Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Di PT VICTORIA CARE INDONESIA


JAWA TENGAH
Tanggal 2 Agustus – 23 September 2021

DISUSUN OLEH :

Sofia Rusdeni S.Farm 20102000069

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI VICTORIA CARE INDONESIA
KOTA SEMARANG
Tanggal 2 Agustus– 23 September 2021

Disetujui Oleh :

Pebimbing Akademik Preseptor

apt. Yuyun Darma Ayu N. M.Farm apt.Sanny Harjito.,S.Si

Mengetahui,

Ketua Program Studi Profesi Apoteker Direktur Victoria Care Indonesia


Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Prof. Dr. apt. Suwaldi Martodihardjo. M.Sc Drs.apt.Rosid Sujono.,MM

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Industri Victoria Care Indonesia yang dilaksanakan pada Tanggal 2
Agustus – 23 September 2021. Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini
disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas
Kedokteran Program Studi Profesi Apoteker. Laporan ini selesai tidak lepas dari
dukungan, bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Apt. Suwaldi M, M.sc selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
2. Dr. Apt. Naniek Widyaningrum, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi
Profesi Apoteker Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
3. Apt. Yuyun Darma M.Farm selaku Dosen Pembimbing Akademik
Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Sultan Agung
Semarang yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama
Praktik Kerja Profesi Apoteker.
4. Drs. Apt. Rosid Sujono.MM. selaku preceptor dan direktur VCI yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan selama Praktik Kerja Profesi
Apoteker.
5. Seluruh staf dan karyawan di Industri Victoria Care Indonesia Provinsi
Jawa Tengah yang telah memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan
dan kerjasama selama pelaksanaan PKPA.
6. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis juga menyadari bahwa laporan ini memiliki banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharap kritik, saran dan masukan dari semua pihak
agar dapat menjadi perbaikan di masa yang akan datang.
Semarang,
23September 2021

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................iv
DAFTAR ISI................................................................................................vi
BAB I..............................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................1
B. Tujuan PKPA ........................................................................................2
C. Manfaat PKPA ...........................................................................2
BAB II............................................................................................................3
TINJAUAN UMUM.......................................................................................3
A. Kosmetik ........................................................................................3
1. pengertian kosmetik .....................................................................4
2. Sejarah Kosmetik .....................................................................5
3. Kategori kosmetik .....................................................................5
4. Informasi penandaan kosmetik .............................................................17
5. cara pembuatan kosmetika yang baik ............................................19
BAB III Tinjauan Umum Industri...............................................................20
A. sejarah PT victoria care indonesia......................................... .........21
1. profil perusahaan............................................................................22
2. Struktur Oganisasi................................................................................23
3. Denah Lokasi........................................................................................24
4. produk dan rancangan .........................................................................25
5. Penelitian dan pengembangan produk............................................27
7. Pengawasan dan pengendalian mutu..............................................28
8. pemeriksaan produk.......................................................................33
9. pergudangan...................................................................................34
BAB IV Pembahasan....................................................................................35
A. Bangunan dan Fasilitas........................................................................36
B.Peralatan..............................................................................................37
C. Sanitasi dan Hygien.......................................................................38

iv
E. Pengolahan dan pengawasan mutu..................................................38
F. Pencatatan dan dokumentasi........................................................38
BAB V.......................................................................................................40
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................40
A. Kesimpulan....................................................................................40
B. Saran ................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................41

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Industri farmasi merupakan fasilitas dalam produksi sediaan farmasi baik


obat-obatan maupun pharmaceutical care atau kosmetika dengan sistem regulasi
yang ketat, dimana industri farmasi harus menerapkan pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB)
untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar. CPOB dan CPKB merupakan salah satu
regulasi yang harus dipenuhi oleh industri Farmasi dalam memproduksi suatu
produk.
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ
genital bagian luar atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, merubah penampilan dan atau memperbaiki bau
badan, melindungi dan memelihara tubuh pada kondisi baik . Pembuatan
kosmetik hendaklah menerapkan prinsip dari CPKB agar produk yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Ada 12 aspek yang diatur dalam CPKB 2019 dan salah satunya adalah
kegiatan produksi, dimana merupakan aspek penting yang bertujuan
menghasilkan produk yang bermutu, aman, dan berkhasiat untuk konsumen.
Kegiatan produksi dilaksanakan berdasarkan prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi CPKB. Produksi merupakan seluruh kegiatan dalam
pembuatan produk, mulai dari penerimaan bahan baku, dilanjutkan dengan
pengolahan, pengemasan primer dan sekunder, sampai menghasilkan produk
jadi. Dalam memastikan mutu produk maka dilakukan In Process Control mulai
dari awal kegiatan produksi hingga menjadi produk jadi. Seluruh kegiatan
produksi akan diawasi oleh pengawasan mutu untuk menjamin bahwa produk
yang dihasilkan bermutu dan sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.

1
PT. Victoria Care Indonesia merupakan salah satu industri kosmetik yang
ada di Indonesia dan menerapkan CPKB dalam proses produksinya. Produk
kecantikan yang telah diproduksi oleh PT. Victoria Care Indonesia antara lain
seperti body scrub, shampoo, body wash, parfume dan Hair Care.
Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan memiliki peranan penting
dalam menjamin peredaran kosmetik yang aman dan bermutu serta berkualitas
bagi masyarakat. Untuk menghasilkan tenaga apoteker yang profesional dan
berkualitas dibidang Industri Farmasi, maka Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Islam Sultan Agung bekerja sama dengan PT. Victoria Care
Indonesia dalam melaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada
tanggal 2 Agustus-18 September 2021. Hal ini bertujuan untuk memberi
gambaran dan pengalaman bagi mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker agar
dapat mengetahui proses produksi dan mengamati penerapan aspek CPKB di PT.
Victoria Care Indonesia.
B. Tujuan PKPA
1. Untuk mengamati dan mengetahui penerapan aspek CPKB di industri
farmasi PT. Victoria Care Indonesia.

2. Untuk mengetahui peran, fungsi dan tanggung jawab Apoteker dalam


industri PT. Victoria Care Indonesia.

3. Untuk mengetahui proses pemilihan, pembuatan dan pendistribusian


dalam industri PT. Victoria Care Indonesia.

C. Manfaat PKPA

1. Mengetahui dan memehami tugas serta tanggung jawab apoteker dalam


menjalankan pekerjaan dalam industri PT. Victoria Care Indonesia.

2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan dalam industri.

3. Memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek kerja serta


mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam
rangka pengembangan industri PT. Victoria Care Indonesia.

2
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Kosmetik
2.1.1 Pengertian Kosmetik
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital
pada bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/ atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (BPOM RI
2010).
2.1.2 Sejarah Kosmetik
Sejak zaman dahulu, ilmu kedokteran telah turut berperan dalam dunia
kosmetik dan kosmetologi. Data dari hasil penyelidikan antropologi, arkeologi,
dan etinologi di Mesir dan India membuktikan pemakaian ramuan seperti bahan
pengawet mayat, salep salep aromatik, yang dapat dianggap sebagai bentuk awal
kosmetik yang kita kenal sekarang ini. Penemuan tersebut menunjukkan telah
berkembangnya keahlian khusus di bidang kosmetik pada masa lalu
Hipopocrates (460-370) dan kawan-kawannya berperan penting pada awal
perkembangan kosmetik dan kosmetologi modern melalui dasar-dasar
dermatologi, diet, dan olahraga sebagai saran yang baik untuk kesehatan dan
kecantikan. Cornelius celcu, Dioscorides, dan Galen adalah ahli-ahli ilmu
pengetahuan yang memajukan ilmu kesehatan gizi, bedah plastik, dermatologi,
kimia, dan Farmasi
Pada zaman Renaisans (1300-1600), banyak universitas didirikan di
Inggris, Eropa Utara, Eropa Barat, dan Eropa Timur. Karena ilmu kedokteran
bertambah luas, maka kosmetik dan kosmetologi dipisahkan dari ilmu
kedokteran. Kemudian dikenal ilmu kosmetik untuk merias (decaratio) dan
kosmetik yang dipakai untuk pengobatan kelainan patologi kulit. Pada tahun
1700-1900 pembagian tersebutdipertegas lagi dengan cosmetic treatment yang
berhubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan lainnya, misalnya

3
dermatologi, famakologi, kesehatan gigi, optalmologi, diet, dan sebagainya. Di
sini mulai diletakkan konsep kosmetologi yang kemudian dikembangkan di
Prancis, Jerman, Belanda, dan Italia.

2.1.3 Kategori Kosmetik (BPOM RI, 2010)


Berdasarkan Fungsinya kosmetik digolongkan dalam tiga belas kategori,
yaitu:
a. sediaan bayi : sabun mandi bayi, sampo bayi, bedak bayi, baby oil,
baby lotion, baby cream, baby cologne dan sediaan untuk bayi
lainnya
b. sediaan mandi : sabun mandi, sabun mandi cair, sabun mandi
antiseptik, busa mandi, bath oil, bath salt, bath powder dan sediaan
mandi lainnya
c. Sediaan untuk kebersihan badan : Deodorant-anti prespirant,
peminine hygine, bedak badan antiseptik, perawatan akaki dan
sediaan kebersihan badan lainnya.
d. Sediaan cukur : Sediaan pracukur, sediaan cukur dan sediaan pasca
cukur
e. Sediaan wangi wangian : Eau de toilette, eau de parfum, eau de
cologne, pewangi badan, parfum dan sediaan wangi-wangian
lainnya
f. Sediaan rambut : Sampo, sampo ketombe, hair cnditioner, hair
creambath, hair tonic, hair styling, hair dressing, permanent wave,
neutralizer, hair straighner, depilatori, hair and body wash, dan
sediaan rambut lainnya.
g. Sediaan pewarna rambut : Pewarna rambut, hair lightner, activator,
dan tata rias rambut fantasi
h. Sediaan rias mata : Pensil alis, bayangan mata, eye liner, mascara,
eye foundation, eye moisturizer, eye cream, eye make up remover
dan sediaan rias mata lainnya
i. Sediaan rias wajah : Make-up base, vanishing cream,
foundation, face powder, liquid powder, compact powder, blush
on, lip gloss, lip liner, lip color, lip shine, lip care, tata rias

4
panggung, tata rias pengantin, make-up kit dan sediaan rias
wajah lainnya.
j. Sediaan perawatan kulit : Pembersih kulit muka, penyegar kulit
muka, astringent, penyegar kulit, masker, peeling, lulur,
mangir, bedak dingin, nutritive cream, night cream, cold
cream, day cream, moisturizer, wrinkle smoothing remover,
anti aging cream, skin bleach, skin lightener, massage cream,
massage oil, massage gel, anti jerawat, perawatan kulit, badan,
tangan dan sediaan perawatan kulit lainnya.
k. Sediaan mandi surya : Sediaan tabir surya dan sediaan mandi
surya.
l. Sediaan kuku : Base voat, top coat, nail dryer, nail extender/
nail elongator, nail strengthener, nail hardener, nail color,
nail polish remover, cuticle remover, softener dan sediaan
kuku lainnya.
m. Sediaan higiene mulut : Dentifrices, mouth washes, mouth
freshener, dan sediaan higiene mulut lainnya.

2.1.4 Informasi dalam Penandaan Kosmetik (BPOM RI, 2010) Informasi


yang diperlukan dalam penandaan kosmetik adalah:
a. Nama kosmetik, berupa nama dagang dan tidak menggunakan
nama yang dapat menyesatkan konsumen.
b. Kegunaan, dikecualikan untuk kosmetika yang sudah jelas cara
penggunaannya.
c. Komposisi lengkap dan jelas, menggunakan nama bahan sesuai
dengan nama International Nomenclature Cosmetic
Ingredients (INCI), bahan alam berasal dari tumbuhan atau
ekstrak tumbuhan ditulis dalam nama genus dan spesiesnya,
bahan yang berasal dari hewan dicantumkan nama hewan asal
dalam bahasa Indonesia di belakang nama. a bahan tersebut.
d. Bahan dengan kadar kurang dari 1% boleh ditulis tidak
berurutan, bahan pewarna dapat ditulis tidak berurutan setelah

5
bahan lain dengan menggunakan nomor Indeks Perwarna
(Color Index/ CI) serta bahan parfum dan aromatis ditulis
“perfume”, “flavor”, atau “fragrance”.
e. Nama dan negara produsen, negara tempat perusahaan yang
memproduksi kosmetik. Bila ada, dicantumkan pula:
1. Nama pemberi lisensi untuk kosmetika lisensi
2. Nama industri yang melakuakan pengemasan primer untuk
kosmetika yang dikemas dalam kemasan primer oleh
industri yang terpisah dari industri pembuat
f. Nama dan alamat lengkap produsen/ importir/ distributor yang
bertanggung jawab terhadap peredaran kosmetik di wilayah
Indonesia
g. Nomor bets.
h. Ukuran, isi, atau berat bersih mengikuti satuan metrik atau
metrik dan sistem imperial.
i. Tanggal pembuatan dan/ atau tanggal kadaluwarsa dengan
penulisan:
1. Terdiri dari tanggal, bulan, dan tahun atau bulan dan
tahun dengan format “DDMMYY” atau “MMYY”.
2. Sebelum penulisan tanggal bulan dan tahun diawali kata
“tanggal pembuatan” (“manufacturing date”) atau
singkatan “MFG” atau “tanggal kadaluwarsa” (“expired
date”) atau singkatan “EXP” atau “digunakan sebelum”
(“best before”).
Bagi kosmetika yang stabilitasnya kurang dari tiga puluh bulan
harus mencantumkan tanggal kadaluwarsa.

j. Peringatan/ perhatian/ keterangan lain yang dipersyaratkan:


1. Peringatan/ perhatian/ keterangan lain khususnya yang
tercantum pada peraturan tentang bahan kosmetika dalam
kolom “penandaan/ peringatan”.
2. Peringatan pada sediaan aerosol sebagai berikut: Perhatian!
jangan sampai kena mata dan jangan dihirup. Awas! Isi

6
bertekanan tinggi, dapat meledak pada suhu di atas 500oC,
jangan ditusuk, jangan disimpan di tempat panas, di dekat
api, atau dibuang di tempat pembakaran sampah.
3. Tanda peringatan “PERHATIAN”, “AWAS”, atau tanda
peringatan lain
4. Penandaan kosmetika harus tercantum pada wadah dan/
atau pembungkus. Apabila penandaan secara lengkap
hanya tercantum pada pembungkus atau dalam hal
keterbatasan ukuran dan bentuk wadah, maka penandaan
pada wadah harus memuat informasi sekurang-kurangnya
nama kosmetik, nomor bets, dan netto/ ukuran/ isi/ berat
bersih. Informasi lainnya dapat dicantumkan pada
pembungkus atau pada etiket gantung, brosur, dan shrink
wrap yang disertakan pada kosmetika
2.2 Cara Pembuatan kosmetik yanga Baik (CPKB) (BPOM RI, 2003)
2.2.1 Latar Belakang
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah
satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang
memenuhi standar mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya
penerapan CPKB, maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi
industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat
menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang
terprogram. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar
untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui
dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di
era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi
produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari
negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional.

Dalam pembuatan kosmetik, pengendalian yang menyeluruh disertai


pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen
memperoleh produk yang memenuhi pesyaratan mutu yang ditetapkan.

7
Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi, pengendalian
mutu, bangunan, peralatan, dan personalia yang menangani. Hal ini
berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu.
2.2.2 Tujuan
Tujuan CPKB secara umum yaitu melindungi masyarakat
terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak
memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan; dan
meningkatkan nilai tambah dan daya saing

produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas. Tujuan khusus


CPKB yaitu agar dipahaminya penerapan CPKB oleh para pelaku usaha
industri kosmetik sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri
kosmetik dan diterapkannya CPKB secara konsisten oleh industri
kosmetik.
2.2.3 Sistem Manajemen Mutu
Sistem jaminan mutu harus dibangun, dimantapkan, dan
diterapkan, sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang
diinginkan dapat tercapai. Hendaknya dapat dijabarkan struktur
organisasi, tugas, dan fungsi, tanggung jawab, prosedur-prosedur,
intruksi-intruksi, proses, dan sumber daya untuk menerapkan
manajemen mutu.

Sistem mutu harus dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan


perusahaan. Sifat dasar produk-produknya, dan hendaknya diperhatikan
elemen-elemen penting yang ditetapkan dalam pedoman ini.
Pelaksanaan sistem mutu harus menjamin bahwa apabila diperlukan,
dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara dan produk
jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk menentukan
diluluskan atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataan-
kenyataan yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu.

8
2.2.4 Aspek-aspek CPKB

a). Ketentuan umum


1. Audit internal
Kegiatan yang dilakukan berdasarkan penilaian aspek bahan
sampai kemasan, penetapan Tindakan perbaikan yang dilakukan oleh
seluruh aspek produksi selalu memenuhi syarat CPKB.
2. Bahan awal
Bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam
pembuatan suatu produk.
3. Bahan Baku
Semua bahan utama dan bahan tambahan yang digunakan
dalam pembuatan produk kosmetik
4. Bahan Pengemas
Suatu bahan yang digunakan dalam pengemasan produk ruahan
untuk menjadi produk jadi
5. Bahan Pengawet
Bahan yang ditambahkan pada produk dengan tujuan untuk
menghambat pertumbuhan jasad renik.
6. Bets
Sejumlah produk kosmetik yang diproduksi dalam satu siklus
pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
7. Dokumentasi
Seluruh prosedur tertulis, instruksi, dan catatan yang terkait
dalam pembuatan dan pemeriksaan mutu produk.
8. Kalibrasi
Kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu instrumen untuk
menjadikannya memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar
yang diakui.
9. Karantina

9
Status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara fisik
maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau
penolakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan
10. Nomor Bets
Suatu rancangan nomor dan atau huruf atau kombinasi
keduanya yang menjadi tanda riwayat suatu bets secara lengkap,
termasuk pemeriksaan mutu dan pendistribusiannya.
11. Pelulusan (released)
Status bahan atau produk yang boleh digunakan untuk diproses,
dikemas atau didistribusikan.
12. Pembuatan
Satu rangkaian kegiatan untuk membuat produk, meliputi kegiatan
pengadaan bahan awal, pengolahan dan pengawasan mutu serta
pelulusan produk jadi.
13. Pengawasan Dalam Proses
Pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan dilakukan
dalam suatu rangkaian pembuatan produk termasuk pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam
rangka menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi
spesifikasinya.
14. Pengawasan Mutu (Quality Control)
Semua upaya yang diambil selama pembuatan untuk menjamin
kesesuaian produk yang dihasilkan terhadap spesifikasi yang
ditetapkan
15. Pengemasan
bagian dari siklus produksi yang dilakukan terhadap produk
ruahan untuk menjadi produk jadi
16. Pengolahan
Bagian dari siklus produksi dimulai dari penimbangan bahan
baku sampai dengan menjadi produk ruahan.
17. Penolakan (rejected)
Status bahan atau produk yang tidak boleh digunakan untuk

10
diolah, dikemas atau didistribusikan.
18. Produk (kosmetik)
Suatu bahan atau sediaan yang dimaksud untuk digunakan
pada berbagai bagian dari badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan
organ genital kesternal) atau atau gigi dan selaput lendir di rongga
mulut dengan maksud untuk membersihkannya, membuat wangi atau
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, mengubah
penampakan atau memperbaiki bau badan.
19. Produksi
Semua kegiatan dimulai dari pengolahan sampai dengan
pengemasan untuk menjadi produk jadi.
20. Produk Antara
Suatu bahan atau campuran bahan yang telah melalui satu atau
lebih tahap pengolahan namun masih membutuhkan tahap
selanjutnya.
21. Produk Jadi
Suatu produk yang telah melalui semua tahap proses
pembuatan.
22. Produk Kembalian (returned):
Produk jadi yang dikirim kembali kepada produsen.
23. Produk Ruahan
Suatu produk yang sudah melalui proses pengolahan dan
sedang menanti pelaksanaan pengemasan untuk menjadi produk
jadi.
24. Sanitasi
Kontrol kebersihan terhadap sarana pembuatan, personil,
peralatan dan bahan yang ditangani.
25. Spesifikasi Bahan
Deskripsi bahan atau produk yang meliputi sifat fisik kimiawi
dan biologik yang menggambarkan standar dan penyimpangan yang
ditoleransi.
26. Tanggal Pembuatan

11
Tanggal pembuatan suatu bets produk tertentu

1. Personalia
Memiliki pengetahuan, pengalaman keterampilan serta
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, serta ketersediaan
jumlah yang cukup. Dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas
yang dibebankan.
2. Bangunan dan Fasilitas
Dirancang dan dibangun sesuai dengan kaidah dan dipilih lokasi
yang sesuai untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi silang dan
kesalahan dalam proses produksi dan pembuatan serta mencegah
terjadinya risiko campur baur.
Bangunan harus mudah dirawat dan dibersihkan secara efektif
untuk mencegah kontaminasi produk dari lingkungan sekitar.
Bangunan didesain dengan memperhitungkan alur orang dan material serta
luas ruangan yang memadai sehingga memungkinkan penempatan
peralatan dan area yang cukup untuk karyawan bekerja.
Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang,
dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah.
a. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari
lingkungan sekitar dan hama.

b. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang


mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana
dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha
pembersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi
kontaminasi silang dan risiko campur baur.
c. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau
pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.

12
d. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet
harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya
kontaminasi.
e. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara
lain:
1) Penerimaan material;
2) Pengambilan contoh material;
3) Penyimpanan barang datang dan karantina;
4) Gudang bahan awal.
5) Penimbangan dan penyerahan;
6) Pengolahan;
7) Penyimpanan produk ruahan;
8) Pengemasan;.
9) Karantina sebelum produk dinyatakan lulus.
10) Gudang produk jadi;
11) Tempat bongkar muat;
12) Laboratorium;
13) Tempat pencucian peralatan
f. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta
mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus
mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi.
g. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai
dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik.
Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah
dibersihkan dan disanitasi.
h. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa
salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk
i. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan
mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.
j. Pipa, fittting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area
produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya

13
ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area
pengolahan.
k. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.
l. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan
penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian
rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam
keadaan kering, bersih dan rapi.
1) Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan
antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area
khusus dan terpisah hendaklah
2) Tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan
bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan
yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian.
3) Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus
dimana suhu.
4) Kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin
keamanannya.
5) Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah
ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang
berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah
untuk mencegah terjadinya campur baur.
3. Peralatan
Peralatan di desain sedemikian rupa sesuai produk yang dibuat, tidak
bereaksi dengan bahan yang diolah atau menyerap bahan dan mudah dibersihkan.
Penempatan tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan campur
baur antar produk. Peralatan di pelihara atau di kalibrasi secara berkala untuk alat
timbang atau ukur.
4. Sanitasi dan Hygiene
Dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap kosmetik
yang diolah. Pelakasanaan sanitasi dan higiene mencakup personalia, bangunan,
mesin-mesin, peralatan, bahan awal dan lingkungan. Protap-protap dan catatan
sanitasi dan higiene dibuat untuk diikuti secara konsisten.

14
5. Proses Produksi .
Proses produksi mulai dari bahan awal sampai dengan produk
jadi harus sesuai dengan Prosedur Operasional Baku (POB) yang
ditetapkan sebagai berikut:

i. Air
i. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan
penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem
pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas.
Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur
Tetap.
ii. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya
berkualitas air minum. Mutu air yang meliputi parameter
kimiawi dan mikrobilologi harus dipantau secara berkala,
sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera
ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.
iii. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi
atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem
penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan
baik.
iv. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga
terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.
ii. Verifikasi material (bahan)
1. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas)
hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya
terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri
sampai dengan produk jadinya.
2. Bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai
pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus
dinyatakan lulus sebelum digunakan.

15
3. Bahan awal harus diberi label yang jelas.
4. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap
kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.
iii. Pencatatan bahan
a. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap
mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti
penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor bets
dan jumlah.
b. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah
dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.
iv. Material ditolak (reject)
Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya
ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai
Prosedur Tetap.
v. Sistem penomoran bets
a. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir
hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang
dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk.
b. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak
berulang untuk produk yang sama untuk menghindari
kebingungan / kekacauan.
c. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada
etiket wadah dan bungkus luar.
d. Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara.
vi. Penimbangan dan pengukuran
a. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu
menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi.
b. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus
dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang
berbeda.
vii. Prosedur dan pengolahan

16
a. Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang
ditetapkan.
b. Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai
prosedur tetap tertulis.
c. Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus
dilaksanakan dan dicatat.
d. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan
lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu.
e. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan
terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses
produksi.
f. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap
kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu,
misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban.
g. Hasil akhir proses produksi harus dicatat.
Viii Produk kering
a. Masalah yang sering muncul dalam pengolahan produk
kering adalah debu dan cara pengendaliannya.
b. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan menggunakan
alat pengendali debu (dust collector) di ruang
penimbangan, pencampuran dan pengemasan primer serta
terpisah dari ruang produksi basah.
c. Produk basah
Diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
kontaminasi mikroba atau kontaminasi lainnya.
6. Pengawasan Mutu
CPKB merupakan bagian dari sistem jaminan mutu (Quality
Assurance) yang akan memastikan bahwa produk yang dihasilkan
diproduksi dan dikontrol secara konsisten dan dapat dipercaya.
Sistem manajemen pengawasan mutu yang memadai sangat
diperlukan. Semua aspek CPKB harus dilakukan di bawah Bagian

17
Pengawasan Mutu untuk menjamin konsistensi mutu kosmetika yang
dihasilkan.
7. Dokumentasi
Merupakan bukti untuk menunjukkan pemenuhan tehadap
pelaksanaan CPKB. Setiap tahapan kegiatan produksi didokumentasi
secara tertulis untuk mencegah kesalahan yang mungkin timbul dari
komunikasi lisan/verbal ataupun yang tertulis dengan bahasa sehari-hari.
Dokumentasi mencakup riwayat setiap bets mulai dari bahan awal
sampai menjadi produk jadi termasuk aktivitas pemeliharaan peralatan,
penyimpanan, pengawasan dan pendistribusian serta hal – hal lain yang
terkait dengan CPKB.
a. Audit Internal
Merupakan kegiatan penilaian dan pengujian terhadap seluruh atau
sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu untuk meningkatkan
sistem mutu. Pelaksanaan audit internal dapat diperluas sampai tingkat
pemasok dan kontraktor. Aktivitas audit meliputi perencanaan dan
penjadwalan, pelaksanaan pengkajian dokumen, mempersiapkan pelaksaan
audit, pelaksanaan audit, pelaporan dan pelaksanaan tidak lanjut.
8. Penyimpanan
Area penyimpanan didesain sedemikian rupa untuk memungkinkan
penyimpanan yang memadai dari berbagai hasil tahapan produksi (bahan
awal, produk jadi, produk karantina, produk lulus uji/ditolak, produk
kembalian/penarikan dari peredaran)
Dibangun pada lokasi dan menggunakan bahan yang sesuai dengan
peruntukkannya sehingga bahan yang disimpan dapat terlindung dan aman
dari orang yang tidak berkepentingan terhadap penyimpanan.
Area cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang
memadai dan dalam kondisi yang baik, sehingga mencegah terjadinya
campur baur dan kerusakan bahan, dilengkapi dengan fasilitas
penyimpanan yang diperlukan seperti sistem penerangan yang memadai,
AC, alat pengamanan (alarm tanda kebakaran, pakaian pelindung untuk

18
petugas, pemadam kebakaran, forklift, dan sebagainya). Area
penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas.
9. Kontrak Produksi dan Pengujian
Kontrak produksi dan pengujian dilakukan apabila fasilitas
produksi dan pengujian tidak memadai sesuai dengan jenis produk yang
akan dibuat. Kesepakatan (kontrak) dibuat dengan jelas agar tidak terjadi
kesalahpahaman atau salah penafsiran yang dapat berakibat tidak
memuaskannya mutu atau pekerjaan. Tugas dan tanggung jawab masing –
masing pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus disebuntukan
secara jelas. Keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk
merupakan tanggung jawab pemberi kontrak.
Persyaratan sebagai penerima kontrak :
a. Produksi : penerima kontrak menerapkan CPKB dalam melakukan
proses produksinya
b. Pengujian : laboratorium telah terkualifikasi
10. Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk
Keluhan adalah laporan mengenai produk yang mengalami
kerusakan (defect), efek yang tidak diinginkan atau merugikan yang
disampaikan oleh konsumen atau pihak internal maupun eksternal
perusahaaan. Harus ada personil yang bertanggung jawab menangani atau
menyelidiki keluhan, mengidenfikasi produknya, mengatur penarikan dan
memonitor terjadinya efek yang tidak diinginkan. Semua kegiatan
penanganan keluhan dan penarikan produk dilakukan sesuai POB serta
dicatat (terdokumentasi). Penarikan produk adalah suatu proses yang
dilakukan oleh orang/perusahaan yang bertanggung jawab atas penempatan
produk di pasaran untuk menarik produknya dari semua jalur distribusi.
penarikan produk dilakukan sehubungan dengan produk yang mempunyai
cacat mutu kritis atau menimbulkan efek yang tidak diinginkan secara serius
yang mempunyai risiko terhadap kesehatan pemakai atau keamanan.

19
BAB III
TINJAUAN UMUM INDUSTRI

3.1 Sejarah PT Victoria Care indonesia


Sejarah PT Victoria Care Indonesia Tbk sebagai perusahaan manufaktur
dengan visi untuk menjadi perusahaan kosmetik dan toiletris terbaik di Asia.
PT Victoria Care Indonesia Tbk mulai beroperasi pada tahun 2007 dengan pabrik
yang berlokasi di kota Semarang – ibu kota Jawa Tengah, dan telah menerima
Sertifikasi Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dari BPOM (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia atau NADFC). Dengan
pengalaman lebih dari 12 tahun, PT Victoria Care Indonesia Tbk telah diakui
sebagai salah satu perusahaan manufaktur produk-produk perawatan rambut,
perawatan tubuh, dan antiseptik di Indonesia dan telah diperhitungkan secara
internasional untuk menciptakan merek-merek terkemuka seperti Herborist dan
Miranda. Divisi Bisnis Internasional adalah divisi PT Victoria Care Indonesia Tbk
untuk pasar global. PT Victoria Care Indonesia Tbk telah mengekspor sebagian
besar produknya ke negara-negara Asia. Tujuan ekspor utama di Asia adalah
Jepang, Cina, Korea, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Hong Kong.
Dengan perhatian terhadap perubahan kebiasaan dan gaya hidup
masyarakat di era ‘New Normal’ sebagai dampak global yang besar dari Covid-
19, PT Victoria Care Indonesia Tbk telah berpikir lebih jauh ke depan dan
mengembangkan berbagai produk perawatan tubuh dengan konsep ‘gaya hidup

20
bersih dan higienis’. Dengan konsep ini, PT Victoria Care Indonesia Tbk dapat
melebarkan sayapnya ke seluruh dunia, di mana negara-negara Afrika dan Timur
Tengah akan menjadi tujuan pasar potensial berikutnya.
3.2 Profil Perusahaan
3.2.1 Visi dan misi
Visi
1. Memimpin proses pengembangan produk baru, dan memastikan
dikembangkan sesuai dengan kualitas standar yang sudah
ditentukan
2. Memimpin program efesiensi terhadap produk yang di buat.
3. Menjadi perusahaan yang unggul dalam industri kosmetik,
toileteris, dan perawatan kesehatan di indonesia
Misi
1. Meningkatkan kualitas hidup dengan menyediakan produk-
produk kosmetik, dan perawatan kesehatan yang bermutu tinggi.
3.2.2 Struktur Organisasi
Dalam suatu perusahaan pasti memiliki struktur organisasi.
Struktur organisasi berfungsi untuk (cek inet atau literature lain) sehingga
pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab dapat dilakukan dengan
sebaik-baiknya.
3.2.2.1 Komisaris
Komisaris bertugas untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan
memastikan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan praktek-praktek
transparasi, kemandirian, akuntabilitas, dan praktek keadilan menurut
ketentuan yang berlaku.
3.2.2.2 Direktur Produksi Membawahi :
a. Manajer Research and Development
Manajer Research and Development bertanggung-jawab atas
spesifikasi bahan baku, spesifikasi bahan pengemas, catatan formula
produk, laporan hasil pengembangan (setiap tiga bulan), catatan validasi
formula/ produk, laporan hasil pengujian produk (setiap tiga bulan),

21
kumpulan registrasi formula, kumpulan dokumentasi produk, laporan hasil
evaluasi produksi dan laporan kegiatan R&D.
b. Manajer Produksi
Manajer Produksi bertanggung-jawab atas terlaksananya
perencananaan produksi, jadwal produksi bulanan, jadwal penggunaan dan
perawatan mesin, prioritas produksi, jadwal pembelian bahan baku,
pengembangan metode kerja yang lebih efisien, evaluasi realisasi produk,
petunjuk pelaksanaan kerja yang aman, jadwal pendidikan dan pelatihan
CPKB dan laporan produksi (bulanan).

c.Manajer Quality Control


Manajer Quality Control bertanggung-jawab atas perencanaan
daftar status bahan baku, daftar status bahan pengemas, daftar proses
penyimpangan produksi, daftar produk cacat, daftar sanitasi mesin dan
bangunan, daftar alat kalibrasi, tindakan lanjut dalam keluhan konsumen,
daftar pengembalian produk, penyempurnaan SOP dan laporan
penyimpangan.
d. Manajer Material Management
Manajer Material Management bertanggung-jawab atas catatan
perubahan persediaan bahan baku, catatan perubahan persediaan bahan
penunjang, catatan perubahan persediaan bahan jadi, catatan perubahan
persediaan spare part, catatan perubahan persediaan ATK, Catatan
penerimaan produk retur, catatan kendala dan solusi pengelolaan
persediaan, dan laporan persediaan (bulanan dan kuartalan).
3.2.2.3 Direktur Operasional dan Informasi Teknologi Membawahi :
a. Manajer National Sales National
Sales Manager bertanggung-jawab atas terlaksananya data makro
ekonomi, perkiraan penjualan (setiap tahun dan setiap tiga bulan), target
penjualan (setiap tahun dan setiap tiga bulan), strategi penjualan (produk,
harga, distribusi dan promosi), jadwal distribusi produk, data realisasi

22
penjualan (per produk dan per area), semua evaluasi realisasi penjualan
setiap tiga bulan dan laporan bulanan.
b. Manajer Regional Sales
Manajer Regional Sales bertanggung-jawab atas analisis realisasi
penjualan vs target, rencana strategi , jadwal pengiriman barang, data
realisasi penjualan, Hasil Evaluasi Penjualan ( HEP ), laporan HEP dan
solusi, jadwal pembayaran klaim, modul keterampilan menjual, dan jadwal
promosi (event).

c. Counter Manager
Counter Manager bertanggung-jawab atas target penjualan (selling
out) ke counter, daftar counter potensial, hasil pengamatan program
penjualan kompetitor, program pelatihan SPG (Sales Promotion Girl),
analisis efektivitas kerja SPG, dan laporan realisasi selling out.
d. Manajer National Marketing
Manajer National Marketing bertanggung-jawab atas terlaksananya
analisis makro ekonomi, tersedianya perkiraan atau forecast penjualan
(tahunan dan tiga bulanan), tersedianya marketing mix strategy (produk,
harga, distribusi dan promosi), jadwal rencana program marketing, data
pasar, evaluasi program marketing secara 3 (tiga) bulanan dan laporan
bulanan.
e. Manajer National Key Account
Key Account Manager bertanggung-jawab atas MOU dengan
outlets Head Office dari NOO (New Open Outlet), surat kepada Outlet
berkenaan dengan rencana program promosi serta new product launching,
menyusun program promosi peningkatan penjualan, kegiatan kompetitor,
existing display, pricing policy, mengevaluasi volume usaha yang
berhubungan dengan Key Account Outlet, laporan NOO dan existing
outlet.

23
g. Manajer Brand
Brand Manager bertanggung-jawab atas target penjualan, brand
positioning strategy, jadwal peluncuran produk baru, pricing policy – price
discount / banded, jadwal promosi – event / demo, jadwal kunjungan ke
distributor, customer satisfaction, jadwal dan anggaran promosi, target
dibandingkan dengan realisasi dan realisasi penjualan (setiap bulan dan
setiap tiga bulan).

3.2.2.4 Direktur Administrasi dan Keuangan Membawahi :


a. Manajer Finance
Manajer Finance bertanggung-jawab atas rencana anggaran
penerimaan (tahunan/kuartalan), rencana anggaran belanja
(tahunan/kuartalan), rencana cash flow (kuartalan/bulanan), laporan
realisasi anggaran penerimaan/belanja (kuartalan), laporan evaluasi
penyimpangan realisasi anggaran (semester/kuartalan) dan laporan
realisasi surplus/defisit anggaran.
b. Manajer Akunting
Manajer Akunting bertanggung-jawab atas catatan perkembangan
asal, catatan perkembangan hutang, catatan perkembangan modal, catatan
perkembangan penerimaan penjualan, catatan perkembangan biaya
produksi, catatan perkembangan biaya administrasi dan umum, catatan
perkembangan penerimaan lain-lain, laporan realisasi anggaran
penerimaan/belanja (kuartalan), laporan evaluasi penyimpangan realisasi
anggaran (semester/kuartalan) dan laporan realisasi surplus/defisit
anggaran.
c. Manajer HRD
Manager HRD bertanggung-jawab atas daftar pekerjaan yang
masih diperlukan, spesifikasi pemangku jabatan, jadwal rekrutmen, jadwal
pelatihan dasar, jadwal pelatihan lanjutan, laporan hasil evaluasi kerja dan
laporan status dan lokasi kerja karyawan (bulanan).
d. Manajer Legal and General Affair

24
Manajer Legal and General Affair bertanggung-jawab atas
terlaksananya jadwal perawatan bangunan dan kendaraan, menyimpan
catatan pembayaran premi dan klaim, jadwal pembayaran premi karyawan
tetap, jadwal pembayaran premi karyawan kontrak/HL, laporan
perkembangan, pengelolaan kebun, humas dengan masyarakat penegak
hukum, jadwal pemberian bantuan kepada masyarakat lingkungan pabrik,
surat izin usaha dan rencana masing-masing izin usaha, daftar kekayaan
seperti bangunan, kendaraan, dan tanah, serta bertanggung jawab mengkaji
peraturan perundangan yang terkait dengan perusahaan.
e. Manajer Product Development
Manajer Product Development bertanggung-jawab terhadap trend
keinginan konsumen, daftar ide produk-produk baru, target harga jual
produk baru, segmen pasar, siklus hidup produk baru, dan laporan tahapan
siklus hidup produk baru (setiap tiga bulan).

3.2.3. Daerah lokasi


JL Jend, Jl. Gatot Subroto No.Blok A, RW.8, Kalipancur, Kec.
Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah

3.3 Produk dan Rancangan produk


Victoria Care Indonesia Tbk saat ini memproduksi beberapa merek
yang menghasilkan produk-produk perawatan dan kecantikan yang
disesuaikan dengan kategori dan segmen pasar. Miranda Miranda adalah
produk pewarna rambut, perawatan rambut, dan penataan rambut yang
trendi dan terjangkau. Produk ini fokus pada pewarnaan rambut dan
produk perawatan rambut untuk wanita dan pria. Herborist adalah produk
spa tradisional Bali yang ditujukan untuk wanita dan pria. Produk ini
diproduksi menggunakan peralatan modern dengan standar berkualitas
tinggi. Victoria Victoria adalah produk wewangian dan perawatan untuk
wanita. Produk ini dibuat dengan bahan-bahan parfum terbaik dan berkelas
untuk melengkapi gaya hidup mewah Anda. Nuface Nuface merupakan
produk perawatan wajah yang terinspirasi oleh tren kecantikan Korea yang

25
mendunia. Nuface menawarkan berbagai pilihan produk perawatan seperti
masker wajah, losion pemutih, dan kapas wajah. CBD – Creative Beauty
Dazzle Professional CBD professional menyediakan rangkaian produk
rambut premium untuk salon dan penata rambut profesional. Diproduksi
dengan teknologi canggih untuk mendapatkan produk terbaik bagi para
profesional, serta menjadi trendsetter untuk produkproduk rambut
profesional.
IRIA adalah perlengkapan mandi sehari-hari dan produk perawatan kulit
dengan esens susu kambing yang ditujukan untuk wanita dewasa. Sixsence
Sixsence merupakan brand produk wewangian yang ditujukan untuk
kalangan remaja. Parfum Sixsence menawarkan pilihan aroma manis dan
ceria yang sesuai dengan gaya hidup aktif Anda.

3.4 Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and


Development)
Banyak produk yang tidak dapat bertahan lama dalam pasar,
sehingga menjadi perhatian bagi manajemen dalam perusahaan. Masalah
yang demikian akan menjadi tantangan yang cukup besar bagi
perencanaan pemasaran, karena mereka dipaksa untuk melahirkan dan
mengembangkan gagasan tentang produk baru. Gagasan atau rencana
pengembangan produk baru yang akan dibuat diperoleh dari product
development bagian pemasaran yang terlebih dahulu telah melakukan
survey pasar mengenai produk kosmetik yang sedang trend di masyarakat,
namun tetapi dikonsultasikan kepada bagian reasearch and development
(R&D). Product development dalam hal ini merencanakan mengenai jenis
produk apa yang akan dibuat, dan R&D akan membuat konsep dan
formula dari produk tersebut. Alur dari pengembangan produk adalah
sebagai berikut :
a. R&D menerima usulan produk dari product development.

26
b. Pihak R&D mulai melakukan langkah-langkah yaitu dengan studi
literatur, biasanya pihak R&D melihat dari buku-buku, ataupun berasal
dari supplier, dan dari studi literatur tersebut dipilih bahan-bahan
yangefektif dan efisien.
c. Setelah pihak R&D
melakukan studi literatur, pihak R&D memberitahukan kepada pihak
product development, dan pihak product development memberikan
pemberitahuan balik tentang sediaan yang sesuai yang diinginkan oleh
pihak marketing untuk nantinya akan disesuaikan antara karakteristik
formula dengan bentuk sediaan serta kemasan yang akan digunakan
apakah kompatibilitas atau tidak.
d. Setelah semua sesuai, dilakukan trial untuk basis, jika basis telah sesuai
zat aktif dapat dimasukkan ke dalam basis yang telah dilakukan trial, lihat
bagaimana hasilnya perlihatkan kepada product development, jika sesuai
keinginan dan tidak kompatibel dengan zat aktif, maka tunggu persetujuan
dari product development.

e. Lalu, cari supplier dengan spesifikasi bahan yang diinginkan, jika


sediaan telah dibuat, lakukan evaluasi, dan stabilitas dengan menggunakan
kemasan. R&D bertugas untuk menterjemahkan suatu ide menjadi
kenyataan, menetapkan bahwa produk yang dikembangkan sesuai dengan
keinginan marketing dan sesuai dengan peraturan dari BPOM serta
meyakinkan produk bisa dibuat di produksi dengan acceptable cost. Tugas
dan tanggung jawab R&D sebagai berikut :
3.4.1 Penelitian
Gagasan atau rencana produk baru yang akan dibuat diperoleh dari
product development bagian pemasaran yang terlebih dahulu telah
melakukan survey pasar mengenai produk kosmetik yang sedang in di
masyarakat. Setelah disepakati bersama antara pihak R&D dan Product
development mengenai produk jenis apa yang ingin dibuat, R&D akan
membuat konsep dan formulanya.
3.4.2 Pengembangan Tahap fase pengembangan produk adalah:

27
a. Pemilihan formula
Tahap pertama sebelum menentukan pemilihan formula harus
ditetapkan terlebih dahulu bentuk sediaan yang akan dibuat. Setelah
menentukan bentuk sediaan,maka seorang formulator harus menentukan
ingredient yang akan digunakan dalam formula. Sumber informasi formula
dan ingredient yang dapat digunakan adalah literatur suplier, referensi
buku-buku kosmetik, melihat produk paten, jurnal dan internet. Hal utama
yang perlu diperhatikan dalam tahap pemilihan formula yaitu raw material.
Sifat raw material yang perlu diperhatikan adalah compatibility, bentuk
aktif raw material, keamanan, konsentrasi, pengawet yang digunakan,
lama pemesanan, expired date, pH dan harga. Setelah penentuan formula,
R&D juga harus melakukan pemilihan kemasan yang sesuai. Kemasan
yang dipilih didiskusikan juga dengan product development dan
disesuaikan dengan bentuk sediaan yang dibuat.
b. Pemilihan metode pembuatan
Metode pembuatan terbagi 2, yaitu cold process (pembuatan tanpa
pemanasan, seperti gel, parfum, cologne gel, krim gel dan emulsi) dan hot
process (pembuatan dengan pemanasan, seperti emulsi). Pemilihan metode
pembuatan harus memperhatikan bentuk raw material dan bentuk
sediaan/produk. Setelah itu, R&D akan melakukan trial pembuatan produk
dalam skala lab. Kemudian akan dilakukan pengujian berupa uji stabilitas
(stabilitas dipercepat, didalam botol inert, selama 3 bulan dengan suhu
43°C), compatibility test (dalam kemasan, dengan suhu 43°C, Rh 75%)
dan keamanan produk. Parameter yang diamati adalah organoleptik,
warna, bau, pemisahan, penampilan fisik, viskositas, pH, kadar zat aktif.
c. Scale up
Merupakan pembuatan produk dalam skala yang agak besar yaitu
100 – 200 kg. Seorang formulator harus bertanggung jawab mengikuti dan
mengamati tahapan pembuatan (minimal 3 bets pertama) Proses
pembuatan pada scale up akan disesuaikan dengan mengkonversikan cara
pembuatan skala lab. Dari scale up ini akan didapatkan suatu verifikasi

28
mengenai proses pembuatan yang sebelumnya telah dikonversikan dari
skala laboratorium ke skala produksi.
d. Proses produksi
Proses produksi kosmetik harus dibawah aturan CPKB. Beberapa
peralatan yang dipergunakan untuk proses produksi diklasifikasikan
sebagai berikut: mixing/emulsification tank, dispensing/grinding mills,
homogenizer dan filling equipment
3.4.3 Quality control Pengawasan mutu
berfungsi untuk menjamin agar produk yang dihasilkan memenuhi
standar dan konsisten. Tahapan pengawasan mutu yaitu pengujian
spesifikasi bahan awal, kontrol dalam proses, pengawasan fasilitas
penyimpanan dan distribusi serta kontrol mikrobiologi.
3.5 Pengawasan dan Pengendalian Mutu
Bagian pengawasan mutu terbagi dalam pengawasan mutu bahan
baku, selama peroduksi, dan setelah produksi. Pengawasan mutu dibagi
menjadi 5 sub bagian yang memiliki tugas lebih spesifik yaitu analis
mikrobiologi, staf packing, analis raw material, analis in prosess control
dan QC Line (analis barang jadi).
Ruangan dan personalia di QC terdiri dari lima ruangan untuk
analisis, yaitu ruang IPC, ruang instrument, ruang pemeriksaan
produk jadi, ruang pemeriksaan kemasan dan ruang mikrobiologi.
Staf QC disyaratkan untuk menggunakan jas laboraturium dan
penutup kepala. Staf QC juga mengalami rolling shift dan tugas agar
semua staf mahir dalam semua pemeriksaan. Kalibrasi alat pada
ruangan QC dilakukan oleh pihak eksternal pabrik. Pihak yang
bertanggung jawab untuk proses kalibrasi akan ditentukan oleh bagian
teknik.
3.5.1 pengawasan mutu sebelum proses produksi
3.5.1.1 pemeriksaan bahan baku
Pengawasan ini dilakukan untuk semua bahan baku dan
bahan pembantu lainnya yang digunakan dalam proses produksi.
Bagian inspeksi bahan baku berperan penting pada awal keputusan

29
apakah suatu bahan baku akan digunakan selama proses produksi
layak untuk digunakan, diterima atau ditolak untuk digunakan.
Bahan-bahan yang ditolak akan dikembalikan pada perusahaan
pemasok.
Pemeriksaan bahan baku yang dipasok dari suplier baru akan
diperiksa oleh R&D. Kemudian R&D akan menentukan batas
persyaratan dari bahan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan yang
didapat dan CoA dari suplier. Persyaratan raw material ini akan
diberikan kepada QC, sebagai acuan dalam pemeriksaan raw material
selanjutnya.
Jenis pengujian yang digunakan pada raw material antara lain:
a. sensory testing, harus dilakukan oleh orang-orang yang
berpengalaman dan memiliki indra yang peka (dapat mendeteksi
sedikit perubahan). Karena sensory ini bersifat subjektif maka
diperlukan dua orang atau lebih untuk menentukan bahwa suatu
produk telah memenuhi spesifikasi atau sesuai dengan standar.
b. pengukuran nilai kelembapan suatu zat dengan moisture analizer
c. pengukuran nilai daya hantar listrik, kadar garam, kadar zat padat
yang terlarut dengan conductifity.
d. Pengukur kehalusan dari sampel yang diperiksa dengan Analytical
Sieve shaker.
c. Analisa kation dan anion dari larutan sampel dengan Photometer.
d. Pengukuran nilai tapped density dari sampel powder, granules
atau flakes dengan Automated tap Density tester. Tap density
adalah suatu metoda.
e. pengukuran densitas suatu zat yang berbentuk serbuk dengan cara
tapping dimana volume zat yang telah diketahui bobotnya tersebut
diukur dengan gelas ukur.
3.5.2.2. pemeriksaan mikrobiologi.
Pemeriksaan dilakukan pada produk ruahan meliputi
pemeriksaan angka lempeng total (ALT) serta pemeriksaan kapang dan
khamir. QC melakukan pemeriksaan sesuai dengan persyaratan yang

30
telah ditentukan oleh R&D. Bila hasil yang didapat berada diluar
persyaratan yang telah ditentukan maka analisis dapat mengulang
pemeriksaan satu kali lagi. Namun bila hasil yang didapat tetap positif,
makan analis QC dapat melaporkan hasil tersebut pada bagian R&D.
R&D akan menentukan apakah akan ditambah pengawet atau perlu
penambahan proses sterilisasi atau produk di reject.
3.5.3 Pemeriksaan Mutu Setelah Proses Produksi
3.5.3.1 Pemeriksaan Produk
Pemeriksaan produk jadi meliputi pemeriksaan berat
penampilan, uji kebocoran, kesesuai nomoe batch dan pemeriksaan
mikrobiologi. Jenis uji untuk produk jadi kosmetik antara lain:
a. sensory test, meliputi pengujian terhadap penampilan, aroma,
warna, dan kejernihan. Harus dilakukan oleh orang-orang yang
berpengalaman dan memiliki indra yang peka (dapat mendeteksi
sedikit perubahan). Karena sensory testing ini sifatnya subjektif maka
diperlukan dua orang atau lebih untuk menentukan bahwa COA
(Color, Odor, Appeareance) suatu produk telah memenuhi spesifikasi
atau sesuai dengan serta untuk menghindari subyektifitas dalam
mengambil keputusan.

b. Uji pH, untuk menentukan tingkat keasaman suatu larutan.

Pengukuran dilakukan berdasarkan banyaknya ion H+ yang


terdapat

dalam larutan.
c. Uji Viskositas dengan viscometer Brookfield.
d. pemeriksaan bakteri patogen.
e. pemeriksaan kebocoran pada sachet.
3.5.3.2 Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan seperti pemeriksaan
mikrobiologi pada raw material. Apabila didapat hasil positif,
pemeriksaan dapat diulangi. Namun bila tetap didapat hasil positif

31
pihak QC akan melaporkan hal tersebut pada pihak R&D. R&D akan
menentukan apakah produk pass atau reject.
a. uji angka lempeng total, media yang digunakan antara lain:
TSA (Tryptone Soya Agar) proses inkubasi selama 48-72 jam

dengan suhu 30-35 C.


TSB (Tryptone Soya Broad)+Tween, digunakan untuk pengayakan
bakteri.
b. uji mikrobiologi pemeriksaan kapang khamir, diinkubasi selama
120-
168 jam pada suhu 25-27 C.
3.5.4 Pemeriksaan Barang Retur
Barang retur yang datang akan dikualifikasi oleh staf
pergudangan. Setelah itu pihak QC akan memeriksa barang. QC akan
menentukan status barang retur rework atau reject. Pihak QC juga
akan mendiskusikan kondisi barang dengan bagian PPIC. Barang-
barang yang termasuk barang retur adalah produk kadaluarsa, produk
yang mengalami kerusakan kemasan/isi dan produk slow moving.
3.6 Perencanaan Produksi
Suatu perencanaan yang matang sangat dibutuhkan oleh setiap
perusahaan guna dijadikan sebagai acuan bagi derap langkah aktivitas
perusahan. Dengan perencanaan yang matang maka upaya yang
dilaksanakan sesudah melalui perhitungan yang cermat mampu
mengatasi berbagai kendala yang telah diperhitungkan sebelumnya
dengan tindakan-tindakan antisipasi.
Perencanaan produksi merupakan suatu langkah awal bagi
perusahaan untuk dapat melakukan kegiatan produksinya.
Perencanaan produksi yaitu merencanakan kegiatan-kegiatan
produksi, agar apa yang telah direncakan dapat terlaksana dengan
baik. Aktivitas untuk menetapkan produk yang diproduksi, jumlah
yang dibutuhkan, kapan produk tersebut harus selesai dan sumber-
sumber yang dibutuhkan. Rencana produksi menjadi dasar pembuatan

32
anggaran opersi, keperluan SDM dan jam kerja biasa atau lembur.
Kemudian untuk menetapkan peralatan dan tingkat persediaan.
Tujuan perencanaan dan pengendalian produksi:
a. Mengusahakan agar perusahaan dapat berproduksi secara
efisien dan efektif.
b. mengusahakan agar perusahan dapat menggunakn modal
seoptimal mungkin.
c. mengusahkan agar pabrik dapat menguasai pasar yang luas.
Untuk dapat memperoleh keuntungan yang cukup bagi
perusahaan.
PPIC (Production Planning & Inventory Control) bertanggung
jawab atas perencanaan produksi dan stock level barang (barang jadi,
bahan penunjang dan bahan baku). PPIC akan menerima forecast dari
marketing, untuk nantinya diolah sebagai rencana produksi instock,
buffer stock, sales.
3.6 Pergudangan
Departemen pergudangan memiliki fungsi antara lain :
menerima bahan baku dan pengemas (incoming material),
menyimpan bahan baku, pengemas serta barang jadi (finish goods),
dan mendistribusikan barang jadi (finish goods).
Gudang kecil digunakan untuk menyimpan barang retur dan
gedung spare parts. Gudang juga dilengkapi dengan ruang timbang dan
ruanganan dengan suhu yang teratur untuk mepenyimpanan barang
tertentu. Gudnag bahan baku dilengkapi dengan alat hygro-termometer
untuk mengukir suhu dan kelembapan.
Pada umumnya pergudnagan tidak memerlukan persyaratan
khusus namun tetap perlu diperhatikan faktor keamanan, kebersihan,
suhu, dan kelembaban ruangan gudang.
Sistem pengeluaran barang juga diatur sesuai dnegan batch
number dan FIFO. Keuntungan dari sistem tersebut adalha agar barang
dan bahan terhindar dari kerusakan, bahan yang digunakan dalam
proses produksi akan selalu fresh sehingga mengurangi kerugian.

33
BAB IV
PEMBAHASAN
PT. Victoria Care Indonesia merupakan salah satu perusahaan kosmetik
dengan visi untuk menjadi yang terbaik di Asia, yang berdiri sejak tahun 2007
dengan pabrik yang berlokasi di kota Semarang- Jawa tengah, dan telah menerima
Sertifikasi Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dari BPOM (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia yaitu guna untuk melindungi
masyarakat daro penggunaan produk kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan
standar mutu dan menjaga keamanan yang dapat merugikan masyarakat,
meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam

34
menghadapi era pasar bebas. Penerapan CPKB ini masih terus diupayakan
pelaksaannya dilingkungan pabrik PT. Victoria Care Indonesia.
Perubahan sistem evaluasi yang menitikberatkan pada post market
terhadap seluruh kosmetik yang beredar diseluruh Asia, dimana pengawasan
dilakukan setelah produk beredar. Pelaku usaha industri akan bertanggung jawab
penuh terhadap keamanan mutu dan klaim manfaat kosmetika yang diberikan
notifikasi. Maka Pt Victoria Care Indonesia harus berupaya agar kosmetik yang
diproduksi dapat memenuhi persyaratan dan mampu bersaing dalam hal mutu
produk di kawasan Asia.
4.1 Bangunan dan Fasilitas
Pabrik PT. Victoria Care Indonesia terletak didaerah kawasan industri,
Pabrik memiliki area gudang, area produksi, area pengolahan air, area pengolahan
limbah, ruang penyimpanan bahan baku, gudang bahan kemas, dan gudang bahan
jadi. Area produksi merupakan suatu ruangan yang besar dan terbagi-bagi atas
area produksi parfum, colloring hair, handsanitizer, dan peralatan mandi. Pabrik
juga dilengkapi sarana penyediaan air bersih, kamar mandi, tempat cuci tangan,
ruang ganti baju, dan sarana pembuangan air limbah. Hal ini menunjukkan bahwa
pabrik telah memiliki fasilitas sanitasi yang teratur.
Berdasarkan fungsinya, penyediaan air bersih dibagi atas dua yaitu air
untuk mandi, cuci, dan air untuk produksi. Air yang digunakan alaha air tanpa
mineral sehingga air harus mendapatkan pengolahan yang lebih lanjut. Air yang
tersedia ditampung di bak penampung kemudian ditambahkan koagulan didalam
clasifier. Lalu air diolah dengan mengalirkan pada bak penampung yang berisi
softener, dengan media yang digunakan adalah Resin, dimana hal ini bertujuan
untuk mengurangi kesadahan atau air asin dari air tersebut. Memang sumber air
yang berada diarea pabrik merupakan air yang mengandung tingkat kesadahan
yang tinggi, oleh karena itu diperlukan pengolahan khusus agar tingkat kesadahan
berkurang. Setelah itu diolah melewati RO I (Reverse Osmosis I) dan dilanjutkan
dengan pengolahan RO II. Jika air yang didapat berada dibawah standar, akan
dilakukan adjustment PH, sehingga mencapai PH yang diharapkan. Air yang telah
melalui proses diatas akan ditampung pada bak penampungan, Air dapat

35
digunakan untuk proses produksi, dengan TDS <1, tanpa mineral, dengan PH 5,5 -
7,5 dan bebas bakteri.
4.2 Peralatan
Secar garis besar, peralatan yang digunakan telah mememnuhi persyaratan
CPKB, pabrik menggunakan peralatan dan kelengkapan produksi yang sesuai
dengan jenis produk. Peralatan yang digunakan pada produksi didesain agar tidak
berekasi dengan bahan kosmetik yang sedang diproses, tidak mengadopsi dan
tidak melepaskan serpihan atau bagian dari peralatan yang dapat mencemari
produk. Peralatan-peralatan besar seperti tangki mixin, hopper dan peralatan yang
berbasis stenlist steel menggunakan stenlis steel grade bagus yang tahan terhadap
korosi. Perlatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan
mencatat ditara atau dikalibrasi secara berkala agar fungsinya berjalan dengan
baik, tepat serta akurat. Setiap peralatan memiliki prosedur tetap yang terdiri dari
spesifikasi alat, panduang operasional penggunaan, cara pembersihan dan cara
kalibrasi. Kalibrasi di PT. Victoria Care Indonesia dilakukan satu tahun sekali dan
proses diperoleh sertifikasi kalibrasi.
4.3 Sanitasi dan Higiene
Pada setiap produk kosmetik selalu dilakukan upaya untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Upaya tersebut selalu
ditingkatkan oleh perusahaab terhadap tenaga kerja, bangunan, peralatan, bahan,
proses produksi, pengemasan dan setiap hal yang dapat menjadi sumber
pencemaran produk. Higien dari personil/karyawan merupakan salah satu hal
yang sangat penting yang harus diperhatikan, personil diwajibkan mencuci tangan
menyemprot alkohol 70% setiap memasuki rungan produksi, wajib menggunakan
pakaian khusus agar proses produksi tidak terkontaminasi oleh benda asing.
Selama melakukan pekerjaan karyawan diharuskan menahan diri untuk tidak
melakukan makan dan minum saat melakukan pekerjaan yang dapat
mengakibatkan pencemaran terhadap produk.
Peralatan yang langsung kontak dengan produk juga diwajibkan
mendapatkan sanitasi yang baik. Pembersihan alat dilakukan oleh pihak produksi
sebelum dan sesudah alat digunakan untuk proses produksi. Pemeliharaan
beberapa mesin-mesin produksi beserta peralatannya dilakukan sesuai jadwal.

36
Yang telah ditetapkan ada alat yang diperiksa harian, mingguan,bulanan dan
tahunan. Kebersihan saat proses produksi juga harus dijaga menggunakan lap dan
kuas untuk membersihkan alat.
4.4 Pengolahan, Pengawasan Mutu dan Pengemasan
Pengolahan,pengemasan serta pengawasan mutu pada PT.Victoria Care
Indonesia dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan tertulis sehingga dapat
menghasilkan produk seperti yang dikehendaki. Untuk pengolahan dan
pengemasan yang telah memenuhi persyaratan mutu yang berlaku sehingga tidak
membahayakan. Bahan baku dan bahan kemas dari supplier sebelum digunakan
untuk mengemas produk jadi terlebih dahulu di lakukan pemeriksaan oleh pihak
QC apabila memenuhi syarat maka dapat digunakan untuk produksi, apabila tidak
memenuhi persyaratan makan harus di reject dan dikembalikan ke supplier.
Menurut CPKB bahan baku dan persyaratan mutu belum ditetapkan dalam buku
resmi dapat mengacu pada sumber lain yang dipersetujui oleh direktur. Hal ini
yang dialami PT Victoria Care yang teknologi dibidang kosmetik yang sedang
berkembang pesat dengan adanya inovasi baru maka bahan baku yang muncul
mengacu kepada data-data eksternal.
Produk Akhir PT. Victoria Care harus memenuhi standar mutu dan
persyaratan yang ditetapkan. Selain itu pada kemasan harus mencantumkan kode
produksi dan tanggal kadaluarsa secara jelas dan tidak boleh merugikan atau
membahayakan konsumen. Pengawasan mutu dilakukan pada awal produksi,
selama proses produksi, setelah proses produksi. Pengawasan pada awal produksi
dilakukan oleh QC bagian pemeriksaan bahan baku yang memeriksa bahan baku
yang datang. Selanjutnya jika bahan-bahan tersebut memenuhi persyaratan akan
diproses untuk pembuataan produk kosmetik dan produk yang lain, sesuai dengan
kebutuhan pabrik. Sebelum diedarkan dipasaran, produk akhir akan diperiksa
secara kelompok mulai dari organoleptis, fisika, kimia dan mikrobiologi oleh QC.
Produk jadi tersebut harus dikarantina akan diperiksa sudah sesuai dengan standar
mutu yang telah ditetapkan. Produk dapat dipasarkan bil hasil pemeriksa
menunjukkan produk telah memenuhi standar mutu produk.
4.5 Dokumen dan Pencatatan

37
Seluruh kegiatan produksi, pengujian dan analisis sampel selalu
didokumentasikan dengan baik oleh PT Victoria Care Indonesia. Pencatatan
tersebut sangat penting untuk mengingatkan keefektifitas pengawasan kosmetik.
Catatan juga akan disimpan dalam file-file dokumen guna memudahkan dalam
penelusuran jika terdapat keluhan dari konsumen dikemudian hari.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Setelah mengikuti dan melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di PT.Victoria Care Indonesia 2 Agustus hingga 23 September 2021,
maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:

38
1. Peran Apoteker di PT.Victoria Care Indonesia telah dilakukan dengan
baik. Hal ini terlihat dari jumlah tenaga Apoteker yang cukup banyak dan
terkualifikasi. Selain itu, personel kunci di PT.Victoria Care Indonesia seperti
kepala produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian
mutu merupakan Apoteker sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam CPKB.
2. PT.Victoria Care Indonesia merupakan industri farmasi yang telah
melaksanakan seluruh aspek CPKB dalam melaksanakan rangkaian kegiatan
produksi, pengawasan mutu dan pengendalian mutu sehari-hari. Aspek CPKB
tersebut telah diimplementasikan serta didokumentasikan dengan baik.

5.2 SARAN
Demi meningkatkan kemajuan PT.Victoria Care Indonesia, saran yang
dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Tetap menjaga dan mempertahankan kualitas dalam memprodukasi
sediaan farmasi sesuai dengan ketentuan CPKB seperti dilakukannya
pelatihan yang terkait dengan CPKB.
2. Meningkatkan aplikasi CPKB didalam produksi sediaan farmasi,
termasuk pengetahuan personalia mengenai CPKB.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2008). Peraturan kosmetika di indonesia.


Badan pengawasan obat dan makanan : Jakarta.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2010). Penandaan/Peringatan untuk
bahan Kosmetika dengan Pembatasan penggunaan. Badan Pengunaan.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.
Buku Victoria Care Indonesia. Sinergy for victori: Jakarta.

39
Iswari Tranggono, Retno dan Latifah, Fatma.(2008). Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Kosmetik. Jakarta : PT.Gramedia.
Kementerian Kesehatan.(2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
No 1176/MENKES/PER/VII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika. Jakarta :
Kementrian Kesehatan.
Primadiati, Rachmi. (2001). Kesehatan, Kosmetika dan Estetika. Jakarta: PT.
Gramedia.

40

Anda mungkin juga menyukai