Anda di halaman 1dari 6

Metabolisme Zat Besi

Tempat pengaturan utama zat besi adalah: (1) usus halus sebagai tempat penyerapan zat
besi; (2) sumsum tulang belakang sebagai tempat produksi sel darah merah (erirosit); (3) hati
sebagai tempat penyimpanan kelebihan zat besi; dan (4) limpa serta sel dari sistem
retikuloendotelial sebagai tempat katabolisasi eritrosit dan pengeluaran zat besi untuk digunakan
kembali3. Jenis sel yang dapat melaksanakan fungsi ini adalah enterosit yang ada di dalam
duodenum, retikulosit di sumsum tulang, makrofag di hati, limpa, dan sistem retikuloendotelial
(RES, reticulo endothelial system).

Proses penyerapan zat besi dalam tubuh harus seimbang atau harus dalam keadaan
homeostatis, karena kelebihan penyerapan zat besi dalam tubuh dapat menyebabkan penyakit
hemokromatosis4. Pada penderita hemokromatosis, zat besi akan terakumulasi tidak hanya di hati
(tempat penyimpanan normal) tetapi juga di pankreas dan jantung. Kondisi ini dapat memicu
keadaan diabetes dan penyakit jantung. Selain kondisi kelebihan zat besi (iron overload), ada
juga kekurangan zat besi (iron deficiency), yaitu bila ketersediaan zat besi tidak mencukupi
kebutuhan tubuh. Hal ini dapat memicu kejadian anemia kekurangan zat besi (anemia defisiensi
Fe).

Jumlah zat besi di dalam tubuh orang dewasa sehat lebih kurang 4 gram, sebagian besar
yaitu 2,5 gram berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin. Zat besi yang terdapat di
dalam pigmen pada otot disebut mioglobin yang berfungsi untuk menangkap dan memberikan
oksigen. Pada orang sehat, sebagian zat besi yaitu lebih kurang 1 gram disimpan di dalam hati
yang berikatan dengan protein dan disebut dengan feritin 5. Proses penyerapan zat besi
membutuhkan elektrolit.

Zat besi sangat penting untuk pembentukan hemoglobin (Hb). Asupan besi normal
adalah sekitar 15-20 mg/hari. Seorang pria hanya mampu menyerap 0,5-1,0 mg/hari ke dalam
darah, sedangkan wanita sedikit lebih banyak yaitu 1,0-1,5 mg/hari 6. Wanita lebih banyak
memerlukan zat besi karena adanya pengeluaran besi secara periodik melalui darah haid.

Zat besi memiliki fungsi yang berhubungan dengan pengangkutan, penyimpanan, dan
pemanfaatan oksigen yang berada dalam bentuk hemoglobin, myoglobin atau sitokrom. Untuk
memenuhi kebutuhan pembentukan hemoglobin, sebagian besar zat besi yang berasal dari
pemecahan sel darah akan dimanfaatkan kembali, sedangkan kekurangannya harus dipenuhi dan
diperoleh melalui makanan.

Suatu skema proses metabolisme zat besi untuk mempertahankan keseimbangan zat besi
di dalam tubuh, dapat dilihat seperti tertera pada skema berikut ini3:

Makanan usus halus tinja


(10 mg Fe) (1 mg Fe) (5 mg Fe)

Fe di dalam darah Di dalam hati disimpan


(turn over 35 mg Fe) 34 mg Fe sebagai feritin 1 gr

Sumsum tulang Seluruh jaringan

Hemoglobin (Hb) Sel-sel mati

Hilang bersama menstruasi Dikeluarkan melalui kulit,


(28 mg/periode) feses, dan urin (1 mg Fe)

Turn over atau putaran zat besi dalam tubuh sejumlah 35 mg/hari,
Sumber: Husaini, dkk (1989)

Setiap hari, turn over (putaran) zat besi berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya
didapatkan dari makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34 mg di dapat dari penghancuran
eritrosit yang sudah tua, kemudian disaring oleh tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh
sumsum tulang untuk pembentukan eritrosit baru. Hanya 1 mg zat besi dari penghancuran
eritrosit tua yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, feses, dan urine. Jumlah zat besi yang
hilang ini disebut sebagai kehilangan basal3.

