Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
Infus adalah larutan, suspensi atau emulsi yang digunakan untuk injeksi atau
infus. Kedalam kelompok ini termasuk pula wadah dengann kandungan padatan
(misalnya ampul kering) dan wadah dengan kandungan cairan (misalnya ampul
konsentrat atau ampul bahan pelarut) yang digunakan untuk pembuatan injeksi
dan infusi (Voigt, 1995).
Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam
volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau
untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan efek bahan tersebut.
Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum digunakan,
jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang
diperlukan untuk mendapat konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan
yang diperoleh , uraian singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan
dan tanggal kadualarsa. Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga
sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi
secara visual (Depkes, 1995).
Cairan infus intravena dikemas dlam bentuk dosis tungggal, dalam wadah
plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel lain. Oleh karena
volumenya yangn besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena
untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri.
Cairan infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino,
dekstrosa, elektrolit dan vitamin (Depkes, 1979).

1.2

TUJUAN PERCOBAAN
-

Untuk mengetahui uji yang dilakukan pada sediaan infus.


Untuk mengetahui apakah sediaan infus yang diuji bebas partikel
melayang dan bahan partikulat asing.

1.3

MANFAAT PERCOBAAN
-

Agar dapat mengetahui apakah sediaan infus bebas partikel melayang dan

bahan partikulat asing.


Agar dapat mengetahui akibat yang disebabkan jika sediaan infus tidak
jernih.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian injeksi

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mmenyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 900 selama 15 menit. Infus daun sena dan infus simplisia
yang mengandung minyak eteris diserkai setelah dingin. Infus daun sena, asam
jawa tidak boleh diperas karena mengandung lendir. Asam jawa dihilangkan dulu
bijinya, diremas dulu dengan air hingga menjadi bubur (Anief, 1986).
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat
berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau di
suspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Injeksi diracik dengan melarutkan,
mengemulsi atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau
dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis
ganda (Anief, 2000).
Injeksi adalah penyemprotan larutan atau suspensi kedalam tubuh untuk
tujuan terapetik atau diagnostik. Injeksi dpat dilakukan langsung kedalam aliran
darah dan kedalam jaringan dan organ. Jika hanya sejumlah larutan yang relatif
kecil larutan dimasukkan kedalam organismus dan dikatakan sebagai injeksi. Jika
digunakan sejumlah besar laruutan dikatakan sebagai infusi. Bentuk bentuk ini
dikatakan sebagai pemasukan perenteral obat (Voigt, 1995).
Sediaan injeksi dan infus adalah larutan, suspensi atau emulsi yang
digunakan untuk injeksi atau infus. Kedalam kelompok ini termasuk pula wadah
dengann kandungan padatan

( misalnya ampul kering) dan wadah dengan

kandungan cairan ( misalny ampul konsentrat atau ampul bahan pelarut) yang
digunakan untuk pembuatan injeksi dan infusi (Voigt, 1995).
Syarat-syarat injeksi meliputi :

Keseragaman bobot
Dihilangkan etiket 10 wadah. Dicuci bagian luar wadah dengan air dan
dikeringkan. Ditimbang satu per satu dalam keadaan terbuka. Lalu dikeluarkan isi
wadah, dicuci dengan air lalu dengan etanol (95%), dikeringkan pada suhu 105 0
hingga bobot tetap, didinginkan dan ditimbang satu per satu. Bobot isi wadah
tidak boleh menyimpang lebih dari batas tertentu dalam tabel, kecuali satu wadah
yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas tertentu (Anief, 2000).
Tabel keseragaman bobot
Bobot yang tertera pada etiket
Tidak lebih dari 120 mg
Antara 120 mg dan 300 mg
300 mg atau lebih
(Anief, 2000).

Batas penyimpangan dalam %


10
7,8
5

Keseragaman volume
Volume larutan tiap wadah harus sedikit lebih dari volume yang
ditetapkan. Kelebihan yang dianjurkan tertera dalam tabel di bawah ini :
Volume pada
etiket
0,5 ml
1,0 ml
2,0 ml
5,0 ml
10,0 ml
20,0 ml
30,0 ml
50,0 ml atau lebih
(Anief, 2000).

Volume tambahan yang dianjurkan untuk cairan


Encer
kental
0,10 ml
0,10 ml
0,15 ml
0,30 ml
0,50 ml
0,60 ml
0,80 ml
2%

0,12 ml
0,15 ml
0,25 ml
0,50 ml
0,70 ml
0,90 ml
1,20 ml
3%

Persyaratan larutan injeksi dan infus :


Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada
pada sediaan, tidak terjadi pengurangan efek selama penyimpanan akibat
perusakan obat secara kimia dan sebagainya.

Penggunaan wadah yang cocok yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap
steril tetapi juga mencegah terjadinya antaraksi antara bahan ibat dan material
dinding wadah.
Tersatukan tanpa terjadi reaksi. Faktor faktor yang paling menentukan adalah
bebas kuman, bebas irogen, bebas pelarut yang secara fisiologis tidak netral,
isotoni, isohidri dan bebas bahan melayang (Voigt, 1995).
Pada prinsipnya syarat tersebut berlaku baik untuk larutan injeksi dan infus.
Akan tetapi karena pemakaian larutan injeksi hanya beberapa mililiter saja,
adanya sedikit penyimpangan terhadap harga pH dan tekanan osmotik darah,
menyebabkan injeksi dalam segi rasa nyeri yang ditimbulkannya tidak terasa atau
tidak berarti. Oleh karena itu pengaturan isohidri dan isotoni pada larutan injeksi
tidak mutlak harus dipenuhi. Untuk larutan injeksi pada dasarnya harus bebas
pirogen. Tetapi hal ini harus terpenuhi untuk larutan infus (Voigt, 1995).
Cairan infus intravena dikemas dlam bentuk dosis tungggal, dalam wadah
plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel lain. Oleh karena
volumenya yangn besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena
untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri.
Cairan infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino,
dekstrosa, elektrolit dan vitamin (Depkes, 1979).
Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang
isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun cairan
hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan. Untuk meminimalisasi iritasi
pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat
(Depkes, 1979).
Persyaratan infus intravena menurut Farmakope Indonesia III :

Sediaan steril berupa larutan


Bebas pirogen
Sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah
Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam

tidak lebih dari 5 mikro meter


Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
Larutaan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak
menunjukkan pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus
intravena harus dinyatakan
Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nominal
Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal
Memenuhi syarat injeksi (Depkes, 1979).
Pembuatan larutan
Bahan pelarut
Yang bertanggungjawab terhdap timbulnya hipertemi adalah pirogen
( pyrogen= demam, pembangkit panas) yang merupakan endotoksin hasil
produksi bakteri gram negatif yang melekat kuat pada permukaan bakteria. Jika
kedalam tubuh manusia diinjeksikan larutan dengan konsentrasi sangat rendah
maka kejadian antara infus dapat terjadi. Pirogen adalah senyawa molekuler tinggi
yang dinyatakan sebagai senyawa lipopolisakarida yang diproduksi kkira kira 510% dari masa total bakteri.
Tambahan
Larutan injeksi dan infus diatur berdasar volume mililiter atau liter. Untuk
memperoleh takaran yang eksak, sejumlah masa obat dilarutkan didalam sejumlah
volume tertentu. Hal itu dilakukan dengan melarutkan sejumlah bahan obat yang
telah ditimbang kedalam sejumlah kecil bahan pelarut dan kemudian dengan sisa
bahan pelarut diisikan sampai mencapai volume yang dikehendaki. Jika larutan
mengandung konsentrasi bahan obat rendah perbedaan takaran antara g/ml atau

g/g praktis tidak penting. Obat- obat injeksi dan infus disarinng dahulu sebelum
diisikan untuk mennghilangkan komponen tak larut dan serat- serat.
Larutan isotonis
Larutan injeksi dan infus dan larutan bahan obat yang ditetapkan
penggunaanya pada mata, sebaiknya memiliki sifat yang dapat diterima mata
dengan baik. Jika dibandinngkan dengan cairan darah, cairan mata harus sesuai
yakni diisotoniskan artinya turunya titik beku terhadap air murni dibuat sama. Jika
hanya sedikit cairan yang diinjeksikan kedlam venna, tidak dikhawatirkan adanya
muncul rasa nyeri atau rangsangan, juga karena larutan tidak isotonis.
Larutan isohidris
Harga pH cairan tubuh terletak pada daerah alkali lemah sekitar 7.4. sistem
dapar tubuh yang sejati senantiasa menjaga agar fluktuasi yang terjadi hanya
dalam skala yang sangat rendah. Larutan infusi disyaratkan tidak diatur oleh harga
pH darah sehingga bersifat isohidris. Pengaturan harga ph pada larutan injeksi
dan infus dapat dilakukan dengan menambahkan penetral misalnya asam laktat,
pengaliran gas karbondioksida, sejumlah kecil asam atau basa pekat. Yang paling
sering digunakan adalah sistem dapar, khusunya larutan dapar fosfat.
Stabilisasi
Larutan injeksi sangat peka oksidasi dan membutuhkan upaya khusu untuk
menstabilkanya. Khususnya jik bahan obat harus dilindungu sedemikian rupa,
sehingga sterilisasi panas dapat dilakukan. Untuk mencegah reaksi oksidasi
diupayakan untuk tidak kontak dengan oksigen. Hal ini dapat dilakukan dengan
pengaliran gas netral. Untuk menghindari pengaruh rangsangan akibat cahaya
terhadap oksidasi dalam beberaa hal pembuatan dan penyimpanan larutan injeksi
dilakukan terlindung dari cahaya. Untuk menghindari kontaminasi bakteri,
kedalam preparat injeksi juga diperlukan penambahan bahan pengawet. Jika

bahan obatnya sendiri sudah mengandung bahan aktivitas antimikroba, umumnya


tidak memerlukan bahan pengawet lagi.
Sterilisasi
Larutan injeksi dan infus umumnya mengalami sterilisasi akhir. Hal ini
dilakukan dalam autoklaf pada suhu 121-1240C, untuk larutan dan suspensi dalam
air, pada larutan suspensi dalam minyak dilakukan dengan udara panas suhu 180200 0 C. Pada bahan yang termolabil hanya mungkin dilakukan penyaringan bebas
kuman, dimana pembuatan preparatnya injeksi berlangsung pada kondsi aseptik
(Voigt, 1995).
Petunjuk larutan infus :
Larutan RINGER
Jika untuk mengatasi kondisi kekurangan volume darah, larutan natrium
klorida

0.9- 1. Onprosen menjadi kehilangan artinya oleh sebab itu dipakai

larutan RINGER. Larutan ini mengandung KCl, CaCl2.6H2O disamping NaCl.


Beberapa larutan modifikasinya juga mengandung NaHCO3. Jika larutan bebas
NaHCO3 dapat disterilisasi dengan panas stabi, pengaautoklafan larutan natrium
hidrogen karbonat hanya mungkin setelah dialiri dengan gas karbondioksida.
Larutan yang tidak dilairi gas harus diproses melalui penyaringan pembebas
kuman
Larutan Natrium hidrogen karbonat
Sterilisasi panas tidak dimungkinkan, oleh karena dapat terjadi
pembebasan karbon dioksida. Dengan demikian akan terkait dengan peningkatan
pH, pembentukn natrium karbonat yang secara fisiologis membahayakan, kadang
kadang juga pengendapan kalsium karbonat. Juga pada pembuatan larutan
natrium hidrogen karbonat sebaiknya dihindari hilangnya karbondioksida yanng

dapat menakibatkan kenaikan pH. Oleh karena itu, prosedur terbaru dengan
mengalirkan gas karbondioksida kedalamnya. Larutan semacam itu dapat
disimpan selama 4 minggu
Larutan gula
Yang resmi digunakan adalah glukosahidrat dengan 10 % air hablur.
Hendaknya diperhatikan bahwa informasi tentang konsentrasi untuk larutan
glukosa menagcu pada zat yang mengandung air hablur. Dalam terapi umumnya
digunakan laritan 5 porsen (isotonis) dan 10 40 % (hipertonis) (Voigt, 1995).
Pengujian infus :
Bahan melayang
Pengujian secara visual dilakukan untuk mellihat pengotoran tidak terlarut
khususnya bahan melayang dan serpihan gelas. Prinsip pengujian ini adalah
ampul diputar vertikal 180 0C berulang ulang didepan suatu latar gelap yang
sisiya dicahayai. Pengujian terhadap pengotoran tidak larut sangat problematik,
oleh karena tidak ada standar obyektifya. Penelitian secara luas menunjukkan
bahwa nilai yang dihasilkan pengujian bersifat subyektif dan sangat tergantung
pengamatanya. Kemungkinan bahaya bagi pasien jika diberi injeksi larutan yang
menagndung bahan melayang juga sangat berbeda (Voigt, 1995).
Uji sterilitas
Pengujian ini dilakukan secara mikrobioogis dengan menggunakan
medium pertumbuhan tertentu. Penetapan jumlah wadah yang diuji pada setiap
kelompok dalam masing masing farmakope berbeda- beda. Hanya beberapa obat
injeksi yang terbukti sterilitasnya (Voigt, 1995).
Pengujian secara visual dilakukan untuk mellihat pengotoran tidak terlarut
khususnya bahan melayang dan serpihan gelas. Prinsip pengujian ini adalah

sediaaan infus diputar vertikal 1800C berulang ulang didepan suatu latar gelap
(hitam) dan latar terang ( putih) yang sisinya dicahayai (Voigt, 1995).
Pengujian terhadap pengotoran tidak larut sangat problematik, oleh karena
tidak ada standar obyektifya. Penelitian secara luas menunjukkan bahwa nilai
yang dihasilkan pengujian bersifat subyektif dan sangat tergantung pengamatanya.
Kemungkinan bahaya bagi pasien jika diberi injeksi larutan yang mengandung
bahan melayang juga sangat berbeda (Voigt, 1995).
Larutan infus terdiri dari :
Zat aktif (obatnya)
Zat pelarut atau pembawa yang cocok
Zat tambahan seperti :
- Zat penambah kelarutan obat (solubilizing agent) seperti :
Pelarut organik yang mau campur dengan air seperti etanol,

propilenglikol, gliserin
Surfaktan terutama yang nonionik
Etilendiamin untuk menambahkan kelarutan teofilin
Dietilendiamin menambah kelarutan barbital
Niasinamid dan natrium salisilat menambah kelarutan vitamin

B2
Kreatinin, niasinamid dan lesitin untuk menambah kelarutan
-

senyawa steroid
Zat pembentuk senyawa khelat (chelating agent)
Zat pembuat isotonus, seperti natrium klorida dan glukosa
Larutan dapar
Zat pengawet
Benzalkonium klorida 0,05-0,1%
Benzilalkohol 2%
Fenol 0,5%
Klorbutanol 0,5%
Kresol 0,3%
Fenil raksa (II) nitrat 0,001%-0,002%
Zat anti-oksidan
Zat anti-oksidan yang sering digunakan dalam larutan berair :
Asam askorbat 0,1%
Natrium bisulfit 0,15%
Natrium metabisulfit 0,2%

Zat anti-oksidan yang sering digunakan dalam larutan berminyak :


Tokoferol 0,5%
Butilhidroksi anisol (B.H.A) 0,02%
Butilhidroksi toluen (B.H.T) 0,02% (Anief, 2000).
Zat pengawet yang cocok ditambahkan kedalam injeksi yang diisikan
kedlam wadah dosisi ganda atau injeksi yang dibuat secara aseptik. Untuk zat
yang mempunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan zat pengawet. Kadar zat
pengawet harus sedemikian rupa sehingga dapat mencegah pertubuhan bakteri.
Untuk injeksi berair digunakan fenol 0,4 % b/v, Kresol 0.3% b/v, Klorbutanol
0.5% (Depkes, 1979).
WADAH
Wadah larutan infusi disarankan penggunaan botol penyimpanan darah
yang dilengkapi dengan sebuah pipa kecil ventilasi sehingga memungkinkan
cairan mengalir keluar. Disamping kualitas gelas yang lebih baik juga disini
terdapat perbandingan yang lebih baik antara permukaan gelas efektif terhadap
suatu cairan volume. Tutup karet atau tutup lempeng kecil bahan sintetis yang
digunakan untuk menutupi botol infus atau botol yang dapat ditusuk tidak boleh
melepaskan bahan padat, bahan pewarna serta komponen toksis atau pirogen
kedalam larutan. Penggunnaan tutupnya yang berulang kali tidak diijinkan
(Voigt, 1995).
Wadah untuk injeksi dibuat dari gelas plastik tidak boleh bereaksi dengan
obat atau mempengaruhi khasiat obat, tidak mengeluarkan partikel kecil dan
memudahkan memeriksa isinya ddengan mudah. Ada tiga macam wadah untuk
larutan injeksi (Anief, 2000).
Wadah takaran tunggal ialah suatu wadah yang kedap udara yang
empertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral

sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali
dengan jaminan tetap steril. Wadah dosisi tunggal umumnya disebut ampul,
tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dengan kondisi aseptis. Misalnya
adalah ampul 1ml, 2ml, 5ml, 10ml. Dibuat dengan gelas dan ditutup dengan
peleburan (Ansel, 2005).
Wadah takaran ganda ialah wadah kedap udara yang memungkinkan
pengambilan isisnya perbagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan,
kualitas atau kemurnian bagian yang tertinggal. Sediaan ini dapat berupa vial atau
flacon, dibuat dari gelas dengan tutup karet dan diluarnya ditutup dengan tutup
kap dari aluminium (Ansel, 2005).
Wadah dosis berganda dilengkapi dengan penutup karet dan plastik untuk
memungkinkan penusukan jarum suntik tanpa membuka atau merusak tutup. Bila
jarum ditarik kembali dari wadah, luang bekas tusukan akan tertutup rapat
kembali dan melindungi isi dari pengotoran dari udara bebas. Jarum dapat
ditusukkan untuk mengambil sebagaian cairan obat suntik, atau dapat digunakan
untuk menambah pelarut/pembawa kebubuk kering yang dimaksudkan untuk obat
suntik.pada keadaan-keadaan tersebut, obat suntik dapat dipertahankan, bila jarum
itu steril pada waktu dimasukkan kedalam wadah. Sebaiknya harus dilihat
kembali bahwa, kecuali kalau dinyatakan lain dalam monograf, obat suntik dosis
berganda diharuskan mengandung zat pengawet antimikroba. Kecuali jika
ditentukan khusus wadah dosis berganda tidak boleh lebih besar dari 30 ml
kapasitasnya, untuk membatasi jumlah tusukan yang dibuat pada tutup dan ini
berarti menjaga sterilitas (Ansel, 2005).
Pembatasan volume juga untuk menjaga berlebihnya zat pengawet
antimikroba yang diberikan bersama dengan obat. Bila dosis besar yang tidak

lajim diperlukan, disarankan untuk menggunakan sediaan dosis tunggal yang tidak
mengandung pengawet. Wadah dosis berganda yang lajim mengandung 10 dosis
lajim obat suntik tetapi ebsarnya dosis berbeda-beda tergantung pada masingmasing sediaan dan pabrik.Untuk cairan infus digunakan dengan botol infus,
biasanya 500ml atau dengan wadah dalam plastik (Anief, 2000).

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 ALAT
- Alat untuk mengerjakan kejernihan
3.2 BAHAN
- Infus
3.3 PROSEDUR
UJI KEJERNIHAN
- Ampul dan infus diamati secara visual (penglihatan).
- Ampul dan infus diletakkan di depan papan yang sebahagian berwarna
hitam dan sebagian berwarna putih (sebagai latar belakang).
- Ampul dan infus disinari dari atas sambil diputar perlahan-lahan.

- Latar belakang yang berwarna hitam untuk melihat partikel berwarna


putih, latar belakang yang berwarna putih untuk melihat partikel yang
berwarna hitam.
3.4

FLOWSHEET
Infus

Diamati infus secara visual


Diletakkan infus didepan papan yang sebagian berwarna
hitam dan putih
Disinari infus dari atas sambil diputar perlahan-lahan
Diamati apakah terjadi pengotoran pada infus
Hasil

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

4.2

Hasil
- Uji kejernihan : 2 botol infus yang diperiksa tidak ada pengotoran
(jernih).
Pembahasan
Dari percobaan yang telah dilakukan pada sediaan infus yaitu uji

kejernihan yang dinyatakan memenuhi syarat dimana tidak adanya partikelpartikel pengotor pada sediaan infus (jernih).
Untuk sediaan cair seperti infus, persentase isi atau jumlah tiap komponen
dalam volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH
atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan efek bahan
tersebut. Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum
digunakan, jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah

yang diperlukan untuk mendapat konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir
larutan yang diperoleh , uraian singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara
penyimpanan dan tanggal kadualarsa. Pemberian etiket pada wadah sedemikian
rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah
pemeriksaan isi secara visual (Depkes, 1995).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Uji yang dilakukan pada sediaan infus adalah uji kejernihan.
Sediaan infus yang diperiksa bebas partikel melayang dan bahan
partikulat asing, karena botol infus yang diperiksa tidak ada
pengotoran (jernih).
5.2

SARAN
Sebaiknya uji yang dilakukan pada sediaan infus bukan hanya uji
kejernihan tetapi juga uji yang lain misalnya uji kebocoran dan uji
keseragaman volume.
Sebaiknya dilakukan uji terhadap sediaan yang lain suapaya dapat
dibuat sebagai pertimbangan.
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya sediaan infus yang yang di uji
lebih banyak lagi agar dapat di jadikan perbandingan.
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya sediaan infus yang digunakan
dari merek yang berbeda- beda dan dari penerbit atau produksi dari
pabrik yang berbeda- beda agar dapat di jadikan perbandingan mana
yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1986). Ilmu Farmasi. Jakarta : Ghalia Indonesia.


Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
Ansel, H. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Voigt , R.(1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai