Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 telah mengakibatkan
penurunan tajam kegiatan ekonomi serta melemahnya daya beli masyarakat. Sebagian besar
bank di Indonesia harus mengalami negative spread serta menanggung kredit macet dalam
jumlah besar. Akibat penarikan dana dalam jumlah besar, untuk menghindarkan diri dari
likuiditas yang makin buruk, tidak sedikit bank konvensional yang tidak punya pilihan lain
selain menawarkan bunga simpanan tinggi pada tingkat 50 persen hingga 70 persen.
Akibatnya, puluhan bank menjadi sekarat dan banyak usaha gulung tikar karena tidak mampu
membayar kewajibannya.1 Kondisi ini tidak terjadi dengan bank syariah yang menerapkan
sistem bagi hasil dan terbebas dari pengaruh fluktuasi bunga yang terjadi.
Sejak saat itu, jumlah bank syariah berkembang pesat karena sistem bagi hasil yang
ditawarkan dan dalam kenyataannya tak kalah menguntungkan dibandingkan sistem bank
konvensional yang menerapkan bunga. Sehingga tidak mengherankan jika sampai saat
sekarang ini banyak di antara bank-bank konvensional juga membuka unit-unit
atau window syariah-nya melihat prospek yang cukup menjanjikan dari sistem perbankan
alternatif ini.2
Perkembangan sektor perbankan syariah ini sudah selayaknya berjalan berdampingan
dengan sektor riil dan sektor finansial sebagai lahan investasi syariah. Karenanya
pembentukan infrastruktur yang sesuai mulai dari perangkat hukum yang mengaturnya,
kelengkapan instrumen moneter dan pasar keuangan hingga pada pembentukan ketentuanketentuan lain yang terkait dengannya mutlak diperlukan.
Komponen-kompenen dari sistem dan instrumen keuangan yang ada paling tidak
dapat memberikan jaminan kepuasan terhadap masyarakat dalam mekanisme operasionalnya,
sehingga harapan-harapan yang muncul terkait dengan sistem keuangan yang sesuai dengan
nilai syariah dapat diwujudkan dan hal ini dapat menjadi alternatif pilihan bagi investor
muslim untuk menggalakkan dananya dalam berinvestasi.
Pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang besar maupun yang
kecil, pada dasarnya bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan karena lebih
kepada ketidakmampuan bank tersebut untuk memenuhi likuiditasnya.3 Oleh karena itu
dalam rangka pengelolaan dana bank, baik yang berupa kelebihan maupun kekurangan dana,
maka keberadaan Pasar Uang Antar Bank menjadi sangat penting bagi dunia perbankkan
(PUAK bagi perbankkan konvensional dan PUAS bagi perbankkan Syariah) sebagai sarana
memobilisasi pengumpulan dana masyarakat dan untuk memenuhi atau mempertahankan
likuiditasnya. Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas tentang Pasar Uang Antar Bank
Syariah.

Pengertian dan Tujuan


Pasar uang (money market) adalah pasar di mana di dalamnya diperdagangkan suratsurat berharga jangka pendek.4 Artikel-artikel yang diperdagangkan di pasar uang adalah
uang (money) dan uang kuasi (near money). Uang dan uang kuasi tersebut yang dimaksud

tidak lain adalah adalah surat-surat berharga (financial paper) yang mewakili uang dimana
seseorang (atau perusahaan) mempunyai kewajiban kepada orang (atau perusahaan) lain.
Dalam hal pasar uang ini, yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang
dalam jangka waktu tertentu. Jadi di pasar tersebut terjadi transaksi pinjam-meminjam dana,
yang selanjutnya menimbulkan hutang-piutang. Adapun barang yang ditransaksikan dalam
pasar ini adalah secarik kertas berupa surat hutangatau janji untuk membayar sejumlah uang
tertentu pada waktu tertentu pula.5
Surat-surat berharga yang diperdagangkan di dalam pasar uang dapat bervariasi, bisa
surat berharga yang berjangka kurang dari satu tahun sampai dengan surat berharga yang
berjangka lima tahun, akan tetapi pada kenyataanya sebagian besar aktiva keuangan yang
diperdagangkan di pasar uang adalah surat berharga yang berjangka kurang dari satu tahun.
Hal ini dikarenakan surat berharga yang berjangka lebih panjang biasanya lebih banyak
dimiliki oleh investor di pasar modal.
Tujuan pasar uang adalah untuk memberikan alternatif, baik bagi lembaga keuangan
bank maupun bukan bank untuk memperoleh sumber dana atau menanamkan dananya.6

Latar Belakang
Keberadaan pasar uang ini sebenarnya sangat terkait erat dengan permasalahan
likuiditas. Pasar uang pada prinsipnya merupakan sarana alternatif khusunya bagi lembagalembaga keuangan, perusahaan-perusahaan non-keuangan dan peserta-peserta lainnya baik
dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek maupun dalam rangka melakukan
penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya.7 Karenanya keberadaan pasar uang dalam
sistem perekonomian sangat mutlak dibutuhkan, diakibatkan banyaknya lembaga atau
perusahaan serta individu yang mengalami arus kas yang tidak sesuai
antara inflows dan outflows.
Dengan demikian, dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana bank jika
permasalahan ini dihubungkan dengan kondisi likuiditas sebuah perbankan syariah, maka
tentunya dibutuhkan suatu pasar uang antar bank yang berdasarkan prinsip-prinsip ajaran
syariah yang ada. Oleh karenanya piranti PUAS dalam kancah perbankan syariah di
Indonesia ini dapat memenuhi kebutuhan akan pasar uang tersebut.

Pandangan Islam Terhadap Uang


Islam memandang uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau
barang dagangan. Maka motif permintaan terhadap uang adalah untuk memenuhi kebutuhan
transaksi (money demad for transaction), bukan untuk spekulasi atau trading. Islam tidak
mengenal spekulasi (money demand for speculation). Karena pada hakikatnya uang adalah
milik Allah SWT yang diamanahkan kepada manusia untuk dipergunakan sebesar-besarnya
bagi kepentingan masyarakat. Dalam pandangan Islam uang adalah flow concept, karenanya
harus selalu berputar dalam perekonomian, sebab semakin cepat uang itu berputar dalam

perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik
perekonomian.8

Prinsip Syariah Dalam Pasar Uang


Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa tugas utama manejemen bank, adalah
memaksimalkan laba, meminimalkan resiko dan menjamin selalu tersedianya likuiditas yang
cukup, tidak kurang dan tidak lebih.
Dengan adanya fasilitas pasar uang antar bank, maka bank-bank syariah, akan
mendapatkan kemudahan-kemudahan, untuk memanfaatkan dana yang sementara idle
(nganggur), bank dapat melakukan investasi jangka pendek di Pasar Uang, dan begitu
sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek, bank juga dapat
memperolehnya dari Pasar Uang.
Namun, karena surat-surat berharga yang beredar di pasar uang konvensional
merupakan surat-sura berharga yang berbasis bunga, maka bank-bank syariah tidak dapat
memanfaatkan pasar uang yang ada, karena perbankkan syariah tidak diperbolehkan menjadi
bagian dari aktiva maupun pasiva yang berbasis bunga, dan hal ini merupakan kendala bagi
kalangan perbankkan syariah dalam melakukan pengelolaan likuiditas. Oleh karena itu untuk
mendukung kelancaran perbankkan syariah dalam mengelola likuiditasnya, maka perlu
adanya instrumen-instrumen pasar uang yang berbasis syariah, sehingga perbankkan syariah
dapat melakukan fungsinya secara penuh, tidak saja dalam memfasilitasi kegiatan
perdagangan jangka pendek akan tetapi juga berperan dalam mendukung Investasi jangka
panjang.
Adapun landasan atau dalil yang dijadikan dasar atas diperbolehkanya pelaksanaan
pasar uang antar bank dengan prinsip syariah adalah:
1. Adanya firman Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah ayat 275, yang artinya: orangorang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya
2. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf yakni: "Kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram"
3. Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, an-Nasa'i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari abu
Hurairah "Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar"

4. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu
'Abbas dan riwayat Imam Malik dari Yahya "Tidak boleh membahayakan orang lain
dan menolak bahaya dengan bahaya"
5. Adanya kaidah ushul fiqih yang menyatakan bahwa adalah mubah hukumnya segala
sesuatu selama tidak ada ketentuan hukum yang melarangnya. Dari ketentuan ini
dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan pasar uang antar bank yang berlandaskan
prinsip syariah ini adalah boleh hukumnya selama tidak bertentangan dengan prinsip
hukum Islam.9
6. Adanya hadis Nabi yang menyatakan pembolehan melakukan kegiatan investasi
melalui mekanisme mudharabah.10
7. Adanya kaidah ushul yang menyatakan bahwa jika salah seorang dari mereka yang
melakukan kerjasama membeli bagian dalam kemitraan tersebut, hukumnya adalah
boleh karena ia membeli hak milik orang lain. Dengan demikian kaidah ini dapat
dijadikan rujukan untuk diperkenankannya penerbitan sertifikat IMA sebagai salah
satu instrument dalam pasar uang yang berlandaskan prinsip syariah ini.
8. Adanya kaidah ushul yang menyatakan bahwa tindakan seorang pemegang ooritas
harus mengikuti perkembangan maslahat yang berlaku, ataupun kaidah yang
menyatakan pencegahan dari kerusakan lebih diutamakan dari menolak suatu
mafsadah. Karenanya Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan di
Indonesia memiliki kewenangan untuk membatasi jual beli instrumen sertifikat IMA
di pasar skunder untuk mencegah kesan terjadinya jual beli yang dapat mengarah pada
tindakan spekulatif.11

Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah
Latar belakang dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSNMUI/X/2002, tentang pasar uang antar bank berdasar prinsip syariah adalah atas
pertimbangan sebagai berikut:12
1. Bahwa bank syariah dapat mengalami kekurangan likuiditas disebabkan oleh
perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana atau kelebihan
likuiditas yang dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan
kepada pihak yang memerlukan;
2. Bahwa dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana, bank yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah memerlukan adanya pasar uang antar
bank;
3. Bahwa untuk memenuhi keperluan itu, maka dipandang perlu penetapan fatwa
tentang pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah.
Diantara keputusan fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSN-MUI/X/2002,
tentang pasar uang antar bank berdasar prinsip syariah adalah sebagai berikut:13

Pertama : Ketentuan Umum


1. Pasar uang antar bank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antar
bank yang berdasarkan bunga.
2. Pasar uang antar bank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antar bank
yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
3. Pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan transaksi keuangan
jangka pendek antar peserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
4. Peserta pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir 3 adalah:
1. bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana.
2. bank konvensional hanya sabagai pemilik dana.
Kedua : Ketentuan Khusus
1. Akad yang dapat digunakan dalam pasar uang antar bank berdasarkan
prinsip syariah
adalah: mudharabah (muqadharah)/Qiradh; musyarakah; qard;
wadi'ah; al-Sharaf.
2. Pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang (sebagaimana tersebut
dalam butir 1) menggunakan akad-akad syariah yang digunakan dan
hanya boleh dipindahtangankan sekali.

Dari segi keputusan-keputusan yang tertuang dalam dalam fatwa tersebut disebutkan
bahwa pasar uang antar bank yang dibenarkan adalah yang tidak menggunakan bunga, dan
akad-akad yang dianjurkan adalah mudharabah, musyarakah, qard, wadiah, maupun sharf,
dan kepemilikan atas instrumen pasar hanya dapat dipindahtangankan satu kali saja. Namun
dalam realitanya akad akad yang sering digunakan adalah mudharabah dan wadiah.
Sedangkan untuk akad-akad seperti qard dan sharf jarang digunakan. Hal ini terjadi karena
pada bank syariah instrumen yang disediakan dalam pasar uang ini berupa IMA (Sertifikat
InvestasiMudharabah Antarbank), SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) Mudharabah dan
SWBI (Sertifikat WadiahBank Indonesia).
Sedangkan mengenai instrumen apa yang dipakai dalam pasar uang berprinsip
syariah, di dalam fatwa itu juga tidak diberikan penjelasan bagaimana mekanismenya jika
dilakukan dalam pasar uang. Namun dalam Islam, sebuah instrumen merupakan perwakilan
dari kepemilikan atau harta. Oleh karena itu instrumen dapat diperjualbelikan jika terdapat
asset atau transaksi yang mendasarinya. Ada dua metode dalam penerbitan instrumen oleh
bank syariah, pertama, satu prinsip untuk berbagai transaksi. Prinsip yang digunakan adalah
bagi hasil (mudharabah/musyarakah) untuk berbagai transaksi, seperti jual-beli, sewa, dan
lain-lain; kedua, satu prinsip untuk satu transaksi.14

Adapun dalam prinsip bagi hasil (mudharabah/musyarakah) mengakibatkan


kepemilikan usaha pada sisi pemilik dana, ketika aset-aset bank syariah disekuritisasi dan
instrumennya dijual ke pasar, maka pembeli instrument tersebut menjadi pemilik modal baru
yang menggantikan pemilik modal yang lama. Aset-aset tersebut apabila dikumpulkan akan
menjadi harta gabungan (mal musytarak) yang bisa didenominasi dalam bentuk pecahan dan
dijual kepada pembeli. Penetapan harga dari instrument tersebut mengikuti hukum Islam,
artinya; harga instrumen bisa dinegosiasikan antara penjual dan pembeli, sehingga dapat
menyebabkan naik turunnya harga harga instrumen tersebut. Instrumen-instrumen ini pun
bisa menjadi alternatif investasi bagi bank syariah di Indonesia, terutama ketika mengalami
kelebihan likuiditas.
Sementara itu, melalui transaksi pasar uang antarbank syariah, semua bank umum tak
terkecuali syariah bisa menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Investasi Antarbank
(IMA) yang diterbitkan bank syariah yang mengalami kesulitan likuiditas. Dengan membeli
IMA, pengembalian investasi atau pinjaman akan dibayarkan ketika IMA jatuh tempo. Jadi
bank yang membeli profit sharing pembagian hasil dan bukannya bunga. Yang perlu menjadi
catatan dalam pasar uang ini, bahwa dalam Islam, yang dibolehkan adalah penjualan bukti
kepemilikan, bukan jual-beli sertifikat atas bukti kepemilikan.
Walaupun dalam fatwa ini masalah pasar uang berdasar prinsip syariah dengan
berbagai akad yang diperbolehkan seakan-akan telah menjadi salah satu solusi dalam
transaksi pasar uang, namun dalam masalah pasar uang ini muncul kembali permasalahan,
yaitu dalam hal perjanjian pembelian kembali(repurchase agreement). Sebab dalam hal ini
terdapat kontroversi di kalangan ulama tentang perjanjian pembelian kembali(repurchase
agreement). Karena transaksi pasar uang syariah menggunakan perjanjian tersebut ketika
melakukan penjualan, artinya; penjual akan membeli kembali asset yang ia jual dalam jangka
waktu tertentu. Termasuk dalam kategori ini adalah jaminan pembelian kembali (redemption
guarantee) jika dijanjikan oleh si penjual sendiri. Mayoritas ulama tidak memperkenankan
perjanjian bersyarat ini. Hanya sebagian kecil dari mazhab Hanafi yang membolehkannya
dengan nama bai' al wafa. Maka untuk mensiasati ini bank penerbit menugaskan perusahaan
lain untuk menjadi pembeli atas instrument yang diterbitkannya.15
Adapun implikasi dari adanya fatwa Dewan Syariah Nasional No. 37 tentang pasar
uang antar bank berdasarkan prinsip syariah ini adalah, bahwa karena dalam pasar uang antar
bank berdasarkan prinsip syariah tidak dibenarkan mengunakan bunga, maka bisa diganti
dengan menggunakan alternatif akad-akad lain seperti: Pertama: Mudharabah, yaitu akad
kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahib al-maal)
menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil, mudharib, nasabah) bertindak
selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak. Kedua: Musyarakah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak menberikan kontribusi dana (modal)
dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Ketiga: al-Qardh, yaitu suatu akad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan
ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada lembaga
keuangan syariah pada waktu yang telah disepakati oleh lembaga keuangan syariah dan
nasabah.Keempat: Wadiah (titipan uang, barang dan surat-surat berharga), yaitu akad
seseorang kepada yang lain dengan menitipkan suatu benda untuk dijaganya secara layak
(sebagaimana halnya kebiasaan). Kelima: al-Sharf (jual beli valuta asing).

Instrumen Yang Ditawarkan


Instrumen yang digunakan dalam PUAS ini adalah apa yang disebut dengan SIMA
atau Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank yang digunakan sebagai sarana investasi
bagi bank yang memiliki kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan, dan di lain pihak
dapat digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan dana jangka pendek bagi bank syariah
yang mengalami defisit dana. Di Indonesia masalah ini telah diatur oleh Bank Indonesia
dengan PBI No.2/8/PBI/2000. dan Fatwa DSN Nomor: 37/DSNMUI/X.2002.
Adapun persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam menerbitkan sertifikat ini
adalah:

16

Harus mencantumkan:

Kata-kata Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank

Tempat dan tanggal penerbitan SIMA

Nomor seri sertifikat SIMA

Nilai nominal investasi

Nisbah bagai hasil

Jangka waktu investasi

Tingkat indikasi imbalan

Tanggal pembayaran nominal atau imbalan

Tempat pembayaran.

Nama bank penenam dana

Nama bank penerbit dan tanda tangan pejabat yang berwenang.

Berjangka waktu paling lama 90 hari

Diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau unit usaha syariah lainnya.

Format yang harus diikuti oleh sertifikat IMA tersebut dapat mengikuti format yang
dikeluarkanoleh Bank Indonesia, dan kualitas kertas yang akan digunakan diserahkan
kepada masing-masing bank untuk melakukannya tanpa harus mengikuti ketentuan
yang berlaku.

Bagi bank Syariah yang telah menerbitkan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar
Bank Syariah (IMA) wajib melaporkan kepada Bank Indonesia pada hari penerbitan

Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) tersebut mengenai hal-hal: (1)
Nilai Nominal Investasi; (2) Nisbah Bagi Hasil; (3) Jangka waktu Investasi dan; (4) Tingkat
indikasi imbalan sertifikat IMA.
Adapun peserta yang terlibat dalam transaksi PUAS ini adalah bank-bank yang secara
langsung menerbitkan SIMA ini dan bank-bank yang ikut menanamkan dananya pada
sertifikat tersebut.
Sementara itu bank-bank yang boleh melakukan penerbitan atas sertifikat IMA ini
adalah: (1) Kantor pusat bank syariah, yaitu bank yang seluruh kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah. (2) Unit usaha syariah (UUS), yaitu kantor pusat dari kantorkantor cabang syariah dari bank umum yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah.
Dan adapun bank-bank yang diperbolehkan untuk menjadi penanam modal pada
sertifikat IMA ini adalah kantor pusat bank syariah, yaitu bank yang seluruh kegiatann
usahanya berdasarkan prinsip syariah. Di samping itu adalah kantor pusat unit usaha syariah
ataupun kantor pusat bank umum yang menjalankan kegiatan usaha perbankan secara
konvensional.

Mekanisme Transaksi Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah


Mekanisme pasar uang hanya dapat berfungsi dengan baik apabila dipenuhi beberapa
syarat sebagai berikut:17
1. Cukup banyak instrumen sebagai pengganti uang yang dapat diperdagangkan. Uang
yang diperdagangkan harus mempunyai bentuk (instrument) tertentu, antara lain:
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), sertifikat
deposito, dan call money.
2. Ada lembaga keuangan yang bersedia menjadi pencipta pasar (market maker),
lembaga inilah yang akan menyimpan instrumen-instrumen pasar uang dan akan
menjualnya kepada unit yang mempunyai kelebihan dana jangka pendek, atau
membelinya dari unit yang kekurangan dana jangka pendek. Di Indonesia fungsi ini
dijalankan oleh Ficorinvest yang sering disebut security house.
3. Prasarana komunikasi yang memadai.
4. Informasi keuangan yang dapat dipercaya, yaitu data keuangan perusahaan yang
mengeluarkan SBPU, agar setiap peminat dapat membuat penelitian mengenai
keadaan perusahaan.

