Trauma kepala leher Infeksi telinga telingan dalam tengah/operasi stapedektomi
Benign paroxysmal positional
vertigo (BPPV)
Adanya partikel yang melekat Trauma pada bagian
Gangguan sistem pada kupula Krista ampularis kepala saraf pusat
Otokmia yang terdapat pada
Sensitif terhadap Tekanan Intrakanial utikulus dan sakulus terlepas gravitasi meningkat
Pusing (dizziness) Meniere Sensasi seperti
bergerak, Veritigo berputar Sistem keseimbangan tubuh Mual (vestibuler) terganggu ketika Kegagalan menggerakkan kepala koordinasi otot
Muntah
Risiko cedera Ketidakteraturan
kerja otot Gangguan kebutuhan nutrisi Intoleransi aktivitas A. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian Primer a. Pengkajian Airway tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. tulang belakang leher harus dilinsungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar. yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain : 1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan bebas 2. tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain: a. Adanya snoring atau gurgling b. Stridor atau suara napas tidak normal c. agitasi (hipoksia) d. Penggunaan otot bantu pernafsan /paradoxical chest movements e. Sianosis 3. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi : a. Muntahan b. Perdarahan c. Gigi lepas atau hilang d. Gigi palsu e. trauma wajah 4. jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka. 5. lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang. 6. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi a. Chin lift jaw thrust b. Lakukan suction (jika tersedia) c. Oropharyngeal airway , nasopharyngeal airway, Paryngeal laryngeal mask Airway d. lakukan intubasi b. Pengkajian Breathing ( pernafasan ) Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainasetension pneumothorax/haemothorax,closure of open chest injury dan ventilasi buatan Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian Breathing pada pasien antara lain: 1. Look, Listen dan feel a. Inspeksi dari tingkat pernafasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut: cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wound, dan penggunaan otot bantu pernafasan b. Palpasi untuk adanya pergeseran trakea, frkatur ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks c. Auskultasi untuk adanya suara abnormal pada dada c. Pengkajian Circulation Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac spinal shock dan anaphylaxis Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain : a. cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan. c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan secara langsung. d. Palpasi nadi radial jika diperlukan e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill f. Lakukan treatment terhadap hipoperfus d. Pengakjian Disabilities Pada primary survey Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU: A : alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan V : vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti P : responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon) U : unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri e. EXpose, Examine Dan Evaluate Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspose pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang. Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,maka rapid trauma Assessment harus segera dilakukan 1. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien 2. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis 2. Pengakjian sekunder a. Pemeriksaan Fisik Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah : Dix- Hallpike dan Tes kalori. 1. Dix-Hallpike. Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut : Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu rebahkan sampai kepala bergantung dipinggir tempat tidur dengan sudut 30 derajat kepala ditoleh kekiri lalu posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi kekanan pada keadaan abnormal akan terjadi nistagmus. 2. Tes kalori Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC, sedangkan suhu air panas adalah 44oC. volume air yang dialirkan kedalam liang telinga masing- masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit ( untuk menghilangkan pusingnya). 3. Tes melangkah ditempat Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata ditutup sebanyak 50 langkah, kedudukan akhir dianggap abnormal apabila penderita beranjak lebih dari satu meter atau bdan berputar lebih dari 30 derajat. orang yang normal mampu berdiri dengan sikap yang romberg 4. Tes Romberg yang dipertajam Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dengan sikap yang romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih. 5. Salah tunjuk ( post-pointing ) Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi ( samapi vertikal ) kemudian kembali ke semula b. Pemeriksaan Penunjang lainnya 1. CT Scan atau MRI Brain 2. Pemeriksaan elektronistagmografi ( ENG ): alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul 3. Posturografi Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system visual, vestibular dan somatosensorik 3. Diagnosa Keperawatan a. resiko cedera berhubungan dengan kerusakan keseimbangan b. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan penyakit meniere, labirintitis c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak teraturan kerja otot B. Intervensi Keperawatan 1. Resiko cidera b.d Kerusakan keseimbangan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam masalah risiko jatuh dapat teratasi. Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya Klien dapat mengantisipasi resiko terjadinya jatuh a) Intervensi/implementasi Kaji tingkat energi yang dimiliki klien Rasional : Energi yang besar dapat memberikan keseimbangan pada tubuh saat istirahat Berikan terapi ringan untuk mempertahankan kesimbangan Rasional : Salah satu terapi ringan adalah menggerakan bola mata, jika sudah terbiasa dilakukan, pusing akan berkurang. Ajarkan penggunaan alat-alat alternatif dan atau alat-alat bantu untuk aktivitas klien Rasional : Mengantisipasi dan meminimalkan resiko jatuh. Berikan pengobatan nyeri (pusing) sebelum aktivitas Rasional : Nyeri yang berkurang dapat meminimalisasi terjadinya jatuh. 2. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan penyakit meniere, labirintitis. Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama....x24 jam gangguan kebutuhan nutrisi berkurang/hilang Terdapat tanda-tanda fisik dan psikologis membaik Turgor kulit, mukosa mulut baik, tidak panas dan tidak terdapat edema perifer Intake makanan dan minuman baik a) Intervensi/Implementasi Anjurkan pasien agar pelan-pelan nafas dalam dan menelan untuk menurunkan rasa mual dan muntah Rasional : Untuk mencegah mual dan muntah ajarkan pasien untuk tidak minum 1 jam sebelum, 1 jam setelah dan sewaktumakan Rasional : Memonitor kenaikan BB Monitor tipe kehilangan BB dan pertumbuhan Rasional : Memonitor asupan gizi pasien 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak teraturan kerja otot Tujuan : pasien mampu beraktivitas secara normal Kriteria Hasil : Saturasi oksigen cukup Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari hari meningkat a) Intervensi / Implementasi : Identifikasi gangguan fungsi tubuh yan mengakibatkan kelelahan Rasional : megetahui ganguan fungsi tubuh yang dialami Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Rasional :untuk mengetahui lokasi dan tingkat ketidak nyamanan pasien selama melakukan aktivitas Lakukan latihan rentangn melatih gerak pasif dan aktif . Rasional : untuk meningkatkan dan melatih massa otot.