• Periksa pelvis  fraktur (adanya jejas pada ala ossis illi, pubis, labia, atau skrotum)
• Inspeksi dan palpasi vertebra torakalis dan lumbalis

Pertimbangkan untuk dilakukan x-foto vertebra tambahan, CT Scan kepala-vertebra-thorax-


abdomen, urografi dengan kontras, angiografi, USG transesofagus, bronkoskopi, esofagoskopi
Bedah Ortopedi
Fraktur
Hilangnya kontinuitas tulang akibat trauma, stress berulang, kelainan pada tulang (fraktur patologis)
Mekanisme Fraktur

Rotasi/Twisting Compression Bending Tension


Fraktur Spiral Fraktur Fraktur Fraktur
Oblique Butterfly Transversal
Berdasarkan Garis Fraktur

Fraktur komplit Garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang

Fraktur inkomplit Garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang (hanya 1 sisi korteks) 
hairline fracture, greenstick fracture, buckle fracture

Berdasarkan bentuk garis Fraktur


Berdasarkan ada tidaknya pergeseran

Fraktur displaced Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur (dislokasi fragmen)

Fraktur undisplaced Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser
Fraktur Terbuka
Terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar/permukaan kulit
Derajat Fraktur Terbuka menurut Gustilo and Anderson

Derajat I Laserasi <1 cm, kerusakan jaringan tidak berarti, luka relative bersih, tidak ada fraktur
kominutif

Derajat II Laserasi >1 cm, tidak ada kerusakan jaringan yang hebat/avulsi, ada kontaminasi

Derajat III Luka lebar dan rusak hebat, atau hilangnya jaringan di sekitarnya, terdapat kontaminasi
hebat
• Derajat IIIA  tulang yang fraktur masih ditutupi jaringan lunak
• Derajat IIIB  terdapat periosteal stripping yang luas dan penutupan luka dilakukan
dengan flap lokal atau flap jauh
• Derajat IIIC  fraktur disertai kerusakan pembuluh darah, tidak teraba pulsasi arteri
distal
Pembuatan Diagnosis Fraktur
1. Open/Close
2. Nama tulang
3. Sebelah kanan/kiri
4. Bagian tulang sebelah mana (1/3 medial, anterior, dll)
5. Jenis (comminuted, dll)
6. Displaced/undisplaced
7. Grade
Prinsip Penanganan Fraktur

Recognize Mengenali kerusakan apa saja yang terjadi baik pada jaringan lunak maupun tulang, dan
mengetahui mekanisme trauma

Manifestasi Klinis Prinsip pemeriksaan radiologi


• Ada riwayat trauma • Two views  mencakup 2 view yaitu AP dan lateral
• Rasa nyeri dan bengkak pada bagian view
tulang yang patah • Two joints  meliputi sendi yang berada di atas dan
• Deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi) bawah daerah fraktur
• Nyeri tekan, krepitasi • Two limbs  diperlukan foto dari ekstremitas yang
• Gangguan fungsi musculoskeletal akibat normal
nyeri • Two injuries
• Putusnya kontinuitas tulang • Two occasions  terdapat beberapa jenis fraktur
• Gangguan neurovaskular yang sulit dinilai segera setelah trauma, sehingga
dibutuhkan pemeriksaa x-foto 1-2 minggu setelahnya
Look
Warna dan perfusi ekstremitas, keadaan luka (terbuka/tertutup), ada tidaknya
kontaminasi, deformitas (angulasi/pemendekan), pembengkakan, perubahan
warna/memar, perdarahan eksternal yang aktif

Feel
• Menilai suhu, nyeri tekan, fungsi sensorik, pulsasi arteri dan capillary refill time
• Lakukan log roll  palpasi untuk menentukan adanya laserasi, jarak yang melebar
antara prosesus spinosus, hematoma, defek bagian belakang pelvis

Move
• Menilai pergerakan aktif, pergerakan pasif, range of motion
• Pada pasien fraktur gerakan akan terbatas karena nyeri
Pemeriksaan Saraf Perifer Ekstremitas Superior
Pemeriksaan Saraf Perifer Ekstremitas Inferior
Reduction Bertujuan untuk memberikan aposisi yang adekuat
dan alignment yang normal dari fragmen tulang

Kondisi tidak perlu dilakukan reduksi


• Bila pergeseran sedikit/tidak ada
• Pergeseran tidak berarti
• Reduksi tampak tidak akan berhasil (fraktur kompresi vertebra) Reduksi tertutup

Redukti Tertutup Reduksi Terbuka


Fraktur dengan pergeseran minimal Reposisi tertutup gagal  dapat disebabkan kesulitan
dalam mengontrol fragmen tulang atau akibat jaringan
tulang yang terselip di antaranya
Fraktur pada anak Terdapat fragmen tulang articular yang memerlukan posisi
reposisi yang akurat
Fraktur yang stabil setelah reduksi dan Untuk memasang fraksi pada tulang fraktur
diretensi dengan splint & cast
Retaining Mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi)

Continuous Traction
• Traksi diaplikasikan pada ekstremitas distal dari
daerah fraktur, sehingga menimbulkan tarikan
terus menerus Continuous Traction Gips
• Dilakukan pada patah tulang femur

Cast Splintage/Gips

Functional Bracing
Digunakan setelah fraktur menyatu (mengalami
union) yaitu 3-6 minggu setelah pemaiakan
gips/traksi
Functional
Fiksasi Fiksasi
Fiksasi Internal/Eksternal Bracing
Internal Eksternal
Teknik Melakukan Pembidaian
Alat Kayu/spalk (panjang kayu harus sama dengan panjang daerah yang akan di bidai), kasa
gulung/perban elastis

Prosedur
1. Periksa ada tidaknya gangguan neurovaskuler bagian distal daerah yang cedera
2. Stabilisasi manual pada tungkai yang mengalami cedera dengan gentle inline traction
(traksi perlahan hingga alignment tulang lurus)
3. Memberi padding (bantalan) pada tulang-tulang menonjol untuk mencegah ulkus
decubitus
4. Pemasangan bidai dilakukan melewati sendi proksimal dan distal dari tulang yang patah
 fiksasi dengan verban gulung atau verban elastis dengan metode roll on
5. Elevasi tungkai yang telah tepasang bidai
6. Lakukan pemeriksaan neurovaskuler kembali
Rehabilitasi
Tujuan
• Mengurangi edema pada ekstremitas  dilakukan dengan cara elevasi ekstremitas
dan memulai pergerakan aktif segera setelah keadaan memungkinkan
Pergerakan aktif bermanfaat untuk mengurangi edema, stimulasi sirkulasi, mencegah
perlekatan jaringan lunak, dan membantu proses penyembuhan fraktur
• Memelihara gerak sendi
• Melatih kekuatan otot
• Melatih pasien agar dapat aktivitas kembali seperti normal
Fraktur Clavicula
Gejala Klinis
• Riwayat trauma terjatuh dengan tangan terulur
atau trauma dengan arah gaya dari sisi lateral Klasifikasi
bahu
• Nyeri bahu
• Fraktur fragmen medial 
sternocelidomastoideus menarik fragmen medial
secara posterosuperior
• Fraktur fragmen lateral  otot pectoralis dan
berat tangan menarik fragmen lateral secara
inferomedial
• Gambaran floating shoulder pada fraktur
clavicula 1/3 lateral
Tatalaksana
Pemeriksaan Penunjang
Imobilisasi dengan teknik figure of 8 atau arm sling
X-Foto Polos Bahu AP
Durasi : 2-4 minggu dan penguatan 8-10 minggu
Indikasi
• Fraktur stabil
• Fraktur klavikula distal pada anak-anak (tulang masih imatur)
• Fraktur hair line/stress fracture  garis fraktur hampir tidak
tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang

ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


Sisi medial fraktur tertarik ke Indikasi absolut Indikasi relatif
atas dan sisi lateral tertarik ke • Fraktur terbuka/impending • Pola fraktur tidak stabil
bawah terbuka • Cedera plexus brachialis
• Cedera arteri atau vena • Cedera kepala tertutup
subclavia • Kejang
• Floating shoulder • Politrauma
Teknik Memasang Arm Sling/Mitella
• Digunakan untuk imobilisasi pada kasus cedera
bahu, lengan atas, dan lengan bawah
• Menggunakan balutan segitiga berukuran 50-
100 cm terbuat dari katun

1. Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal


2. Memposisikan esktremitas atas pada posisi
adduksi dan rotasi interna sendi bahu, sendi
siko fleksi 90 derajat
3. Pemasangan mitella dengan sisi runcing ke
arah sendi siku, dan dua sisi runcing lainnya
diikatkan ke samping leher
4. Bagian akral diusahakan tidak ditutup mitella
5. Periksa kembali neurovaskuler distal
Fraktur Forearm
Monteggia Galeazzi
Fraktur Proksimal Ulna Distal Radius
Dislokasi Caput Radius (Proksimal) Distal sendi radio-ulnar
Mekanisme trauma Jatuh dalam posisi ronasi forearm Jatuh dalam posisi fleksi siku
Tatalaksana ORIF Reduksi terbuka (dewasa)
Reduksi tertutup (anak-anak)

Monteggia Galeazzi
Colles Smith
Fraktur Distal radius
Displace Ke arah posterior Ke arah anterior
Angulasi Dorsal Ventral/palmar

Colles Smith
Pemeriksaan Penunjang

X-Foto Polos
• Transverse/short oblique fracture pada 1/3 distal os radius
dengan angulasi
• Pelebaran ruang distal-radio-ulnar-joint pada radiografi antero-
posterior

Tatalaksana
• Open fracture  stabilisasi os radius dan distal-radio-ulnar-joint
• Pada anak-anak  close reduction dan casting (tulang masih
imatur)
• Pada dewasa  harus dilakukan ORIF
Fraktur Pada Anak
Fraktur Lempeng Epifisis
Fraktur Greenstick
• Fraktur inkomplit, akibat trauma bending
pada tulang anak
• Ditandai dengan adanya sisi korteks dan
periosteum yang tetap intak, pada sisi
lainnya terjadi disrupsi Fraktur Torus/Buckle

Fraktur Torus/Buckle
• Dijumpai pada metafisis yang disertai
kompresi sepanjang sumbu aksis tulang Fraktur Greenstick
• Korteks kolaps, periosteum intak; pada sisi lain
korteks bengkok menjauhi growth plate
Penyembuhan Tulang
Direk/Primer
• Membutuhkan fiksasi internal dan kontak korteks
yang erat  stabilitas absolut
• Formasi callus minimal
• Tidak boleh ada celah fraktur
• Kompresi interfragmen  meminimalisir gerakan
pada lokasi fraktur
• Bergantung pada remodeling haversian dengan
pembentukan tulang oleh osteosit (cutting cones)
• Syarat remodeling Haversian
o Pelaksanaan reduksi tepat
o Fiksasi stabil
o Eksistensi supply darah cukup
Indirek/Sekunder
• Fase Reaktif
o Fase hematom dan inflamasi
o Pembentukan jaringan
granulasi
• Fase reparative
o Pembentukan callus
o Pembentukan tulang lamellar
• Fase remodelling
Jenis Penyembuhan Tulang

Union • Stabilitas mekanik tulang kembali normal


• Tidak ada nyeri pada lokasi fraktur
• Pada radiologi tampak 3 dari 4 korteks dengan bridging callus

Delayed Union Fraktur belum tersambung dalam waktu 3 bulan, callus bertambah secara
progresif

Non- Union • Tidak ada perkembangan secara klinis maupun radiologis dalam 3
bulan berturut-turut
• Pseudoarthrosis (+)  pembentukan jaringan fibrosis pada lokasi
fraktur

Malunion Kegagalan fiksasi tulang (neglected, kegagalan pembedahan)


Dislokasi dan Subluksasi
Dislokasi Permukaan sendi mengalami perpindahan (displacement) total dan tidak ada
kontak sama sekali
Subluksasi Permukaan sendi mengalami perpindahan, masih ada kontak antar
permukaan sendi
Dislokasi Bahu
Dislokasi bahu terjadi bila os humerus terlepas dari scapula pada sendi glenohumeral

Gejala Klinis
• Sendi bahu tidak dapat digerakkan
• Pasien menyangga tangan yang sakit dengan
tangan yang lain
• Pasien tidak bisa memegang bahu yang
berlawanan
• Kontur bahu hilang
• Bonggol sendi tidak teraba pada tempatnya
Klasifikasi

Dislokasi Anterior
• lengan ditahan saat abduksi dan sedikit
rotasi eksternal (abduksi lebih tampak
dengan dislokasi subglenoid)
• Pasien tidak dapat aduksi atau
memutar bahu secara internal

