Anda di halaman 1dari 17

PENANGANAN PASIEN TRAUMA

FORMAT INITIAL ASSESSMENT


3A

AMAN DIRI

AMAN LINGKUNGAN

AMAN PASIEN

CEK KESADARAN PASIEN


ABCD Menunjukan respon baik atau px sadar lanjutkan pemeriksaan
ABCD Tidak baik atau px tidak sadar lakukan :
@ PRIMERY SURVEY (PX TRAUMA)
1). Airway > kontrol servicall
pegang kepala (fiksasi) pasang neck collar (bila curiga f# servical)
buka airway : head tilchinlift (untuk px tidak sadar), atau chin lift (px sadar) lalu Look Listen
Feel, bila gurgling lakukan suction, bila snoring lakukan Jaw thrust (tindakan manual) gunakan
OPA (oro paringeal airway) untuk pasien tidak atau NPA (naso paringeal airway) untuk pasien yg
sadar, dan bila stridor perlu airway definitif (intubasi/surgikal airway)
Curiga fraktur servikal bila

trauma kapitis dengan penuruna kesadaran

multi trauma

terdapat jejas di atas clavicula kearah cranial

biomekanika trauma mendukung

Curiga fraktur tulang basis cranii

perdarahan dari lubang hidung / telinga

racoon eyes (mata lebam)

beatle sign (lebam pada telinga

catatan :

* snoring (ngorok) sering terjadi pada pasien tidak sadar karena pangkal lida yg jatuh
* gurgling (kumur-kumur) terjadi sumbatan karena cairan (darah, sekret)
* stridor, terjadikarena oedem faring/laring (cedera inhalasi) misal px dengan riwayat terpapar
dengan uap panas.
2). BREATHING (iksigenasi + ventilasi)
Nilai pernapasan, berikan oksigen bila ada masalah terhadap ABCD
*
canul
2-6
LPM
* Face mask / RM (Rebreathing Mask) 6-10 LPM
* NRM 10-12 LPM
Bila pernapasannya tidak adekuat berikan ventilasi tambahan dengan baging / ventilator.
Pada pasien trauma waspada terhadap gangguan/masalah breathing yg cepat menyebabkan
kematian.
4 masalah yg mengancam breathing serta tindakannya adalah :

Tension pneumothoraks (px sesak, trakea bergesar dan disertai distensi vena jugularis)
tindakannya adalah needle thoracosintesis di ICS 2 midclavikula

Open pneumothoraks (adanya sucking cest wound pada luka, yaitu paru menghisap udara
lewat lubang luka) tindakannya adalah tutup kassa 3 sisi yg kedap udara

Masive Haematothoraks (perdarahan dirongga thoraks) lapor dokter untuk segera WSD,
nilai apa perlu Thoracotomy..?

Flail chest dengan Kontusio paru perlu definitif

3). CIRCILATION (control perdarahan dan perbaikan volume)


perdarahan external lakukan balut tekan, cek akral dan nadi bila ada tanda2 syok (hopovolemik)
berikan infus 2 jalur dengan cairan Ringer Laktat yang hangan 1-2 L diguyur.
perdarahan internal perabaiki volume untuk cegah syok lebih lanjut
4). DISABILITY (pemeriksaan status neurologis)
Nilai GCS dan PUPIL
EYE :
4 buka mata spontan
3 buka mata terhadap suara
2 buka mata terhadap nyeri
1 tidak ada respon
VERBAL :
5 orientasi baik
4 berbicara mengacau bingung
3 berbicara kata-kata tidak teratur

2 merintih/mengerang
1 tidak ada respon
MOTORIK :
6 bergerak mengikuti perintah
5 melokalisir nyeri
4 fleksi normal (menarik anggota yang di rangsang)
3 fleksi abnormal (dekortikasi)
2 extensi abnormal (deserebrasi)
1 tidak ada respon
Nilai juga kekuatan otot motorik bandingkan kedua sisinya dengan cara menggenggam kedua
tangan pasien.
5). EXPOSURE (lihat jejas/cidera ancaman yg lain)
Gunting pakaian dan lihat apakah ada jejas atau tidak cegah hipotermi dengan memberikan
selimut, kemudian lakukan log roll dan pasang Long spine board.
INGAT SETIAP SELESAI MELAKUKAN TINDAKAN EVALUASI ULANG!! REEVALUASI ABCDE
Tambahan pada Primary survey :
6). Folley chateter
Lihat ada kontra indikasi, tidak dipasang pada ruptur uretra
pada laki-laki ada di OUE (orivisium ureter external), scrotum hematom, Rectal tuse prostat
melayang.
pada wanita keluar darah, hematum perinium.
Bila tidak ada kontra indikasi pasang, urine pertama dibuang, kemudian tampung, periksa
pengeluaran/jam normal 0,5cc/kgBB/jam untuk dewasa, 1cc/kgBB/jam untuk anak dan
2cc/kgBB/jam untuk bayi.
7). Gatric Tube
Bila lewat hidung perhatikan konta indikasi fraktur tulang basis caranii
8). Heart Monitor, Pulse oximetry, pemeriksaan Radiologi
Kemudian Re evaluasi ABCDE
@ SECONDARY SURVEY

Anamnesa

Head to toe

TTV

Siapkan untuk :

RS rujukan, jangan lupa hubungi Rs yg dituju

OK

ICU

Heacting

III. PRIMARY SURVEY

Primary survey adalah penilaian awal terhadap pasien, bertujuan untuk mengidentifikasi secara
cepat dan sistematis dan mengambil tindakan terhadap setiap permasalahan yang mengancam
jiwa(European Resusitasion, 2005)
Primary survey harus dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 2-5 menit. Penanganan yang
simultan terhadap trauma dapat terjadi bila terdapat lebih dari satu keadaan yang mengancam
jiwa(Wilkinson, 2000).
Hal tersebut mencakup:
Airway
Nilai jalan napas. Dapatkah pasien berbicara dan bernapas dengan bebas? Bila ada sumbatan,
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
- Chin lift/jaw thrust (lidah melekat pada rahang)
- Suction (bila tersedia)
- Guedel airway/nasopharyngeal airway
- Intubasi. Pertahankan posisi leher dalam keadaan immobile pada posisi netral.
Breathing
Breathing dinilai sebagai bebasnya airway dan adekuatnya pernapasan diperiksa kembali. Bila
tidak adekuat, langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Dekompresi dan drainase dari tension pneumothorax/haemotrhorax
- Penutupan trauma dada terbuka
- Ventilasi artificial
- Berikan oksigen bila tersedia
Circulation
Nilai sirkulasi, sebagai supplai oksigen dan bebasnya airway, dan adekuatnya pernapasan
diperiksa kembali. Bila tidak adekuat, langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Hentikan perdarahan eksternal
- Pasang 2 IV line berkaliber besar (14 atau 16 G) bila memungkinkan
- Berikan cairan bila tersedia
Disability
Penilaian neurologis cepat (apakah pasien sadar, member respon suara terhadap rangsang
nyeri, atau pasien tidak sadar). Tidak ada waktu untuk melakukan pemeriksaan Glasgow Coma
Scale, maka sistem AVPU pada keadaan ini lebih jelas dan cepat:

- Awake (A)
- Verbal response (V)
- Painful response (P)
- Unresponsive (U)
Exposure
Tanggalkan pakaian pasien dan cari apakah ada luka. Bila pasien disangkakan mengalami
trauma leher maupun spinal, immobilisasi dalam suatu garis lurus sangat penting(Wilkinson,
2000)

Manajemen Airway
Prioritas utama adalah membuat atau memelihara airway yang bebas.
- Berbicara pada pasien
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas pasti memiliki airway yang bebas. Pasien
yang tidak sadar mungkin saja membutuhkan bantuan airway dan ventilasi. Vertebra cervical
harus dilindungi selama dilakukannya intubasi endotracheal bila diduga adanya trauma kepala,
leher atau dada. Penyumbatan airway paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada pasienpasien yang tidak sadarkan diri(Wilkinson, 2000).
check response shout for help

Open airway check breathing


A. Penilaian
Setelah menilai kesadaran, maka penolong harus dengan segera dapat menilai fungsi jalan
napas. Pada korban yang sadar dan dapat bersuara, jalan napas biasas dikatakan bebas atau
tidak ada gangguan. Pada korban yang tidak mengeluarkan suara atau tidak sadar, maka
penilaian jalan napas dapat dilakukan dengan :
- Look (lihat)
Melihat langsung ke rongga mulut ada atau tidaknyanya sumbatan pada jalan napas.
- Listen (dengar)
Mendengarkan suara napas korban. Adanya snoring atau gurgling.
- Feel (rasakan)
Merasakan dengan pipi atau punggung tangan adanya hembusan napas dari korban.

B. Sumbatan jalan napas


Sumbatan jalan napas merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan gangguan
breathing dan circulation. Lagipula perbaikan breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak ada
airway yang paten. Obstruksi jalan napas total atau parsial.
1. Obstruksi Total

Pada obstruksi total mungkin ditemukan penderita masih sadar atau dalam keadaan tidak sadar.
Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang lalu
tersangkut dan menyumbat dipangkal laring (tersedak). Bila obstruksi total timbul perlahan maka
akan berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi total.
Bila penderita masih sadar
Penderita akan memegang leher dalam keadaan sangat gelisah. Sianosis mungkin ditemukan
dan mungkin ada kesan masih bernapas (walaupun tidak ada ventilasi)
Bila penderita ditemukan tidak sadar
Tidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja. Pada saat melakukan pernapasan
buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan) terhadapa ventilasi. Dalam keadaan ini harus
ditentkan dengan cepat adanya obstruksi total dengan sapuan jari ke dalam faring sampai di
belakang epiglottis.

2. Obstruksi Parsial
Obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya penderitanya masih bisa bernapas
sehngga timbul berbagai macam suara, tergantung penyebabnya :
Cairan (darah, secret, aspirasi lambung)
Timbul suara gurgling, suara bernapas bercampu suara cairan. Dalam keadaan ini harus
dilakukan pengisapan.
Lidah yang terjatuh kebelakang
Keadaan ini bisa terjadi karena tidak sadar atau patahnya rahang bilateral. Timbul suara
mengorok (Snoring) yang harus diatasi dengan perbaikan Airway, secara manual atau dengan
alat.
Penyempitan di laring atau trakea
Dapat disebabkan udema karena berbagai hal ( luka bakar, radang, dsb) atapun desakan
neoplasma. Timbul suara crowing atau stridor respiratori. Keadaan ini hanya dapat diatasi
dengan perbaikan airway distal dari sumbatan, misalnya dengan Trakeostomi.

C. Kontrol Servikal
Berbagai usaha dapat dilakukan dalam membebaskan jalan napas sesuai dengan jenis
sumbatanya. Tapi perlu diingat bahwa sebelum melakukan berbagai tindakan pada jalan napas,
terlebih dahulu dilakukan adalah C-spine control. Kemungkinan adanya cedera leher- ditandai
dengan jejas atau tanda trauma di daerah atas os clavicula termasuk di kepala- harus
diwaspadai. Pada korban trauma yang tidak sadar adan atau tidak diketahui mekanisme
terjadinya trauma dengan pasti, meskipun tidak ditemukan adanya tanda cedera leher, patut
dicurigai mengalami cedera leher. Tindakan yang menyebabkan bergeraknya servikal pada
cedera leher dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung seketika.
Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colar neck atau dengan bantuan benda keras
lainnya yang dapat menahan kepala dan leher untuk tidak bergerak. Dapat pula menghgunakan
kedua tangan atau paha penolong ( jika penolong lebih dari 1 orang) sambil melakukan control
pada jalan napas korban.

D. Pengelolaan jalan napas


Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan membebaskan jalan napas
akibat lidah jatuh kebelakang adalah sebagai berikut :
- Head Tilt (ektensi kepala)

Dengan menekan kepala (dahi) ke bawah maka jalan napas akan berada dalam posisi yang lurus
dan terbuka. Tindakan ini tidak dianjurkan lagi karena besarnya pergerakan yang ditimbulkan
pada servikal.
- Chin Lift (angkat dagu)
Mengangkat dagu menggunakan jari dengan maksud lidah yang menyumbat jalan napas dapat
terangkat sehingga jalan napas terbuka. Jika dilakukan dengan bener cara ini tidaka akan banyak
menimbulkan gerakan pada servikal.
- Jaw Thrust (mendorong rahang)
Mendorong mandibulan (rahang) korban kea rah depan dengan maksud ynag sama dengan chin
lift. Mandibula diangkat ke atas oleh jari tengah di sudut rahang (angulus mandibula), dorongan di
dagu dilakukan dengan menggunakan ibu jari, dan jari telunjuk sebagai penyeimbang di ramus
mandibula.
- Orofaringeal Airway ( Guedel)
Alat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari sumbatan. Oropharygeal
Airway dimasukkan ke dalam mulut dan diletakkan di belakang lidah.

Jaw thrust. 2005 European Resuscitation Council.

Insertion of oropharyngeal airway. 2005 European Resuscitation Council

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan membebaskan jalan napas pada
sumbatan yang disebabkan oleh cairan adalah sebagai berikut :
- Finger Sweep
Teknik sapuan jari biasanya dilakukan pada penderita yang tidak sadar. Pada tindakan ini,
penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda padat atau cairan yang mengganggu
jalan napas. Telebih dahulu mulut koban dibuka dengan menggunakan maneuver chin lift atau
jaw thrust, atau dapat pula menggunakan finger cross-menyilangkan telunjuk dan ibu jari untuk
membuka mulut korban untuk mengeluarkan cairan, dapat dibantu dengan menggunakan bahan
yang mudah menyerap cairan. Jangan memasukkan jari terlampau dalam karena bisa
menimbulkan rangsangan muntah.

- Suction
Dapat dilakukan dengan kateter suction atau alat suction khusus seperti yang dipakai di kamar
operasi. Untuk cairan (darah, secret, dsb) dapat dipakai soft tip tetapi unutk materi yang kental
sebaiknya memakai tipe yang rigid. Di lapangan, dapat dibuat suction sederhana menggunakan
spuit 10cc atau lebih besar dan selang kecil.
- Recovery Position

Posisi ini dapat digunakan untuk membuang cairan dari rongga mulut atau jalan napas. Jika
cairan sulit keluar maka dapat dibantu dengan finger sweap. Tindakan ini tidak dapat dilakukana
pada korban dengan tanda adanya cedera pada leher, tulang belakang, atau cedera lain yang
dapat bertambah parah akibat posisi ini.

Usaha-usaha unutk membebaskan jalan napas dari obstruksi total akibat banda asing dapat
dilakukan dengan :
- Back Blow-Back Slap
Tepukan pada punggung di antara kedua scapula, dengan maksud memberikan tekanan yang
besar pada rongga dada, dapat dilaukukan pada semua usia korban.
Pada korban yang masih sadar, tepukan punggung dapat dilakukan dalam keadaan berdiri.
Penolong menompang tubuh korban di bagian dada mengunakan tangan terkuat, tubuh korban
sedikit dibungkukkan untuk memudahkan benda asing keluar melalui mulut. Pada korban tidak
sadar, tepukan pada korban dapat dilakukan pada posisi korban miring stabil, dengan syarat
tidak adanya cedera leher dan tulang belakang.

- Abdominal Thrust
Tekanan pada perut di gunakan untuk memberikan untuk memberikan tekanan pada rongga
dada. Tekanan dilakukan di daerah epigastrium (daerah antara pusat dan xipoideus). Pada
korban sadar dapat dilakukan sambil berdiri. Penolong seperti memeluk korban dari belakang
dan melakukan tekanan dengan kedua tangan kearah belakang atas. Pada korban tidak sadar,
tekanan pada perut dapat dilakukan dengan menaiki tubuh korban. Tekanan diberikan dengan
sudut 45 derajat ke arah belakang atas. Pertolongan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada
korban anak-anak dibawah usia 8 tahun, bayi, wanita hamil, dan orang gemuk.

- Chest Thrust
Tekanan pada dada dilakukan dengan memberikan tekanan di daerah 2/3 strenum. Pada orang
dewasa tekanan diberikan dengan bantuan berat badan penolong-sama dengan pijatan jantung
luar. Sedangkan pada bayi, tekanan cukup dilakukan dengan dua jari.

Semua usaha pembebasan jalan napas pada penderita tersedak dilakukan sebanyak 5 kali,
setelah itu lakukan evaluasi terhadap jalan napas, jikatidak ada pebaikan, maka usaha tersebut
dapat diulangi.

Krikotiroidotomi
Tindakan pembebasan jalan napas harus senantiasa dievaluasi. Dan dilakukan dengan cepat.
Jika semua tindakan tersebut tidak berhasil, maka dapat tindakan yang dilakukan dalah membuat
jalan napas pintas pada leher. Dengan jalan membuat jalur ventilasi baru di daerah tenggorokan,
diantaratulang krikoid dan tirod. Tindakan ini dikenal dengan Krikotiroidotomi.

Jika usaha-usaha penanganan jalan napas telah dilakukan dan jalan napas dinyatakan bebas,
kembali lakukan penilaian (re-evaluasi), jika ditemukan hembusan napas maka pertahankan jalan
napas. Jika tidak ada hembusan napas maka segera periksa pernapasan (breathing)
(Hasanuddin).

- Pertimbangkan manajemen airway lanjutan


Indikasi dilakukannya teknik-teknik manajemen airway lanjutan untuk menjaga jalan napas
adalah:
o Obsruksi jalan napas yang menetap
o Trauma tusuk pada leher dengan hematom (yang meluas)
o Apneu
o Hipoksia
o Trauma kepala berat
o Trauma dada berat
o Trauma maxillofacial(Wilkinson, 2000)
Obstruksi airway membutuhkan tindakan yang URGEN

Tabel 1- Indikasi Airway Definitif

Kebutuhan untuk perlindungan airway Kebutuhan untuk ventilasi


Tidak sadar Apnea
Paralisis neuromuskuler
Tidak sadar
Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat
Takipnea
Hipoksia
Hiperkarbia
Sianosis
Bahaya aspirasi
Perdarahan
Muntah muntah Cedera kepala tertutup berat yang
membutuhkan hiperventilasi singkat,
bila terjadi penurunan keadaan neurologis
Bahaya sumbatan
Hematoma leher
Cedera laring, trakea
Stridor
(American College, 1997)

Gambar 2
Algoritme Airway

Keperluan Segera Airway Definitif

Kecurigaan cedera servikal

Oksigenasi/Ventilasi

Apneic Bernafas
Intubasi orotrakeal Intubasi Nasotrakeal
dengan imobilisasi atau orotrakeal
servikal segaris dengan imobilisasi
servikal segaris*
Cedera
maksilofasial berat

Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi

Tambahan farmakologik

Intubasi orotrakeal

Tidak dapat intubasi

Airway Surgical

* Kerjakan sesuai pertimbangan klinis dan tingkat ketrampilan/pengalaman

(American College, 1997)

Manajemen Breathing (Ventilasi)

Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi


Jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi baik
dari paru. Dinding thorak, dan diafragma. Pekaian yang menutupi dada korban harus dibuka
untuk melihat pernapasan korban.

1. Penilaian
1.1 Pernapasan normal.
Kecepatan bernapas manusia adalah :
Dewasa: 16-24 x/i
Anak-anak: 15-45 x/i
Bayi: 30-50 x/i
Pada orang dewasa abnormal bila pernapasan >30 x/menit atau <10 x/menit. Pernapasan
umumnya torako-abdominal sedangkan pada anak-anak pernapasan abdominal lebih dominan.
Bila selalu harus dipikirkan kemungkinan cedera tulang belakang.

1.2 Sesak napas


Sesak napas dapat terlihat atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka mungkin akan ditemukan :
Penderita mengeluh sesak
Bernapas cepat
Pernapasan Cuping Hidung
Pemakaian otot pernapasan tambahan :
- Retraksi Suprastrenal
- Retraksi Intercostal
- Retraksi Sternum
- Retraksi Infrasternal
Mungkin ditemukan sianosis(Hasanuddin)

Pemeriksaan Fisik :

Inspeksi (Look/Lihat) terhadap frekuensi pernapasan adalah penting. Apakah terdapat salah satu
dari hal-hal berikut ini:
a. Sianosis
b. Trauma tusuk
c. Ada tidaknya gerakan dinding dada
d. Luka pada dada
e. Apakah ada penggunaan otot-otot pernapasan tambahan

Palpasi (Feel/Raba)
a. Pergeseran trakea
b. Fraktur costae
c. Emfisema subcutan
d. pneumothorak

Auskultasi (Listen/Dengar)
a. Pneumothorak (suara nafas menurun pada daerah trauma)
b. Deteksi suara-suara abnormal pada dada
2. Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
Tanda-tanda pernafasan yang memadai (adekuat)
Dada dan perut bergerak naik turun seirama dengan pernafasan
Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut/hidung
Penderita tampak nyaman
Frekuensi cukup(Wilkinson, 2000)
Tanda-tanda pernafasan tidak adekuat
Gerakan dada kurang baik
Ada suara nafas tambahan
Sianosis
Frekuensi kurang atau lebih
Perubahan status mental (gelisah)
Tanda-tanda tidak adanya pernafasan
Tidak ada gerakan dada atau perut
Tidak terdengar aliran udara mulut atau hidung
Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung(Stewart, 2005)

Manajemen sirkulasi

Setelah melakukan penangan pada system pernapasan, system sirkulasi dapat segera dinilai
dengan cara :
- Memeriksa denyut nadi ( radialis atau carotis )
Pada orang dewasa dan anak-anak, denyut nadi diraba padaarteri radialis dan arteri caritis
(medial dari M. Sternocleidomastoideus). Sedangkan pada bayi, meraba denyut nadi adalah
pada A.Brachialis, yakni pada sisi medial lengan atas. Frekuensi denyut jantung pada orang
dewasa adalah 60-100 kali/menit. Bila kurang dari 50 kali/menit disebut bradikardi dan lebih dari
100 kali/menit disebut takikardi. Bradikardi normal sering ditemukan pada atlit yang terlatih. Pada
bayi frekuensi denyut jantung adalah 85-200 kali/menit sedangkan pada anak-anak adalah 60140 kali/menit. Pada syok bila ditemukan bradikardi merupakan tanda diagnostic yang buruk.
- Menilai warna kulit
- Meraba suhu akral dan kapilari refill
- Periksa perdarahan

Selain itu, kesadaran yang menurun dapat digunakan sebagai penilaian terhadap adanya
masalah pada system sirkulasi, karena kurangnya perfusi oksigen ke otak dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kesadaran.
Pemeriksaan sirkulasi dapat dilakukan bersamaan dengan penilaian jalan napas dan system
pernapasan. Pada saat melakukan penilaian jalan napas, nadi radialis maupun nadi carotis dapat
pula teraba.
Jika ditemukan perdarahan terbuka segera tutup dengan bebat tekan. Cegah bertambahnya
jumlah darah yang keluar. Waspada terhadap terjadinya shock. Penangana luka secara baik
dilakukan setelah korban stabil.
Jika ditemukan henti jantung, penderita mungkin masih akan berusaha menarik napas satu atau
dua kali, setelah itu akan berhenti napas. Penderita akan ditemukan dalam keadaan tidak sadar.
Pada perabaan nadi tidak ditemukan arteri yang tidak berdenyut, maka harus dilakukan masase
jantung luar yang merupakan bagian resusitasi jantung paru (RJP, CPR)(Hasanuddin, 2005)

Circulation dengan kontrol perdarahan


1.Penilaian
Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
Mengetahui sumber perdarahan internal

Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya


pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.
Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
Periksa tekanan darah
2.Pengelolaan
Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli
bedah.

Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match
serta Analisis Gas Darah (BGA).

Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.


Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang
mengancam nyawa.
Cegah hipotermia (Wilkinson, 2000)
3.Evaluasi
Pengertian Resusitasi Jantung Paru
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakangawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan
pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.
Indikasi melakukan RJP :
Henti napas (apnue)
Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan baik di sentral
maupun perifer. Berkurangnya oksigen didalam tubuh akan menberikan suatu keadaan yang
disebut hipoksia. Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Bsils
perlangsunagnnya lama akan memberikan kelelahan pada oto-otot napas akan mengakibatkan
terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2, kemudian mempengaruhi SSp
dengan menekan Pusat napas. Keadaan ini dikenal sebagai henti napas.

Henti jantung (Cardiac arrest)


Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi9 agar darah dapat dipompa keluar
darijantung ke seluruh tubh. Dengan berhentinya napas, maka oksigen akan tidak ada sama
sekali didalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya henti jantung
(Cardiac arrest).

Langkah-langkah yang harus diambil sebelum memulai resusitasi jantung paru (RJP)
a. Penentuan tingkat kesadaran ( Respon Korban)
Dilakukan dengan menggoyangkan korban dan mengajak berbicara . Bila korban
menjawab,maka airway dalam keadaaan baik. Dan bila tidak ada respon, maka segera ambil
tindakan
b. Memanggil bantuan (call for help)
Memanggil ambulans sesegera mungkin dengan meminta bantuan kepada orang-orang di sekitar
anda. Jika dua penolong, satu penolong melakukan resusitasi , yang lain mencari bantuan. Jika
satu penolong, lakukan resusitasi minimal 1 menit sebelum mencari bantuan

c. Posisikan Korban
Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, longboard). Bila dalam
keadaaan telungkup, korban dibalikan. Bila dalam keadaan trauma, pembalikan dilakukan
dengan log roll
d. Posisi Penolong
Korban di lantai, penolong berlutut setinggi bahu , di sisi kanan bahu korban.
e. Pemeriksaan pernafasan
Yang pertama harus selalu dipastikan adalah airway dalam keadaan baik
- Tidak terlihat gerakan otot nafas
- Tidak ada aliran udara via hidung

- Tidak dirasakan hembusan nafas dari mulut dan hidung


Dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lihat, dengar, rasa
Bila korban bernafas, korban tidak memerlukan RJP
f. Pemeriksaan Sirkulasi
Pada orang dewasa yang tidak ada denyut nadi carotis
Pada bayi dan anak kecil yang tidak ada denyut nadi brachialis
Tidak ada tanda-tanda sirkulasi
Bila ada pulsasi dan korban bernafas, nafas buatan dapat dihentikan. Tetapi bila ada pulsasi dan
korban tidak bernafas, nafas buatan diteruskan.dan bila tidak ada pulsasi, lakukan RJP.

Henti napas
Pernapasan buatan diberikan dengan cara :
a. Mouth to mouth Ventilation
Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi (terutama hepatitis, HIV) karena itu
harus memakai barier device (alat perantara). Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen
hanya 18%.
b. Mouth to nose Ventilation
Penolong mengalirkan udara melalui hidung korban, sedangkan mulut korban yang ditutup oleh
tangan penolong.
c. Mouth to stoma Ventilation
Dapat dilakukan dengan membuat krikotiroidektomi yang kemudian dihembuskan udara melalui
jalan yang telah dibuat melalui prosedur krikotoroidektomi tadi
d. Mouth to Mask Ventilation
Udara ditiupkan kedalam mulut penderita dengan bantuan face mask.
e. Bag valve mask Ventilation (Ambu Bag)
Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup. Untuk mendapatkan
penutup masker yang baik, maka sebaiknya masker dipegang satu petugas sedangkan petugas
yang lain memompa.
f. Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP)
Pada ambulans dikenal sebagai OXY-viva. Alat ini secara otomatis akan memberikan oksigen
sesuai ukuran aliran yang diinginkan.

Henti jantung
RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang penolong.

Lokasi titk tumpu kompresi :


1/3 distal sternum atau 2 jari prosikmal Procesus Xyphoideus
Jari tengah tangan kanan diletkkan di proc. Xiphoideus, sedangkan jari telunjuk mengikuti
Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut
Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat di titik pijat jantung
Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada korban.

30 chest compressions

30 2

Teknik Resusitasi Jantung Paru (kompresi)


Kedua lengan lurusdan tegak lurus pada sternum
Tekan ke bawah sedalam 4-5 cm
Tekanan tidak terlalu kuat
Tidak menyentak
Tidak berubah tempat
Kompresi ritmik 100x/menit (2 pijatan/detik)
Fase pijitan dan relaksasi sama (1 : 1)
Rasio pijat dan napas 30 : 2 ( 30 kali kompresi : 2 kali hembusan napas)
Setelah 4 kali siklus pijatan napas, evaluasi sirkulasi.

Resusitasi jantung paru pada bayi (<1 tahun)


2-3 jari atau kedua ibu jari
Titik kompresi pada 1 jari dibawah garis yang menghubungkan kedua papilla mamae tegak
lurus sternum
Kompresi sedalam 1,5-2,5 cm
Kompresi ritmik 5 pijatan/3 detik atau kurang lebih 100x/menit
Rasio pijat napas 5 : 1
Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi

Resusitasi jantung paru pada anak-anak (1-8 tahun)


Satu telapak tangan
Titik kompresi pada satu jari di atas proc. xypoideus
(Hasanuddin, 2003)
Pijat jantung dan napas buatan dihentikan jika :
Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
Bantuan sudah datang
Teraba denyut karotis( European Resusitasion, 2005)

Disability
Menjelang akhir primary survey, dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat.
Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran , serta ukuran dan reaksi pupil. Suatu cara sederhana
untuk menilai tingkat kesadaran adalah metode AVPU.
A: Alert (sadar)
V: Verbal/Vokal. Respons terhadap rangsangan vokal
P: Pain. Respons terhadap rangsangan nyeri
U: Unresponsive. Tidak bada respons.

Glasgow Coma Scale (GCS) adalah sistem scoring yang sederhana dan dapat meramal
kesudahan (outcome) penderita. GCS ini dapat dilakukan sebagai pengganti AVPU. Bila belum
dilakukan pada survei primer, harus dilakukan pada secondary survey pada saat pemeriksaan
neurologis
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan/atau penurunan perfusi otak,
ataupun disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya
reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.
Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Walaupun demikian,
bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia ataupun hipovolemia sebagai sebab penurunan
kesadaran, maka trauma kapitis dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran, dan bukan
alkoholisme, sampai terbukti sebaliknya.

Permasalahan:
Walapun sudah dilakukan segala usaha pada penderita dengan trauma kapitis, penurunan
keadaan pada penderita dapat terjadi, dan kadang terjadi dengan cepat. Lucid intervaL pada
perdarahan epidural adalah contoh penderita yang sebelumnya masih dapat berbicara tapi
sesaat kemudian meninggal. Diperlukan evaluasi ulang yang sering untuk dapat mengenal
adanya perubahan neurologis. Mungkin perlu kembali ke primary survey untuk memperbaiki
airway, oksigenasi dan ventilasi, serta perfusi. Bila diperlukan konsul sito ke ahli bedah saraf
dapat dilakukan pada primary survey.

Exposure/Environment
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan cara menggunting, guna
memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka, penting agar penderita tidak
kedinginan. Harus dipakaikan selimut hangat, ruangan yang cukup hangat, dan diberikan cairan
intra vena yang sudah dihangatkan. Yang penting adalah suhu tubuh penderita, bukan rasa
nyaman petugas kesehatan.
Permasalahan:
Penderita trauma mungkin datang ke ruang operasi sudah dalam keadaan hipotermia, dan
kemungkinan diperberat dengan resusitasi cairan dan darah. Masalah seperti ini sebaiknya
diatasi dengan control perdarahan yang dilakukan secara dini. Ini mungkin hanya dapat dicapai
dengan tindakan operatif atau pemasangan fiksasi eksternal pada fraktur pelvis. Usaha menjaga
suhu tubuh penderita harus ilakukan dengan sungguh-sungguh(American College, 1997)

Anda mungkin juga menyukai