1
terjadinya perubahan fisik selama proses penepungan. Salah satu masalah
yang sering muncul adalah timbulnya reaksi Mailard yang mengakibatkan
produk tepung telur menjadi berwarna lebih gelap dan tidak mudah larut.
Dalam pembuatan tepung telur dilakukan penambahan ragi instan
beberapa saat sebelum proses pengeringan dilakukan. Penambahan ragi ini
berfungsi untuk menghilangkan kandungan glukosa yang terdapat pada
telur. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan
yang dapat mempengaruhi warna tepung telur dan dapat mempengaruhi
mutu tepung telur itu sendiri (Arfan, 2005).
2
Karakteristik telur yang penting dalam proses pengolahan pangan
3
akan berhubungan dengan fase udara. Selama proses whipping, udara
masuk ke dalam larutan membentuk gelembung udara, gugus hidrofobik
memfasilitasi proses adsorpsi pada interfase yang diikuti dengan
terbukanya sebagian ikatan molekul yang menyebabkan denaturasi di
permukaan. Perubahan konfigurasi molekul ini menyebabkan hilangnya
kelarutan sehingga terjadi presipitasi dari protein yang kemudian
berkumpul di interfase air-udara. Penurunan tegangan permukaan pada
interfase ini menyebabkan terbentuknya busa yang baru. Banyaknya
molekul protein yang telah terbuka ikatannya berhubungan dengan
stabilitas busa dari protein tersebut. Proses whipping yang berlebihan akan
menghasilkan busa berukuran lebih kecil dengan jumlah yang banyak
sehingga menjadi kurang stabil. Tingkat ketidakstabilan busa ini
tergantung pada penurunan elastisitas busa, dan ini disebabkan oleh
ketidaklarutan protein yang berlebihan pada interfase udara-albumen
(Johnson dan Zabik, 1981).
Kuning telur berbentuk bulat dengan warna kuning atau oranye dan
terletak pada pusat telur serta bersifat elastis. Warna kuning telur
disebabkan kandungan pigmen karotenoid yang berasal dari pakan
(Buckle, dkk., 2007). Pada kuning telur terdapat lesitin dan lutein, dimana
lesitin berfungsi sebagai pengemulsi sedangkan lutein berperan dalam
memberikan warna pada produk cake (Faridah, dkk., 2008). Kuning telur
mengandung protein berupa LDL (low density lipoprotein), HDL (high
density lipoprotein), phosvitin, livetin,dan protein lainnya. LDL
merupakan protein utama pada kuning telur yaitu 65% dari total protein
yang ada. Livetin pada kuning telur adalah protein yang larut air
(Yamamoto, dkk., 1997).
Lemak yang berada pada kuning telur adalah trigliserida,
fosfolipid, sterol dan serebrosida. Asam lemak yang dominan pada
trigliserida ini adalah asam oleat (18:1), linoleat (19:2), asam stearat
(18:0), dan asam palmitat (16:0) (Yamamoto, dkk., 1997). Asam lemak
yang memiliki atom C lebih dari 12 bersifat tidak larut air baik air dingin
maupun air panas (Winarno,1992). Oleh karena itu asam lemak pada telur
bersifat tidak larut air. Fosfolipid adalah komponen penting pada
4
lipoprotein kuning telur. Fosfolipid merupakan ester asam lemak dan
gliserol yang mengandung ion fosfat, terdiri dari gugus hidrofilik dan
hidrofobik, sehingga dapat menunjukkan sifat emulsifier. Kuning telur
merupakan emulsifier alami yang baik dan digunakan secara luas dalam
industri pangan (Yamamoto, dkk., 1997).
Fosfolipid kuning telur terdiri dari fosfatidil kolin 73,00%,
fosfatidiletanolamin 15,00%, lisofosfatidil kolin 5,80%, spingomielin
2,50%, lisofosfatidil etanolamin 2,10%, plasmogen 0,90%, dan inositol
fosfolipid 0,60% (Stadelman dan Cotterill, 1995). Lesitin, kolesterol,
lipoprotein dan protein adalah komponen penstabil emulsi pada kuning
telur. Lesitin mempunyai bagian yang larut dalam minyak dan bagian yang
mengandung PO4 3- (polar) yang larut air (Winarno, 1992). Oleh karena
itu, lesitin dapat berfungsi sebagai emulsifier yang dapat menstabilkan
emulsi minyak dalam air, sedangkan kolesterol bersifat sebagai emulsifier
yang menstabilkan emulsi air dalam minyak. Kadar lesitin dalam kuning
telur lebih besar daripada kolesterol dengan perbandingan 4,73:1, sehingga
kuning telur lebih mudah menstabilkan emulsi minyak dalam air
(Yamamoto, dkk., 1997).
Tepung telur umumnya memiliki daya buih yang lebih rendah
dibandingkan telur segarnya. Penambahan gula seperti sukrosa, laktosa,
maltosa, dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat memperbaiki
sifat daya buihnya. Daya emulsi, daya koagulasi, dan warna tepung telur
umumnya tidak banyak berbeda dengan keadaan segarnya. Tetapi jika
kandungan gula pereduksi (sebagian besar adalah glukosa) dalam telur
lebih dari 0,1%, warna tepung telur dapat berubah menjadi kecoklatan
selama pengolahan dan penyimpanan. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mengurangi kandungan glukosa dalam cairan telur sebelum dikeringkan
melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat
(Streptococcus lactis), fermentasi khamir (Saccharomyces cerevisae) atau
penambahan enzim glukosa oksidase (Rahardi, 2004).
3. Jenis dan Standar Mutu
Jenis tepung yang dapat diproduksi adalah tepung putih telur,
tepung kuning telur, dan epung telur utuh (campuran putih dan kuning
telur). Tepung putih telur ialah hasil pengeringan cairan putih telur yang
5
bebas kuning telur. Umumnya dikeringkan dengan pengeringan lapis tipis
atau pengeringan busa, karena sifat putih telur yang relatif tidak tahan
panas.
Menurut U.S. Standard of Identity, tepung telur kuning telur harus
mengandung padatan minimal 43%. Tepung kuning telur biasanya
merupakan campuran dari 80% kuning telur dan 20% putih telur. Tepung
kuning telur umumnya tidak 100% terbuat dari kuning telur, karena sulit
memisahkan kuning telur dan putih telur. Dalam proses pembuatan tepung
kuning telur ini biasanya digunakan pengeringan semprot (Spray Dryer).
Tepung telur utuh terbuat dari campuran kuning dan putih telur
dengan proporsi alamiah telur segar. Tepung ini memiliki sifat yang
hampir sama dengan tepung kuning telur, tetapi mengandung putih telur
lebih banyak.
Indonesia belum mempunyai standar mutu untuk tepung telur.
Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat,
parameter-parameter tepung telur yang diutamakan ialah kadar air, kadar
lemak, kadar protein, warna, aroma, dan tidak adanaya Salmonella, kadar
gula yang dikehendaki maksimal 0,1%. Hal ini karena gula dapat
menyebabkan reaksi pencoklatan selama penyimpanan.
Telur Segar
Seleksi
hangat (32-
Pencucian
35oC) yang
mengandung Pemecahan
Cl
Cangkang
6
Pengurangan
Kadar Gula
Fermentasi
bakteri asam
laktat
(Streptococcus
Penambahan
dekstrosa
Penyaringan
Pasteurisasi
Pengeringan
dengan
Tepung Telur
Seleksi : Dimaksudkan untuk mendapatkan mutu isi telur yang baik, yaitu
dengan cara sederhana dengan cahaya lampu (candling)
Pencucian : Bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan cemaran
mikrobiologis pada permukaan kulit telur, yaitu dengan cara menyemprotkan
air hangat (32-35oC) yang mengandung klorin (sebagai desinfektan) 100-200
ppm
Pemecahan : Bertujuan untuk mengambil isi dari telur, cangkangnya
dipecahkan secara manual atau dengan mesin khusus. Meski memakan waktu
lebih lama, namun dengan memecahkan telur secara manual, telur rusak/
tidak segar yang lolos saat seleksi awal, bisa dideteksi. Di tahap ini juga
dilakukan pemisahan putih dan kuning telur, sesuai kebutuhan. Ada juga
7
mesin yang selain memecahkan telur juga bisa langsung memisahkan bagian
putih dan kuningnya.
Pengurangan kadar gula : Tahap ini berfungsi untuk mengurangi kadar
glukosa dalam telur. Tujuannya untuk menghasilkan tepung telur dengan
kandungan gula yang tak lebih dari 0,1%. keberadaan gula menyebabkan
warna tepung telur akan berubah menjadi kecokelatan selama proses
pengolahan dan penyimpanan. Caranya bisa dengan proses fermentasi,
menggunakan bakteri asam laktat (Streptococcus lactis), ragi roti
(Saccharomyces cereviseae). Bakteri yang ditambahkan jumlahnya sebanyak
1% dari berat telur. Proses fermentasi ini berlangsung selama 3 4 jam pada
suhu 26 370C). Selain itu, bisa juga dilakukan dengan reaksi enzimatis,
umumnya dengan penambahan enzim glukosa oksidase. Enzim ini bisa dibeli
secara komersial. Keasaman (pH) telur dijadikan 7,4 dan kemudian baru
ditambahkan enzimnya. Jumlah enzim yang ditambahkan tergantung dari
faktor ekonomis dan kualitas produk yang diinginkan. Proses ini berlangsung
pada suhu 26oC selama 9 jam.
Penyaringan : Tujuannya untuk menghilangkan partikel-partikel berukuran
besar yang bisa menyumbat lubang alat penyemprot yang akan digunakan
sebagai alat pengering (spray dryer). Selain itu, fungsinya juga untuk
membuang benda asing yang tidak diinginkan.
Pasteurisasi : Bertujuan untuk membunuh bakteri Salmonella dan patogen
lainnya yang mungkin mencemari telur. Dilakukan pada suhu 57,20C selama
15 menit dengan menggunakan uap panas.
Pengeringan : Pada proses ini, bertujuan untuk mengurangi kadar air tepung
sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim
penyebab kerusakan dapat dihambat dengan begitu umur simpan pada bahan
akan lebih lama. Pengeringan dilakukan menggunakan spray dryer yaitu
dengan suhu udara masuk 160 -1700C, suhu udara keluar 85 1000C dan
tekanan penyemprotan 3,5 psi. Hasilnya adalah tepung telur dengan kadar air
2,5 3,5%.
5. Pembuatan Tepung Telur cara Sederhana
Bahan : Telur ayam, Ragi roti, Timbangan.
Prosedur kerja :
8
1. Pilih telur ayam yang mutunya baik dengan ukuran seragam.
2. Cuci dengan air hangat untuk membersihkan kulit telur dari kotoran,
kemudian tiriskan.
3. a. Untuk membuat tepung telur utuh : Pecahkan telur dan lakukan
pencampuran.
b. Untuk membuat tepung putih telur dan tepung kuning telur,
pecahkan telur dan pisahkan bagian kuning dengan putihnya.
Lakukan pencampuran untuk masing-masing bagian secara terpisah.
Pencampuran dilakukan dengan mengocok isi telur menggunakan
mixer, sampai isi tercampur rata.
4. keluarkan pecahan kulit telur yang terbawa kedalam cairan telur, dan
bahan-bahan yang tidak tecampur lainnya.
9
Penambahan air dilakukan sampai keadaan seperti cairan yang dihasilkan
dari telur segar.
Tepung putih telur yang dihasilkan dari pengeringan semprot
banyak dimanfaatkan sebagai pelapis kue, sebagai bahan pada kue yang
memerlukan daya busa tinggi dalam pembuatannya, juga banyak
digunakan dalam industri permen. Tepung putih telur yang dihasilkan
dengan metode lain banyak digunakan untuk membuat Krim Nougat atau
sebagai bahan perekat.
Tepung kuning telur banyak digunakan dalam pembuatan roti, kue
lapis, donat, kue kering, mayonaise, mie telur dan lain-lain. Sedangkan
tepung telur utuh cocok digunakan dalam pembuatan mayonaise, kue, mie
telur, telur dadar, makanan bayi, makanan kaleng lain dan bermacam-
macam makanan ringan.
10
kapang. Bakteri yang telah dapat diisolasi dari telur kering antara lain
Enterokoki, Koliform, dan Salmonella. Pada umumnya telur kering atau
tepung telur mengandung air terlalu sedikit untuk pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga jumlahnya akan berkurang selama
penyimpanan. Makin kecil kadar air produk (dibawah 5%), makin cepat
pengurangan jumlah mikroorganisme yang terjadi.
SUMBER :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48515/4/Chapter
%20II.pdf
http://www.warintek.hol.es/artikel/pangan/IPB/Tepung%20telur.pdf
11