Penjelasan mekanisme tersebut sebagai berikut: Pertama, mekanisme Call


money; bisa diperdagangkan secara langsung antar bank, dan biasanya dilakukan melalui
telepon. Hal ini dilakukan karena kebutuhan liquiditas bank biasanya mendesak, baik karena
kekurangan dalam kliring maupun untuk memenuhi kebutuhan kewajiban

likuiditas. Kedua, sedangkan SBI dan SBPU harus diperdagangkan melaui security
house(Ficorinvest) sebagai perantara antara pemilik dan pemakai, melalui jual beli surat-surat
berharga dengan mekanisme; BI menjual SBI kepada Ficorinvest, barulah kemudian kepada
lembaga-lembaga keuangan.Ketiga, mekanisme untuk SBPU; nasabah, baik badan usaha
maupun perorangan mengeluarkan surat aksep atau wesel untuk mendapatkan dana dari bank
atau lembaga keuangan non-bank, kemudian surat-surat berharga ini diperjualbelikan oleh
bank atau lembaga keuangan non-bank melalui security house yang akan memperjualbelikan
dengan BI.18
Adapun mekanisme dan penyelesaian transaksi Investasi Mudharabah Antar Bank
Syariah (IMA) dalam pasar uang adalah sebagai berikut:
1. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) yang diterbitkan oleh
Bank Pengelola dana dalam rangkap tiga, lembar pertama dan kedua tersebut wajib
diserahkan kepada bank penanam dana sebagai bukti penanaman dana, sedangkan
lembar ketiga digunakan sebagai arsip bagai bank penerbit dana.
2. Bank penanam dana pada Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah
(IMA) melakukan pembayaran kepada bank penerbit sertifikat IMA dengan
mengunakan nota kredit melalui kliring, atau Bilyet Giro Bank Indonesia dengan
melampiri lembar kedua Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA)
atau dengan transfer dana elektronik yang disertai dengan penyampaian lembar kedua
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) kepada Bank Indonesia.
3. Pemindahtanganan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA)
hanya dapat dilakukan oleh pihak bank penanam dana pertama, sedangkan bank
penanam dana kedua tidak diperkenankan untuk memindah tangankan kepada bank
lain sampai berahirnya jangka waktu, artinya sertifikat Investasi Mudharabah Antar
Bank Syariah (IMA) hanya sekali dapat dipindahtangankan. Hal ini dimaksudkan
agar Bank Penerbit sertifikat IMA dapat melakukan pembayaran kepada bank yang
berhak, oleh karena itu bank pemegang sertifikat terakhir wajib memberitahukan
kepemilikan sertifikat tersebut kepada bank penerbit Investasi Mudharabah Antar
Bank Syariah (IMA) IMA.
4. Kemudian pada saat sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) jatuh
tempo, penyelesaian transaksi dilakukan oleh bank Penerbit Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) dengan melakukan pembayaran kepada
pemegang sertifikat terakhir sebesar nilai nominal Investasi (face Value) dengan
menggunakan nota kredit melalui kliring,menggunakan Bilyet Giro BI atau
menggunakan transfer dana secara elektronik. Sedangkan imbalan Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) akan dibayar pada hari kerja pertama bulan
berikutnya.

Selanjutnya penghitungan imbalan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah


(IMA) dihitung berdasarkan tingkat realisasi imbalan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar
Bank Syariah (IMA) mangacu pada tingkat imbalan Deposito Investasi Mudharabah pada
bank penerbit sesuai dengan jagka waktu penanaman.

Teknik Perhitungan Imbalan


Adapun besarnya imbalan dari sertifkat IMA ini yang dibayarkan pada awal bulan
dihitung berdasarkan tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah pada bank
penerbit sebelum didistribusikan sesuai dengan jangka waktu penanaman. Misalkan untuk
jangka waktu sertifikat IMA dari batasan 1 hingga 30 hari, maka tingkat imbalan yang
digunakan adalah nilai pengembalian deposito investasi mudharabah 1 bulan. Begitu juga
dengan jangka waktu yang ditentukan dalam waktu antara 31-90 hari, maka tingkat
imbalannya adalah deposito investasi mudharabah selam 3 bulan.
Rumus perhitungan besarnya imbalan Sertifikat IMA adalah sebagai berikut:19

X = P x R x t/360 x k

Keterangan:
X = Besarnya imbalan yang diberikan kepada bank penanam dana
P = Nilai nominal investasi
R = Tingkat realisasi imbalan Deposito Investasi Mudharabah
t = Jangka waktu investasi
K = Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana

Pasar Uang Syariah dan Konvensional


Pada dasarnya pasar uang syariah dan pasar uang konvensional memiliki beberapa
fungsi yang sama yaitu: (1) Keduanya merupakan instrumen likuiditas yang fungsinya
memudahkan perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas, baik berupa kekurangan
maupun kelebihan likuiditas. Jika bank memiliki kelebihan likuiditas ia dapat menggunakan
instrumen pasar uang untuk menginvestasikan dananya, dan apabila kekurangan likuiditas ia
dapat menerbitkan instrumen yang dapat dijual untuk mendapatkan dana tunai (2) Keduanya
memiliki jangka waktu paling lama 90 hari atau merupakan jenis investasi jangka pendek; (3)
Pembayaran dapat dilakukan dengan nota kredit melalui kliring atau bilyet giro Bank
Indonesia atau transfer dana secara elektronis
Namun perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu: (1) PUAS tidak mendasarkan
transaksinya pada suku bunga melainkan pada pola bagi hasil, sedangkan PUAB seluruhnya
mendasarkan transaksinya pada suku bunga; (2) Peserta PUAS meliputi bank syariah dan
Bank Konvensional, sedangkan peserta PUAB hanya Bank Konvensional; (3) Peranti yang
digunakan dalam PUAS adalah sertifikat IMA, sedangkan peranti yang umum digunakan
dalam PUAB adalah promes atau promisary notes; (4) Sertifikat IMA sebagai piranti utama

PUAS hanya dapat dialihkan 1 kali, sedangkan terhadap promes dapat dipindahtangankan
berulang kali selama belum jatuh tempo; (5) Dalam perhitungan imbalan peranti utama
PUAS tidak mengikutkan sama sekali komponen bunga. Di lain pihak bunga merupakan
komponen utama perhitungan imbalan dalam PUAB; (6) Risiko yang timbul dari aktivitas
transaksi pada PUAS relatif jauh lebih kecil daripada risiko transaksi PUAB; (7) Sertifikat
IMA sebagai peranti utama PUAS diterbitkan sebagai tanda bukti penyertaan dalam suatu
proyek investasi, oleh karena itu hanya dapat dipindahtangankan satu kali,
sedangkan promes merupakan suatunegotiable instrument dimana para pihak tidak dibatasi
dalam menegosiasikannya hingga waktu jatuh tempo berakhir.20

Persamaan Pasar uang dan pasar modal :


1. Sama-sama bagian dari pasar finansial (pasar pendanaan) karena pasar uang sendiri,
muncul karena bank membutuhkan likuiditas, kemudian menjual instrumen pasar uang ke
bank lain. Baik bank konvensional atau bank syariah. Sedangkan pasar modal, adanya
penjualan saham, obligasi dan lain-lain.
2. Menjalankan funsi yang sama yaitu menjembatani pihak surplus dan defisit yang memiliki
banyak peluang investasi.
3. Produk pasar uang dan produk pasar modal relatif sama berupa surat berharga.
Perbedaan Pasar Uang dan Pasar Modal :
1. Produk Pasar uang bersifat jangka pendek <270 hari dengan produk utama sertifikat
deposito, tabungan, SBI, dan commercial Paper. Pasar modal bersifat jangka panjang dengan
produk obligasi, reksa dana dan saham.
2. Otoritas tertinggi pasar uang adalah BI, sedangkan Pasar Modal adalah Departemen
Keuangan.
3. Pasar Modal ada pasar sekundernya, sedangkan pasar uang tidak selal ada.
4. Pasar uang ada diantara bank, sedangkan pasar modal terjadi di bursa efek.
5. Pasar modal memiliki produk turunan opsi, warrant, dan right, sedangkan pasar uang
hanya memiliki turunan produk reksa dana.
6. Produk kedua pasar berbeda dalam hal return dan resikonya, Pasar uang resiko nya rendah
dengan return yang rendah, sedangkan pasar modal resikonya tinggi dengan return yang
tinggi pula.

Penutup
Dari semua uraian tersebut maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Pasar
uang merupakan sarana yang mutlak dibutuhkan bagi dunia perbankkan, tak terkecuali

perbankkan syariah, untuk mengamankan dan mempertahankan likuiditasnya. Oleh karena itu
bank-bank syariah harus mempunyai pasar uang yang berbasis syariah (PUAS). (2) Piranti
pasar uang antar bank syariah (PUAS) adalah Sertifikat Investasi Mudharabah Antar bank
syariah (IMA) yang pembayaran imbalannya dengan sistim bagi hasil. Sertifikat ini hanya
boleh diterbitkan oleh bank yang menggunakan prinsip syariah.

Kepustakaan
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UUP AMP YKPN.
Zainul Arifin. 2005. Dasar-Dasar Manajeman Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet.
Muhammad Syafi'I Antonio, 2001. Bank syariah dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani.
Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (jilid 2), 1992. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.
Dahlan Siamat, 1999. Manajemen Lembaga Keuanagan, Jakarta: FE UII.
Adiwarman A. Karim. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi. 2008. Indonesia: Undercover Economy bank Bersubsidi
Yang Membebani. Yogyakarta: E-Publishing.
Asmuni Mth. Menyorot Beberapa Legal Maxims Dalam Bidang Ekonomi. Tulisan yang
bersumber dari Hasanuzzaman. Makalah Bahan Kuliah Mahasiswa MSI UII
Konsentrasi Ekonomi Islam Tahun 2010
Tim Penulis Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, 2003. Himpunan Fatwa
Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, Jakarta: Kerjasama DSN-MUI-BI.

Internet
Statistik Perbankan Syariah Hingga Maret 2010 dalam www.bi.go.id diakses pada 15 April
2010
Wahyu Purwandari. Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada www.MSIUII.Net diakses pada 3 Juni 2010
Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah diakses
pada http://www.fe.umy.ac.id/eei/index.php?option=page&id=146&item=328 pada 3
Juni 2010
1 Lihat Awalil Rizky dan Nasyith Majidi. Indonesia: Undercover Economy bank
Bersubsidi Yang Membebani. (Yogyakarta: E-Publishing, 2008), hal. 43-52

2 Lihat Statistik Perbankan Syariah Hingga Maret 2010 dalam www.bi.go.id diakses
pada 15 April 2010
3 Lihat Muhammad. Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UUP AMP YKPN,
2002), hal. 311.
4 Zainul Arifin. Dasar-Dasar Manajeman Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005), hal.169.
5 Pasar uang adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga jangka
pendek. Muhammad Syafi'I Antonio, Bank syariah dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hal. 183.
6 Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (jilid 2), (Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka, 1992), hal. 24
7 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuanagan, (Jakarta: FE UII , 1999), hal. 136
8 Muhammad Syafi'I Antonio, Bank hal. 185
9 Adiwarman A. Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 9
10 Asmuni Mth. Menyorot Beberapa Legal Maxims Dalam Bidang Ekonomi. Tulisan
yang bersumber dari Hasanuzzaman. Makalah Bahan Kuliah Mahasiswa MSI UII
Konsentrasi Ekonomi Islam Tahun 2010
11 Untuk lebih jelasnya beberapa landasan dan prinsip syariah yang digunakan
silahkan lihat pada Fatwa DSN MUI NO: 37/DSN-MUI/X/2002 Tentang PASAR UANG
ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH. Tim Penulis Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi kedua,
(Jakarta: Kerjasama DSN-MUI-BI, 2003), hal. 238.
12 ibid
13 Ibid. hal. 243-244
14 Wahyu Purwandari. Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada www.MSIUII.Net diakses pada 3 Juni 2010
15 Ibid
16 Muhammad, Manajemen......hal. 337
17 Ensiklopedi Ekonomihal. 24
18 Ibid. hal. 24-25

19 Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah diakses


pada http://www.fe.umy.ac.id/eei/index.php?option=page&id=146&item=328 pada 3 Juni
2010
20 Ibid

Anda mungkin juga menyukai