Anda di halaman 1dari 31

TUGAS NCP KLINIK

RANGKUMAN SKRINING GIZI UNTUK DEWASA

Disusun Oleh :
Kelompok 7
- Rada Wati - Vini Stevani
- Ruth Cynthia Kasih - Yessi
- Rusnida Shopia - Yulita Armi
- Sri Utami - Yohannes Ekky Stenovic
- Septri Winta - Yula Paska Enjelin
- Sonia Fatmala Putri - Yussep Aldi
- Turiyani

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA
MANUSIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI
2018/2019
SKRINING GIZI UNTUK DEWASA

1) SGA (Subjective Global Assement)


Skrining gizi SGA merupakan alat skrining yang digunakan untuk
semua pasien rawat inap dewasa. SGA mampu mengidentifikasi pasien yang
malnutrisi atau yang memiliki risiko malnutrisi dan menilai status gizi pasien
dengan berbagai macam penyakit yang luas terhadap lama hari perawatan an
dapat dianjurkan untuk digunakan dalam penilaian status gizi.
SGA terdiri atas dua bagian yaitu riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik. Riwayat kesehatan meliputi 5 parameter yaitu perubahan BB, perubahan
asupan makan, gejala gastrointestinal, kapasitas fungsional, pemeriksaan fisik
yang difokuskan aspek gizi, dan hubungan antara penyakit dengan kebutuhan
gizi. Pemeriksaaan fisik meliputi evaluasi jaringan lemak, kehilangan otot,
edema,dan ascites. Untuk mengkategorikan status gizi pasien pada skrining
SGA maka hasinya yang diperoleh dari riwat medis dan pemeriksaan fisik
dijumlahkan dan dikategorikan menjadi status gizi baik(Skor A), malnutrisi
sedang (Skor B) dan malnutrisi berat (Skor C).
Dalam Detsky,1987 dijelaskan cara pengisian form SGA adalah
sebagai berikut:
(a) Isilah kuesioner atau form sesuai dengan keadaan pasien
(b) Beri tanda cheklist pada kuesioner sesuai dengan kategori yang
disesuaikan dengan kondisi pasien
(c) Pastikan semuan pertanyaan pada kuesioner terjawab
(d) Jumlah terbanyaknya chek list pada setiap kategori
(e) Jumlah terbanyak pada setiap ketegori itulah yang menggambarkan
kondisi pasien.
Selanjutnya kondisi pasien dikategorikan menjadi :
Rank Interpretasi
A Gizi baik
B Malnutrisi sedang
C Malnutrisi berat
Penjelasan rank gizi sebagai berikut:
 Rank A (Gizi baik): jika pasien tidak mempunyai tanda-tanda
malnutrisi,tiak ada kehilangan BB, tidak ada masalah dengan
asupan, tiak aa gangguan fungsional,dan gejala gastrointestinal,
maka pasien dikategorikan sebagai gizi baik.
 Rank B (malnutrisi sedang): jika terdapat kehilangan BB sebesar
5-10 % disertai kehilangan ringan lemaksubkutan dan adanya
pengurangan asupan makanan pasien.
 Rank C (malnutrisi berat): diberikan ketika pasien mempunyai
tanda-tanda malnutrisi seperti kehilangan lemak subkutan yang
parah, kehilangan massa otot yang parah,adanya oedema,
kehilangan BB lebih dari 10%,penurunan asupan makan, adanya
gejala gastrointestinal, dan gangguan fungsional(Charney&
Mariani,2009).
Table 2.16 SGA (Subjective Global Assement)
RIWAYAT MEDIS
SKOR
Deskripsi Jawaban
SGA
A B C
Berat Badan/ Perubahan
BB
……………………kg
BB Biasanya (usual
……………………kg
weight)
(kg)
BB Awal masuk RS (kg)
Kehilangan BB biasanya 1. ( ) tidak ada, BB normal A
2. ( ) tidak ada, tapi BB B
(usual weight)
B
dibawah normal
C
3. ( ) ada perubahan, tapi
BB belum normal
4. ( ) turun
Persentase kehilangan 1. ( )<5% A
2. ( ) 5-10% B
(BB biasanya-BB awal
3. ( ) >10% C
masuk ) /BB biasanya) x
100%
Asupan Makanan
- Ada perubahan 1. ( ) Ya
2. ( ) Tidak

- Perubahan an 1. ( ) asupan cukup dan A


jumlah asupan: tidak ada perubahan;
kalaupun ada, hanya
B
sedikit dan/ atau dalam
waktu singkat C
2. ( ) asupan menurun,tapi
tahap ringan daripada
sebelumnya sakit
3. ( ) asupan tiak cukup dan
menurun tahap berat dari
pada sebelumnya

Table 2.16 SGA (Subjective Global Assement)


RIWAYAT MEDIS
Deskripsi Jawaban Skor SGA
A B C
- Lamanya dan 1. ( ) < 2 minggu,sedikit atau tampa A
derajat perubahan
B
2. ( ) > 2 minggu, perubahan ringan
perubahan
sampai sedang C
asupan makanan
3. ( ) tak bias makan,perubahan
3. Gejala Gastrointestinal
Frekuensi Lamanya
1. Anoreksia 1. ( ) Ya 1. ( ) tidak pernah 1. ( ) > 2
2. ( ) Tidak 2. ( ) tiapa hari
mgg
3. ( ) 2-3/mgg
2. ( ) < 2
4. ( ) 1-2x/mgg
mgg
2 .Mual 1. ( ) Ya 1. ( ) tidak pernah 1. ( ) > 2
2. ( ) Tidak 2. ( ) tiapa hari
mgg
3. ( ) 2-3/mgg 2. ( ) < 2
4. ( ) 1-2x/mgg
mgg
3. Muntah 1. ( ) Ya 1. ( ) tidak pernah 1. ( ) > 2
2. ( ) Tidak 2. ( ) tiapa hari
mgg
3. ( ) 2-3/mgg
2. ( ) < 2
4. ( ) 1-2x/mgg
mgg
4. Diare 1. ( ) Ya 1. ( ) tidak pernah 1. ( ) > 2
2. ( ) Tidak 2. ( ) tiapa hari
mgg
3. ( ) 2-3/mgg
2. ( ) < 2
4. ( ) 1-2x/mgg
mgg
Keterangan :
Jika ada beberapa gejala /tidak ada gejala, sebentar-sebentar A
Jika ada beberapa gejala < 2 minggu B
Jika lebih dari satu atau semua gejala setiap hari/ teratur > 2 C
minggu
4. Kapasitas fungsional
- Ada 1. ( ) ya
2. ( ) tidak aa perubahan (tetap)
perubahan
3. ( ) meningkat
kekuatan/ 4. ( ) menurun
stamina
tubuh?
- Bila ada
perubahan:
- Deskripsi 1. ( ) aktivitas normal, tidak ada
Keadaan kelainan, kekuatan/ setamina tetap
2. ( ) aktivitas ringan, mengalami
fungsi tubuh:
hanya sedikit penurunan( tahap
ringan)
3. ( ) tampa aktifivas/ ditempat tidur,
penurunan kekuatan/ stamina tiap
buruk

Table 2.16 SGA (Subjective Global Assement)


RIWAYAT MEDIS
Deskripsi Jawaban Skor SGA
A B C
5. Penyakit dan
Hubungannya
dengan ……………………………………………….
……………………………………………….
kebutuhan gizi
-Diagnosis
utama:
- Diagnosis
lainya :
- Secara umum, 1. ( ) Ya A
ada gangguan 2. ( ) Tidak
stress metabolic?
- Bila ada, 1. ( ) Rendah/ sedang( misalnya: infeksi, B
kategorinya: penyakit jantung kongesif)
C
2. ( ) Tinggi ( misanya: ulceratif colitis+ diare,
( stresss
kanker)
metabolic akut)
PEMERIKSAAN FISIK
Deskripsi Jawaban SKOR SGA
1. Kehilangan 1. ( ) tidak ada
2. ( ) Beberapa tempat
lemak subkutan (
3. ( ) semua tempat
trisep, bisep)
2. Kehilangan 1. ( ) tidak ada
2. ( ) Beberapa tempat
massa otot
3. ( ) semua tempat
(pelipis, tulang
selangka,
scapula/tulang
belikat,rusuk/iga,
betis, lutut)
3. Edema 1. ( ) taka da / sedikit A
2. ( ) sedang B
3. ( ) berat C
4. Ascites 1. ( ) taka da / sedikit A
2. ( ) sedang B
3. ( ) berat C
KESELURUHAN SKOR SGA
A = Gizi baik /normal (Skor “A” pada >50% kategori atau ada peningkatan
signifkan)
B = Gizi ringan-sedang ( Tidak terindikasi jelas pada “A” atau “C”.
C = Gizi buruk (Skor “C” pada > 50% kategori, tanda-tanda fisik signifikasi.

Penelitian yang dilakukan pleh Sacks et al,2000 menuliskan bahwa


SGA merupakan alat skrining yang simple,non infasiv,cost efektif untuk
mengaji status gizi pada usila difasilitas panti jompo.alat pangkajian ini juga
bermanfaat untuk mengidentifikasi pasien dengan peningkatan resiko
komplikasi yang berkaitan dengan gizi. Selanjutnya penilitian yang dilakukan
oleh warastuti dan innawati, 2008 di RSUD Banyumas dan RSUD Prof DR
MARGONO SOEKARJO Purwokerto bahwa SGA dapat digunakan sebagai
alat skrining dan penilitian status gizi pada pasien sirosis hati. Tapiawala et
al,2006 dan De Mutser et al, 2009 juga melakukan penilitian tentang srining
gizi SGA,dimana SGA mempunyai hubungan yang kuat dengan kejadian
mortalitas pada pasien dialysis kronis.
Demikian pula penilitian yang dilakukan oleh Shirodkar dan
Mohandas,2009 menemukan bahwa SGA merupakan alat skrining yang
simple dan tidak mahal untuk mengidentifikasi pasien kanker yang
malnutrisi di india yang akan menjalani pembedahan.SGA merupakan
predictor yang baik untuk mengetahui outcome pasien pascaoperasi kanker di
india.dikarenakan simplenya skrining SGA, maka SGA digunakan secara
rutin untuk mengaji status gizi pasien kanker pra-pembedahan.senada dengan
penelitian tersebut, detsky et al,1987 dalam NEMO,2014 menyebutkan bahwa
SGA dapat diterapkan untuk pasien pembedahan ,pasien geriatric/usila,pasien
kanker dan pasien dengan penyakit ginjal.kemudian SGA dapat digunakan
pada pasien dirumah sakit, pasien yang sedang menjalani masa
pemulihan,bisa juga digunakan di komunikasi dan panti jompo.

2) PG-SGA(Paten Generated Subjective Global Assessment)


PG-SGA merupakan penyesuaian dari SGA yang dikembangkan
khusus untuk penderita kanker.PG-SGA muah digunakan dan dapat
digunakan sebagai pedoman untuk pemberian terapi gizi yang tepat pada
pasien (National Cancer Institute, 2006 dalam Susetyowati, 2004.) Hal ini
senada dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bauer et al,2002 bahwa skor PG-SGA memudahkan
untuk alat dalam pengkajian gizi yang memungkinkan untuk
mengidentifikasi dengan cepat status malnutrisi pasien kanker di rumah sakit.
Selain untuk penderita kanker, PG-SGA juga dapat diterapkan untuk pasien
ginjal dan stroke yang dirawat di rumah sakit (Ottery, 2005 dalam Nutrition
Education Material Online (NEMO), 2004) Susetyowaty, 2014 menuliskan
bahwa pada PG-SGA pertanyaan di desain khusus sehingga ada boks
pertanyaan yang dapat diisi langsung oleh pasien yaitu boks 1-4 berupa
pertanyaan riwayat berat badan dalam 1 dan 6 bulan
terakhir. Jika berat badan pada 2 minggu terakhir diketahui, nilai
ditambah 1 poin. Kemudian nilai dari boks 1-4 dijumlahkan. Untuk boks
pemeriksaan fisik yaitu pertanyaan no 5-7 diisi langsung dokter atau klinis.
Pertanyaan nomor 5 dijawab dengan melihat lampiran 2 dan menjumlahkan
keluhan yang ada. Pertanyaan nomor 6 untuk stress metabolic dinilai
berdasarkan adanya demam, lama demam, dan pemakaian steroid. Pertanyaan
nomor 7 yang merupakan pemeriksaan fisik dinilai dengan melakukan
pemeriksaan secara subjektif, yaitu menilai cadangan lemak, kekuatan otot da
nada tidaknya edema.
Skor untuk PG-SGA merupakan pengukuran berlanjut, di ana semakin
tinggi skor, maka semakin besar risiko malnutrisi. Skor >9merupakan indikasi
diperlukannya intervensi gizi. Berdasarkan pengukuran angka Bauer
memberka rekomendasi triase nutrisi (nutritional trange recommendation)
sebagai berikut :
Nilai 0-1 :
Tidak memerlukan intervensi nutrisi pada saat ini, tetapi perlu dilakukan
penilaian ulang secara berkala;

Nilai 2-3 :
Memerlukan edukasi untuk pasien dan keluarga oleh dietesien, perawat
atau klinikus;
Nilai 4-8 :
Memberika intervensi gizi oleh dietesien dengan bantuan perawat atau
dokter sesuai kebutuhan pada boks 3;
Nilai > 9 :
Intervensi gizi sangat diperlukan. Lebih jelas form PG-SGA dapat dilihat
dilampiran.

3) PNI (prognostic Nutirtional Indeks)


PNI adalah skrining gizi yang di desain untuk mengidikasi resiko dari
buruknya outcome setelah pembedahan, yang diketahui berdasarkan nilai
albumin, lipatan kulit trisep, serum transferrin, dan kelambatan hipersenitif
kulit (Dempsey, DT, et al, 1983). Singh, 2007 menuliskan bahwa
pemeriksaan level serumalbumin memberikan estimasi yang lansung dari
cadangan visceral protein. Transferrin pada prinsipnya adalah protein plasma
untuk transport zat besi (Fe). Konsentrasi transferring berkorelasi dengan
total iron binding capacity pada serum. Pengkuran level transferrin dalam
serum dan cairan tubuh lainnya membantu dalam diagnosis yang berbeda dari
malnutrisi, inflamasi akut,infeksi dan pengkajian fungsi ginjal dan penyakit
sel darah merah, seperti anemia defisiensi zat besi, dan kehilangan protein.
Pengukuran trisep merupakan pengukuran yang praktis untuk semua umur
dan merupakan ukuran untuk memperkirakan jumlah simpanan lemak
dibawah kulit, dan menentukan metode penting untuk menentukan komposisi
tubuh serta persentase lemak tubuh dan untuk menentukan status gizi secara
antropometrik. Pemeriksaan DCH berhubungan dengan fungsi imun yang
mana merupakan indicator spesifik dari malnutrisi (dalam evaluasi status
gizi). Studi tentang skrining PNI menunjukkan bahwa PNI mampu
memprediksi risiko morbiditas dan mortalitas pasien setelah pembedahan.
Selanjutnya ESPEN, 2012 menuliskan bahwa PNI merupakan salah
satu jenis alat skrining gizi untuk memprediksi kemungkinan outcome yang
lebih baik atau lebih buruk yang disebabkan oleh faktor gizi. PNI merupakan
skrining untuk identifikasi indeks gizi yang mempunyai korelasi kuat dengan
malnutrisi klinis. Joshi, 2010 menuliskan bahwa PNI adalah alat ukur yang
dapat digunakan untuk mengukur pasien yang perkembangan penyakitnya
mengarah ke komplikasi seoerti sepsis atau kematian yang dihubungkan oleh
malnutrisi.
PNI menggunakan empat indeks gizi yang berhubungan erat dengan
hasil pembedahan dan digabungkan ke dalam indeks prognostic gizi yaitu:
Serum albumin, serum transferin, lipatan kulit trisep, dan kelambatan
hipersensitif kulit (delayer hypersensitivity reaction). Indeks prognostic gizi,
memberikan indikasi risiko dinyatakan dalam persen (%) dari morbiditas dan
mortalitas individu pacsa bedah (susetyawaty, 2014).
Formula PNI (Prognostic Nutritional Index) adalah sebagai berikut :
PNI (%) = 158 - (16,6 x ALB) - (0,78 x TSF) - (0,2 x TFN) –(5,8 x DCH)
dimana :
PNI = Prognostic Nutritional Index (%)
ALB = Serum Albumin Concentrastion (gr/dl)
TSF = Triseps Skinfold (mm)
TFN = Transferin (mg/dl)
DCH = Delayed Cutaneus Hypersensitifity (0=nonreaktif;1=<5 mm
reaktivitas, dan 2=>5 mm reaktivitas)
Dengan interpretasi risiko komplikasi sebelum operasi :
PNI Risiko
<40% Risiko rendah
40-49,99% Risiko sedang
>=50% Risiko tinggi
Sumber: Joshi,2010.

4) NRS-2002 (Nutritional Risk Skreening,2002)


Kondrup et al, 2003 menuliskan bahwa skrining NRS-2002 adalah
skrining yang di khususkan untuk pasien dewasa dan skrining yang
direkomendasikan oleh ESPEN untuk pasien yang menjalani rawat inap
dirumah sakit. Parameternya adalah kehilangan berat badan dalam 3 bulan
terakhir, turunnya asupan makan dalam seminggu terakhir, BMI, keparahan
dari penyakit da nada satu pertanyaan tentang usia lanjut (jika usia lanjut >70
tahun maka skor ditambah 1. Skrining ini memiliki range skor 0-3, dimana
jika total skor >3 maka pasien tersebut beresiko dan membutuhkah rencana
asuhan gizi. Lebih lengkap Sorensen et al, 2008 dalam Susetyawati, 2014
,menuliskan bahwa skrining NRS-2002 adalah metode skrining yang terbaik
dalam memprediksi terjadinya komplikasi, kematian yang lebih tinggi, dan
pulang dengan perawatan di rumah atau tetap berada di RS dalam waktu yang
lebih lama pada pasien yang teridentifikasi beresiko malnutrisi dibandingkan
dengan pasien yang teridentifikasi tidak beresiko malnutrisi.
Berdasarkan data yang ditulis oleh Banks, 2008 bahwa NRS-2002
merupakan skrining yang realibel karena hasil interobserver antara perawat,
ahli gizi dan dokter didapatkan nilai kappa, 0,67 yang mengartikan
kesepakatan tergolong baik. Selanjutnya berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Ozkalkanli et la 2009 pada 256 pasien yang akan
menjalaninpembedahan ortopedy didapatkan hasil bahwa NRS-2002
merupakan alat skrining gizi yang mampu memprediksi outcome positif dari
asuhan gizi dan mampu memprediksi penurunan lama rawat diantara pasien
yang teridentifikasi beresiko oleh alat skrining dan asuhan gizi.

Tabel 2.17 NRS-2002


Nama Responden : Umur
A.Skrining Awal
Deskripsi Jawaban
1.BMI<20,5 a. ya b. tidak
2.Berat badan hilang dalam 3 bulan a. ya b. tidak
3.Asupan makanan hilang dalam 3 minggu a. ya b. tidak
terakhir
4.Menderita sakit berat, misalnya terapi a. ya b. tidak
intensif
BIla ada jawaban ya, lanjut skrining
berikut :
Tabel 2.17 NRS-2002 (Lanjutan)
Nama Responden : Umur
B. skrining Lanjutan (Lingkari)
Jawaban Skor Skor
1. Status Gizi Normal 0 a. kebuthan gizi normal 0
2. BB turun >5% dalam 3 1 b. fraktur 1
bulan atau asupan makan pinggang*,sisirosis*,COPD*,
50->75% dari kebutuhan Hd kronik, DM,kandungan
normal pada minggu
sebelumnya
3. IMT 18,5-<20,5 atau BB 2 C. Bedah Mayor Abdomen*, 2
turun>5% dalam 2 bulam Stroke*, paru-paru berat,
+ gangguan kondisi umum leukumia
atau asupan makan 25-
<50% dari kebutuhan
normal pada minguan
sebelumnya
4. BMI< 18,5 atau BB 3 D. Luka Kepala*, transplantasi
turun>5%dalam 1 bulan sum-sum tulang*, pasien ICU
(15% dalam 3 bulan) dan
asupan makan 0-< 25%
dari kebutuhan normal
pada mingguan lalu
5. Usia Lanju 1
Toatal Skor (1+2+3) =
Skor > 3 = pasien beriko gizi dan mebutuhkan rencana asuhan gizi
Skor < 3 = Skrining ulang 1 minguan yang akan datang
Sumber : Susetyowati, 2014
 Diberikan dukungan nutrisi langsung dengan diagnosis tersebut. Tanda
cetak cetak miring berdasarkan prototype yang ada :
Skor 1:
Pasien dengan penyakit kronis dan mengalami komplikasi. Pasien lemah,
tapi tetap beranjak dari tempat tidur. Kebutuhan pasien meningkat, tapi
dapat dipenuhi dengan diet oral dan suplemen.
Skor 2: Pasien di tempat tidur karena sakitnya, berencana bedah mayor.
Kebutuhan protein substansi meningkat, tetapi dapat di penuhi dari
makanan buatan.
Skor 3:
Pasien dalam perawatan intensif dengan dibantu ventilator.
Kebutuhan protein meningkat, tapi tidak dapat dipenuhi dari makanan.

5) MST (Malnutrition Screening Tool)


MST (Malnutrition Screening Tool) merupakan metode strining gizi
yang sederhana, cepat, valid dan reliable untuk mengidentifikasi pasien yang
mempunyai resiko kurang gizi (Susetyowat, 2014). Fepguson et al, 1999 dan
Bank et al, 2004 menuliskan bahwa MST adalah lata alat skrining gizi yang
digunankan untuk mengidentifikasi malnutrisi maupun tidak malnutrisi. NST
dikembangkan untuk pasien dewasa yang menjalani rawat inap di rumah
sakit. MST khusus digunakan untuk pasien dewasa (tidak termasuk ibu hamil,
ibu menyusui dan pasien yang sedang dalam pengobatan kejiwaan).
Selanjutnya penilitian yang dilakukan oleh Insenring, 2009 juga
mendapatkan bahwa MST adalah alat skrining yang valid untuk pasien akut
dirumah sakit. Dalam penilitian tersebut menyatakan bahwa MST tidak cocok
di terapkan pada orang-orang yang dirawat panti jompo . Herawati et al,
2014 dalam penilitian yang dilakukan di RSI Un isma Malang mendapatkan
bahwa skrining gizi MST lebih efektif dibandingkan SGA. Metode skrining
MSTdinilai lebih cepat, sederhana, efektif, efisien dan aplikatif.
MST juga telah divalidasi untuk pasien kanker yang menjalani
perawatan seperti radioterapi. Levin, 2010 menuliskan bahwa semua pasien
kanker yang menjalani perawatan harus mempunyai skrining gizi untuk
mengidentifikasi pasien yang kemungkinan berisiko dan kekurangan gizi.
Ada (American Dietetic Association) merekomendasikan bahwa skrining gizi
harus ada pada pasien kanker yang menjani rawat jalan atau perawatan.
Skrining gizi yang di butuhkan adalah skrining gizi yang mudah digunakan,
terstandar, cepat, tidak invasive, efektif dari segi biaya. Skrining gizi tersebut
harus mampu mengidentifikasi pasien kanker yang malnutrisi atau kan
berisiko malnutrisi. MTS dipilih sebagai metode skrining yang tepat
untukpenderitaan kanker tersebut.
MST terdiri atas 2 parameter yaitu kehilangan berat badan yang tidak
diharapkan dan penurunan nafsu makan.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada form MST di bawah ini :
Tabel 2.18 MST (Malnutrition Screening Tool)
1 Pakah anda kehilangan berat badan secara a. Tidak (skor 1)
b. Ragu (skor 2)
tidak sengaja? Juka ya, berapa banyak (kg)
anda kehilangan berat badan?
1-5 kg Skor 1
6-10 kg Skor 2
11-15 kg Skor 3
>15 kg Skor 4
Ragu Skor 2
2 Apakah anda mengalami penurunan asupan Tidak (skor 0)
Iya (skor 1)
makan karena penurunan nafsu makan (atau
karena tidak bisa mengunyah dan menelan) ?
Total skor skrining MST ..............................
Jika jumlah skor lebih atau sama dengan 2, maka disimpulkan pasien
mengalami risiko gizi kurang.

Berdasarkan form pada tabel tersebut, dapat dijelaskan bahwa:


a) Pernyataan untuk kehilangan berat badan yang tidak diharapkan:
ditanyakan pada sekitar 6 bulan terakhir
b) Jika pasien menjawab ragu-ragu, minta pasien untuk memperkirakan
kehilangan berat badan misalnya: pakaian yang dipakai menjadi longgar
c) Jika pasien mendapat skor 2 atau lebih maka:
(1) rujuk keahli gizi untuk mendapatkan asesmen dan intervensi lebih
lanjut
(2) Dokumentasikan
(3) Lakukan penimbangan pasien saat rawat inap:
- Mingguan (jika akut)
- Bulanan (jika menjalani perawatan jangka panjang)
(4) Skrining kembali pasien:
Berdasarkan penilitian Venrooij et al, 2007 menuliskan bahwa
skrining gizi MST merupakan skrining yang mudah di implementasikan
secara general dirumah sakit dan tingkat keakuratannya lebih tinggi validitas
yang tinggi yakni sensivitas dan spesifisitas sebesar 93%. Dalam pelaksanaan
MST dilakukan dalam 24 jam saat pasien masuk RS dan dilakukan mingguan
selama pasien dirawat dirumah sakit. Penggunaan MST dapat dilakukan oleh
semua tenaga kesehatan seperti tenaga medis, perawat, ahli gizi, staff
administrasi, keluarga, teman-teman bahkan oleh pasien sendiri (Queensland
Government, 2011).

6) MUST (Malnutrition Universal Screening Tool)


MUST adalaha skrining gizi yang didesain untuk mengidentifikasi
pasien yang berisiko malnutrisi (malnutrition/undernutrition) dan overweight
obesitas MUST adalah ksrining gizi untuk dewasa namun tidak tepat jika
digunakan untuk melakukan skrining pada definien mikronutrien atau
toksisitas mikronutrien. MUST dapat digunakan untuk semua kelompok psien
dengan berbagi jenis perawatan termasuk pola makan yang salah (eating
disorders) gangguan cairan tubuh, kehamilan atau menyusui. Selain untuk
skrining pada rawat inap, MUST merupakan salah satu satu skrining giziyang
bias digunakan untuk komunitas (BAPEN, 2003).
Parameetr yang digunakan dalam MUST adalah sebanyak tiga
parameter. Parameter tersebut adalah BMI, persentase kehilangan berat badan
dan penyakit berat/serius.
Tabel 2.19 MUST (Malnutrition Screening Tool)
1 BMI pasien (kg/m2)
a. >20 (>30 obese) Skor 0
b. 18,5 – 20 Skor 1
c. < 18,5 Skor 2
2 Persentase penurunan berat badan secara tidak
sengaja (3-6 bulan yang lalu)
a. <5% Skor 0
b. 5-10% Skor 1
c. <10% Skor 2
3 Pasien menderita penyakit berat dan/ atau tidak Skor 2
mendapatkan asupan makanan >5 hari
Skor total 0 menunjukan pasien berisiko rendah, skor 1 menunjukan pasien
dengan dengan resiko sedang dan skor ≥ 2 menunjukan pasien dengan resiko
tinggi
Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan cara penggunaan forni ini sebagai
berikut :
TAHAP 1. Menghitung BMI
IMT Score
>20(> 30 obese) 0
18,5 – 20 1
< 18,5 2

Untuk menghitung BMI dibutuhkan data berat badan dan tinggi


badan. Jika tidak memungkinkan mendapatkan tinggi badan dan berat badan,
maka menggunakan pengukuran alternatif diantaranya panjang ulna, tinggi
lutut atau rentang lengan. Jika berat dan tinggi badan tidak dapat diukur atau
diperkirakan maka BMI dapat diestimasi menggunakan lingkar lengan atas.
Berdasarkan BAPEN (The Association for Parenteral and Enternal
Nutrition), 2011 bahwa :
a). Jika LILA < 23,5 maka memungkinkan BMI kurang dari 20 kg/m2, yaitu subjek
kemungkinan underweight.
b). Jika LILA > 32,0 cm maka mungkin BMI lebih dari 30,0 kg/m 2. Yaitu subjek
kemungkinan obes.
Tahap 2. Penurunan Berat Badan
Penurunan BB yang terjadi selama 3 sampai 6 bulan merupakan faktor
resiko yang lebih serius dibandingkan dengan BMI. Persentase penurunan BB
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% Penurunan Berat Badan = X 100

Keterangan :
BBU : Berat Badan 3-6 bulan lalu
BBA : Berat Badan Aktual
Cut off point :
Penurunan BB Skor
< 5% penurunan BB = normal 0
5 – 10% penurunan BB = indakator 1
awal peningkatan resiko
>10% penurunan BB = signifikan 2
secara klinis

Tahap 3. Adanya efek penyakit akut


Bila pasien mengalami/mempunyai penyakit akut dan tidak ada asupan
makanan selama 3 hari atau lebih, hal ini berarti pasien beresiko mengalami :
Skor Interpretasi
0 Resiko rendah
1 Resiko sedang
2 Resiko tinggi

Tahap 4. Penjumlahan Skor


Skor Interpretasi
2 Resiko rendah (skrining ulang seminggu kemudian)
3 Resiko sedang (dokumentasikan asupan makan selama 3 hari dan
skrining ulang 3 minggu kemudian)
≥2 Resiko tinggi (memerlukan intervensi)

Tahap 5. Menyusun rencana perawatan yang tepat


Pasien dengan resiko dan resiko sedang membutuhkan intervensi
nutrisi. Intervensi dapat berupa saran diet dan dibutuhkan dietary assement
lebih detail. Sedangkan untuk orang obesitas yang perlu dilakukan adalah :
- Mencatat persentase dari obesitas
- Melakukan kontrol rutin sebelum melakukan treatment untuk
obesitas (BAPEN, 2003)
Selain dengan cara menghitung, untuk menentukan skor BMI dan
kehilangan berat badan dapat menggunakan tabel BMI dan kehilangan BB.
MUST untuk obesitas akan memiliki 2 kemungkinan, yaitu :
a) Nilai MUST = 0 maka perhatikan BMI dari pasien . Bila BMI > 30
maka diberikan catatan adanya obesitas pada data pasien untuk kemudian
dilakukan penataleksanaan diet sebagai rencana asuhan gizi
b) Nilai MUST > 0 karena adanya hal yang mendasari penyakit akutnya
maka rencana perawatan dilakukan untuk menghilangkan penyakit
akutnya, setelah kondisi stabil dilakukan Perencanan diet.

Cut Off Point skrining MUST adalah sebagai berikut :


Skor Kelompok Tindakan
0 Resiko rendah Pengulangan skrining,jika pasien di
Rumah sakit lakukan skrining tiap
minggu, rawat jalan/rumah lakukan tiap
nulan untuk komunitas lakukan tiap
tahun.
1 Resiko sedang Mendokumentasikan asupan makanan
selama 3 hari untuk perawatan di rumah
sakit dan di rumah.
Meningkatkan atau memenuhi asupan
sesuai kebutuhan jika asupan tidak
meningkat perlu penanganan klinis
lebih lanjut .
Pengulangan skrining :
Jika pasien di Rumah sakit lakukan
skrining tiap minggu, rawat jalan/rumah
lakukan tiap bulan dan untuk komunitas
lakukan tiap tahun
≥2 High Risk Intervensi lebih lanjut (nutrition
Support)
Meningkatkan intake makanan serta
memonitoring rencana perawatan.
Jika pasien di Rumah sakit lakukan
skrining tiap minggu, rawat jalan/rumah
lakukan tiap bulan dan untuk komunitas
lakukan tiap tahun.

7) SNAQ (Short Nutritional Assesment Questionnaire)


SNAQ adalah skrining yang dapat dilakukan pada pasien dewasa di
rumah sakit. Neelemaat et al, 2010 menuliskan bahwa SNAQ merupakan
salah satu skrining gizi selain MST yang sangat sesuai digunakan untuk
pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Menurut Kruzenga, 2005
dalam susetyowati, 2014 bahwa SNAQ terdiri dari 3 pertanyaan yang valid,
yaitu :
a). Apakah kehilangan berat badan sebanyak 6 kg dalam 6 bulan terakhir atau
3 kg dalam 1 bulan terakhir
b). Apakah ada penurunan nafsu makan selama 1 bulan terakhir
c). Apakah menggunakan minuman suplemen, makanan enteral pada bulan
kemarin.
Form SNAQ adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 SNAQ (Short Nutritional Assesment Questionnaire)
1 Apakah terjadi penurunan BB yang tidak diinginkan ? a. Tidak ( skor
Jika ya : 0)
> 6 kg dalam 6 bulan terakhir b. Skor 3
> 3 kg dalam 1 bulan terakhir c. Skor 2
2 Apakah terjadi penurunan nafsu makan dalam 1 bulan a. Tidak ( skor
terakhir ? 0)
b. Ya ( skor 1 )
3 Apakah anda mengkonsumsi suplemen / makanan a. Tidak (skor 0)
b. Ya (skor 1)
perental / tube feeding dalam 1 bulan terakhir ?
Total skor SNAQ ................

 Pasien yang mendapat skor 0 atau 1 artinya memiliki status gizi baik
dan tidak perlu diberikan intervensi
 Pasien yang mendapat skor 2 artinya termasuk dalam kategori
malnutrisi sedang dan pelu mendapat intervensi
 Pasien yang mendapat skor 3 termasuk dalam kategori malnutrisi
yang parah dan perlu mendapatkan intervensi gizi dan tritmen dari
ahli gizi

8) SNST ( Simple Nutrition Screening Tool )


Salah satu standar yang sering digunakan dalam skrining gizi adalah
berat badan. Namun di Indonesia data tentang berat badan sangat sulit untuk
diketahui karena dalam praktiknya sangat jarang orang-orang untuk
menimbangkan berat badan mereka secara teratur. Sehingga dalam beberapa
jenis skrining gizi, untuk mengetahui perubahan atau kehilangan berat badan
maka dapat ditanyakan misalnya : apakah pakaian yang dipakai menjadi
longgar atau tidak.
Berdasarkan hal tersebut Susetyowati,2014 mengembangkan satu
jenis skrining gizi yang telah disesuaikan dengan kondisi orang-orang di
Indonesia. Skrining gizi tersebut adalah Simple Nutrition Screening Tool
(SNST). SNST merupakan jenis skrining gizi yang mudah, simpel, cepat dan
murah. Skrining SNST adalah skrining yang valid dan reliabel dalam
mengidentifikasi pasien yang beresiko malnutrisi. Berdasarkan penelitian
Susetyowati et al, 2014 menunjukkan bahwa reliability interobsereor (antara
dietitian dan perawat) didapatkan nilai kappa 0,653 antar dietisiendan petugas
penyelenggaran makanan 0,718. Selanjutnya reliability interobsereor (antara
dietitian sendiri) adalah 0,803. Artinya bahwa skrining ini bagus digunakan
khususnya untuk pasien dewasa di Indonesia.
Skrining ini terdiri dari 6 pertanyaan yang khusus didesainkan untuk
mendeteksi risiko malnutrisi pada pasien. Skrining ini terdiri dari dua kategori
yaitu dikatakan tidak berisiko malnutrisi jika skor berjumlah 0-2 dan
dikatakan berisiko malnutrisi jika skor lebih dari 2.
Walaupun pada beberapa studi SNST telah banyak diterapkan untuk
pasien dewasa, namun berdasarkan penelitian Mayasari et al, 2004 bahwa
SNST juga dapat digunakan untuk pasien lanjut usia. Penelitian tersebut
melibatkan sebanyak 268 sampel usila yang menjalani rawat inap di RS
Sartdijo Yogyakarta. Penelitian ini membandingkan antara skrining SNST dan
MNA-SF dan didapatkan hasil sensitivity 88,3% dan spesifity 95,25%.
Berdasarkan Penelitian tersebut didapatkanbahwa SNST merupakan jenis
skrining gizi yang memiliki tingkat validitas yang tinggi dalam
mengidentifikasi pasien usia lanjut yang berisiko malnutrisi di rumah sakit.
Selanjutnya dalam Rohimah et al, menuliskan bahwa SNST ternyata
juga dapat di terapkan untuk pasien yang menderita penyakit Diabetes
Mellitus tipe 2. Penilitian ini membandingkan antara skrining SNST dan SGA
dan didapatkan hasil bahwa skrining SNST memperlihatkan hasil validitas
yang lebih tinggi dibandingkan SGA dalam hal memprediksi BMI (Body
Mass Index) pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2. Hasil angka validitasnya
menunjukkan SNST vs SGA adalah sensitivity 88,89% vs 77,78% ; spesipity
81,25% vs 81,94%; Maximum Sum sensitivity dan spesifisity(MSSS) 170,14%
VS 159,72% DAN Area Under Curve (AC) 0,851 vs 0,799.
Adapun skrining SNST adalah sebagai berikut :
Tabel 2.21 Simple Nutrition Screening Tool (SNST)
No Variabel Pertanyaan Skor
1 Kondisi pasien Apakah pasien terlihat kurus ? Ya = 1
Tidak = 0
sekarang
2 Penurunan berat Apakah pakaian anda terasa lebih Ya = 1
Tidak = 0
badan longgar ?

Apakah akhir-akhir ini anda Ya = 1


Tidak = 0
kehilangan berat badan secara tidak
sengaja (3-6 bulan terakhir) ?
3 Penurunan Apakah anda mengalami penurunan Ya = 1
Tidak = 0
asupan makanan asupan makan selama 1 minggu
terakhir ?
4 Riwayat Apakah anda merasa lemah, loyo Ya = 1
Tidak = 0
Penyakit dan tidak bertenaga ?
Apakah anda menderita suatu
penyakit yang mengakibatkan
adanya perubahan jumlah atau jenis
makanan yang anda makan ?
Tidak beresiko malnutrisi jika skor 0-2 dan dikatakan berisiko malnutrisi jika
skor 3-6
Tools Tujuan Sasaran Yang Parameter Kelebihan Kekurangan Validitas Reliabillitas Kapan Analisis
Interpretasi
Melakukan
SGA Dewasa Dokter dan Perubahan Mudah, Butuh Sensifitas Kappa 0,78 24 jam Hasil yang
Perawat berat badan, Prediktort pelatihan, 82% % saat diperoleh dari
Spesifisitas
perubahan er baik perlu pasien Riwayat medis
72 %
asupan gizi, terhadap digabung awal dan pemeriksaan
gejala status gizi, dengan tool masuk fisik digunakan
gastrointesti Validitas yang lain, rumah untuk
nal, tinggi, butuh waktu sakit mengkategorikan
kemampuan universal yang lama, status gizi pasien
fungsional, hanya di yaitu status gizi
penyakit validasi baik (Skor A),
dan pada pasien malnutrisi sedang
kaitannya bedah GI (skor B) dan
dengan dan malnutrisi berat
kebutuhan penilaian ( skor C )
gizi subjectif
oleh dokter
SNAQ Mengident Dewasa Ahli gizi, Riwayat Relative Tidak Sensifitasi 24 jam B = Beresiko
ifikasikan perawat medis sederhana, mampu 50% saat malnutrisi
Perubahan Spesifitas
pasien murah, mendeteksi pasien
berat badan, 80%
yang cepat, status gizi awal
asupan
beresiko cukup akut, dan masuk
makan
malnutrisi akurat, hanya fokus rumah
mudah pada sakit
dilakukan undernutriti
on, tidak
efektif
untuk
memprediks
i outcome
dari
gangguan
zat gizi
MUST Untuk Dewasa Ahli Gizi, BMI,  Cepat Tidak Sensitivitas Kappa Dalam Tiap parameter
Perawat,  Muda
mengident persentase efektif 61 % 0,532 kurun diberi penilaian
Dokter dilakuka
ifikasi kehilangan untuk Spesifisitas waktu 0, 1, 2 dan
pasien berat badan, n mendeteksi 76 % 24 jam dijumlahkan. Jika
 Dapat
dewasa dan defisiensi dari  Skor total 0
diaplikas
yang penyakit dan kedatan menunjukkan
underweig berat/ serius ikan keracunan gan pasien dengan
ht dan oleh zat gizi pasien di resiko rendah,
 Skor 1
berisiko semua mikro rumah
menunjukan
malnutrisi pasien sakit
pasien dengan
(status konsiste
risiko sedang,
energi dan n
 Dalam kurun
 Bisa
protein
digunak waktuSkor 2
yang
an pada
buruk) menunjukkanpa
pasien
dan sien dengan
TB dan
obesitas. resiko tinggi
BB yang
tidak
dapat
diukur
 Mempre
diksi
lama
tinggal
di RS
 Tujuan
pasien
setelah
keluar,
dapat
diaplikas
iakan di
RS dan
Komunit
as
SNST Untuk semua Ahli gizi, Diagnosa Skrining Kekurangan Sensitifitas Kappa 1 X 24
mendeteks pasien perawat, berat badan gizi SNST gizi SNST, 88,3% dan 0,784 jam
i resiko dewasa pramusaji sederhana, hanya Spesifitas pada
malnutrisi mudah, dilakukan 95,2%. saat
pada tidak pada pasien pasien
pasien invasif, dewasa masuk
dewasa dan tidak namun juga RS.
rawat inap memerluk untuk lanjut
di RS an data usia namun
antropome terbatas.
tri pada
pasien di
RS.
PG- Untuk Semua Ahli gizi Badan Mudah Peneliti Sensitifitas Dilakuk Semakin tinggi
SGA penderita pasien kurus, digunakan hanya 66,6% dan an pada skor, maka
kanker dewasa massa otot dan dapat melakukan spesifitas awal semakin besar
yang berkurang digunakan pengamatan 43%. pasien resiko malnutrisi.
mudah dan lapisan sebagai terhadap masuk Skor > 9
digunakan lemak pedoman subjek RS (1 x merupakan
dan dapat menurun untuk penelitian 24 jam ) indikasi
mengident yang pemberian tanpa dua diperlukannya
ifikasi merupakan terapi gizi perlakuan. minggu intervensi gizi.
pasien tanda yang tepat perawat
yang terjadinya pada an.
berisiko kakesia pasien
malnutrisi (sindrom kanker,
serta yang juga dapat
digunakan kompleks diterapkan
untuk meliputi untuk
pemberian menurunnya pasien
terapi gizi BB, lifolisis ginjal dan
yang tepat kehilangan stroke
massa otot yang di
dan protein rawat di
visceral, RS.
nafsu makan
menurun,
mual-mual
yang kronis
serta lemah.
MST Untuk Dewasa Semua Kehilangan Dapat Hanya 93% Kappa 24 jam Jika jumlah skor
mengident kecuali tenaga berat badan dilakukan divalidasi di 0,677 pada lebih atau sama
ifikasi ibu kesehatan yang tidak dalam Australia, awal dengan 2, maka
pasien hamil, seperti diharapkan waktu tidak pasien disimpulkan
yang ibu tenaga dan singkat, dikembangk masuk pasien
mempuny menyus medis, penurunan mudah an untuk rumah mengalami resiko
ai resiko ui dan perawat, nafsu makan digunakan tujuan sakit gizi kurang
kurang pasien ahli gizi, , dapat diagnostic,
gizi yang staf menentuk sulit
sedang administras an digunakan
dalam i, keluarga, prioritas pada pasien
pengob teman intervensi, dengan
atan bahkan tidak gangguan
kejiwaa oleh pasien mengguna komunikasi,
n sendiri kan pendengara
pengukura n tidak
n cocok untuk
antropome memantau
tri dan status gizi
biokimia, sewaktu-
dan waktu
pertanyan
nya
sederhana.
PNI Mengident Anak- Dietisien,  < 40% Membantu Buruknya Singh, 2007 Skrining Setelah Pemeriksa DCH
Perawat
ifikasi anak rendah dalam outcome menuliskan untuk pembed berhubungan
indeks  40 - diagnosis setelah bahwa identifikasi ahan dengan fungsi
gizi yang 49,99% yang pembedahan pemeriksaan indeks gizi imun yang mana
mempuny sedang berbeda berdasarkan level serum yang merupakan
 > = 50%
ai dari penilaian albumin mempunyai indicator spesifik
tinggi
korelasi malnutrisi, albumin memberikan korelasi dari malnutrisi
kuat inflamasi estimasi kuat dengan (dalam evaluaasi
dengan akut, yang malnutrisi gizi)
malnutrisi infeksi langsung klinis
klinis dan dari
pengkajia cadangan
n dan visceral
fungsi protein.
ginjal dan Trasferin
penyakit pada
sel darah prinsipnya
merah adalah
seperti protein
anemia plasma
defisiensi untuk
zat besi, transport
dan zatbesi (Fe).
kehilanga Konsentrasi
n protein. transferrin
berkorelasi
dengan total
iron binding
capacity
pada serum.
NRS Mengident Anak- Ahli gizi Nafsu Cepat, List Sensitifitas 0,90 24 jam
ifikasi anak dan makan, mudah, penyakit 9,3% saat
Spesifisitas
anak perawat kemampuan sederhana, terbatas, pasien
80%
gemuk untuk tdk tidak ada awal
dan makan, berdasarka skor masuk
obesitas faktor stres, n IMT, tambahan rumah
persentil dapat pada sakit
berat badan. mengident kepecahan
ifikasi penyakit,
lebih membutuhk
banyak an tenaga
bopuler ahli, kurang
sensitif
terhadap
overnutritio
n

Anda mungkin juga menyukai