Anda di halaman 1dari 11

1.

Telur dan Tepung Telur


Telur secara fisik dibagi menjadi tiga komponen yaitu kerabang
telur (egg shell) 12,3%, putih telur (egg white) 55,8%, dan kuning telur
(egg yolk) 31,9% (Stadelman dan Cotteril, 1995). Telur merupakan salah
satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi diantaranya
mengandung lemak, protein, karbohidrat, asam amino. Nilai gizi yang
tinggi, rendah kalori, teksturnya yang lembut serta kemudahan dicerna
menjadikan telur sebagai produk yang ideal baik untuk usia tua maupun
muda (Gutierrez dkk., 1997). Telur digunakan dalam berbagai bentuk
produk olahan pangan. Tiga bentuk penggunaan telur didasarkan pada
koagulasi atau solidifikasi telur ketika dipanaskan (cake, roti, cracker),
proses whipping putih telur menghasilkan produk yang ringan (meringue,
angel cake); serta emulsi fosfolipid dan lipoprotein kuning telur pada
produk mayonnaise, salad dressing dan saus (Davis dan Reeves, 2002).
Telur berperan dalam membentuk kerangka atau struktur cake,
menambah kelembaban, serta meningkatkan cita rasa, aroma, warna, dan
nilai gizi pada cake . Telur sangat mudah mengalami kerusakan, baik
kerusakan fisik, kimia maupun biologis. Kerusakan pada telur dapat
disebabkan oleh pemanasan, penyimpanan dan mikroba (Stadelman dan
Cotterill, 1995). Telur yang telah mengalami kerusakan seperti retak atau
pecah kulit memiliki umur simpan yang singkat, sehingga diperlukan suatu
tindakan untuk memperpanjang umur simpan telur. Salah satu bentuk
penanganan yang dilakukan untuk mengawetkan telur tersebut dengan cara
pengolahan menjadi produk awetan kering berupa tepung 6 telur (Suprapti,
2002; Stadelman dan Cotterill, 1995).
Pembuatan tepung telur dapat meningkatkan daya simpan (shelf
life) tanpa mengurangi nilai gizi, volume bahan menjadi lebih kecil,
sehingga lebih hemat ruang dan biaya penyimpanan, tepung telur juga
memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaannya
lebih beragam dibandingkan telur segar (Winarno dan Koswara, 2002).

Tepung telur dibuat berdasarkan proses pengeringan yang


bertujuan mengubah bentuk fisik telur dari bentuk cair menjadi bentuk
padat. Pada pembuatan tepung telur sering terjadi masalah karena

1
terjadinya perubahan fisik selama proses penepungan. Salah satu masalah
yang sering muncul adalah timbulnya reaksi Mailard yang mengakibatkan
produk tepung telur menjadi berwarna lebih gelap dan tidak mudah larut.
Dalam pembuatan tepung telur dilakukan penambahan ragi instan
beberapa saat sebelum proses pengeringan dilakukan. Penambahan ragi ini
berfungsi untuk menghilangkan kandungan glukosa yang terdapat pada
telur. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan
yang dapat mempengaruhi warna tepung telur dan dapat mempengaruhi
mutu tepung telur itu sendiri (Arfan, 2005).

2. Karakteristik Kimia dan Fungsional Telur dan Tepung Telur


Telur merupakan salah satu bahan makanan yang bernilai tinggi
karena mengandung protein, vitamin dan mineral-mineral (Buckle, dkk.,
2007). Protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan mudah
dicerna. Karakteristik kimia telur dan tepung telur dapat dilihat pada Tabel
1 dan Tabel 2. Protein putih telur terdiri atas ovalbumin, konalbumin,
ovomukoid, dan globulin (termasuk lisozim yang dapat melisis bakteri)
(Goetz dan Koehler, 2005). Protein pada putih telur lebih banyak daripada
kuning telur tetapi lemak dan kolesterolnya lebih rendah (Vaclavik dan
Christian, 2008).

2
Karakteristik telur yang penting dalam proses pengolahan pangan

adalah karakteristik fungsional yang ditentukan oleh kondisi protein telur


untuk berkoagulasi. Koagulasi protein telur disebabkan oleh proses
pemanasan, garam, basa, asam, atau pereaksi lain seperti urea (Winarno
dan Koswara, 2002). Koagulasi terjadi karena protein mengalami agregasi
dan terbentuknya ikatan antar molekul berupa ikatan hidrofobik, ikatan
hidrogen, dan ikatan disulfida. Koagulasi yang terjadi karena panas
disebabkan karena adanya reaksi antara protein dan air yang diikuti
dengan penggumpalan protein. Putih telur ayam akan mengalami
koagulasi pada suhu 62C selama 10 menit (Winarno dan Koswara, 2002).
Putih telur memiliki karakteristik busa yang sangat baik.
Karakteristik busa merupakan kemampuan untuk menjerap secara cepat
udara pada interfase air-udara selama proses whipping atau pengocokan,
serta kemampuan untuk membentuk film viskoelastis yang kohesif melalui
interaksi intermolekul (Mine, 1995).

Molekul protein memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik, dimana


gugus hidrofilik akan terikat dengan fase air, sedangkan gugus hidrofobik

3
akan berhubungan dengan fase udara. Selama proses whipping, udara
masuk ke dalam larutan membentuk gelembung udara, gugus hidrofobik
memfasilitasi proses adsorpsi pada interfase yang diikuti dengan
terbukanya sebagian ikatan molekul yang menyebabkan denaturasi di
permukaan. Perubahan konfigurasi molekul ini menyebabkan hilangnya
kelarutan sehingga terjadi presipitasi dari protein yang kemudian
berkumpul di interfase air-udara. Penurunan tegangan permukaan pada
interfase ini menyebabkan terbentuknya busa yang baru. Banyaknya
molekul protein yang telah terbuka ikatannya berhubungan dengan
stabilitas busa dari protein tersebut. Proses whipping yang berlebihan akan
menghasilkan busa berukuran lebih kecil dengan jumlah yang banyak
sehingga menjadi kurang stabil. Tingkat ketidakstabilan busa ini
tergantung pada penurunan elastisitas busa, dan ini disebabkan oleh
ketidaklarutan protein yang berlebihan pada interfase udara-albumen
(Johnson dan Zabik, 1981).
Kuning telur berbentuk bulat dengan warna kuning atau oranye dan
terletak pada pusat telur serta bersifat elastis. Warna kuning telur
disebabkan kandungan pigmen karotenoid yang berasal dari pakan
(Buckle, dkk., 2007). Pada kuning telur terdapat lesitin dan lutein, dimana
lesitin berfungsi sebagai pengemulsi sedangkan lutein berperan dalam
memberikan warna pada produk cake (Faridah, dkk., 2008). Kuning telur
mengandung protein berupa LDL (low density lipoprotein), HDL (high
density lipoprotein), phosvitin, livetin,dan protein lainnya. LDL
merupakan protein utama pada kuning telur yaitu 65% dari total protein
yang ada. Livetin pada kuning telur adalah protein yang larut air
(Yamamoto, dkk., 1997).
Lemak yang berada pada kuning telur adalah trigliserida,
fosfolipid, sterol dan serebrosida. Asam lemak yang dominan pada
trigliserida ini adalah asam oleat (18:1), linoleat (19:2), asam stearat
(18:0), dan asam palmitat (16:0) (Yamamoto, dkk., 1997). Asam lemak
yang memiliki atom C lebih dari 12 bersifat tidak larut air baik air dingin
maupun air panas (Winarno,1992). Oleh karena itu asam lemak pada telur
bersifat tidak larut air. Fosfolipid adalah komponen penting pada

4
lipoprotein kuning telur. Fosfolipid merupakan ester asam lemak dan
gliserol yang mengandung ion fosfat, terdiri dari gugus hidrofilik dan
hidrofobik, sehingga dapat menunjukkan sifat emulsifier. Kuning telur
merupakan emulsifier alami yang baik dan digunakan secara luas dalam
industri pangan (Yamamoto, dkk., 1997).
Fosfolipid kuning telur terdiri dari fosfatidil kolin 73,00%,
fosfatidiletanolamin 15,00%, lisofosfatidil kolin 5,80%, spingomielin
2,50%, lisofosfatidil etanolamin 2,10%, plasmogen 0,90%, dan inositol
fosfolipid 0,60% (Stadelman dan Cotterill, 1995). Lesitin, kolesterol,
lipoprotein dan protein adalah komponen penstabil emulsi pada kuning
telur. Lesitin mempunyai bagian yang larut dalam minyak dan bagian yang
mengandung PO4 3- (polar) yang larut air (Winarno, 1992). Oleh karena
itu, lesitin dapat berfungsi sebagai emulsifier yang dapat menstabilkan
emulsi minyak dalam air, sedangkan kolesterol bersifat sebagai emulsifier
yang menstabilkan emulsi air dalam minyak. Kadar lesitin dalam kuning
telur lebih besar daripada kolesterol dengan perbandingan 4,73:1, sehingga
kuning telur lebih mudah menstabilkan emulsi minyak dalam air
(Yamamoto, dkk., 1997).
Tepung telur umumnya memiliki daya buih yang lebih rendah
dibandingkan telur segarnya. Penambahan gula seperti sukrosa, laktosa,
maltosa, dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat memperbaiki
sifat daya buihnya. Daya emulsi, daya koagulasi, dan warna tepung telur
umumnya tidak banyak berbeda dengan keadaan segarnya. Tetapi jika
kandungan gula pereduksi (sebagian besar adalah glukosa) dalam telur
lebih dari 0,1%, warna tepung telur dapat berubah menjadi kecoklatan
selama pengolahan dan penyimpanan. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mengurangi kandungan glukosa dalam cairan telur sebelum dikeringkan
melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat
(Streptococcus lactis), fermentasi khamir (Saccharomyces cerevisae) atau
penambahan enzim glukosa oksidase (Rahardi, 2004).
3. Jenis dan Standar Mutu
Jenis tepung yang dapat diproduksi adalah tepung putih telur,
tepung kuning telur, dan epung telur utuh (campuran putih dan kuning
telur). Tepung putih telur ialah hasil pengeringan cairan putih telur yang

5
bebas kuning telur. Umumnya dikeringkan dengan pengeringan lapis tipis
atau pengeringan busa, karena sifat putih telur yang relatif tidak tahan
panas.
Menurut U.S. Standard of Identity, tepung telur kuning telur harus
mengandung padatan minimal 43%. Tepung kuning telur biasanya
merupakan campuran dari 80% kuning telur dan 20% putih telur. Tepung
kuning telur umumnya tidak 100% terbuat dari kuning telur, karena sulit
memisahkan kuning telur dan putih telur. Dalam proses pembuatan tepung
kuning telur ini biasanya digunakan pengeringan semprot (Spray Dryer).
Tepung telur utuh terbuat dari campuran kuning dan putih telur
dengan proporsi alamiah telur segar. Tepung ini memiliki sifat yang
hampir sama dengan tepung kuning telur, tetapi mengandung putih telur
lebih banyak.
Indonesia belum mempunyai standar mutu untuk tepung telur.
Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat,
parameter-parameter tepung telur yang diutamakan ialah kadar air, kadar
lemak, kadar protein, warna, aroma, dan tidak adanaya Salmonella, kadar
gula yang dikehendaki maksimal 0,1%. Hal ini karena gula dapat
menyebabkan reaksi pencoklatan selama penyimpanan.

4. Diagram Alir Proses Pengolahan Tepung Telur

Telur Segar

Seleksi

hangat (32-
Pencucian
35oC) yang
mengandung Pemecahan
Cl
Cangkang
6
Pengurangan
Kadar Gula

Fermentasi
bakteri asam
laktat
(Streptococcus

Penambahan
dekstrosa

Penyaringan

Pasteurisasi

Pengeringan
dengan

Tepung Telur

Gambar.2 Diagram alir pembuatan tepung telur

Penjelasan pada tiap tahap proses pengolahan tepung telur :

Seleksi : Dimaksudkan untuk mendapatkan mutu isi telur yang baik, yaitu
dengan cara sederhana dengan cahaya lampu (candling)
Pencucian : Bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan cemaran
mikrobiologis pada permukaan kulit telur, yaitu dengan cara menyemprotkan
air hangat (32-35oC) yang mengandung klorin (sebagai desinfektan) 100-200
ppm
Pemecahan : Bertujuan untuk mengambil isi dari telur, cangkangnya
dipecahkan secara manual atau dengan mesin khusus. Meski memakan waktu
lebih lama, namun dengan memecahkan telur secara manual, telur rusak/
tidak segar yang lolos saat seleksi awal, bisa dideteksi. Di tahap ini juga
dilakukan pemisahan putih dan kuning telur, sesuai kebutuhan. Ada juga

7
mesin yang selain memecahkan telur juga bisa langsung memisahkan bagian
putih dan kuningnya.
Pengurangan kadar gula : Tahap ini berfungsi untuk mengurangi kadar
glukosa dalam telur. Tujuannya untuk menghasilkan tepung telur dengan
kandungan gula yang tak lebih dari 0,1%. keberadaan gula menyebabkan
warna tepung telur akan berubah menjadi kecokelatan selama proses
pengolahan dan penyimpanan. Caranya bisa dengan proses fermentasi,
menggunakan bakteri asam laktat (Streptococcus lactis), ragi roti
(Saccharomyces cereviseae). Bakteri yang ditambahkan jumlahnya sebanyak
1% dari berat telur. Proses fermentasi ini berlangsung selama 3 4 jam pada
suhu 26 370C). Selain itu, bisa juga dilakukan dengan reaksi enzimatis,
umumnya dengan penambahan enzim glukosa oksidase. Enzim ini bisa dibeli
secara komersial. Keasaman (pH) telur dijadikan 7,4 dan kemudian baru
ditambahkan enzimnya. Jumlah enzim yang ditambahkan tergantung dari
faktor ekonomis dan kualitas produk yang diinginkan. Proses ini berlangsung
pada suhu 26oC selama 9 jam.
Penyaringan : Tujuannya untuk menghilangkan partikel-partikel berukuran
besar yang bisa menyumbat lubang alat penyemprot yang akan digunakan
sebagai alat pengering (spray dryer). Selain itu, fungsinya juga untuk
membuang benda asing yang tidak diinginkan.
Pasteurisasi : Bertujuan untuk membunuh bakteri Salmonella dan patogen
lainnya yang mungkin mencemari telur. Dilakukan pada suhu 57,20C selama
15 menit dengan menggunakan uap panas.
Pengeringan : Pada proses ini, bertujuan untuk mengurangi kadar air tepung
sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim
penyebab kerusakan dapat dihambat dengan begitu umur simpan pada bahan
akan lebih lama. Pengeringan dilakukan menggunakan spray dryer yaitu
dengan suhu udara masuk 160 -1700C, suhu udara keluar 85 1000C dan
tekanan penyemprotan 3,5 psi. Hasilnya adalah tepung telur dengan kadar air
2,5 3,5%.
5. Pembuatan Tepung Telur cara Sederhana
Bahan : Telur ayam, Ragi roti, Timbangan.

Prosedur kerja :

8
1. Pilih telur ayam yang mutunya baik dengan ukuran seragam.
2. Cuci dengan air hangat untuk membersihkan kulit telur dari kotoran,
kemudian tiriskan.
3. a. Untuk membuat tepung telur utuh : Pecahkan telur dan lakukan
pencampuran.
b. Untuk membuat tepung putih telur dan tepung kuning telur,
pecahkan telur dan pisahkan bagian kuning dengan putihnya.
Lakukan pencampuran untuk masing-masing bagian secara terpisah.
Pencampuran dilakukan dengan mengocok isi telur menggunakan
mixer, sampai isi tercampur rata.
4. keluarkan pecahan kulit telur yang terbawa kedalam cairan telur, dan
bahan-bahan yang tidak tecampur lainnya.

5. Pasteurisasi cairan telur pada suhu 64 65 0C selama 3 menit. Khusus


untuk cairan putih telur turunkan dulu pH nya sebelum di fermentasi
(tambahkan asam sitrat atau asam laktat sampai pH cairan putih telur
menjadi 7).
6. tambahkan ragi roti (Khamir Saccharomyces cerevisiae) sebanyak 0,2
0,4% (w/w) ke dalam cairan telur, dan aduk agar penyebaran khamir
merata, lalu diamkan (fermentasi) pada suhu ruang (300C) selama 2 -3
jam.
7. sementara itu, oleskan minyak pada loyang/wadah yang akan
dijadikan sebagai wadah pada proses pengeringan cairan telur. Cairan
telur kemudian dituangkan kedalam loyang tersebut, dengan tebal
lapisan sekitar 6 mm. lakukan proses pengeringan menggunakan oven
pada suhu 45 500C selama 6 16 jam.
8. teungkan Flake yang diperoleh dengan menggunakan Hammer Mill
atau Blender kering.
9. kemas segera dalam kantung plastik. Hindarkan kontak yang terlalu
lama dengan udara.

6. Penggunaan Tepung Telur


Sebelum digunakan sebagai bahan, umumnya tepung telur diubah
menjadi bentuk cair terlebih dahulu agar dapat menghasilkan adonan yang
lunak. Bila ada gumpalan-gumpalan yang tidak dapat larut dengan cepat,
dapat dilarutkan dengan memanaskan campuran tersebut sebentar.

9
Penambahan air dilakukan sampai keadaan seperti cairan yang dihasilkan
dari telur segar.
Tepung putih telur yang dihasilkan dari pengeringan semprot
banyak dimanfaatkan sebagai pelapis kue, sebagai bahan pada kue yang
memerlukan daya busa tinggi dalam pembuatannya, juga banyak
digunakan dalam industri permen. Tepung putih telur yang dihasilkan
dengan metode lain banyak digunakan untuk membuat Krim Nougat atau
sebagai bahan perekat.
Tepung kuning telur banyak digunakan dalam pembuatan roti, kue
lapis, donat, kue kering, mayonaise, mie telur dan lain-lain. Sedangkan
tepung telur utuh cocok digunakan dalam pembuatan mayonaise, kue, mie
telur, telur dadar, makanan bayi, makanan kaleng lain dan bermacam-
macam makanan ringan.

7. Daya Tahan Tepung Telur


Tepung telur merupakan produk yang sangat awet. Tepung telur
utuh yang bebas glukosa mempunyai masa simpan sekitar satu tahun pada
suhu ruang. Tepung kuning telur bebas gula mempunyai masa simpan
sekitar 8 bulan pada suhu 20 240C dan lebih dari satu tahun jika
disimpan pada suhu rendah. Masa simpan tepung telur yang mengandung
kuning telur ini dibatasi oleh timbulnya aroma menyimpang akibat
oksidasi lemak telur.
Semakin rendah kandungan glukosa dalam tepung telur daya
simpannya akan semakin meningkat. Kerusakan yang terjadi selama
penyimpanan adalah perubahan warna, timbulnya aroma, atau bau yang
menyimpang dan menurunnya kelarutan epung telur. Perubahan warna
yang terjadi selama penyimpanan tepung kuning telur dan tepung telur
utuh ialah menjadi kecoklatan. Selama penyimpanan kadar asam lemak
bebas dalam tepung telur juga dapat mengalami peningkatan. Perubahan
aroma dan rasa tepung telur biasanya diikiuti dengan penurunan daya
larutnya. Sedangkan perubahan aroma tepung telur disebabkan oleh suhu
pengeringan dan suhu penyimpanan yang terlalu tinggi.
Bakteri yang dapat merusak produk telur kering adalah bakteri
yang tahan kekeringan, antara lain mikrokoki, spora bakteri dan juga

10
kapang. Bakteri yang telah dapat diisolasi dari telur kering antara lain
Enterokoki, Koliform, dan Salmonella. Pada umumnya telur kering atau
tepung telur mengandung air terlalu sedikit untuk pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga jumlahnya akan berkurang selama
penyimpanan. Makin kecil kadar air produk (dibawah 5%), makin cepat
pengurangan jumlah mikroorganisme yang terjadi.

SUMBER :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48515/4/Chapter
%20II.pdf
http://www.warintek.hol.es/artikel/pangan/IPB/Tepung%20telur.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai