Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BUNGA BANK

DI SUSUN
OLEH KELOMPOK : II
AINUN NADIA 195150103
ANJELITA NANDA AGUSTINA 195150119
MOH.AKBAR 195150106
MOCHAMMAD IQRA 195150117

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALU
2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Maksud dan Tujuan........................................................................................1
BAB II: PEMBAHASAN
A. Pengertian Bunga Bank..................................................................................4
B. Unsur-unsur yang terhindar dari riba……………………………………….4
C. Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Bukan Riba…………………….6
D. Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Adalah Riba……………………7
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada mulanya riba merupakan suatu tradisi bangsa Arab pada jual beli maupun
pinjaman dimana pembeli atau penjual, yang meminjam atau yang memeberi pinjaman
suatu barang atau jasa dipungut atau memungut nilai yang jauh lebih dari semula, yakni
tambahan (persenan) yang dirasakan memberatkan.
Namun setelah Islam datang, maka tradisi atau praktek seperti ini tidak lagi
diperbolehkan, dimana oleh Allah SWT menegaskan dengan mengharamkannya dalam Al-
Qur’an (baca ; ayat dan hadist yang melarang riba), bahkan oleh Allah dan RasulNya akan
memusuhi dan memeranginya apabila tetap melanggarnya, yang demikian itu dimaksudkan
untuk kemaslahatan dan juga kebaikan umat manusia
Sistem bunga yang diterapkan dalam perbankan konvensional telah mengganggu
hati nurani umat Islam di dunia tanpa kecuali umat Islam di Indonesia. Bunga uang
dalam fiqih dikategorikan sebagai riba yang demikian merupakan sesuatu yang dilarang
oleh syariah ( haram  ). Alasan mendasar inilah yang melatarbelakangi lahirnya lembaga
keuangan bebas bunga, salah satunya adalah Bank Syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian  bunga bank?
2. Apa perbedaan bunga bank dengan riba?
3. Bagaimana Al-Qur’an dan Hadits memandang riba?

C. Maksud dan Tujuan


1. Untuk mengetahui Pengertian riba dan perbedaannya dengan bunga bank
2. Dapat mengetahuiJenis atau macam-macam bunga bank
3. Mampu memahami Ayat dan Hadist yang melarang riba
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bunga Bank


Bunga bank sendiri dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang oleh bank yang
memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan kepada
pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah bunga (tambahan) tetap sebesar
beberapa persen, seperti lima atau sepuluh persen.
Dengan kata lain bunga bank adalah sebuah system yang diterapkan oleh bank-
bank konvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan yangmana fungsi utamanya
menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada yang memerlukan dana (pendanaan),
baik perorangan maupun badan usaha, yang berguna untuk investasi produktif dan lain-lain.
Bunga bank ini termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran
Islam. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba adalah untuk pinjaman yang
bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank) adalah untuk pinjaman yang bersifat
produktif. Namun demikian, pada hakikatnya baik riba, bunga/rente atau semacamnya sama
saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi peminjam.
Maka dari itu solusinya adalah dengan mendirikan bank Islam. Yaitu sebuah
lembaga keuangan yang dalam menjalankan operasionalnya menurut atau berdasarkan
syari’at dan hukum Islam. Sudah barang tentu bank Islam tidak memakai system bunga,
sebagaimana yang digunakan bank konvensional. Sebab system atau cara seperti itu
dilarang oleh Islam.
Sebagai pengganti system bunga tersebut, maka bank Islam menggunakan berbagai
macam cara yang tentunya bersih dan terhindar dari hal-hal yang mengandung unsur riba.
Diantaranya adalah sebagai berikut:

B.  Unsur-unsur yang terhindar dari riba


1        Wadiah (titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito). Bisa diterapkan oleh
bank Islam dalam operasionalnya menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara
menerima deposito berupa uang, barang dan surat-surat berharga sebagai amanah yang
wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang
didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya tetapi bank harus menjamin bisa
mengembalikan dana itu kepada waktu pemiliknya membutuhkan
2        Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar
perjanjian profit and loss sharing).dengan cara ini, bank Islam dapat memberikan tambahan
modal kepada pengusaha untuk perusahaannya baik besar maupun kecil dengan perjanjian
bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sama sesuai dengan perjanjian, misalnya fifty-
fifty. Dalam mudharabah ini, bank tidak mencapuri manajeman perusahaan.
3        Musyarakah/ syirkah (persekutuhan). Di bawah kerja sama cara ini, pihak bank dan pihak
perngusaha mempunyai peranan (saham) pada usaha patungan (joint venture.) karena itu,
kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dan menanggung untung
ruginya bersama atas dasar perjanjian tersebut.
4        Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga
pembelian yang pertama secara jujur). Dengan cara ini, orang pada hakikatnya ingin
merubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli
(lending activity menjadi sale and purchase transaction). Dengan system ini, bank bias
membelikan/menyediakan barang-barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi,
dan bank minta tambahan harga (cost plus) atas harga pembelinya. Syarat bisnis
dengan murabahah ini ialah si pemilik barang dalam hal ini bank harus memberi informasi
yang sebenarnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya
(profit margin) daripada cost plus-nya itu.
5        Qargh Hasan (pinjaman yang baik atau bernevolent loan). Bank Islam dapat memberikan
pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah
yang punya deposito di bank Islam itu sebagai salah satu service dan penghargaan bank
kepada para deposan, karena deposan tidak menerima bunga atas depositonya dari bank
Islam.
6        Bank Islam juga dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk investasi
langsung dalam berbagai bidang usaha yang profitable. Dalam hal ini, bank sendiri yang
melakukan manajemennya secara langsung, berbeda dengan investasi patungan, maka
manajemennya dilakukan oleh bank bersama partner usahanya dengan perjanjian profit and
loss sharing.
7        Bank Islam boleh pula mengelola zakat di Negara yang pemerintahnya tidak mengelola
zakat secara langsung. Dan bank juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul
untuk proyek-proyek yang produktif, yang hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
8        Bank Islam juga boleh memungut dan menerima pembayaran untuk :
1.      Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan
pekerjaan untuk kepetingan nasabah, misalnya biaya telegram, telpon, telex dalam
memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah dan sebagainya.
2.      Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan
nasabah, dan untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank, dan biaya administrasi
pada umumnya.
C. Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Bukan Riba
Segelintir Ulama di negara-negara Timur Tengah dan beberapa orang pakar
ekonomi di negara sekuler, berpendapat bahwa riba tidaklah sama dengan bunga bank.
Seperti Mufti Mesir Dr. Sayid Thantawi, yang berfatwa tentang bolehnya sertifikat obligasi
yang dikeluarkan Bank Nasional Mesir yang secara total masih menggunakan sistem bunga,
dan ahli lain seperti Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir. Doktor Ibrahim dalam buku Sikap
Syariah Islam terhadap Perbankan mengatakan, “Perkataan yang benar bahwa tidak
mungkin ada kekuatan Islam tanpa ditopang dengan kekuatan perekonomian, dan tidak ada
kekuatan perekonomian tanpa ditopang perbankan, sedangkan tidak ada perbankan tanpa
riba. Ia juga mengatakan, “Sistem ekonomi perbankan ini memiliki perbedaan yang jelas
dengan amal-amal ribawi yang dilarang Al-Qur’an yang Mulia. Karena bunga bank adalah
muamalah baru, yang hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti yang terdapat
dalam Al-Qur’an tentang pengharaman riba.”
Di Indonesia, pendapat yang mengemuka adalah pendapat pakar ekonomi yang juga
mantan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, Syafruddin Prawiranegara.
Dalam bukunya Benarkah Bunga Bank Riba (1993) yang diterbitkan penerbit Ramadhan,
Syafruddin berkata, “Jika bunga, walaupun dalam bentuk yang masuk akal atau ringan,
tidak dibolehkan bagi pedagang muslim, maka larangan ini akan menempatkannya pada
suatu posisi yang sangat kaku, janggal, dan tidak menguntungkan apabila dihadapkan
kepada lawannya dari Barat dan Timur Tengah. Hal ini akan memaksa dia untuk mengikuti
cara-cara yang dibuat-buat dalam melakukan transaksi atau memberikan nama lainnya
kepada bunga seperti ongkos administrasi, hanya untuk menghindari kata riba.”
Pada halaman 43 Syafruddin berkata “…riba adalah semua bentuk keuntungan yang
berlebih-lebihan yang didapat lewat pekerjaan yang salah. Bunga yang bersifat komersial
dan normal diizinkan dalam Islam.” Selanjutnya pada halaman 36, ia berkata, “Mengenai
Al-Qur’an dan Sunnah, saya tidak mendapati satu ayat pun dari Al-Qur’an atau hadits Nabi
Muhammad yang dapat menyalahkan tafsir saya tentang riba.
Mohamad Hatta berpendapat, bunga bank untuk kepentingan produktif bukanlah
riba, tetapi untuk kepentingan konsumtif riba. Mr. Kasman Singodimedjo berpendapat,
sistem perbankan modern diperbolehkan karena tidak mengandung unsur eksploitasi yang
dzalim, oleh karenanya tidak perlu didirikan bank tanpa bunga. A.Hasan Bangil, tokoh
Persatuan Islam (PERSIS), secara tegas menyatakan bunga bank itu halal karena tidak ada
unsur lipat gandanya. Prof.Dr.Nurcholish Madjid berpendapat bahwa riba di mengandung
unsur eksploitasi satu pihak kepada pihak lain, sementara dalam perbankan (konvensional)
tidaklah seperti itu. Dr.Alwi Shihab dalam wawancaranya dengan Metro TV sekitar tahun
2004 lalu, juga berpendapat bunga bank bukanlah riba.
D. Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Adalah Riba
Umer Chapra mengutip Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisan al-Arab, mengatakan
bahwa pengertian riba secara harfiah berarti peningkatan, pertambahan, perluasan, atau
pertumbuhan. Tetapi tidak semua peningkatan atau pertumbuhan terlarang dalam Islam.
Keuntungan juga menyebabkan peningkatan atas jumlah pokok, tetapi hal ini tidaklah
dilarang.[15] Maka apa yang sebenarnya diharamkan?
Pribadi yang sangat tepat untuk menjawab pertanyaan itu adalah Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau melarang mengambil hadiah, jasa, atau pertolongan
sekecil apapun sebagai syarat atas suatu pinjaman. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari,
Rasulullah bersabda, “Jika seseorang memberikan pinjaman kepada seseorang lainnya, dia
tidak boleh menerima hadiah.” Dalam hadits riwayat Imam Baihaqi, Rasulullah bersabda,
“Ketika seseorang memberikan pinjaman kepada orang lain dan peminjam memberikannya
makanan atau tumpangan hewan, dia tidak boleh menerimanya kecuali keduanya terbiasa
saling memberikan pertolongan.” Jawaban Rasulullah ini menyamakan riba dengan apa
yang lazim dipahami sebagai bunga (bunga bank).[16]
Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama’ sepakat bahwa bunga bank adalah riba,
oleh karena itulah hukumnya haram. Pertemuan 150 Ulama’ terkemuka dalam konferensi
Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati
secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan
praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank.[17] Berbagai forum ulama
internasional yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank, yaitu:
1. Majma’al Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di Jeddah pada
tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
2. Majma’ Fiqh Rabithah al’Alam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan
di Makkah, 12-19 Rajab 1406 H;
3. Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
4. Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;
5. Majma’ul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.
Walaupun Indonesia termasuk Negara dengan penduduk mayoritas muslim yang terlambat
mempromosikan gagasan perbankan Islam,[18] namun Majelis Ulama Indonesia (”MUI”)
melalui Keputusan Fatwa Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa’idah)
berpendapat:
1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman
Rasulullah, yaitu Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk
salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya;
2. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank,
Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun
dilakukan oleh individu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Metode istinbat hukum bayani  yang ditempuh oleh jumhur ulama telah


menghasilkan hukum haramnya bunga bank. Namun pada saat yang sama tampak bahwa
mereka telah mengabaikan beberapa kaidah dalam metode tersebut yang jika diterapkan,
justru memberikan hasil istinbat yang sebaliknya. Di antaranya adalah kaidah
kebahasaan (al-qa ’idah allughawiyah) yang berkenaan dengan takhsis al-
‘amm dan mutlaq muqayyad.  Akan tetapi penekanan mereka yang berlebihan pada makna
tersuqat (mafhum) dari Q.S. 2: 279 yang menyatakan bahwa hanya harta pokok yang boleh
dipungut dari debitur, membuat mereka tidak bisa bergeming dari pandangan bahwa bunga
ekuivalen dengan riba. Karakter metode istinbat bayani yang cenderung hanya
memperhatikan makna teks dari uspek kebahasaan dan mengabaikan background sosial
historis ketika suatu ayat diturunkan tentu saja ikut bertanggung jawab dalam membentuk
opini mereka ini.
Secara umum Ulama membagi riba itu menjadi dua macam saja, yaitu
riba nasi’ah’ danriba fadil,  sedangkan riba yad dan Riba qardi termasuk ke dalam
riba nasi’ah danriba fadhl. Barang-barang yang berlaku riba padanya ialah emas,perak, dan
makanan yang mengeyangkan atau yang berguna untuk yang mengenyangkan, misalnya
garam. Jual beli barang tersebut, kalau sama jenisnya seperti emas dan dengan emas, gadum
dengan gadum, diperlukan tiga syarat: (1) tunai, (2) serah terima, dan (3) sama
timbangannya. Kalau jenisnya berlianan, tetapi ‘ilat ribanya satu, seperti emas dengan
perak, boleh tidak sama tibangannya, tetapi mesti tunai dan timbang terima. Kalau jenis
dan ‘ilat ribanya berlainan seperti perak dengan beras, boleh dijial bagaimana saja seperti
barang-barang yang lain; berarti tidak diperlukan suatu syarat dari yang tiga itu.
Riba (termasuk bunga bank) adalah termasuk dosa besar. Baik pemberi, penulis dan
dua saksi riba adalah sama dalam dosa dan maksiat denganpemakan riba. Tidak boleh bagi
seorang Muslim mengokohkan transaksi riba. Dianjurkan (bahkan wajib) bagi kaum
Muslimin untuk mendirikan bank Islam sesuai dengan syari’at agama, dan menghindarkan
dari segala macam bentuk/praktek riba
DAFTAR PUSTAKA

1 Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam, Lahore, The Ahmadiyah Anjuman Isha’at
Islam, 1950, hlm. 721.
2 Abdurrahman Isa Ibnu Qayyim al-Zauji, Al-Muamalat al-Hadits wa Ahkamuha. Mesir:…
3 Al-Suyuti, Al-Jami’ al-Shaghir, vol.1, Cairo, Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh,
1954, hlm. 10
4 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2006, hlm. 290
5 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta, Gunung Agung, 1997, hlm. 103
6 Rasjid, op. cit. , hlm. 291-292
7 Pendapat Abu Zahrah, Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Cairo, juga Abul A’la
al-Maududi (Pakistan), Muhammad Abdullah al-‘Arabi, Penasihat Hukum pada Islamic
Congress Cairo dan lainnya.
8 Mohammad Hatta, Mantan Wakil Presiden RI
9 Zuhdi, op. cit., hlm. 109
10 Zuhdi, op. Cit., hlm. 112
11 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Untung-Piutang, Gadai, Bandung, al-
Ma’arif, 1983, hlm. 22-23

Anda mungkin juga menyukai