Senyawa zat besi (Fe) dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : (1) Fe
yang berfungsi untuk keperluan metabolik; dan (2) Fe yang berbentuk simpanan atau reserve3.
Hemoglobin termasuk dalam bagian yang pertama, yaitu berfungsi untuk keperluan metabolik.
Hemoglobin, mioglobin dan beberapa zat besi lainnya yang berikatan dengan protein berfungsi
untuk transport oksigen dengan cara menyimpan dan menggunakan oksigen3,4. Sitokrom
dibutuhkan untuk proses respirasi dan detoksifikasi7. Simpanan senyawa zat besi ini berfungsi
untuk mempertahankan keseimbangan homeostatis. Apabila konsumsi zat besi dari makanan
tidak cukup, maka zat besi dari feritin dan hemosiderin dimobilisasi untuk mempertahankan
produksi hemoglobin yang normal.

Absorbsi Zat Besi

Penyerapan zat besi terjadi di dalam lambung dan usus bagian atas yang masih ber-pH
asam. Banyaknya zat besi dalam makanan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh tergantung pada
tingkat absorbsinya. Tingkat absorbsi zat besi dapat dipengaruhi oleh pola menu makanan atau
jenis makanan yang menjadi sumber zat besi. Misalnya zat besi yang berasal dari bahan makanan
hewani (misalnya daging), dapat diabsorbsi sebanyak 20-30%, sedangkan zat besi yang berasal
dari bahan makanan tumbuh-tumbuhan hanya sekitar 5% 8,9.

Zat besi yang terkandung dalam makanan dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk kimianya,
konsumsi bersama dengan makanan lain yang mempertinggi dan/atau menghambat penyerapan
zat besi, status kesehatan, serta status zat besi individu yang bersangkutan 5. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penghambatan penyerapan zat besi antara lain karena zat gizi dalam makanan ini
membentuk senyawa yang tidak larut dalam air sehingga sulit untuk di absorbsi. Zat gizi yang
dapat menghambat proses absorbsi zat besi antara lain tannin dalam teh, fosfitin dalam kuning
telur, protein kedelai, phytat, asam folat, kalsium dan serat dalam bahan makanan 5. Protein
nabati maupun protein hewani tidak meningkatkan absorbsi zat besi, tetapi jika bahan makanan
seperti daging, ikan, dan ayam, ada dalam menu makanan meskipun dalam jumlah sedikit akan
meningkatkan absorbsi zat besi non hem yang berasal dari serelia dan tumbuh-tumbuhan5.

Zat gizi yang sangat berperan dalam meningkatkan absorbsi zat besi adalah vitamin C.
Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi zat besi non hem hingga empat kali lipat 5. Vitamin C
dengan zat besi akan membentuk senyawa askorbat besi kompleks yang mudah larut dan mudah
di absorbsi5. Hal ini menyebabkan sayur-sayuran segar dan buah-buahan yang mengandung
vitamin C sangat baik untuk dikonsumsi untuk mencegah anemia defisiensi zat besi.
Metabolisme Zat Besi selama Kehamilan

Wanita hamil memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah serta membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Total jumlah zat besi yang
dibutuhkan selama kehamilan sekitar 1000 mg. Kebutuhan tambahan zat besi sampai usia
kehamilan 40 minggu dan selama 25 minggu masa menyusui (tanpa menstruasi) adalah 400 mg.
Para ahli menetapkan kebutuhan zat besi tambahan selama masa kehamilan adalah 3,3 mg/hari
dengan memperhitungkan bahwa proses absorbsi zat besi baru terjadi saat usia 24 minggu
kehamilan10.

Pendapat lain dikemukakan oleh Manuaba (1998) yang menyatakan bahwa jumlah zat
besi yang dibutuhkan pada saat kehamilan adalah 900 mg Fe, yakni untuk meningkatnya zat besi
dalam sel darah ibu sebanyak 500 mg, plasenta sebesar 300 mg, dan untuk darah janin sebesar
100 mg. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras
persediaan zat besi tubuh dan akhirnya akan menimbulkan anemia pada kehamilan 11. Kebutuhan
zat besi selama triwulan pertama relatif kecil, yaitu 0,8 mg/hari, namun akan meningkat dengan
pesat selama triwulan kedua dan ketiga hingga 6,3 mg/hari7.

Roodenburg menyatakan bahwa kebutuhan jumlah zat besi selama kehamilan adalah 840
mg1. Jumlah tersebut sudah termasuk pada kebutuhan zat besi untuk janin, plasenta, volume
darah ibu, dan jumlah hilangnya zat besi ibu (kehilangan basal). Berikut adalah tabel kebutuhan
zat besi selama kehamilan hingga melahirkan1:

Tabel: Jumlah Total Kebutuhan Zat Besi Selama

Kehamilan hingga Melahirkan1


Kebutuhan Total
individual (mg)
1) Selama kehamilan:
- Janin 300
- Plasenta 50
- Peningkatan massa sel darah merah 450
- Kehilangan basal 240 1040

2) Volume darah ibu selama kehamilan 250 1290


3) Volume darah ibu yang hilang saat 450 1740
melahirkan

Metabolisme zat besi diatur pada level seluler maupun organisme. Metabolisme zat besi
selama kehamilan penting untuk menjaga kadar zat besi pada janin dan ibu. Keseimbangan kadar
zat besi merupakan hal yang penting, sebab defisiensi zat besi pada masa neonatal dan early
postnatal dapat menyebabkan gangguan fungsi otak dan kerusakan neurologis lainnya pada
janin12. Perolehan zat besi pada janin terjadi pada trimester tiga, sesuai dengan waktu puncak
efisiensi penyerapan zat besi ibu.

Proses penyaluran zat besi dari ibu ke janin diatur dengan melibatkan proses penyerapan
zat besi dari sirkulasi ibu. Zat besi dari ibu berpindah melewati plasenta dan seterusnya hingga
masuk ke dalam sirkulasi janin. Selama perkembangan kehamilan, jumlah zat besi yang
tersalurkan dari ibu ke janin meningkat. Sel sinsitiotropoblas dari plasenta merupakan pembatas
antara ibu dan janin. Bagian permukaan apikal sel sinsitiotropoblas berdekatan ke sirkulasi ibu
dan bagian permukaan basolateral berbatasan dengan sirkulasi janin.

Plasenta berfungsi sebagai alat tranportasi zat besi dari ibu ke janin. Transfer zat besi dari
ibu ke janin didukung oleh peningkatan substansial dalam penyerapan zat besi ibu selama
kehamilan dan hal ini diatur oleh plasenta. Serum feritin meningkat pada usia kehamilan 12-25
minggu. Serum transferin membawa zat besi dari sirkulasi ibu untuk transferin reseptor yang
terletak pada permukaan apikal sinsitiotrofoblas plasenta. Zat besi akan dilepaskan dan
apotransferin dikembalikan ke sirkulasi ibu. Zat besi kemudian bebas mengikat feritin dalam sel-
sel plasenta dan keluar sebagai holotransferin ke dalam sirkulasi janin.. Ketika status gizi ibu
kurang, jumlah reseptor tranferin plasenta meningkat sehingga zat besi lebih banyak diambil oleh
plasenta dan di transportasi untuk janin.

Human hemokromatosis protein (HFE) adalah regulator negatif dari penyerapan zat besi.
Mutasi pada gen HFE akan menghasilkan hemokromatosis herediter (HH) yang dicirikan dengan
adanya peningkatan penyerapan zat besi dan saturasi transferin dan memicu kelebihan zat besi di
hati13. Zat besi yang berlebihan pada janin dapat dicegah oleh sintesis feritin plasenta.
Keseimbangan kadar zat besi dapat dicapai dengan adanya hepsidin. Hepsidin mengatur kadar
zat besi dengan mengikat dan menyebabkan internalisasi ferroportin (FPN) ke dalam hepatosit,
makrofag, dan enterosit14. Pada saat usia kehamilan bertambah, tingkat hepsidin pada ibu
menurun tetapi akan kembali normal segera setelah melahirkan15.

Anda mungkin juga menyukai