Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTEK

BISCUIT DAN COOKIES


MATA KULIAH BAKERY DAN PASTRY

Kelompok 6
Anggota :

 Intan Eka Saputri (16050394051)


 Maharani Oktaviany (16050394054)
 Kurniawan Eko Saputro (16050394085)

S1 PENDIDIKAN TATA BOGA B


PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dan juga berguna
untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan mohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Surabaya, 15 April 2018

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................1

DAFTAR ISI.......................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................3

A. Latar Belakang........................................................................................3
B. Tujuan Praktikum....................................................................................4

BAB 2 DASAR TEORI......................................................................................

A. Persiapan Bahan Baku.............................................................................


B. Proses Pengolahan...................................................................................

BAB 3 PEMBAHASAN.....................................................................................

BAB 3 PENUTUP..............................................................................................19

A. Kesimpulan.............................................................................................19
B. Saran........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................21

BAB 1
PENDAHULUAN

5.1 Latar Belakang

5.2 Tujuan Praktikum

BAB 2

DASAR TEORI

A. Persiapan Bahan Baku


a) Terigu
Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan biskuit. Tepung
terigu yang berkualitas untuk produksi biskuit adalah tepung terigu hasil
penggilingan gandum lunak (soft) dan lemah (weak) yang cendrung
memberikan tekstur yang lembut dan eating quality yang bagus. Gandum lunak
baik digunakan karena kandungan proteinnya tinggi dan glutennya sedang,
tetapi kandungan patinya tinggi, sehingga adonan yang dihasilkan tidak
lengket, daya pengembangannya kecil, dapat membentuk adonan yang stabil
selama pencampuran dan dapat mengikat gas selama proses pemanggangan
( Faridi,1994)
Fungsi dari penggunaan tepung terigu yaitu sebagai pembentuk jaringan
kerangka dari produk biskuit akibat pembentukan gluten. Protein yang
terkandung dalam tepung terigu yang tidak larut dalam air (Gliadin dan
Glutenin) akan menyerapan air dan akan membentuk gluten. Tepung terigu
dengan kandungan protein rendah digunakan agar pengembangan adonan
akibat gluten yang terbentuk tidak terjadi secara berlebihan (sifat gluten yang
tidak begitu kuat) karena pada biskuit bukan pengembangan adonan yang
diperlukan seperti pada produksi roti (Astawan,2001).
Terigu digolongkan menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut :
1. Terigu protein rendah
Tepung terigu protein rendah merupakan jenis tepung terigu yang memiliki
protein paling rendah. Kadar protein yang terkandung di dalamnya berkisar
6% sampai dengan 8%. Dibandingkan dengan tepung terigu lainnya, kadar
gluten yang terkandung di dalamnya paling rendah. Oleh karena itu, Tepung
terigu protein rendah biasa dipakai untuk membuat adonan yang tidak
memerlukan tekstur kenyal dan elastis. Tepung ini baik sekali untuk
membuat kue-kue yang renyah. Contoh makanan yang diolah menggunakan
tepung terigu protein rendah adalah cookies, biskuit, shortbread, gorengan,
dan beberapa jenis cake.
Kelebihan tepung terigu ini adalah lebih tahan lama karena kandungan
proteinnya yang rendah. Oleh karena itu, makanan yang terbuat dari tepung
ini tidak akan mudah berjamur. Itulah mengapa kue-kue kering lebaran
dapat tahan hingga 6 bulan. Salah satu produk tepung terigu protein rendah
yang dijual di pasaran adalah kunci biru.
2. Tepung protein sedang
Tepung terigu protein sedang memiliki kadar protein berkisar 8% sampai
dengan 11%. Tepung terigu ini biasa disebut tepung terigu serbaguna
atau allpurposeflour. Ini karena penggunaannya yang fleksibel. Tepung
terigu ini baik sekali untuk membuat makanan yang bertekstur lembut,
namun cukup mengembang. Seperti cake, martabak, waffle, dan lain-lain.
Namun, saking fleksibel penggunaannya, tepung ini pun ternyata cocok
juga untuk membuat aneka gorengan, kue-kue basah, dan makanan lainnya.
Di pasaran, salah satu produk tepung terigu protein sedang adalah segitiga
biru.
3. Tepung protein tinggi
Tepung terigu ini memiliki kandungan protein yang paling tinggi, 11%
sampai dengan 13%. Otomatis, kandungan glutennya pun paling
tinggi. Oleh karena itu, cocok sekali untuk membuat adonan yang
memerlukan tingkat elastisitas dan kekenyalan yang tinggi. Hasil olahan
makanan yang menggunakan tepung ini biasanya mengembang, lembut,
kenyal, juga elastis. Misalnya, roti, donat, pasta, mi, dan lain-lain.
Kelemahan tepung terigu ini adalah tidak bertahan lama sehingga makanan
hasil olahannya cepat basi. Di pasaran, salah satu produk tepung terigu
protein tinggi yang biasa kita jumpai adalah cakra kembar.
b) Telur
Telur yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit adalah telur segar yang
sebelumnya dilakukan pemisahan antara putih dan kuning telur. Telur yang
digunakan dalam pembuatan adonan biskuit hanya bagian kuningnya saja
karena mengandung lesitin yang mempunyai daya pengemulsi dan dapat
memberikan cita rasa, sedangkan bagian putih telur digunakan sebagai bahan
dalam pembuatan krim untuk biskuit jenis bunga gem (Winarno,1991).
Selain digunakan kuning telur untuk keperluan sebagai pengemulsi juga
digunakan lesitin yang berasal dari kedelai. Hal tersebut dilakukan karena daya
simpan dari telur sendiri tidak terlalu lama serta ketersediaan telur juga terbatas
sehingga digunakan pula lesitin yang berasal dari kedelai (Winarno,1991).
Telur menjadi salah satu ingridient penting dalam produk bakery seperti roti,
biskuit, cake, pastry dan lain-lain.
Telur yang dimaksud adalah telur ayam yang kulit cangkangnya dapat berwarna
coklat ataupun putih. Telur merupakan sumber zat gizi makro yaitu protein
yang sangat penting bagi pertumbuhan, pemeliharaan, sistem pertahanan dan
perbaikan tubuh kita. Sekitar lebih dari 85% kandungan telur segar adalah air
dan sekitar 12% nya adalah protein, sisanya adalah lemak, karbohidrat,
berbagai vitamin dan mineral, dan beragam senyawa penting lain dalam jumlah
kecil. Salah satunya adalah karotenoid yang memberikan warna kuning khas
pada kuning telur.
Telur yang digunakan dalam produk bakery memberikan beragam perana
yaitu :
1.      Sumber zat-zat gizi prima untuk kesehatan
2.      Memberikan sifat-sifat inderawi seperti warna, citarasa dan tekstur yang
menentukan penerimaan produk oleh konsumen
3.      Memberikan berbagai sifat fungsional sebagai ingridient pangan
Sifat-sifat fungsional telur meliputi gelasi; foaming atau pembentuk busa;
pengemulsi; pengikat air, lemak dan citarasa; sumber antioksidan dan warna.
a. Sifat gelasi telur
Sifat gelasi atau pelekatan yang kuat dari protein telur memberikan
kekompakkan antar ingridient dalam produk bakery. Protein telur dapat
menyerap dan memperangkap berbagai bahan pencitarasa, mengikat
butiran lemak, memperangkap air, dan gas/ udara. Sifat elastis protein dan
memperangkap berbagai bahan lain memberikan tekstur yang lembut.
b. Sifat foaming telur
Putih telur mengandung protein utama albumin yang bersifat larut air.
Albumin bersifat penstabil antara air dan udara dalam sistem pangan
karena struktur globularnya dapat membentuk struktur yang kaku bila
dikocok. Saat pengocokkan udara masuk dan protein puti telur membentuk
struktur lapisan tipis atau film di sekitar udara tersebut sehingga terbentuk
busa atau foam. Sifat ini sangat baik untuk produk bakery yang perlu
mengembang seperti kue meringue atau chiffon. Berbagai uji coba
menunjukkan bahwa busa terbaik terbentuk bila protein dikocok
secukupnya atau tidak berlebihan. Pengocokkan yang berlebihan justru
merusak struktur busa.
c. Sifat pengemulsi telur
Sifat sebagai pengemulsi yang menyatukan butiran lemak dan air diberikan
oleh lipoprotein dan fosfolipid yang terdapat dalam kuning telur. Keduanya
memiliki gugus polar dan tidak polar, sehingga komponen polar dan tidak
polar berbagai ingridient dapat terdispersi secara homogen. Lebih jauh
kombinasi sifat memperangkap air protein telur dan emulsifikasi dapat
menahan hilangnya air sehingga tekstur yang lembut dapat dipertahankan.
Karotenoid kuning telur terdiri dari xanthophyll/ Lutein, lycopene, alpha-
dan beta-karotene yang bersama-sama berwarna kuning keemasan dan
dikenal sebagai zat antioksidan. Warna karotenoid ini memberi warna
kuning alami dan bersama protein yang memperangkap berbagai
pencitarasa dan gula setelah proses pengovenan menghasilkan warna
kuning kecoklatan mengkilap pada produk bakery, bau yang khas, dan
citarasa yang mengundang selera.
c) Gula
Gula merupakan bahan penting dalam pembuatan adonan biskuit karena
memberikan rasa manis terhadap produk yang dihasilkan, memberikan tekstur
yang bagus, mengatur fermentasi serta warna yang lebih baik. Gula yang
digunakan adalah gula kristal (sukrosa) dan dekstrosa (Eliason,1996).
Gula yang digunakan sebagai penabur di atas biskuit, gula cair, gula khusus
(gula cair fermentasi) merupakan gula khusus merupakan gula kristal yang
dicairkan dan didalamnya telah dibiakkan yeast selama kurang lebih tiga hari.
Fungsi dari gula fermentasi ini adalah agar biskuit yang dihasilkan memiliki
aroma (flavor) yang berbeda. Gula halus berasal dari gula kristal (sukrosa) yang
diolah secara khusus (dihaluskan) sebelum digunakan. Sedangkan dekstrosa
merupakan produk yang sudah tersedia di pasaran (Eliason,1996).

d) Lemak
Lemak atau minyak yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit terdiri
dari tiga macam yaitu minyak goreng, shortening, dan baker’s fat. Fungsi lemak
dalam adonan sebagai peminyakan untuk pengembangan sel dalam adonan
sehingga dapat memperbaiki remah biskuit yang dihasilkan (Ketaren 1986).
Shortening mempengaruhi pengkerutan dan keempukan terhadap produk yang
dipanggang, dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan pengembangan
protein yang berlebihan selama pembuatan adonan biskuit (Desrosier, 1988).
Penambahan shortening ini berfungsi untuk memperbaiki tekstur,
meningkatkan kelezatan dan keempukan, memperbaiki aerasi sehingga produk
bisa mengembang, memperbaiki cita rasa dan juga sebagai pengemulsi untuk
mempertahankan kelembaban (Ketaren 1986).
Lemak yang digunakan dalam biscuit dan cookies adalah margarin dan butter.
Mentega atau butter terbuat dari lemak hewani yang disebut butterfat, yaitu
lemak susu atau krim susu yang mengandung lemak jenuh cukup tinggi. Krim
ini diperoleh setelah susu dibiarkan beberapa hari dalam suhu dingin, sehingga
terbentuk gumpalan setengah padat (krim) yang terpisah dari bagian cairnya
(skim).
Sedangkan, Margarin dibuat dari minyak nabati, air, pengemulsi dan beberapa
bahan pendukung lainnya sehingga membentuk krim padat. Karena sebagian
besar terbuat dari minyak nabati, margarin memiliki kadar lemak dan
kolesterol yang lebih rendah dari mentega.
Teksturnya Mentega memiliki tekstur yang lebih lunak, sehingga lebih baik
disimpan didalam lemari pendingin. Di tempat yang bersuhu ruang, mentega
memiliki tekstur yang lembek dan cenderung meleleh. Sedangkan margarin
memiliki tekstur yang lebih stabil, meskipun lunak tetapi tidak meleleh dalam
suhu ruang. Dalam suhu ruang, margarin lebih stabil dan tetap dalam bentuk
krim padat (tidak meleleh).
Untuk warna biasanya, mentega memiliki warna yang lebih pucat atau lebih
putih dibandingkan dengan margarin. Sementara margarin memiliki warna
yang lebih terang dan lebih kuning dibandingkan dengan mentega. Perbedaan
ini memang tidak bersifat mutlak, karena ada beberapa mentega yang
warnanya lebih kuning dibanding margarin.
Rasanya secara umum, mentega memiliki rasa yang lebih tawar dibandingkan
dengan margarin. Sebaliknya, margarin memiliki rasa yang lebih asin
dibandingkan dengan mentega. Tetapi terkadang rasa ini tidak menjadi
patokan, karena mentega juga ada beberapa jenis seperti saltedbutter dan
unsaltedbutter. Demikian juga dengan margarin.
Namun secara umum, biasanya margarin lebih asin dibandingkan dengan
mentega.
Aromanya, karena terbuat dari krim susu, mentega memiliki aroma yang
harum dan menggugah selera sebagaimana aroma susu pada umumnya.
Sedangkan margarin memiliki aroma edikit kecut yang khas, terutama saat
margarin dipanaskan.
Dalam penggunaan mentega dengan teksturnya yang lembek cocok digunakan
untuk membuat kue kering seperti cookies. Mentega menghasilkan tekstur kue
yang lembut dan ringan, sehingga tidak cocok digunakan untuk membuat kue
basah seperti cake. Margarin memiliki sifat sebaliknya, lebih cocok digunakan
untuk membuat kue basah namun kurang cocok digunakan untuk membuat kue
kering.
e) Susu Bubuk (Milk Powder)
Salah satu bahan penting dalam pembuatan biskuit adalah susu, karena susu
dapat memberikan rasa, kenampakan produk akhir, kalsium dalam susu dapat
memperkuat gluten yang terbentuk, efek buffer susu juga dapat menghambat
fermentasi serta warna yang lebih baik (Maltz,1992).
Dalam pembuatan biskuit ada tiga macam susu yaitu cocoa powder, whey
powder, dan full cream powder. Cocoa powder digunakan sebagai penambah
rasa coklat pada jenis biskuit tertentu dan sebagai bahan cream coklat. Fungsi
whey powder adalah untuk memperbaiki tekstur, warna, rasa, dan menambah
nilai gizi. Sedangkan full cream powder bertujuan untuk meningkatkan nilai
gizi dan memperbaiki cita rasa, selain itu air dalam susu membantu
terbantuknya gluten pada adonan, mengatur kepadatan adonan, melarutkan, dan
menyebarkan adonan (Astawan,2001).
f) Baking Powder
Bahan pengembang yang digunakan yaitu sodium bikarbonat. Bahan
pengembang lain yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit adalah
ammonium bikarbonat. Selain sebagai pengembang senyawa ini juga
merupakan senyawa preservatif untuk memperpanjang daya simpan dari biskuit
yang dihasilkan. Menurut Hui (1992), umumnya ammonium bikarbonat ini
dilarutkan di dalam air lalu ditambahkan pada adonan saat dimixer. Ammonium
bikarbonat akan terurai pada suhu tinggi (Winarno, 2004). Bahan tersebut
dipadukan dengan natrium bikarbonat agar diperoleh kualitas pengembangan
dan preservatif yang bagus terhadap produk akhir biskuit.

B. Proses Pengolahan
a) Persiapan Bahan
Persiapan bahan baku meliputi penimbangan bahan baku dan bahan-bahan
tambahan yang akan digunakan. Awalnya dilakukan penimbangan dilakukan
untuk bahan bersifat padat. Bahan-bahan yang berbentuk tepung harus melalui
saringan dan air blower serta magnit untuk menarik logam. Baru kemudian
disimpan dalam Silo. Bahan lain seperti lemak, minyak, sirup dan sebagainya
disimpan dalam kaleng (Fellous, 1990).
Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai resep kemudian dibungkus dengan
menggunakan plastik. Menurut (Hui, 1992) bahan-bahan yang akan ditimbang
sebelumnya harus lolos dari uji laboratorium terlebih dahulu dan memenuhi
persyaratan, yaitu :
1. Bebas dari kontaminasi, kotoran, batu, kontaminasi jamur, mikroba,
serangga dan tikus.
2. Memenuhi standar yang berlaku. Apabila bahan yang digunakan tidak
memenuhi standar yang telah diberlakukan makaakan direject atau
dikembalikan ke supplier menurut perjanjian yang ada.
b) Pencampuran (mixing)
Pencampuran bertujuan untuk meratakan bahan yang digunakan dan untuk
memperoleh adonan dengan konsistensi halus dan homogen. Adonan yang
diperoleh harus bersifat cukup kohesif dan relative tidak lengket sehingga
mudah dibentuk (Hui, 1992).
Cara pembuatan biskuit meliputi pembuatan adonan yang dilakukan dengan
mncampur bahan. Pencampuran bahan dilakukan sesuai spesifikasi biskuit yang
akan dibuat, misalnya untuk mendapatkan kue yang bertekstur menyerpih
didapat dengan mencampurkan tepung, lemak terlebih dahulu, kemudian
ditambahkan gula cair, garam dan bahan-bahan lain untuk biskuit yang
bertekstur seperti kue pie dapat diperoleh dengan memperbanyak komponen
lemak di dalamnya (Faridi, 1994).
Pada tahap ini terdapat peluang kreasi dan inovasi formula sesuai produk akhir
yang ingin dihasilkan. Proporsi masing-masing bahan tersebut akan
menghasilkan sifat reologis yang berbeda tergantung dari formula yang
ditambahkan. Pencampuran dilakukan dengan peralatan sederhana yang
dioperasikan dengan tangan apabila jumlah adonannya sedikit dan bila dalam
jumlah besar maka menggunakan peralatan yang sesuai yaitu mixer. Pemilihan
jenis mixer yang sesuai dan tepat akan dapat membentuk adonan yang seragam
tanpa menyebabkan pengembangan adonan yang berlebihan (Fellous, 1990)
Dala proses pencampuran, pertama-tama bahan yang digunakan seperti garam,
lesitin, minyak goring, gula, ammonium bikarbonat dan air dicampurkan dalam
mixer. Kemudian tepung terigu dan tepung tapioka dicampurkan melalui pipa
yang terhubung di lantai dua pabrik yang dimasukkan secara manual oleh
pekerja dari atas. Di setiap mixer sendiri telah terdapat bel yang menandakan
pengisian tepung terigu dan tepung tapioka siap ditambahkan. Setelah diperoleh
adonan yang kalis, adonan akan dipindahkan ke dalam lori yang telah
disediakan dan telah diberi nomor masakan. Pada adonan biskuit asin dilakukan
fermentasi selama ± 40 menit. Suhu fermentasi sekitar 27-32º C. Sedangkan
adonan biskuit manis ditambahkan air gula special dimana air gula ini
merupakan air gula fermentasi yang terdiri dari gula yang dicairkan kemudian
ditambahkan yeast dan di fermentasi selama 3 hari (Maltz, 1992).
c) Pemipihan
Pemipihan dilakukan untuk membentuk adonan manjadi lembaran dengan
ketebalan yang lebih tipis dari sebelumnya dan seragam. Adonan dilewatkan
pada roll press yang berputar berlawanan arah sehingga adonan berbentuk
lembaran. Proses pemipihan ini berlangsung sebanyak 3 kali agar
mendaapatkan hasil akhir yang lebih tipis dari pemipihan yang pertama dan
kedua. Selama proses pemipihan, adonan juga diberi angin yang berasal dari
blower yang bertujuan supaya adonan tidak lengket pada belt conveyor dan saat
masuk pada proses pencetakan, potongan-potongan adonan biskuit yang
dihasilkan rata (Hadiwiyoto, 1993)
d) Pencetakan (cutting)
Adonan biskuit asin yang telah mengembang dan biskuit manis diberi nomor
urut masakan dan kemudian adonan tersebut dicetakdengan mesi pencetak
secara vertical (vertically reciprocating cutter/embrossing machine) sehingga
adonan yang tidak tercetak akan kembali ke bagian awal mesin penipis pada
proses pemipihan untuk dicetak kembali. Pencetakan adonan biskuit dilakukan
dengan berbagai bentuk mesin pencetak biskuit sesuai dengan jenis adonan
biskuit yang diinginkan. Selama 1 menit mesin pencetak vertikal mampu
mencetak ± 115 buah biscuit (Fellous, 1990).
e) Pemanggangan (oven)
Setelah proses pencetakan, adonan dipanggang dengan cara dilewatkan dalam
oven yang dilengkapi dengan belt konveyer. Selama pemanggangan penetrasi
panas terjadi di bagian bawah dan atas adonan. Penetrasi panas bagian tengah
berjalan lambat sehingga mudah terbentuk rongga udara dan pembentukan
struktur crumb ( Faridi, 1994).
Pembakaran menggunakan oven yang menggunakan system noozle
menggunakan empat macam bumer dengan suhu pemanggangan yang berbeda-
beda. Suhu pemanggangan biscuit yang digunakan pada oven I 290 oC, oven II
320oC, oven III 3300C,dan oven IV 270oC. Proses pemanggangan ini
memerlukan waktu ± 5-7 menit tergantung dari kecepatan konveyer dan jenis
biscuit yang diproduksi. Oven yang digunakan dalam pembuatan biscuit asin
ini hanya 2 line sementara dalam pembuatan biscuit manis berjumlah 4 line.
Parameter yang harus diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah
mengendalikan kecepatan konveyer dan membuka tutup cerobong asap oven
(Faridi, 1994).
f) Pendinginan
Proses pendinginan ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu produk dan
mencegah terjadinya penyerapan uap air sehingga tidak terjadi pengembunan di
dalam kemasan yang menghasilkan uap air sehingga dapat memperpendek
umur simpan biskuit. Pendinginan juga berfungsi menghilangkan bau ammonia
yang tidak sedap sehingga saat dikemas produk dapat tahan lama. Proses
pendinginan tersebut dilakukan dengan cara manual yaitu dengan
penghembusan angin yang dihasilkan oleh blower setelah produk keluar dari
oven ( Desrosier,1988)

BAB 3
RESEP
BAB 4
ANALISIS

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.uny.ac.id/9312/2/BAB%201%20-09512134014.pdf (18.53/28-04-2018)

https://www.scribd.com/document/249324559/laporan-cakee (19.01/28-04-2018)

http://thamus23mg.blogspot.co.id/2013/03/fungsi-telur-dalam-industry-bakery.html
(13.24/18-04-2018)

Suhardjito, YB. 2005. Pastry Dalam Perhotelan. Yogyakarta : CV ANDI OFFSET

Hendrasty, Henny Krissetiana. 2013. Bahan Produk Bakery. Yogyakarta : GRAHA


ILMU

Anda mungkin juga menyukai