Dislokasi Posterior
• lengan dipegang dalam posisi sling
dengan adduksi dan rotasi internal Normal Dislokasi Dislokasi
• Abduksi dan rotasi eksternal
Anterior Posterior
menyebabkan rasa sakit yang luar bias
Dislokasi Anterior Dislokasi Posterior

Pemeriksaan Penunjang
X-Foto Polos
Subluksasi Caput Radius
• Mekanisme  penarikan atau mengayunkan anak
• Predileksi anak usia 0-7 tahun karena jaringan penyokong
sendi masih belum sempurna
Pemeriksaan Fisik Pronasi dan fleksi antebrachii

Gambaran radiologis
Tatalaksana
Topang siku dengan tangan

Supinasi antebrachii, memberikan tekanan


pada kepala radius dengan jempol

Lakukan fleksi antebrachii


Dislokasi Sendi Panggul
• Disebabkan high energy trauma
• Caput femoralis rentan terhadap avascular nekrosis  karena vaskularisasi hanya berasal dari arteri
femoralis circumflex
Dislokasi panggul posterior
• Berhubungan dengan cedera n. sciatik
dan avascular necrosis
• Kaki tampak adduksi, internal rotasi,
sedikit fleksi

Dislokasi panggul anterior


• Berhubungan dengan cedera n.
obturator
• Kaki tampak abduksi, eksternal rotasi,
sedikit fleksi
Gambaran Klinis Pemeriksaan Penunjang

X-Foto Polos Pelvis AP dan Frog lateral

Dislokasi panggul Dislokasi panggul


anterior posterior
Tatalaksana
Golden period <6 jam
• Reduksi tutup (dalam sedasi)
• Reduksi terbuka (jika gagal reduksi tertutup atau terdapat incarserated intra-articular
fragment)
• ORIF
Teknik Pembalutan
Circular Turn
Teknik overlapping penuh pada setiap putaran balutan

Spiral turn
Teknik overlapping setengah lebar balutan
pada setiap putaran yang dipasang secara
ascending dari distal ke proksimal ekstremitas

Spiral reverse turn


Teknik pembalutan spiral turn yang
dibalikkan arah putarannya pada setiap
setengah putaran (digunakkan pada paha,
tungkai bawah, lengan bawah)
Spica turn (figure of eight)
• Teknik balutan ascending dan descending pada setiap putaran
• Pada setiap putaran ascending dan descending selalu overlapping dan menyilang dari
proksimal ke distal sehingga membentuk sudut
• Biasanya digunakan pada cedera bahu, panggul, pergelangan kaki
Teknik Pembalutan Kepala

Teknik Pembalutan lengan bawah dengan metode circular turn


Teknik Pembalutan lengan
bawah dengan metode spiral
reverse turn
Teknik Pembalutan pada Siku/Lutut
Teknik Pembalutan pada bahu
dengan metode Figure of Eight
Teknik Pembalutan pada dorsal
tangan

Teknik Pembalutan Pada Jari


Teknik Pembalutan pada Kaki
Sindroma Kompartemen
• Sirkulasi dalam suatu kompartemen tertutup terancam gagal akibat peningkatan tekanan
 dapat menyebabkan nekrosis otot, saraf, dan kulit akibat pembengkakan
• Bila sindom kompartemen tidak tertangani  jaringan otot dan saraf yang iskemik diganti
dengan jaringan fibrosa (Volkmann contracture)

Etiologi
Crush injury, fraktur tertutup, luka bakar,
gigitan ular, injeksi obat/agen sclerosis
intraarteri
Manifestasi Klinis
• Nyeri (disproportionate pain), dapat
refrakter terhadap pemberian analgesic,
reduksi, maupun imobilisasi
• Predileksi  ekstremitas atas dan
bawah
• Gangguan sensorik, paresthesia, edema
ekstremitas distal
• Ekstemitas tegang, bengkak
Wick Catheter
• Pengukuran tekanan jaringan (mengukur tekanan kompartemen)
kompartemen >20-30 mmHg diatas
tekanan diastolik

Tanda Khas!
Pain – Pulse - Pallor – Paresthesia - Paralysis
Tatalaksana  Fasciotomi

Indikasi Fasciotomi
• Nyeri dengan gerakan pasif otot
• Paresis atau paresthesies yang merujuk
ke kompartemen yang sama
• ICP – tekanan darah <40 mmgHg
• ICP - tekanan darah diastolik <10 mmHg

Anda mungkin juga menyukai