Anda di halaman 1dari 10

Nama : putu eka herry irawan

Stambuk : 1810006
Tugas : teknologi sediaan steril

PENDAHULUAN
Tonisitas merupakan kemampuan suatu larutan untuk menyamakan konsentrasi cairan
yang ada di dalam dan di luar sel. Adanya kemampuan ini terjadi karena tekanan osmosis.
Tekanan osmosis adalah tekanan yang mengalami osmosis yakni perpindahan zat pelarut dari
konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi melalui membran semi permeabel dimana sel melalukan
ini karena sel ingin mencapai keseimbangan.
Kemampuan tekanan osmosis ini dapat menyebabkan 3 hal yakni : hipertonis, isotonis,
dan hipotonis. Hipertonis adalah suatu keadaan yang konsetrasi di dalam sel lebih tinggi daripada
konsetrasi di luar sel sehingga konsetrasi di dalam sel berpindah ke luar sel yang menyebabkan
sel mengerut atau krenasi, hipotonis adalah keadaan konsetrasi yang di luar sel lebih rendah
dibandingkan konsentasi di dalam sel sehingga konsentrasi di dalam sel betambah yang
menyebabkan sel mengembang atau hemolisis, dan isotonis adalah keadaan yang konsentrasi di
dalam dan di luar sel sama sehingga sel tidak megalami krenasi maupun hemolisis (bentuk sel
tetap).
Gerakan air melewati membrane semipermeabel dari area dengan konsentrasi zat terlarut
rendah ke area dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Osmosis dapat terjadi melewati
semua emolysi bila konsentrasi zat terlarut pada kedua berubah. Istilah berikut dihubungkan
dengan osmosis (Horne , 2000) :
a. Tekanan osmotik
Jumlah tekanan hidrostatik diperlukan untuk menghentikan aliran osmotik air.
b. Tekanan Onkotik
Tekanan osmotik dihasilkan oleh koloid (protein). Albumin, misalnya saja,
menghasilkan tekanan onkotik dalam pembuluh darah dan membantu menahan kadungan air
dalam ruang intravaskular.
Tekanan yang diperlukan untuk mencegah terjadinnya perpindahan air secara osmosis. Semakin
besar perbedaan konsentrasi di antara dua larutan di kedua sisi membrane permeabel selektif,
maka semakin besar tekanan osmotik yang diperlukan untuk menghentikan perpindahan air
secara osmosis. Tekanan osmotik juga disebut sebagai tarikan osmotik karena terlihat seperti
menarik air melalui membran (James , 2002).
Tekanan osmosis efektif suatu larutan beragam, tergantung pada zat terlarut yang ada.
Jika zat terlarut adalah suatu nonelektrolit, larutannya hanya mengandung molekul yang tak
terionisasi dan tekanan osmosis hanya ditentukan oleh konsentrasi zat terlarut. Jika zat terlarut
adalah suatu elektrolit, larutannya akan mengandung ion dan tekanan osmosis ditentukan tidak
hanya oleh konsentrasi zat terlarut, tetapi juga oleh tingkat disosiasinya. Zat terlarut yang
terdisosiasi memiliki jumlah partikel yang relatif lebih besar dalam laruta dan menghasilkan
tekanan osmosis lebih besar daripada molekul-molekul yang tak terdisosiasi (Ansel , 2006).
Dua larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama disebut isotonik. Banyak larutan
yang dimaksudkan untuk bercampur dengan cairan tubuh dirancang agar memiliki tekanan
osmosis yang sama untuk kenyamanan, efikasi, dan keamanan yang lebih besar. Suatu larutan
yang memiliki tekanan osmosis yang sama seperti cairan tubuh tertentu disebut isotonik (artinya
memiliki tonisitas yang sama) dengan cairan tubuh yang spesifik tersebut.

