Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 telah mengakibatkan
penurunan tajam kegiatan ekonomi serta melemahnya daya beli masyarakat. Sebagian besar
bank di Indonesia harus mengalami negative spread serta menanggung kredit macet dalam
jumlah besar. Akibat penarikan dana dalam jumlah besar, untuk menghindarkan diri dari
likuiditas yang makin buruk, tidak sedikit bank konvensional yang tidak punya pilihan lain
selain menawarkan bunga simpanan tinggi pada tingkat 50 persen hingga 70 persen.
Akibatnya, puluhan bank menjadi sekarat dan banyak usaha gulung tikar karena tidak mampu
membayar kewajibannya.1 Kondisi ini tidak terjadi dengan bank syariah yang menerapkan
sistem bagi hasil dan terbebas dari pengaruh fluktuasi bunga yang terjadi.
Sejak saat itu, jumlah bank syariah berkembang pesat karena sistem bagi hasil yang
ditawarkan dan dalam kenyataannya tak kalah menguntungkan dibandingkan sistem bank
konvensional yang menerapkan bunga. Sehingga tidak mengherankan jika sampai saat
sekarang ini banyak di antara bank-bank konvensional juga membuka unit-unit
atau window syariah-nya melihat prospek yang cukup menjanjikan dari sistem perbankan
alternatif ini.2
Perkembangan sektor perbankan syariah ini sudah selayaknya berjalan berdampingan
dengan sektor riil dan sektor finansial sebagai lahan investasi syariah. Karenanya
pembentukan infrastruktur yang sesuai mulai dari perangkat hukum yang mengaturnya,
kelengkapan instrumen moneter dan pasar keuangan hingga pada pembentukan ketentuanketentuan lain yang terkait dengannya mutlak diperlukan.
Komponen-kompenen dari sistem dan instrumen keuangan yang ada paling tidak
dapat memberikan jaminan kepuasan terhadap masyarakat dalam mekanisme operasionalnya,
sehingga harapan-harapan yang muncul terkait dengan sistem keuangan yang sesuai dengan
nilai syariah dapat diwujudkan dan hal ini dapat menjadi alternatif pilihan bagi investor
muslim untuk menggalakkan dananya dalam berinvestasi.
Pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang besar maupun yang
kecil, pada dasarnya bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan karena lebih
kepada ketidakmampuan bank tersebut untuk memenuhi likuiditasnya.3 Oleh karena itu
dalam rangka pengelolaan dana bank, baik yang berupa kelebihan maupun kekurangan dana,
maka keberadaan Pasar Uang Antar Bank menjadi sangat penting bagi dunia perbankkan
(PUAK bagi perbankkan konvensional dan PUAS bagi perbankkan Syariah) sebagai sarana
memobilisasi pengumpulan dana masyarakat dan untuk memenuhi atau mempertahankan
likuiditasnya. Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas tentang Pasar Uang Antar Bank
Syariah.
tidak lain adalah adalah surat-surat berharga (financial paper) yang mewakili uang dimana
seseorang (atau perusahaan) mempunyai kewajiban kepada orang (atau perusahaan) lain.
Dalam hal pasar uang ini, yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang
dalam jangka waktu tertentu. Jadi di pasar tersebut terjadi transaksi pinjam-meminjam dana,
yang selanjutnya menimbulkan hutang-piutang. Adapun barang yang ditransaksikan dalam
pasar ini adalah secarik kertas berupa surat hutangatau janji untuk membayar sejumlah uang
tertentu pada waktu tertentu pula.5
Surat-surat berharga yang diperdagangkan di dalam pasar uang dapat bervariasi, bisa
surat berharga yang berjangka kurang dari satu tahun sampai dengan surat berharga yang
berjangka lima tahun, akan tetapi pada kenyataanya sebagian besar aktiva keuangan yang
diperdagangkan di pasar uang adalah surat berharga yang berjangka kurang dari satu tahun.
Hal ini dikarenakan surat berharga yang berjangka lebih panjang biasanya lebih banyak
dimiliki oleh investor di pasar modal.
Tujuan pasar uang adalah untuk memberikan alternatif, baik bagi lembaga keuangan
bank maupun bukan bank untuk memperoleh sumber dana atau menanamkan dananya.6
Latar Belakang
Keberadaan pasar uang ini sebenarnya sangat terkait erat dengan permasalahan
likuiditas. Pasar uang pada prinsipnya merupakan sarana alternatif khusunya bagi lembagalembaga keuangan, perusahaan-perusahaan non-keuangan dan peserta-peserta lainnya baik
dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek maupun dalam rangka melakukan
penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya.7 Karenanya keberadaan pasar uang dalam
sistem perekonomian sangat mutlak dibutuhkan, diakibatkan banyaknya lembaga atau
perusahaan serta individu yang mengalami arus kas yang tidak sesuai
antara inflows dan outflows.
Dengan demikian, dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana bank jika
permasalahan ini dihubungkan dengan kondisi likuiditas sebuah perbankan syariah, maka
tentunya dibutuhkan suatu pasar uang antar bank yang berdasarkan prinsip-prinsip ajaran
syariah yang ada. Oleh karenanya piranti PUAS dalam kancah perbankan syariah di
Indonesia ini dapat memenuhi kebutuhan akan pasar uang tersebut.
perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik
perekonomian.8
4. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu
'Abbas dan riwayat Imam Malik dari Yahya "Tidak boleh membahayakan orang lain
dan menolak bahaya dengan bahaya"
5. Adanya kaidah ushul fiqih yang menyatakan bahwa adalah mubah hukumnya segala
sesuatu selama tidak ada ketentuan hukum yang melarangnya. Dari ketentuan ini
dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan pasar uang antar bank yang berlandaskan
prinsip syariah ini adalah boleh hukumnya selama tidak bertentangan dengan prinsip
hukum Islam.9
6. Adanya hadis Nabi yang menyatakan pembolehan melakukan kegiatan investasi
melalui mekanisme mudharabah.10
7. Adanya kaidah ushul yang menyatakan bahwa jika salah seorang dari mereka yang
melakukan kerjasama membeli bagian dalam kemitraan tersebut, hukumnya adalah
boleh karena ia membeli hak milik orang lain. Dengan demikian kaidah ini dapat
dijadikan rujukan untuk diperkenankannya penerbitan sertifikat IMA sebagai salah
satu instrument dalam pasar uang yang berlandaskan prinsip syariah ini.
8. Adanya kaidah ushul yang menyatakan bahwa tindakan seorang pemegang ooritas
harus mengikuti perkembangan maslahat yang berlaku, ataupun kaidah yang
menyatakan pencegahan dari kerusakan lebih diutamakan dari menolak suatu
mafsadah. Karenanya Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan di
Indonesia memiliki kewenangan untuk membatasi jual beli instrumen sertifikat IMA
di pasar skunder untuk mencegah kesan terjadinya jual beli yang dapat mengarah pada
tindakan spekulatif.11
Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah
Latar belakang dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSNMUI/X/2002, tentang pasar uang antar bank berdasar prinsip syariah adalah atas
pertimbangan sebagai berikut:12
1. Bahwa bank syariah dapat mengalami kekurangan likuiditas disebabkan oleh
perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana atau kelebihan
likuiditas yang dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan
kepada pihak yang memerlukan;
2. Bahwa dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana, bank yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah memerlukan adanya pasar uang antar
bank;
3. Bahwa untuk memenuhi keperluan itu, maka dipandang perlu penetapan fatwa
tentang pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah.
Diantara keputusan fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSN-MUI/X/2002,
tentang pasar uang antar bank berdasar prinsip syariah adalah sebagai berikut:13
Dari segi keputusan-keputusan yang tertuang dalam dalam fatwa tersebut disebutkan
bahwa pasar uang antar bank yang dibenarkan adalah yang tidak menggunakan bunga, dan
akad-akad yang dianjurkan adalah mudharabah, musyarakah, qard, wadiah, maupun sharf,
dan kepemilikan atas instrumen pasar hanya dapat dipindahtangankan satu kali saja. Namun
dalam realitanya akad akad yang sering digunakan adalah mudharabah dan wadiah.
Sedangkan untuk akad-akad seperti qard dan sharf jarang digunakan. Hal ini terjadi karena
pada bank syariah instrumen yang disediakan dalam pasar uang ini berupa IMA (Sertifikat
InvestasiMudharabah Antarbank), SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) Mudharabah dan
SWBI (Sertifikat WadiahBank Indonesia).
Sedangkan mengenai instrumen apa yang dipakai dalam pasar uang berprinsip
syariah, di dalam fatwa itu juga tidak diberikan penjelasan bagaimana mekanismenya jika
dilakukan dalam pasar uang. Namun dalam Islam, sebuah instrumen merupakan perwakilan
dari kepemilikan atau harta. Oleh karena itu instrumen dapat diperjualbelikan jika terdapat
asset atau transaksi yang mendasarinya. Ada dua metode dalam penerbitan instrumen oleh
bank syariah, pertama, satu prinsip untuk berbagai transaksi. Prinsip yang digunakan adalah
bagi hasil (mudharabah/musyarakah) untuk berbagai transaksi, seperti jual-beli, sewa, dan
lain-lain; kedua, satu prinsip untuk satu transaksi.14
16
Harus mencantumkan:
Tempat pembayaran.
Diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau unit usaha syariah lainnya.
Format yang harus diikuti oleh sertifikat IMA tersebut dapat mengikuti format yang
dikeluarkanoleh Bank Indonesia, dan kualitas kertas yang akan digunakan diserahkan
kepada masing-masing bank untuk melakukannya tanpa harus mengikuti ketentuan
yang berlaku.
Bagi bank Syariah yang telah menerbitkan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar
Bank Syariah (IMA) wajib melaporkan kepada Bank Indonesia pada hari penerbitan
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) tersebut mengenai hal-hal: (1)
Nilai Nominal Investasi; (2) Nisbah Bagi Hasil; (3) Jangka waktu Investasi dan; (4) Tingkat
indikasi imbalan sertifikat IMA.
Adapun peserta yang terlibat dalam transaksi PUAS ini adalah bank-bank yang secara
langsung menerbitkan SIMA ini dan bank-bank yang ikut menanamkan dananya pada
sertifikat tersebut.
Sementara itu bank-bank yang boleh melakukan penerbitan atas sertifikat IMA ini
adalah: (1) Kantor pusat bank syariah, yaitu bank yang seluruh kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah. (2) Unit usaha syariah (UUS), yaitu kantor pusat dari kantorkantor cabang syariah dari bank umum yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah.
Dan adapun bank-bank yang diperbolehkan untuk menjadi penanam modal pada
sertifikat IMA ini adalah kantor pusat bank syariah, yaitu bank yang seluruh kegiatann
usahanya berdasarkan prinsip syariah. Di samping itu adalah kantor pusat unit usaha syariah
ataupun kantor pusat bank umum yang menjalankan kegiatan usaha perbankan secara
konvensional.
likuiditas. Kedua, sedangkan SBI dan SBPU harus diperdagangkan melaui security
house(Ficorinvest) sebagai perantara antara pemilik dan pemakai, melalui jual beli surat-surat
berharga dengan mekanisme; BI menjual SBI kepada Ficorinvest, barulah kemudian kepada
lembaga-lembaga keuangan.Ketiga, mekanisme untuk SBPU; nasabah, baik badan usaha
maupun perorangan mengeluarkan surat aksep atau wesel untuk mendapatkan dana dari bank
atau lembaga keuangan non-bank, kemudian surat-surat berharga ini diperjualbelikan oleh
bank atau lembaga keuangan non-bank melalui security house yang akan memperjualbelikan
dengan BI.18
Adapun mekanisme dan penyelesaian transaksi Investasi Mudharabah Antar Bank
Syariah (IMA) dalam pasar uang adalah sebagai berikut:
1. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) yang diterbitkan oleh
Bank Pengelola dana dalam rangkap tiga, lembar pertama dan kedua tersebut wajib
diserahkan kepada bank penanam dana sebagai bukti penanaman dana, sedangkan
lembar ketiga digunakan sebagai arsip bagai bank penerbit dana.
2. Bank penanam dana pada Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah
(IMA) melakukan pembayaran kepada bank penerbit sertifikat IMA dengan
mengunakan nota kredit melalui kliring, atau Bilyet Giro Bank Indonesia dengan
melampiri lembar kedua Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA)
atau dengan transfer dana elektronik yang disertai dengan penyampaian lembar kedua
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) kepada Bank Indonesia.
3. Pemindahtanganan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA)
hanya dapat dilakukan oleh pihak bank penanam dana pertama, sedangkan bank
penanam dana kedua tidak diperkenankan untuk memindah tangankan kepada bank
lain sampai berahirnya jangka waktu, artinya sertifikat Investasi Mudharabah Antar
Bank Syariah (IMA) hanya sekali dapat dipindahtangankan. Hal ini dimaksudkan
agar Bank Penerbit sertifikat IMA dapat melakukan pembayaran kepada bank yang
berhak, oleh karena itu bank pemegang sertifikat terakhir wajib memberitahukan
kepemilikan sertifikat tersebut kepada bank penerbit Investasi Mudharabah Antar
Bank Syariah (IMA) IMA.
4. Kemudian pada saat sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) jatuh
tempo, penyelesaian transaksi dilakukan oleh bank Penerbit Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) dengan melakukan pembayaran kepada
pemegang sertifikat terakhir sebesar nilai nominal Investasi (face Value) dengan
menggunakan nota kredit melalui kliring,menggunakan Bilyet Giro BI atau
menggunakan transfer dana secara elektronik. Sedangkan imbalan Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) akan dibayar pada hari kerja pertama bulan
berikutnya.
X = P x R x t/360 x k
Keterangan:
X = Besarnya imbalan yang diberikan kepada bank penanam dana
P = Nilai nominal investasi
R = Tingkat realisasi imbalan Deposito Investasi Mudharabah
t = Jangka waktu investasi
K = Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana
PUAS hanya dapat dialihkan 1 kali, sedangkan terhadap promes dapat dipindahtangankan
berulang kali selama belum jatuh tempo; (5) Dalam perhitungan imbalan peranti utama
PUAS tidak mengikutkan sama sekali komponen bunga. Di lain pihak bunga merupakan
komponen utama perhitungan imbalan dalam PUAB; (6) Risiko yang timbul dari aktivitas
transaksi pada PUAS relatif jauh lebih kecil daripada risiko transaksi PUAB; (7) Sertifikat
IMA sebagai peranti utama PUAS diterbitkan sebagai tanda bukti penyertaan dalam suatu
proyek investasi, oleh karena itu hanya dapat dipindahtangankan satu kali,
sedangkan promes merupakan suatunegotiable instrument dimana para pihak tidak dibatasi
dalam menegosiasikannya hingga waktu jatuh tempo berakhir.20
Penutup
Dari semua uraian tersebut maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Pasar
uang merupakan sarana yang mutlak dibutuhkan bagi dunia perbankkan, tak terkecuali
perbankkan syariah, untuk mengamankan dan mempertahankan likuiditasnya. Oleh karena itu
bank-bank syariah harus mempunyai pasar uang yang berbasis syariah (PUAS). (2) Piranti
pasar uang antar bank syariah (PUAS) adalah Sertifikat Investasi Mudharabah Antar bank
syariah (IMA) yang pembayaran imbalannya dengan sistim bagi hasil. Sertifikat ini hanya
boleh diterbitkan oleh bank yang menggunakan prinsip syariah.
Kepustakaan
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UUP AMP YKPN.
Zainul Arifin. 2005. Dasar-Dasar Manajeman Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet.
Muhammad Syafi'I Antonio, 2001. Bank syariah dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani.
Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (jilid 2), 1992. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.
Dahlan Siamat, 1999. Manajemen Lembaga Keuanagan, Jakarta: FE UII.
Adiwarman A. Karim. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi. 2008. Indonesia: Undercover Economy bank Bersubsidi
Yang Membebani. Yogyakarta: E-Publishing.
Asmuni Mth. Menyorot Beberapa Legal Maxims Dalam Bidang Ekonomi. Tulisan yang
bersumber dari Hasanuzzaman. Makalah Bahan Kuliah Mahasiswa MSI UII
Konsentrasi Ekonomi Islam Tahun 2010
Tim Penulis Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, 2003. Himpunan Fatwa
Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, Jakarta: Kerjasama DSN-MUI-BI.
Internet
Statistik Perbankan Syariah Hingga Maret 2010 dalam www.bi.go.id diakses pada 15 April
2010
Wahyu Purwandari. Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada www.MSIUII.Net diakses pada 3 Juni 2010
Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah diakses
pada http://www.fe.umy.ac.id/eei/index.php?option=page&id=146&item=328 pada 3
Juni 2010
1 Lihat Awalil Rizky dan Nasyith Majidi. Indonesia: Undercover Economy bank
Bersubsidi Yang Membebani. (Yogyakarta: E-Publishing, 2008), hal. 43-52
2 Lihat Statistik Perbankan Syariah Hingga Maret 2010 dalam www.bi.go.id diakses
pada 15 April 2010
3 Lihat Muhammad. Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UUP AMP YKPN,
2002), hal. 311.
4 Zainul Arifin. Dasar-Dasar Manajeman Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005), hal.169.
5 Pasar uang adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga jangka
pendek. Muhammad Syafi'I Antonio, Bank syariah dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hal. 183.
6 Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (jilid 2), (Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka, 1992), hal. 24
7 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuanagan, (Jakarta: FE UII , 1999), hal. 136
8 Muhammad Syafi'I Antonio, Bank hal. 185
9 Adiwarman A. Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 9
10 Asmuni Mth. Menyorot Beberapa Legal Maxims Dalam Bidang Ekonomi. Tulisan
yang bersumber dari Hasanuzzaman. Makalah Bahan Kuliah Mahasiswa MSI UII
Konsentrasi Ekonomi Islam Tahun 2010
11 Untuk lebih jelasnya beberapa landasan dan prinsip syariah yang digunakan
silahkan lihat pada Fatwa DSN MUI NO: 37/DSN-MUI/X/2002 Tentang PASAR UANG
ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH. Tim Penulis Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi kedua,
(Jakarta: Kerjasama DSN-MUI-BI, 2003), hal. 238.
12 ibid
13 Ibid. hal. 243-244
14 Wahyu Purwandari. Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada www.MSIUII.Net diakses pada 3 Juni 2010
15 Ibid
16 Muhammad, Manajemen......hal. 337
17 Ensiklopedi Ekonomihal. 24
18 Ibid. hal. 24-25