Anda di halaman 1dari 6

TUGAS TEKNOLOGI PENGOLAHAN HEWANI SIFAT FUNGSIONAL TELUR SEBAGAI LEAVING AGENT

Oleh : VINA JUNIARTI (0811010159)

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

TELUR SEBAGAI LEAVING AGENT

A.

Pengertian Telur Pada dasarnya telur adalah bakal calon individu baru yang dihasilkan dari individu betina. Bila terjadi pembuahan maka telur akan berkembang menjadi embrio dan selanjutnya terbentuk individu baru setelah lahir atau menetas. Istilah telur merujuk pada sel telur yang berkembang pada saluran reproduksi aves betina. Telur memiliki nutrisi yang komplit sehingga selanjutnya telur diproduksi untuk konsumsi manusia. Pada masa sekarang ini, kebanyakan telur yang dikonsumsi oleh masyarakat berasal dari unggas yang diternakkan. Bahkan telah lama berkembang teknologi peternakan (terutama rekayasa genetika dan nutrisi) yang menghasilkan ayam yang hanya bertelur dan selanjutnya menjadi industri telur. Telur yang biasa dikonsumsi saat ini berasal dari ayam-ayam khusus yang selalu bertelur, yang disebut dengan ayam ras petelur. Namun demikian jenis ayam ataupun unggas lainnya juga bisa menghasilkan telur baik yang dibuahi maupun yang tidak dan dijadikan bahan makanan bagi manusia dengan tingkat kualitas yang relatif sama. Selain sebagai salah satu bahan pangan yang paling komplit nutrisinya dan serbaguna, Telur juga mempunyai sifat-sifat fungsional yang penting dalam pengolahan bahan pangan. Sifat fungsional adalah sifat-sifat selain sifat gizinya yang berperan dalam proses pengolahan. Sifat-sifat tersebut meliputi daya busa atau daya buih(leaving agent), daya emulsi, pemberi warna, pengental, pembentuk gel, pengikat(binding agent), pelapis dan penjernih. Telur merupakan bahan yang penting dalam pembuatan kue. Fungsi telur dalam pembuatan kue adalah : Membentuk warna dan flavour yang khas Memperbaiki cita rasa kue Meningkatkan pengembangan pada produk, terutama yang menggunakan putih telur. Meningkatkan nilai gizi produk Memberikan struktur yang baik pada remah (crumb) roti Berfungsi sebagai bahan pengikat terhadap berbagai macam bahan, misalnya pada pembuatan custard Digunakan untuk mengoles permukaan produk panggang sehingga permukaannya mengilap B. Struktur fisik dan komposisi telur Telur mempunyai bentuk fisik bulat sampai lonjong dengan ukuran yang berbedabeda, tergantung jenis hewan, umur, dan sifat genetiknya. Secara umum Telur tersusun atas tiga bagian, yaitu kulit/ kerabang telur, putih telur, dan kuning telur. Ketiga komponen tersebut mempunyai porsi daam perbandingan tertentu
Perbandingan porsi putih telur, kuning telur dan kerabang No Komponen Berat rata-rata pada tiap telur (gram) 1 Putih Telur 33,0 2 Kuning Telur 18,5

Prosentase dari seluruh telur 57 32

3 4

Kerabang/kulit Bagian yang dapat dimakan

6,0 51,5

11 89

Putih telur mengandung lapisan putih telur encer 40%, dan sisanya 60% lapisan putih telur kental. Perbedaan kekentalan disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan air. Karena putih telur merupakan bagian yang paling banyak mengandung air, maka dalam penyimpanan, putih telur merupakan bagian yang paling mudah rusak. Kerusakan ini terutama dikarenakan keluarnya air dari jala-jala ovomusin yang membentuk struktur putih telur. Sedangkan kuning telur merupakan bagian yang paling penting bagi isi telur, sebab bagian ini terdapat dan tumbuh embrio hewan, khususnya pada bagian telur yang sudah dibuahi. Selain itu pada bagian kuning telur ini paling banyak tersimpan zat-zat gizi yang sangat menunjang perkembangan embrio (Murtidjo et.al. 1987) Telur tersusun oleh komponen-komponen utama air, protein, lemak, karbohidrat dan abu/mineral. Selain itu telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A,D, E, K), vitamin yang larut air (thiamin, riboflavin, asam pantotenat, niasin, asam folat danvitamin B12). Komponen terbesar telur adalah air yaitu berkisar dari 70-77%. Protein putih telur terdiri atas protein serabut yaitu ovomusin dan protein globular yaitu ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, lisozim, flavoprotein, ovoglobulin, ovoinhibitor dan avidin. Sedangkan protein pada kuning telur umumnya berikatan dengan lemak secara kompleks kecuali livetin dan posvitin. Kuning telur mengandung komposisi kimia yang lebih lengkap dan mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada putih telur. Pada kuning telur juga terdapat vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan fosfolipid. Kandungan air bagian putih telur lebih tinggi daripada kuning telur yaitu kira-kira 1,5 5 kalinya. Pada putih telur kandungan yang terbanyak adalah protein albumin, dan paling sedikit adalah lemak. Sedangkan pada kuning telur, kandungan terbanyak adalah lemak, dan kandungan yang paling sedikit adalah karbohidrat. Dengan kata lain putih telur merupakan sumber protein sedangkan kuning telur merupakan sumber lemak.
Komposisi rata-rata telur No Komponen 1 2 3 4 Protein Lemak Karbohidrat Air