ISOTONIS
Tiap zat kimia yang dilarutkan dalam air memiliki tekanan osmotik tertentu. Darah
memiliki tekanan osmotik yang sama dengan natrium klorida 0.9%; oleh karena itu, nama
umum cairan natrium klorida ini adalah salin normal. Salin normal dikatakan osmotik
dengan darah dan cairan fisiologi lainnya.
Dalam bidang medis, istilah isotonik digunakan secara sinonim dengan isoosmotik. Suatu
larutan yang bersifat isotonik dengan sel hidup jika sel tidak mengalami perolehan bersih
atau kehilangan air dan tidak ada perubahan lain yang terjadi bila sel berkontak dengan
larutan tersebut. Larutan parenteral biasanya menggunakan tekanan osmotik 150-900
mOsm/Kg dibandingkan denagn norma fisiologi 282-288 mOsm/Kg untuk darah.
Semakin besar volume larutan yang akan diinjeksikan, sediaan harus semakin mendekati
isotonisitas.
Isotonis adalah suatu keadaan pada saat tekanan osmosis larutan obat sama dengan
tekanan osmosis cairan tubuh kita (darah, air mata). (Syamsuni, 2006). Larutan injeksi dan
larutan infusi (intravenus, subkutan, intramuskuler) dan larutan obat, yang ditentukan untuk
penggunaan pada mata, sebaiknya, untuk memiliki suatu keakraban yang memadai
perbandingannya dengan cairan darah, cairan jaringan atau cairan air mata, diisotoniskan, artinya
diatur pada penurunan titik beku yang sama dibandingkan air murni. Jika hanya sejumlah kecil
cairan diinjeksikan ke intravena, sama sekali tidak menimbulkan nyeri atau rangsangan
(R,Voight, 1995).
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah
sehingga tidak terjadi pertukaran cairan diantara keduanya maka larutan tersebut dikatakan
isotonis (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl). Hal tersebut terjadi jika sejumlah darah
didefibrinasi untuk mencegah penggumpalan dengan dicampur larutan yang mengandung 0,9 %
b/v NaCl maka sel darah merah masih utuh serta mempertahankan ukuran dan bentuk
normalnya.(S.Lukas, 2006)
Sediaan yang isotonis tidak selalu dapat dicapai mengingat kadang-kadang diperlukan zat
berkhasiat dengan dosis tinggi untuk mendapat efek farmakologi yang diinginkan yang
menyebabkan isotonis terlampau (larutan sedikit hipertonis). Namun untuk sediaan parenteral,
subkutan, dan intrmuskular harus dibuat se isotonis mungkin. Contoh sediaan isotonis seperti :
Ringer Laktat, dan Normal Saline (NaCl 0,9 b/v).

DASAR PENENTUAN ISOTONIS


Cara pengisotonisan larutan berdasar pada perhitungan penurungan tiik beku dan pada
suatu titik penyeimbangan tekanan osmotik larutan terhadap cairan tubuh. Sebagai tekanan
osmotik diartikan gaya, dengan nya air atau bahan pelarut lainnya melintas masuk melalui
membran semipermeabel ditarik ke dalam larutan pekat. Dengan ini yang terakhir mengalami
suatu pengenceran dan suatu dan suatu peningkatan volume, sehingga suatu tekanan (tekanan
osmotik) dilakukan pada materi dinding disekitarnya. Suatu ukuran gaya dihasilkan oleh
menaiknya larutan dalam sebuah pipa tertutup pada sebuah osmometer atau pedesakan air raksa
dalam pipa ini melalui menaiknya larutan.

N
π= R . T =c . R .T
V

N/V konsentrasi c (mol/liter) (N = jumlah mol, V = Volume). R= tetapan gas. T= suhu mutlak.
P
∆=K
M
Segitiga : penurunan titik beku darah (0,52), M : massa molekul zat terlarut, K: tetapan
kriostopik bahan pelarut (air=18,6 untuk 1 mol dalam 100 ml), P: jumlah zat (g) untuk
pembuatan 100 g larutan isotonis.

Larutan perlu isotonis agar :


 Mengurangi kerusakan ajringan dan iritasi
 Mengurangi hemolisis sel darah
 Mencegah ketidak seimbangan elektrolit
 Mengurangi sakit pada daerah injeksi

Tidak semua larutan bisa menjadi isotonis, karena :


 Konsentrasi obat tinggi, tetapi batas volume injeksi kecil
 Variasi dosis pemberian
 Metode pemberian
 Pertimbangan stabilitas produk

HIPOTONIS
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmose nya lebih rendah dari serum darah
sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel
memperbesar volume sel darah merah dan akan menyebabkan peningkatan di dalam sel.
Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Peristiwa demikian
disebut hemolisa.(S.Lukas, 2006)
Misalnya suatu larutan NaCl 0,3%, maka tekanan dalam tubuh darah meninggi
sedemikian jauh, sehingga mereka pecah. Dia menghasilkan hemolisa artinya bahan pewarna
darah mencapai cairan disekitarnya.(R.Voight,1995)
PENGATURAN TONISITAS
Pengaturan tonisitas adalah suatu upaya untuk mendapatkan larutan yang isotonis.   Upaya
tersebut meliputi pengaturan formula sehingga formula yang semula hipotonis menjadi
isotonis,dan langkah kerja pengerjaan formula tersebut.
Ada dua kelas untuk pengaturan tonisitas :
1. Metode Kelas satu
2. Metode kelas 2
Metode Kelas Satu
Dari formula yang ada (termasuk jumlah solvennya) dihitung tonisitasnya dengan
menentukan ΔTf – nya, atau kesetaraan dengan NaCl.  Jika ΔTf-nya kurang dari 0,52O atau
kesetaraannya dengan NaCl kurang dari    0,9 %, dihitung, banyaknya padatan NaCl, yang harus
ditambahkan supaya larutan menjadi isotonis. Cara pengerjaannya semua obat ditimbang
ditambah NaCl padat, ditambah air sesuai formula.  Metode kelas satu meliputi metode kriskopik
(penurunan titik beku), perhitungan dengan faktor disosiasi dan metode ekuivalensi NaCl
Metode Kelas Dua
Dari formula yang ada (selain solven) hitung volume larutannya yang memungkinkan
larutan menjadi isotonis. Jika volume ini lebih kecil dari pada volume dalam formula, artinya
larutan bersifat hipotonis.  Kemudian hitunglah volume larutan isotonis, atau larutan dapar
isotonis, yang ditambahkan berupa larutan NaCl 0,9%, bukan padatan NaCl, misalnya NaCl 0,9
% yang harus ditambahkan dalam formula tadi untuk mengganti posisi solven selisih volume
formula dan volume larutan isotonis.  Metode kelas dua meliputi metode White-Vincent dan
metode Sprowls.

HIPERTONIS
Hipertonis berarti tonisitas larutan obat lebih besar dari pada cairan tubuh.(Anief,2006)
Hipertonis juga bisa diartikan turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmose nya lebih tinggi
dari serum darah sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membran
semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah tetapi keadaan ini
bersifst sementara dan tidak akan meyebabkan kerusakan sel tersebut (Syamsuni, 2006).
Peristiwa demikian disebut plasmolisa.
Hal tersebut terjadi jika sejumlah kecil darah merah dicampur dengan larutan 2,0% b/v
NaCl. Saat itu eritrosit akan mengkerut dan berkeriput karena isi sel diterik keluar dari sel
(S.Lukas,2006)

ISOOSMOSIS
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum darah,
maka larutan dikatakan isoosmosis(0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154 mmol Cl- per
liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose 6,86). Pengukuran dengan alat osmometer
dengan kadar mol zat perliter larutan. Dalam sebagian besar kasus mereka juga sekaligus
isotonis, artinya mereka bersikap netral dalam pandangan secara fisiologis terutama
terhadap eritrosit (contoh : larutan natrium klorida 0,9%). Tentu saja tidak sediki dalam
konsentrasi isoosmotik pada penerapan i.v mengarahkan kepada hemolisa. Dalam kasus
ini maka tekanan osmotik dan tonisitas tidak sama dan larutan isoosmtik demikian
terbukti sebagai hipotonis terhadap darah.
Osmolaritas
Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan larutan dengan menggunakan satuan
mol. Natrium dalam NaCl berperan penting dalam mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh.
Apabila terdapat tiga jenis larutan garam dengan kepekatan yang berbeda dan di daiamnya
dimasukkan sel darah merah, maka larutan yang mempunyai kepekatan sama yang akan
seimbang dan berdifusi. Larutan NaCl 0,9% merupakan larutan yang isotonik karena larutan
NaCl mempunyai kepekatan yang sama dengan larutan dalam sistem vaskular. Larutan isotonik
merupakan larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan larutan yang dicampur. Larutan
hipotonik mempunyai kepekatan lebih rendah dibanding larutan intrasel.
Apabila terdapat tiga jenis larutan garam dengan kepekatan yang berbeda dan di
dalamnya dimasukkan sel darah merah, maka larutan yang mempunyai kepekatan sama yang
akan seimbang dan berdifusi.
Larutan NaCl 0,9% merupakan larutan yang isotonik karena larutan NaCl mempunyai
kepekatan yang sama dengan larutan dalam sistem vaskular. Larutan isotonik merupakan larutan
yang mempunyai kepekatan sama dengan larutan yang dicampur. Larutan hipotonik mempunyai
kepekatan lebih rendah dibanding larutan intrasel.
Osmolaritas adalah istilah kimia yang menggambarkan berapa banyak molekul yang
dilarutkan dalam cairan. Jika makin banyak zat-zat yang dilarutkan dalam cairan, maka semakin
tinggi osmolaritas tersebut. Osmolaritas darah inilah yang akhirnya memicu dahaga ketika tubuh
mencoba untuk mencairkan gula tambahan. Otak adalah organ yang bertanggung jawab untuk
memberitahu tubuh bahwa Anda merasa haus. Ada sel-sel khusus di bagian otak yang
mendeteksi osmolaritas darah. Seiring dengan peningkatan osmolaritas, sel-sel ini mengirimkan
sinyal ke bagian lain dari otak untuk memicu respons haus. Peningkatan osmolaritas bukan satu-
satunya hal yang memicu kehausan, penurunan tekanan darah juga dapat membuat orang merasa
haus karena tubuh mencoba untuk meningkatkan volume darah.

iso-osmolar urea larutan hipotonik ke sel-sel darah merah, ... Dengan osmolaritas normal


saline, 9 gram NaCl dilarutkan dalam air untuk total volume ...

Osmolaritas cairan tubuh


• Osmosis : pergerakan air dari konsentrasi rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi
• Bila jumlah zat terlarut dalam darah meningkat maka akan terjadi peningkatan
osmolaritas.
• Peningkatan osmolaritas akan merangsang pengeluaran ADH
• Bila kita mendapat infus cairan yan bersifat isotonis, tidak akan terjadi perubahan
osmolaritas
• Bila mendapat infus cairan hipotonis, osmolaritas menurun, maka akan terjadi
perpindahan air dari kapiler ke jaringan interstisiel sehingga terjadi odem dan sel
membengkak
• Bila mendapat infus hipertonis, osmolaritas meningkat, sehingga terjadi penarikan air ke
dalam pembuluh darah dan sel akan mengkerut.

ISOHIDRIS
Isohidris yang dimaksukan aadalah, agar bila diinjeksikan ke badan tidak terasa sakit dan
penyerapannya obat dapat optimal. Isohidris artinya ph larutan injeksi sama dengan darah
dan cairan tubuh lain yaitu ph= 7,4. Tetapi untuk garam alkaloid, vitamin B1
menghendaki ph 3-4, untuk adrenalin ph 2-3 dan luminal- Na, PAS menghendaki ph
lebih dari 8.
Untuk mendapat ph tertentu yang tetap maka digunakan penambahan larutan dapar.
Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, larutan dapar boraks dan larutan dapar lain
yang kapasitas daparnya rendah. Pengaturan ph dilakukan dengan penambahan basa,
basa, atau dapar.(Anief, 2000)
Nilai ph cairan tubuh terletak dalam daerah alkali lemah pada 7,4. Sistem dapar tubuh
sendiri( dapar hidrogen karbonat/ karbondioksida, dapar putih telur mengusahakan,
supaya fluktuasi hanya mungkin dalam skala yang bukan main rendah, yakni ph =7,3 dan
7,45. Sekurang-kurang nya laurtan infusi diatur pada nilai ph darah, sehingga mereka
isohidris. Suatu tuntutan menurut isohidris pada dasarnya tentu saja tidak dianggap
sebagai yang diperlukan.
Nilai ph dari <3,5 atau > 9,5 menyebabkan perusakan endotel dan menyebabkan rasa
nyeri. Dengan sendirinya setelah pengisotonisasian dan pendaparan pada injeksi i.m nyeri
masih dapat muncul, dalam kasus nini disarankan memakai anestetika. Jadi dapat
dimengerti bagaimana perlu nya suatu pengaturan ph (kira-kira pada 6,8-7,4) agar
isohidris (R.Voight.1995)
Menurut buku formulasi steril, Isohidris adalah kondisi suatu larutan zat yang pHnya
sesuai dengan pH fisiologis tubuh sekitar 7,4.. dan menurut buku ilmu resep, Isohidri
adalah pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4. Contoh: injeksi
aminofilin dibuat sangat basa karena pada kondisi asam akan terurai.
Dalam pembuatan ditambahkan etilendiamin untuk menaikkan kelarutan dari
aminofilin.

Aminofilin injeksi 2,4% 24%


R/  Teofilin 2,0 20,0
Etilen diamin 0,55 5,5
Aqua p.i. Ad 100 Ad 100 ml
Cara pemberian intravena Intramuskular

CARA PEMBUATAN SEDIAAN STERIL


Bila formula suatu produk parenteral telah ditentukan, meliputi pemilihan pelarut atau
pembawa dan zat penambah yang tepat, ahli farmasi pembuat harus mengikuti prosedur aseptis
dengan ketat dalam pembuatan produk yang disuntikkan. Kita memerlukan prosedur aseptis
jikabahan produk parenteral yang akan dipakai harus bebas dari mikroorganisme, mulai dai
pelarut (air) dan bahan-bahan zat aktif hingga bahan tambahan (material equipment)
Sebelum memproses bahan tambahanm mita perlu melakukan pemeriksaan pendahuluan
fisika-kimia dn pirogen masing-masing bahan yang digunakan. Sebaliknya, kita melakukan
pemeriksaan gelas pada ampul atau vial dan pemeriksaan fisika kimia pada karet atau plastik.
Pada proses pembuatan larutan parenteral, kita melarutkan bahan-bahan yang sesuai dengan
CPOB dan Farmakope.
Kita dapat membuat sediaan suspensi injeksi atau infus dengan menghaluskan obat
hingga menjadi serbuk yang sangat halus menggunakan bola penggiling atau peralatan lain yang
sesuai. Selanjutnya serbuk halus disuspensikan dalam cairan yang tidak melarutkan zat aktif.
Seringkali dibutuhkan pensterilan masing-masing komponen suspensi secara terpisah sebelum
dicampurkan karena seringkali keutuhan suspensi dirusak oleh pensterilan dengan autoklaf, dan
juga dapat merusak viskositas produk dengan demikian mempengaruhi kemampuan pembawa
sebagai suspensi. Jika suspensi tidak berubah oleh autoklaf, maka cara ini dipakai untuk
mensterilkan produk akhir.
Beberapa obat suntik dikemas sebagai padatan kering karena obat tidak stabil bila aa
komponen cair. Obat dalam bentuk ini dikemas sebagai bubuk yang merupakan produk akhir.
Dan bisa digunakan cairan yangs sesuai sebelum digunakan apakah itu dalam bentuk larutan atau
suspensi. Contoh obat steril yang dibuat dan dikemas tanpa adanya zat penambah :
- Ampisilin steril
- Basitrasin steril
- Tetrakain HCl steril
- Streptomisin sulfat steril
Obat steril berikut diformulasikan dengan zat penambah farmasi dan untuk dibentuk
injeksi sebelum disuntikkan
- Cefamandol nafat untuk obat suntik
- Siklofosfamid untuk obat suntik
- Hyaluronidase untuk obat suntik
- Daktinomisin untuk obat suntik

KESIMPULAN
 Gerakan air melewati membran semipermeabel dari area dengan konsentrasi zat terlarut
rendah ke area dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Osmosis dapat terjadi
melewati semua membran bila konsentrasi zat terlarut pada kedua berubah
 Pada larutan hipertonik, kosentrasi zat terlarut lebih pekat di luar sel daripada di dalam
sel. Air akan berpindah keluar sel ke larutan secara osmosis dan menyebabkan penciutan
sel yang disebut krenasi
 Pada larutan hipotonik, konsentrasi zat terlarut lebih rendah di luar sel daripada di dalam
sel. Air akan masuk ke sel secara osmosis menyebabkan pembengkakan sel dan sel pecah
yang disebut hemolysis
 Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, pembuatan sediaan yang akan digunakan
untuk injeksi harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba
dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) juga mempersyaratkan tiap
wadah akhir injeksi harus diamati satu per satu secara fisik dan tiap wadah yang
menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual harus ditolak
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C., Allen, L. V., and Popovich, N. G., 2005, Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms
and Drug Delivery Systems, Eight Edition, 230, 239-241,Lippincott Williams & Wilkins a
Wotters Kluver Company, Philadelphia.

Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1036-1040, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai