Anda di halaman 1dari 14

KEADILAN DAN SISTEM EKONOMI

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas kelompok


Mata kuliah Etika Bisnis

Disusun oleh:
Satria Bagus Wijayana (145020300111029)
Ryan Artha Yudha (155020301111029)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISINIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................

BAB I EKONOMI DAN KEADILAN...................................................

BAB II LIBERALISME DAN SOSIALISME SEBAGAI PERJUANGAN


MORAL.........................................................................................

2.1. Landasan Teori......................................................................

2.2. Perumusan Hipotesis............................................................

BAB III KEUNTUNGAN SEBAGAI TUJUAN PERUSAHAAN................


BAB I EKONOMI DAN KEADILAN

1.1. Hakikat Keadilan

Menurut Celsus dan Ulpianus, keadilan adalah memberikan kepada


setiap orang yang dia empunya. Hal ini dapat diartikan sebagai
keharusan untuk memberikan kepada setiap orang haknya masing-
masing. Lebih mendalam lagi, terdapat tiga ciri keadilan, yaitu:

a. Keadilan selalu tertuju pada orang lain. jikalau seseorang


berbicara tentang keadilan atau ketidakadilan terhadap dirinya
sendiri, maka orang tersebut hanya berbicara dalam arti kiasan,
karena masalah keadilan hanya bisa terjadi saat ada dua atau
lebih orang yang terlibat.

b. Keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan. Keadilan bersifat


mengikat, sehingga setiap orang memiliki kewajiban untuk
menegakkan. Sifat mengikat ini didasari oleh angapan bahwa
keadilan selalu berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi.

c. Keadilan menuntut persamaan. Persamaan pada sifat ketiga ini


memiliki arti bahwa keadilan berlaku bagi semua orang tanpa
terkecuali.

1.2. Pembagian Keadilan

a. Pembagian Klasik

Keadilan umum, di mana anggota masyarakat wajib memberi


kepada masyarakat atau negara apa yang menjadi haknya
keadilan umum adalah landasan untuk common good, di
mana individu harus mengutamakan kepentingan umum di
atas kepentingan pribadi.

Keadilan distributif, di mana negara harus membagi


segalanya sama rata kepada anggota masyarakat.

Keadilan komutatif, di mana setiap orang harus memberikan


kepada orang lain apa yang menjadi haknya.
b. Pembagian Modern

Keadilan distributif. Sama dengan dalam pembagian klasik, di


mana pembagian dengan asas sama rata dan sama rasa
dilakukan.

Keadilan retributif, di mana kesalahan akan mengakibatkan


hukum atau denda yang harus bersifat adil. Syarat agar
hukuman bersifat adil ada 3, yaitu:

o Orang atau instansi yang dihukum harus mengetahui


apa yang dilakukannya dan ia melakukan hal tersebut
dengan bebas;

o Dapat dipastikan bahwa orang yang dihukum benar-


benar melakukan kesalahan dan ada bukti yang sah
dan meyakinkan. Perlu diingat bahwa terdapat pula
asas praduga tak bersalah, di mana seseorang
dianggap tidak bersalah kecuali jika terbukti
sebaliknya; dan

o Konsistensi dan proporsionalitas antara hukuman


dengan pelanggaran yang terjadi.

Keadilan kompensatoris, di mana kesalahan akan


mengharuskan seseorang membayar kompensasi atau ganti
rugi terhadap orang atau instansi yang dirugikan.

c. Keadilan Sosial dan Keadilan Individual

Terdapat perbedaan antara keadilan sosial dan keadilan individual


pada pelaksanaan dari kedua keadilan tersebut. Keadilan individual
dilaksanakan tergantung pada kemauan seseorang, sedangkan
keadilan sosial membuat satu atau dua orang tidak berdaya dan
keadilan sosial bergantung dari struktur masyarakat di berbagai
bidang.
Berdasarkan pengertian bahwa keadilan berarti memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, keadilan sosial
terpenuhi, jika dan hanya jika hak-hak sosial terpenuhi. Namun, perlu
diakui bahwa karena kompleksitas masyarakat modern, keadilan sosial
jauh lebih sulit untuk diwujudkan daripada keadilan individual, yang
dikarenakan oleh setiap perubahan yang terjadi pada masyarakat baik
perubahan yang signifikan maupun perubahan yang tidak signifikan
akan mengakibatkan ketidakadilan struktural untuk golongan tertentu.
1.3. Keadilan Distributif pada Khususnya

Dalam teori keadilan distributif, terdapat 2 prinsip, yaitu :

a. Prinsip formal, di mana orang-orang, atau kasus-kasus yang


sama seharusnya diperlakukan dengan sama dan orang-orang
atau kasus-kasus yang tidak sama dapat diperlakukan dengan
tidak sama. Permasalahan dari teori ini adalah, teori ini tidak
praktis karena hanya menyatakan bahwa perlakuan yang sama
harus diberikan terhadap kasus-kasus yang sama, namun tidak
memberikan penjelasan mengenai pada aspek seperti apa
kasus-kasus tersebut dapat dikatakan sama.

b. Prinsip material, yang sifatnya melengkapi prinsip formal dengan


menebutkan 6 aspek untuk menjadi dasar pembagian yang adil
untuk banyak orang. 6 prinsip tersebut mengungkapkan bahwa
keadilan distributif terwujud jika diberikan kepada setiap orang
bagian yang sama, sesuai dengan kebutuhan individual, sesuai
dengan haknya, sesuai dengan usaha individualnya, sesuai
dengan kontribusinya terhadap masyarakat, dan sesuai dengan
jasanya.

Berdasarkan prinsip material, terdapat 3 teori keadilan distributif,


yaitu:

a. Teori egalitarianisme

Teori egalitarianisme didasarkan pada asas bahwa pembagian


secara adil baru dapat dilakukan jika semua orang mendapat bagian
yang sama. Jika, dengan apapun alasannya, terjadi perbedaan dan
tidak semua orang mendapat bagian yang sama, maka hal tersebut
menurut teori ini adalah ketidakadilan.

b. Teori sosialistis

Berdasarkan teori sosialistis, masyarakat telah diatur dengan adil


apabila kebutuhan semua warganya terpenuhi. Teori ini berkaitan erat
dengan prinsip Karl Marx dan Louis Blanc, yang menyebutkan bahwa
beban atau hal-hal yang memerlukan pengorbanan harus dibagi sesuai
dengan kemampuan danhal-hal yang didapat seseorang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan.

c. Teori Liberalistis

Teori liberalistis menolak pembagian atas dasar kebutuhan dan


menyebutnya tidak adil. Sehingga pada dasarnya teori ini membagi
hak berdasarkan usaha bebas dari individu dan tidak membagi hak
kepada individu yang tidak berusaha.
BAB II LIBERALISME DAN SOSIALISME
SEBAGAI PERJUANGAN MORAL

2.1. Perbandingan Liberalisme dan Sosialisme

a. Liberalisme

Liberalisme menekankan pada kebebasan indiviual. Hal ini berarti


negara memiliki peran yang sangat minimal agar warga negara
memiliki kebebasan-kebebasan. Sedangkan, tugas negara hanya
terbatas pada perlindungan dan pengamanan warga negara. Dalam
bidang ekonomi, pandangan ini menekankan prinsip laissez-faire, yang
berarti negara tidak dapat mengintervensi permasalahan ekonomi, dan
pasar akan menentukan banyak hal.

b. Sosialisme

Jika liberalisme menenmpatkan individu di atas masyarakat,


sosialisme menempatkan masyarakat di atas individu. Sosialisme
memandang bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa
hidup sendiri, sedangkan liberalisme memandang bahwa manusia
memiliki kebebasan masing-masing. Terdapat dua bentuk sosialisme
yang dianggap penting, yaitu

Sosialisme komunis, yang menolak hak milik pribadi dan


menyatakan bahwa hak kepemilikan adalah hak milik
bersama atau kolektif.

Sosialisme demokratis, yang melaksanakan sosialisme


berdasarkan asas demokrasi.
c. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan Kekurangan
Liberalisme kepemilikan Tidak
pribadi diakui memerhatikan
sebagai cara nasib kaum
penting untuk miskin; bagi
mewujudkan kaum liberalis,
kebebasan kemiskinan
adalah buah
kemalasan
Sosialisme Kepemilikan Jika barang
memiliki suatu dimiliki
fungsi sosial bersama,
yang tidak tanggung
pernah boleh jawab kurang
dibatasi pada kurang
kepentingan dirasakan
pribadi saja
2.2. Kapitalisme dan Demokratisasi

Kapitallisme adalah suatu praktik ekonomi dan sistem sosial yang


ditandai dengan adanya kelas kapitalis dan kelas proletar. Ideologi
yang mendasari kapitalisme adalah ideologi liberalisme, yang
menjelaskan 3 unsur hakiki kapitalisme, yaitu lembaga milik pribadi,
pencarian untung, dan kompetisi dalam sistempasar bebas.
Kapitalisme sendiri digerakkan oleh akumulasi kapital atau modal,
yang dikumpulkan melalui proses industri yang memanfaatkan modal
untuk menghasilkan laba sebesar-besarnya, yang kemudian
diinvestasikan dalam usaha produktif untuk menghasilkan laba yang
lebih besar lagi agar dapat mencapai kuasa ekonomi yang sangat
tinggi.
Demokratisasi dalam ekonomi kapitalis di negara industri barat
dapat dirangkum ke dalam 3 fenomena, yaitu:

a. Sistem pemerintahan demokratis berhasil mengoreksi beberapa


ekses kapitalisme,
b. Permusuhan antarkelas dalam sistem pemerintahan demokrasi
dapat diatasi, dan

c. Kepemilikan sarana produksi semakin merata dengan adanya


saham yang membuat banyak orang dapat memiliki
perusahaan.

2.3. Etika Pasar Bebas

Menurut David Gauthier, pasar yang sempurna, di mana kompetisi


berjalan sempurna tidak membutuhkan moralitas karena dalam situasi
tersebut kepentingan-kepentingan pribadi dari masing-masing individu
telah sesuai dengan kepentingan sosial seluruh masyarakat.moralitas
baru akan diperlukan saat pasar mengalami kegagalan atau memiliki
kekurangan.
Teori ini tidak praktis karena pasar selalu memiliki kekurangan-
kekurangan dan kompetisi di pasar tidak pernah mencapai
kesempurnaan karena terdapat faktor-faktor eksternal yang
keikutsertaannya dalam perhitungan tidak dapat diprediksi, seperti
keterbatasan sumber daya. Pada kenyataannya, proses-proses di pasar
memiliki kekurangan, namun diabaikan karena sistem pasar bebas
pada saat ini adalaha sistem yang paling unggul apabila dibandingkan
dengan sistem yang lainnya karena menjamin efisiensi ekonomi.
Pentingnya etika dapat dilihat dari dua sisi, yaitu

a. Keadilan sosial, di mana semua peserta diberikan kesempatan


yang sama

b. Sebagai jaminan agar kompetisi berjalan dengan baik dari sudut


pandang moral, di mana kompetisi harus mengutamakan
fairness di atas hal lainnya.

Hal ini dapat diartikan bahwa kompetisi bisnis tidak boleh merugikan
orang lain dan mengutamakan egoisme daripada kepentingan diri.
BAB III KEUNTUNGAN
SEBAGAI TUJUAN PERUSAHAAN

Bisnis adalah menyediakan suatu barang atau jasa dengan tujuan


untuk mencari calon pembeli baru, sehingga bisnis memiliki kaitan
yang erat dengan pencarian keuntungan. Dalam rangka bisnis
pemberian dengan gratis hanya terjadi saat barang atau jasa tersebut
akan dijual secara besar-besaran.
Namun demikian, keuntungan hanya bisa didapat dalam kegiatan
ekonomi yang memakai sistem uang, di mana keuntungan didapat
sebagai hasil dari transaksi moneter. Ditambah lagi, keuntungan tidak
diperoleh secara kebetulan tapi berkat upaya khusus dari individu atau
instansi yang menggunakan uang tersebut.
Karena terdapat transaksi keuangan, maka pencarian keuntungan
merupakan kegiatan yang berlangsung dalam area kapitalisme. Dan
karena keterikatan bisnis dengan uang, bisnis selalu berada dalam
radar etika, di mana organisasi yang mengejar keuntungan akan
cenderung mengesampingka etika untuk mencapai keuntungan dalam
waktu yang cepat.

3.1. Maksimalisasi Keuntungan sebagai Cita-cita Kapitalisme Liberal

Maksimalisasi profit menggunakan metode kuantitatif menekankan


pada keuntungan sebagai tujuan perusahaan. Namun, penggunaan
metode tersebut dengan menjadikan keuntungan perusahaan sebagai
satu-satunya cita-cita perusahaan merupakan tindakan yang tidak etis
karena dengan menetapkan tujuan tersebut, perusahaan akan
melakukan eksploitasi terhadap karyawannya.
Ketidaketisan dari eksploitasi karyawan ini disebabkan oleh sifat
dari eksploitasi tersebut, yang berarti karyawan hanya dianggap
sebagai sumber daya atau mesin dan tidak menhargai mereka sebagai
manusia. Meskipun begitu, ekonom akan menjawab bahwa
permasalahan maksimalisasi profit bukan merupakan permasalahan
etis karena maksimalisasi profit hanya merupakan sebuah model
ekonomis untuk dijadikan arah kepada strategi ekonomis yang bisa
berhasil. Sehingga, pada dasarnya strategi manajemen tidak perlu
menentang dan seharusnya melindungihak-hak dari karyawannya.
3.2. Masalah Pekerja Anak

Masalah pekerja anak didefinisikan sebagai masalah mengenai


pekerjaan yang dilakukan oleh anak yang belum cukup umur, di mana
mereka masih dalam usia wajib belajar. Pada dasarnya, jika pekerjaan
tersebut adalah seperti yang terjadi di dalam keluarga petani, di mana
anak membantu orang tuanya dalam melakukan panen atau
penanaman tanaman, hal ini bukan merupakan masalah. Yang menjadi
masalah adalah eksploitasi yang dilakukan sejumlah industri terhadap
para pekerja di bawah umur tersebut.
Seorang anak memiliki hak untuk bermain, sedangkan melakukan
pekerjaan untuk menghidupi keluarga adalah kewajiban orang dewasa.
Pekerjaan dilakukan secara terpaksa, sedangkan bermain dilakukan
untuk mendapatkan kesenangan dan mengisi waktu luang. Bagi
seorang anak, waktu luang yang masih dimilikinya di luar
kewajibannya sebagai seorang pelajar seharusnya digunakan untuk
bermain. mempekerjakan anak melanggar etika karena hal tersebut
melanggar hak anak karena dengan melakukan hal tersebut, kita
memperlakukan seorang anak sebagaimana kita memperlakukan
orang dewasa, bukan sebagaimana seorang anak seharusnya
diperlakukan.
Terdapat beberapa cara untuk mengatasi permasalahan pekerja anak,
yaitu

a. Meningkatkan kesadaran dan aksi dari pihak publik dan


konsumen.

b. Perusahaan diharuskan untuk membuat kode etik dan


menegakkannya, di mana pekerja di bawah umur tidak akan
diizinkan.

c. Melengkapi suatu produk dengan suatu jenis dari No Sweat


Label, yang berarti mengharuskan suatu instansi eksternal
perusahaan untuk melakukan pemeriksaan mengenai apakah
perusahaan melakukan eksploitasi pekerja di bawah umur atau
tidak.
3.3. Relativasi Keuntungan

Bisnis menjadi sesuatu yang tidak etis apabila hanya perolehan laba
yang diutamakan dan mengesampingkan etika. Keuntungan dalam
bisnis tetap perlu, namun maksimalisasi profit dan menjadikan profit
sebagai tujuan absolut tidak bisa dibenarkan. Terdapat beberapa cara
untuk menggunakan keuntungan dalam bisnis, yaitu:

a. Sebagai tolok ukur untuk menilai kesehatan perusahaan dan


efisiensi manajemen dalam perusahaan,

b. Sebagai tanda yang menunjukkan bahwa barang atau jasa


perusahaan dihargai oleh masyarakat,

c. Sebagai stimulan untuk meningkatkan usaha,

d. Sebagai syarat kelangsungan perusahaan, dan

e. Sebagai penyeimbang terhadap risiko usaha.

Anda mungkin juga menyukai