Putih telur (%) 10.9 Sedikit 1.0 87.0

Kuning telur (%) 16.5 32.0 1.0 49.0

Dalam keseluruhan telur (%) 12.7 11.3 1.0 74.0

C.

Sifat fungsional telur sebagai Leaving Agent Sifat fungsional adalah sifat fisikokimia di luar sifat gizi yang memungkinkan telur menyumbang karakteristik yang diinginkan pada makanan yang didasarkan pada sifat komponen telur bila berinteraksi dengan komponen-komponen lain dalam sistem pangan yang kompleks. Dapat pula diartikan sifat fungsional pada telur adalah sifat selain sifat gizinya yang berperan dalam proses pengolahan. Sifat fungsional telur lebih banyak ditentukan oleh sifat fisik dan kimia proteinnya. Oleh karena itu jika sifat fisik dan kimianya berubah maka sifat fungsionalnya juga akan berubah. Protein telur bersifat mampu membentuk buih. Seringkali sifat ini disebut sifat mengaerasi, leaving power atau sifat whipping yang sangat dibutuhkan dalam pembuatan cake, puding, atau hidangan lain yang membutuhkan pengembangan. Buih merupakan

dispersi koloid dari fase gas dalam fase cair, yang dapat terbentuk saat dikocok. Peran telur dalam membentuk dan menjaga kestabilan buih terutama ditentukan oleh putih telur. Protein globulin mempunyai kemampuan memudahkan terbentuknya buih, sementara kompleks ovomucin-lysozyme, ovalbumin dan conalbumin mempunyai kemampuan membuih stabil saat dipanaskan. Fraksi protein putih telur lainnya, seperti conalbumin, lysozyme, ovomucin dan ovomucoid sendiri mempunyai kemampuan membuih yang sangat rendah, tetapi interaksi antara lysozyme dan globulin mempunyai peranan penting dalam pembentukan buih. Kemampuan globulin dalam membentuk buih ini juga membedakan antara telur ayam dan telur itik. Telur itik mempunyai kadar globulin yang rendah sehingga tidak bisa membentuk buih dengan baik, berbeda dengan telur ayam yang mempunyai kadar globulin yang tinggi. Mekanisme pembentukan busa adalah dengan pengocokan rantai dalam protein terbuka sehingga rantai protein menjadi panjang. Protein-protein ini akan saling bereaksi dan membentuk lapisan monomolekul yang akan menangkap/menahan udara yang masuk dan membentuk gelembung-gelembung buih pada pengocokan selanjutnya sehingga volumenya bertambah dan sifat elastisitasnya berkurang. Warna gelembung mula-mula hijau kemudian berubah menjadi kekuningan, jernih dan akhirnya putih kabur. Busa dapat dibentuk oleh putih telur dan kuning telur, namun protein putih telur mempunyai kemampuan membentuk busa yang sangat stabil. Busa atau buih dibentuk oleh beberapa protein yang mempunyai kemampuan dan fungsi yang berbeda. Protein putih telur yang berperan dalam pembentukan buih adalah ovalbumin, ovomusin dan ovoglobulin. Ovalbumin membentuk buih yang kuat, ovomusin membentuk lapisan film tidak larut air dan menstabilkan buih sedangkan ovoglobulin dapat meningkatkan viskositas, memperkuat penyebaran gelembung udara dan melembutkan tekstur buih yang dihasilkan (Baldwin, 1973) Proses pembentukan buih dimulai pada saat putih telur dikocok sehingga gelembung udara akan ditangkap oleh putih telur, dan terbentuklah buih. Selama pengocokan akan terjadi peningkatan dan penurunan ukuran dan jumlah gelembung udara. Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap volume putih telur. Buih yang baik memiliki daya sebesar 6-8 kali volume putih telur. Daya buih putih telur akan mempengaruhi pengembangan adonan selama pemanasan. Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih putih telur untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotterill, 1995). Sifat pembentukan dan kestabilan buih berperan penting dalam adonan kue karena mempengaruhi kekokohan struktur kue yang dihasilkan. Pemanasan adonan kue mengakibatkan udara dalam sel memuai dan putih telur yang menyelubunginya meregang. Volume dan kestabilan buih yang bagus diperlukan agar kue yang dihasilkan mempunyai struktur dan tekstur yang bagus. Buih yang kurang stabil tidak dapat mendukung pengembangan kue secara maksimal. Faktor yang mempengaruhi volume dan kestabilan buih adalah umur telur (lamanya telur disimpan), suhu telur, pH , lama pengocokan, perlakuan pendahuluan dan penambahan bahan-bahan kimia atau stabilisator. Semakin lama umur telur, maka volume dan kestabilan buih putih telur ayam semakin menurun. Suhu telur juga mempengaruhi kemampuan putih telur dalam pembentukan buih. Telur yang disimpan pada suhu ruang

mempunyai kemampuan membentuk buih dan tekstur lebih baik daripada telur yang didimpan pada refrigerator karena putih telur menjadi terlalu kental sehingga lebih sulit untuk dibuat buih. Pasteurisasi cairan albumen pada suhu 51.1 57C selama 5 menit dan penyimpanan tepung albumen pada suhu 43.3 - 60C selama 1-7 hari tidak mempengaruhi waktu pengocokan dan volume pada pembuatan Angel cake. Putih telur yang telah disimpan pada suhu beku -3C dan kemudian dicairkan lagi tidak mempengaruhi sifat buih. Pemanasan putih telur sampai suhu 50C selama 30 menit juga tidak mempengaruhi volume dan stabilitas buih yang dihasilkan. Lama pengocokan berpengaruh terhadap ukuran gelembung buih. Makin lama waktu pengocokan, gelembung-gelembung buih menjadi semakin kecil. Buih yang stabil dicapai setelah 2 menit pengocokan. Keberadaan lemak, meskipun dalam jumlah kecil juga akan mengganggu pembentukan buih dan menurunkan volume buih yang dihasilkan. Itulah sebabnya dalam pembuatan cake, putih telur dikocok terpisah dengan kuning telur, mentega atau sumber lemak yang lain agar menghasilkan volume pengembangan yang optimal. Penambahan gula diperlukan untuk menjaga kestabilan buih. Gula akan mengikat protein sehingga tidak terjadi pengendapan protein sehingga buih yang dihasilkan menjadi lebih stabil. D. Kesimpulan Sifat fungsional telur sebagai leaving agent adalah sifat diluar sifat gizinya yang berperan untuk membentuk karakteristik tertentu dalam pengolahan bahan pangan. Sifat sifat tersebut diantaranya adalah daya busa atau daya buih(leaving agent), daya emulsi, pemberi warna, pengental, pembentuk gel, pengikat(binding agent), pelapis dan penjernih. Sifat fungsional telur sebagai leaving agent adalah sifat funsional telur yang dapat menyebabkan terjadinya pengembangan pada bahan pangan, misalnya pada cake dan puding. Sifat leaving agent ini dikarenakan telur mempunyai protein-protein (protein dalam putih telur) yang dapat membentuk busa/buih yang stabil selama pengocokan sehingga dapat menaikkan volume adonan karena memerangkap gas, Ketika pemasakan/pemanggangan gas tersebut memuai dan meninggalkan rongga-rongga udara pada kue sehingga kue dapat mengembang.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nur. 2009. Lebih Jauh Tentang Sifat Fungsional Telur. http://kulinologi.biz/index1. php?view&id=903. Diakses 3 Oktober 2011. Ekawatiningsih, Prihastuti. 2008. Restoran Jilid 2 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Faridah, Anni dkk. 2008. Patiseri Jilid 1 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional Stadelman, W. J. dan O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed. Food Product Press. Hawort Press, Inc., New York Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Direktorat Pendidikan Menengah Kejutuan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai