Kelompok 6
Anggota :
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................3
A. Latar Belakang........................................................................................3
B. Tujuan Praktikum....................................................................................4
BAB 3 PEMBAHASAN.....................................................................................
BAB 3 PENUTUP..............................................................................................19
A. Kesimpulan.............................................................................................19
B. Saran........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................21
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
DASAR TEORI
d) Lemak
Lemak atau minyak yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit terdiri
dari tiga macam yaitu minyak goreng, shortening, dan baker’s fat. Fungsi lemak
dalam adonan sebagai peminyakan untuk pengembangan sel dalam adonan
sehingga dapat memperbaiki remah biskuit yang dihasilkan (Ketaren 1986).
Shortening mempengaruhi pengkerutan dan keempukan terhadap produk yang
dipanggang, dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan pengembangan
protein yang berlebihan selama pembuatan adonan biskuit (Desrosier, 1988).
Penambahan shortening ini berfungsi untuk memperbaiki tekstur,
meningkatkan kelezatan dan keempukan, memperbaiki aerasi sehingga produk
bisa mengembang, memperbaiki cita rasa dan juga sebagai pengemulsi untuk
mempertahankan kelembaban (Ketaren 1986).
Lemak yang digunakan dalam biscuit dan cookies adalah margarin dan butter.
Mentega atau butter terbuat dari lemak hewani yang disebut butterfat, yaitu
lemak susu atau krim susu yang mengandung lemak jenuh cukup tinggi. Krim
ini diperoleh setelah susu dibiarkan beberapa hari dalam suhu dingin, sehingga
terbentuk gumpalan setengah padat (krim) yang terpisah dari bagian cairnya
(skim).
Sedangkan, Margarin dibuat dari minyak nabati, air, pengemulsi dan beberapa
bahan pendukung lainnya sehingga membentuk krim padat. Karena sebagian
besar terbuat dari minyak nabati, margarin memiliki kadar lemak dan
kolesterol yang lebih rendah dari mentega.
Teksturnya Mentega memiliki tekstur yang lebih lunak, sehingga lebih baik
disimpan didalam lemari pendingin. Di tempat yang bersuhu ruang, mentega
memiliki tekstur yang lembek dan cenderung meleleh. Sedangkan margarin
memiliki tekstur yang lebih stabil, meskipun lunak tetapi tidak meleleh dalam
suhu ruang. Dalam suhu ruang, margarin lebih stabil dan tetap dalam bentuk
krim padat (tidak meleleh).
Untuk warna biasanya, mentega memiliki warna yang lebih pucat atau lebih
putih dibandingkan dengan margarin. Sementara margarin memiliki warna
yang lebih terang dan lebih kuning dibandingkan dengan mentega. Perbedaan
ini memang tidak bersifat mutlak, karena ada beberapa mentega yang
warnanya lebih kuning dibanding margarin.
Rasanya secara umum, mentega memiliki rasa yang lebih tawar dibandingkan
dengan margarin. Sebaliknya, margarin memiliki rasa yang lebih asin
dibandingkan dengan mentega. Tetapi terkadang rasa ini tidak menjadi
patokan, karena mentega juga ada beberapa jenis seperti saltedbutter dan
unsaltedbutter. Demikian juga dengan margarin.
Namun secara umum, biasanya margarin lebih asin dibandingkan dengan
mentega.
Aromanya, karena terbuat dari krim susu, mentega memiliki aroma yang
harum dan menggugah selera sebagaimana aroma susu pada umumnya.
Sedangkan margarin memiliki aroma edikit kecut yang khas, terutama saat
margarin dipanaskan.
Dalam penggunaan mentega dengan teksturnya yang lembek cocok digunakan
untuk membuat kue kering seperti cookies. Mentega menghasilkan tekstur kue
yang lembut dan ringan, sehingga tidak cocok digunakan untuk membuat kue
basah seperti cake. Margarin memiliki sifat sebaliknya, lebih cocok digunakan
untuk membuat kue basah namun kurang cocok digunakan untuk membuat kue
kering.
e) Susu Bubuk (Milk Powder)
Salah satu bahan penting dalam pembuatan biskuit adalah susu, karena susu
dapat memberikan rasa, kenampakan produk akhir, kalsium dalam susu dapat
memperkuat gluten yang terbentuk, efek buffer susu juga dapat menghambat
fermentasi serta warna yang lebih baik (Maltz,1992).
Dalam pembuatan biskuit ada tiga macam susu yaitu cocoa powder, whey
powder, dan full cream powder. Cocoa powder digunakan sebagai penambah
rasa coklat pada jenis biskuit tertentu dan sebagai bahan cream coklat. Fungsi
whey powder adalah untuk memperbaiki tekstur, warna, rasa, dan menambah
nilai gizi. Sedangkan full cream powder bertujuan untuk meningkatkan nilai
gizi dan memperbaiki cita rasa, selain itu air dalam susu membantu
terbantuknya gluten pada adonan, mengatur kepadatan adonan, melarutkan, dan
menyebarkan adonan (Astawan,2001).
f) Baking Powder
Bahan pengembang yang digunakan yaitu sodium bikarbonat. Bahan
pengembang lain yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit adalah
ammonium bikarbonat. Selain sebagai pengembang senyawa ini juga
merupakan senyawa preservatif untuk memperpanjang daya simpan dari biskuit
yang dihasilkan. Menurut Hui (1992), umumnya ammonium bikarbonat ini
dilarutkan di dalam air lalu ditambahkan pada adonan saat dimixer. Ammonium
bikarbonat akan terurai pada suhu tinggi (Winarno, 2004). Bahan tersebut
dipadukan dengan natrium bikarbonat agar diperoleh kualitas pengembangan
dan preservatif yang bagus terhadap produk akhir biskuit.
B. Proses Pengolahan
a) Persiapan Bahan
Persiapan bahan baku meliputi penimbangan bahan baku dan bahan-bahan
tambahan yang akan digunakan. Awalnya dilakukan penimbangan dilakukan
untuk bahan bersifat padat. Bahan-bahan yang berbentuk tepung harus melalui
saringan dan air blower serta magnit untuk menarik logam. Baru kemudian
disimpan dalam Silo. Bahan lain seperti lemak, minyak, sirup dan sebagainya
disimpan dalam kaleng (Fellous, 1990).
Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai resep kemudian dibungkus dengan
menggunakan plastik. Menurut (Hui, 1992) bahan-bahan yang akan ditimbang
sebelumnya harus lolos dari uji laboratorium terlebih dahulu dan memenuhi
persyaratan, yaitu :
1. Bebas dari kontaminasi, kotoran, batu, kontaminasi jamur, mikroba,
serangga dan tikus.
2. Memenuhi standar yang berlaku. Apabila bahan yang digunakan tidak
memenuhi standar yang telah diberlakukan makaakan direject atau
dikembalikan ke supplier menurut perjanjian yang ada.
b) Pencampuran (mixing)
Pencampuran bertujuan untuk meratakan bahan yang digunakan dan untuk
memperoleh adonan dengan konsistensi halus dan homogen. Adonan yang
diperoleh harus bersifat cukup kohesif dan relative tidak lengket sehingga
mudah dibentuk (Hui, 1992).
Cara pembuatan biskuit meliputi pembuatan adonan yang dilakukan dengan
mncampur bahan. Pencampuran bahan dilakukan sesuai spesifikasi biskuit yang
akan dibuat, misalnya untuk mendapatkan kue yang bertekstur menyerpih
didapat dengan mencampurkan tepung, lemak terlebih dahulu, kemudian
ditambahkan gula cair, garam dan bahan-bahan lain untuk biskuit yang
bertekstur seperti kue pie dapat diperoleh dengan memperbanyak komponen
lemak di dalamnya (Faridi, 1994).
Pada tahap ini terdapat peluang kreasi dan inovasi formula sesuai produk akhir
yang ingin dihasilkan. Proporsi masing-masing bahan tersebut akan
menghasilkan sifat reologis yang berbeda tergantung dari formula yang
ditambahkan. Pencampuran dilakukan dengan peralatan sederhana yang
dioperasikan dengan tangan apabila jumlah adonannya sedikit dan bila dalam
jumlah besar maka menggunakan peralatan yang sesuai yaitu mixer. Pemilihan
jenis mixer yang sesuai dan tepat akan dapat membentuk adonan yang seragam
tanpa menyebabkan pengembangan adonan yang berlebihan (Fellous, 1990)
Dala proses pencampuran, pertama-tama bahan yang digunakan seperti garam,
lesitin, minyak goring, gula, ammonium bikarbonat dan air dicampurkan dalam
mixer. Kemudian tepung terigu dan tepung tapioka dicampurkan melalui pipa
yang terhubung di lantai dua pabrik yang dimasukkan secara manual oleh
pekerja dari atas. Di setiap mixer sendiri telah terdapat bel yang menandakan
pengisian tepung terigu dan tepung tapioka siap ditambahkan. Setelah diperoleh
adonan yang kalis, adonan akan dipindahkan ke dalam lori yang telah
disediakan dan telah diberi nomor masakan. Pada adonan biskuit asin dilakukan
fermentasi selama ± 40 menit. Suhu fermentasi sekitar 27-32º C. Sedangkan
adonan biskuit manis ditambahkan air gula special dimana air gula ini
merupakan air gula fermentasi yang terdiri dari gula yang dicairkan kemudian
ditambahkan yeast dan di fermentasi selama 3 hari (Maltz, 1992).
c) Pemipihan
Pemipihan dilakukan untuk membentuk adonan manjadi lembaran dengan
ketebalan yang lebih tipis dari sebelumnya dan seragam. Adonan dilewatkan
pada roll press yang berputar berlawanan arah sehingga adonan berbentuk
lembaran. Proses pemipihan ini berlangsung sebanyak 3 kali agar
mendaapatkan hasil akhir yang lebih tipis dari pemipihan yang pertama dan
kedua. Selama proses pemipihan, adonan juga diberi angin yang berasal dari
blower yang bertujuan supaya adonan tidak lengket pada belt conveyor dan saat
masuk pada proses pencetakan, potongan-potongan adonan biskuit yang
dihasilkan rata (Hadiwiyoto, 1993)
d) Pencetakan (cutting)
Adonan biskuit asin yang telah mengembang dan biskuit manis diberi nomor
urut masakan dan kemudian adonan tersebut dicetakdengan mesi pencetak
secara vertical (vertically reciprocating cutter/embrossing machine) sehingga
adonan yang tidak tercetak akan kembali ke bagian awal mesin penipis pada
proses pemipihan untuk dicetak kembali. Pencetakan adonan biskuit dilakukan
dengan berbagai bentuk mesin pencetak biskuit sesuai dengan jenis adonan
biskuit yang diinginkan. Selama 1 menit mesin pencetak vertikal mampu
mencetak ± 115 buah biscuit (Fellous, 1990).
e) Pemanggangan (oven)
Setelah proses pencetakan, adonan dipanggang dengan cara dilewatkan dalam
oven yang dilengkapi dengan belt konveyer. Selama pemanggangan penetrasi
panas terjadi di bagian bawah dan atas adonan. Penetrasi panas bagian tengah
berjalan lambat sehingga mudah terbentuk rongga udara dan pembentukan
struktur crumb ( Faridi, 1994).
Pembakaran menggunakan oven yang menggunakan system noozle
menggunakan empat macam bumer dengan suhu pemanggangan yang berbeda-
beda. Suhu pemanggangan biscuit yang digunakan pada oven I 290 oC, oven II
320oC, oven III 3300C,dan oven IV 270oC. Proses pemanggangan ini
memerlukan waktu ± 5-7 menit tergantung dari kecepatan konveyer dan jenis
biscuit yang diproduksi. Oven yang digunakan dalam pembuatan biscuit asin
ini hanya 2 line sementara dalam pembuatan biscuit manis berjumlah 4 line.
Parameter yang harus diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah
mengendalikan kecepatan konveyer dan membuka tutup cerobong asap oven
(Faridi, 1994).
f) Pendinginan
Proses pendinginan ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu produk dan
mencegah terjadinya penyerapan uap air sehingga tidak terjadi pengembunan di
dalam kemasan yang menghasilkan uap air sehingga dapat memperpendek
umur simpan biskuit. Pendinginan juga berfungsi menghilangkan bau ammonia
yang tidak sedap sehingga saat dikemas produk dapat tahan lama. Proses
pendinginan tersebut dilakukan dengan cara manual yaitu dengan
penghembusan angin yang dihasilkan oleh blower setelah produk keluar dari
oven ( Desrosier,1988)
BAB 3
RESEP
BAB 4
ANALISIS
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.uny.ac.id/9312/2/BAB%201%20-09512134014.pdf (18.53/28-04-2018)
https://www.scribd.com/document/249324559/laporan-cakee (19.01/28-04-2018)
http://thamus23mg.blogspot.co.id/2013/03/fungsi-telur-dalam-industry-bakery.html
(13.24/18-04-2018)