Anda di halaman 1dari 5

Penelantaran Anak

Penelantaran berasal dari kata lantar yang memiliki arti tidak terpelihara,
terbengkalai, tidak terurus (Poerwadarminta, 2012). Penelantaran anak termasuk
penyiksaan secara pasif, yaitu segala keadaan perhatian yang tidak memadai, baik fisik,
emosi maupun sosial. Penelantaran anak adalah di mana orang dewasa yang bertanggung
jawab gagal untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan, termasuk
fisik (kegagalan untuk menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan),
emosional (kegagalan untuk memberikan pengasuhan atau kasih sayang), pendidikan
(kegagalan untuk mendaftarkan anak di sekolah) , atau medis (kegagalan untuk
mengobati anak atau membawa anak ke dokter). Penelantaran anak merupakan suatu
tindakan dimana orang tua tidak mampu menjalankan kewajibannya dalam memenuhi
setiap hak-hak anak. Adanya penelantaran anak serta pengabaian hak-hak dan kewajiban
pihak yang menjadi korban merupakan suatu indicator adanya ketidak seimbangan dalam
tanggung jawab anggota masyarakat semacam ini, manusia tidak dilindungi secara baik
(Gosita, 2004). Penelantaran anak dalam konteks hukum Indonesia sangatlah tidak
dibenarkan, karena bertentangan dengan aturan hukum yang tertuang pada Undang-
Undang No. 23 tahun 2002 dan UU RI 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan


kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan
dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial (Gultom, 2014).
Konsep perlindungan hukum secara sistematik memiliki relevansi dengan konsep
perlindungan anak seperti yang diatur dalam Undang- Undang No. 3 tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
Undang-Undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang No. 11
tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Undang-Undang No.35 tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Undang-Undang No. 11 tahun 2012 pada Penjelasannya pasal 2 huruf a,
menyatakan bahwa perlindungan anak meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak
langsung dari tindakan membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis, yang secara jelas
dapat dipahami dalam uraian tentang konsep perlindungan hukum bagi anak. Berdasarkan
uraian diatas maka perlindungan hukum adalah hal perbuatan melindungi anak yang
lemah dan belum kuat secara fisik, mental, social, ekonomi, dan politik, untuk
memperoleh keadilan social yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel melainkan
juga prediktif dan antisipatif berdasarkan hukum yang berlaku (Prakoso, 2015).

Tujuan perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan


Anak dan Konvensi Hak Anak. Pasal 3 Undang- Undang tentang Perlindungan Anak.
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,
demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera
(Prakoso, 2015). Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pasal 1
ayat (6) menyebutkan “Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya
secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun social. Penjelasan pasal 1 ayat (6):
perlindungan dalam ketentuan ini meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak
langsung, dari tindakan membahayakan Anak secara fisik dan psikis.

DASAR HUKUM
Beberapa landasan hukum yang berhubungan langsung dengan upaya tersebut antara lain:
1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 288 tentang Hak Anak.
Pasal 28B ayat (2)
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28H ayat (1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan

2. Undang-undang No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.


3. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 - tentang Kesehatan.
Pasal 4
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan
yang optimal.”
Pasal 9
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.”
Pasal 17 ayat (1)
Kesehatan anak diselenggarakan utk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak”

4. Undang-undang nomor 39/1999 - tentang Hak Azasi Manusia.


Pasal 62
Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara
layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.”

5. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 - tentang Perlindungan.


Anak Pasal 44 ayat (1)
Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kesehatan yang
komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal
sejak dalam kandungan.

Pasal 44 ayat (2)


Penyediaan fasilitas & penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta masyarakat.

Pasal 44 ayat (3)


Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar
maupun rujukan”

6. Undang-undang nomor 23 tahun 2004 - tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga.


Pasal 4
Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan
a. mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga;
d. melahirkan keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera

7. Keputusan Presiden no 87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan


Eksploitasi Seksual Komersial Anak (PESKA).

8. Keputusan Presiden no 88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan


Perdagangan Perempuan dan Anak.

9. Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI No 14/Men


PP/Dep V/X/2002; Menkes RI No 1329/Menkes/Skb/X/2002; Mensos RI No
75/Huk/2002; Kepala Kepolisian Negara RI No: B/3048/X/2002 Tentang Pelayanan
Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak Dan Perempuan.
10. Surat Keputusan Menkes No 131/Menkes/ SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan
Nasional.

11. Surat Keputusan Menkes No 128/Menkes/ SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat.

12. Peraturan Menkes No 1045/Menkes/PER/ XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah


Sakit di Lingkungan Depkes.

13. Keputusan Menkes no 33 tahun1998 tentang Kesehatan Reproduksi.

Daftar Pustaka

Azevedo dan Viviane. 2008. Domestic Psychological Violence: Voice of Youth. dikutip
dari Lufita Tria Harisa, 2012, “Teori Tipologi Bentuk Kekerasan Psikologis
Terhadap Anak (Child-Psychological Violence)”.
Gosita, Arief. 1985. Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademika Pressindo.
Gultom, Maldin. 2014. Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan
Huraerah, Abu. 2012. Kekerasan Terhadap Anak. Nuansa: Bandung.
Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak.
Pidana Anak di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung.
Poerwadarminta , W.J.S. 2012. kamus umum bahasa indoneia, Jakarta Selatan.
Prakoso, Abintoro. 2015. Hukum Perlindungan Anak, Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Suyanto, Bagong dan Sri sanituti. 2002. Krisis & Child Abuse. Surabaya: Airlangga
University.
UU No.23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak.

Anda mungkin juga menyukai