Anda di halaman 1dari 42

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SAHID
UAS_ERGONOMI DAN HIGIENITAS INDUSTRI_
SUBJEK: UAS_ERGONOMI
Mata Kuliah : ERGONOMI DAN HIGIENITAS INDUSTRI
Dosen : DR. Rahmawati
Tugas : UAS
Hari / Tanggal 24 Juli 2023
Nama kelompok : Rio Pramana – 2022610008
Wahyu Hanani - 2022610009
Jenis Industri : Industri Roti

Soal : Anda merupakan seorang konsultan di industri yang tertulis pada Tabel 1.
Selesaikan masalah yang ada di Perusahaan tersebut dengan menyelesaikan soal-soal
berikut.
a. TULIS REGULASI terbaru yang terkait
b. Di bagian bawah jawaban Tulis PUSTAKA pendukung untuk SETIAP SOAL dengan
format
: nama, tahun, judul, nama jurnal (10 tahun terakhir) (TIDAK MENULIS LINK).
Baru melanjutkan jawaban nomor berikutnya. Jawaban TANPA PUSTAKA
dinilai 50%.

1. (a) Sebutkan bahan baku (utama dan pembantu) yang digunakan di industry
tempat saudara bertugas. (b) Jelaskan fungsi masing-masing. (c) Pustaka aturan
dan jurnal 10 tahun terakhir.

JAWABAN:

Sebagai konsultan, dalam menerapkan dan meningkatkan hasil produksi roti mengacu
berdasarkan
1. LAMPIRAN LXXXIII PERATURAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2019 TENTANG SKEMA PENILAIAN KESESUAIAN TERHADAP STANDAR
NASIONAL INDONESIA SEKTOR PANGAN
1. SNI ISO 22000:2018 menetapkan persyaratan sistem manajemen keamanan pangan yang
mana memungkinkan organisasi untuk merencanakan, menerapkan, menjalankan, memelihara
dan memutakhirkan sistem manajemen keamanan pangan yang bertujuan untuk menyediakan
produk pangan yang aman bagi pelanggan
a). Bahan baku (utama dan pembantu) yang di gunakan di industry pembuatan roti
Bahan baku untuk proses pembuatan roti dapat digolongkan menjadi tiga kelompok.
1. Kelompok pertama adalah bahan pokok atau bahan utama seperti tepung terigu, ragi dan
air.
2. Kelompok bahan penambah rasa yaitu gula, garam, lemak dalam bentuk shortening,
mentega atau margarin, susu dan telur.
3. Kelompok ketiga adalah kelompok tambahan berupa mineral yeast food (MYF), malt, dan
emulsifier, yang berfungsi untuk meningkatkan mutu adonan (dough improver) dan
pengawet terutama terhadap jamur.

b) Fungsi

Tepung
Tepung biasanya dipergunakan untuk keperluan rumah tangga, bahan baku industri, maupun
keperluan penelitian. Tepung bisa berasal dari bahan nabati, misalnya tepung terigu dari
gandum, tapioka dari singkong, lalu maizena dari jagung. Tidak hanya dari bahan nabati saja,
tepung juga bisa berasal dari hewani, misalnya tepung tulang dan tepung ikan. Berdasarkan
kandungan glutennya, tepung yang digunakan dalam pembuatan roti dapat dibedakan
menjadi:
1. Tepung protein rendah
Memiliki kandungan protein sebanyak 5 sampai 9% yaitu kandungan gluten terendah
dibandingkan dengan jenis tepung yang lain. Tepung jenis ini sangat cocok digunakan
untuk membuat jenis adonan yang membutuhkan tekstur kenyal dan elastis. Sangat baik
bila digunakan unutk membuat anekan jenis kue kering, biskuit, gorengan dan lain
sebagainya.
2. Tepung protein sedang
Memiliki kadar protein 9,5 sampai 11%. Dalam masyarakat sering disebut sebagai tepung
serba guna karena sangat cocok digunakan dalam berbagai kebutuhan pembuatan aneka
jenis makanan yang memiliki jenis tekstur lembut dan mengembang seperti kue basah,
pancake, martabak dan lain sebagainya.
3. Tepung protein tinggi
Memiliki kadar protein 11,4 sampai 14% yaitu kandungan gluten tertinggi dibandingkan
dengan tepung yang lain. Tepung protein tinggi digunakan untuk adonan yang memerlukan
tekstur yang kenyal dan elastis dan dalam prosesnya biasanya menggunakan ragi sebagai
bahan tambahan. Tepung inilah yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti,
donat, mie, pasta dan lainnya.
4.Tepung self rising
Biasanya digunakan oleh para ahli masak yang telah memiliki keahlian karena jenis tepung ini
memiliki harga yang lebih mahal dan telah dicampur dengan pengembang dan garam
sebelumnya. Yang harus diperhatikan adalah masa kadaluarsa jenis tepung ini yang lebih
cepat bila dibandingkan dengan jenis tepung lainnya. Jenis tepung ini biasanya digunakan
untuk membuat muffin, pancake dan lain sebagainya
5. Tepung gandum utuh (whole wheat flour)
Dibuat dengan menggiling biji gandum utuh tanpa menghilangkan kulitnya sehingga warna
dari tepung ini cenderung agak kecoklatan dan memiliki tekstur yang agak kasar, tidak seperti
tepung jenis lainnya. tepung gandum utuh memiliki kadar protein yang tinggi, sehingga
sangat menyerap cairan dan kaya akan serat. Hasil makanan yang menggunakan jenis tepung
ini biasanya akan lebih berat, padat dan memiliki cita rasa yang khas serta unik. Tepung
gandum utuh biasanya digunakan untuk membuat aneka roti dan kue kering.
Ragi
Bahan wajib yang harus ada dalam proses pembuatan roti adalah ragi (yeast). Ragi adalah
mikroorganisme yang masih termasuk dalam kelompok jamur yang mampu hidup di tanah,
tumbuhan maupun diudara bebas. Sourdough adalah adonan tepung yang tidak sengaja
terfermetasi oleh wild yeast di Mesir lebih kurang 3000 tahun yang lalu. Inilah awal mula roti
yang banyak diminati masyarakat dunia saat ini. Yeast atau mirkoorganisme ragi alami ini
memakan gula dan pati tepung, sekaligus mengolahnya menjadi karbondioksida. Proses
inilah yang membuat roti mengembang. Dalam pembuatan roti, ada tiga jenis ragi yang
paling popular yaitu:
1. Ragi basah (fresh yeast)
Umumnya berbentuk halus dan padat. Biasanya dibentuk balok dan dibungkus
alumunium foil. Ragi basah mudah rusak sehingga harus disimpan dalam keadaan beku.
2. Ragi aktif kering (active dry yeast)
Ragi jenis ini lebih tahan lama daripada ragi basah. Ragi ini perlu diaktifkan
terlebihdahulu dengan melarutkannya dalam air dan gula. Jika muncul gelembung-
gelembung dari larutan ragi, berarti mikroorganismenya sudah hidup kembali dan ragi
siap digunakan
3. Ragi instan (instant yeast) Bentuk ragi instan lebih halus daripada ragi aktif kering. Hanya
saja, daya tahannya tidak sekuat ragi aktif kering. Jika kemasan sudah dibuka, ragi instan
harus segera dipindah ke dalam wadah kedap udara. Ragi jenis ini tidak perlu diaktifkan
lagi dengan air dan gula. Ragi instan bisa langsung dicampur ke adonan tepung
Air
Air berfungsi sebagai campuran pada tepung terigu sehingga membentuk adonan. Proses
pencampuran air dengan tepung membentuk gluten yang sifatnya elastis dan dapat dibentuk.
Air juga berfungsi sebagai pengontrol suhu adonan. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan
karena jika adonan menjadi panas saat pengadukan di mixer, dapat terjadi proses fermentasi
lebih cepat namun pembentukan gluten untuk memperkuat struktur roti tidak sempurna,
sehingga waktu simpan hasil olahan roti menjadi pendek. Air yang digunakan untuk
pencampuran adonan lebih baik menggunakan air es untuk mencegah terjadinya proses
fermentasi yang cepat.
Garam
Garam berfungsi sebagai pengontrol dan penstabilisasi rasa pada roti, pengontrol proses
fermentasi dari ragi juga sebagai pengawet alami pada roti Gula Gula berfungsi sebagai
penambah rasa juga penambah warna kecoklatan pada roti. Selain itu, warna kecoklatan dari
proses pemanggangan dapat membentuk kerak luar yang menambah tekstur pada roti.
Penambahan gula pada adonan roti juga dapat meningkatkan umur simpan roti.
Lemak
Lemak yang digunakan pada proses pembuatan roti tergolong beragam seperti butter, mix
butter dan shortening. Lemak tersebut memiliki fungsi yang sama, hanya saja rasa dan gizi pada
butter tersebut berbeda. Fungsi dari penambahan lemak pada roti adalah sebagai pelembut
pada roti, sebagai pelumas pada adonan roti sehingga adonan lebih mudah dibentuk, juga
sebagai tambahan gizi pada roti.
Susu
Penambahan susu pada proses pembuatan roti bertujuan untuk meningkatkan nutrisi pada roti.
Namun, pada proses pembakaran, terdapat aroma lezat yang dikeluarkan karena penambahan
susu, selain itu tekstur remah pada roti menjadi lebih lembut.
Telur
Telur Fungsi penambahan telur sebagai penambah nutrisi dan gizi juga melembutkan tekstur
roti
Bread Improver
Memiliki fungsi sebagai pengawet yang aman bagi roti sehingga umur simpan roti lebih lama,
melembutkan remah roti, menambah volume pada roti dan pengontrol masuk dan keluarnya
gas saat proses fermentasi berjalan
Apa Itu Konsep Gluten Free? Trend Baru Mengkonsumsi Produk Roti Lebih Sehat. Ini
Sekilas Penjelasannya
Gluten free Product adalah produk makanan yang tidak mengandung gluten, yang terbuat dari
berbagai jenis biji-bijian terutama dari tepung gandum, rye dan  barley. Produk bebas
gluten ataud gluten free (GF) merupakan produk khusus yang  dikonsumsi oleh individu yang
memiliki kecenderungan  penyakit celiac, dan karenanya tidak toleran terhadap gluten.
Penyakit celiac adalah penyakit autoimun yang gejalanya muncul akibat mengonsumsi makanan
yang mengandung gluten, sehingga dapat menyebabkan keluhan pada sistem pencernaan dan
dapat menimbulkan komplikasi serius jika tidak diobati. Hal ini disebabkan tubuh bereaksi
berlebihan terhadap gluten. Reaksi tersebut akan menyebabkan peradangan yang lama-
kelamaan dapat merusak lapisan usus halus dan menganggu proses penyerapan
nutrisi (https://www.alodokter.com/penyakit-celiac).

Gluten adalah unsoluble protein atau protein tidak larut dalam air yang banyak terkandung
dalam tepung terigu, sehingga konsep free gluten merupakan produk makanan yang tidak
mengandung gluten. Roti bebas gluten adalah produk roti yang dibuat tanpa gandum atau
sereal lain yang mengandung gluten. Konsep roti bebas gluten menjadi tantangan bagi
pengusaha bakery dalam menciptakan produk tanpa menggunakan tepung terigu. Para pelaku
usaha bakery dan para baker mereka sangat memahami bahwa gluten adalah sumber
utama terbentuknya jaringan gluten yang menahan karbon dioksida selama proses ferementasi
sehingga roti dapat mengembang dan terbentuk struktur produk. Tidak ada bahan utama
pengganti protein ini, sehingga perlu mengkombinasikan berbagai sumber karbohidrat seperti
tepung non-gandum (misalnya: tepung soba, tepung sorgum atau tepung beras), sumber
protein berasal dari telur, isolat kedelai atau susu, pati dan gum termodifikasi (misalnya. guar
atau xanthan gum). Mengkombinasikan bahan-bahan di atas dapat meningkatkan viskositas
dan kekuatan adonan, sehingga akan mampu  meningkatkan volume dan membentuk tekstur
produk.Menurut Badan Makanan Amerika (FDA) mengusulkan untuk menggunakan <20 ppm
gluten sebagai salah satu kriteria untuk mendefinisikan istilah Gluten Free.

c).Pustaka
No. Refferensi Judul Penerbit Penulis Tahun
1.1 Jurnal Roti, Pemilihan Bahan VASTUWIDYA Vol. Ni Putu Decy Februari 2021 –
. Dan Proses Pembuatan 4, No.1 Arwini Juli 2021
1.2 Artikel Apa Itu Konsep Gluten Bakery.com Husin Syarbini 15. Januari
. Free? Trend Baru Fungsi Bahan 2022
Mengkonsumsi Produk
Roti Lebih Sehat. Ini
Sekilas Penjelasannya

2.(a) Jelaskan proses produksinya, titik kritis apa yang mungkin menyebabkan
kecelakaan kerja bagi karyawan? (b) Bagaimana penanganannya? (c) Pustaka aturan
dan jurnal 10 tahun terakhir.
JAWABAN:

Mengacu pada Standar ISO 22000:2018 merupakan standar internasional yang mencakup


semua langkah penting untuk memastikan keamanan pangan di seluruh rantai makanan atau
disebut juga sebagai Standar Food Safety Management System (FSMS). Operation
(Operasional) Klausul 8 – ISO 22000:2018, meminta organisasi melakukan perencanaan,
penerapan dan pengendalian proses yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan untuk
menerapkan tindakan yang ditentukan dalam Klausul 6.1 dan 6.2

Proses pembuatan roti merupakan proses yang sangat rumit ditinjau dari interaksi berbagai
bahan  baku (ingredients), proses produksi, dan tentunya  kontrol terhadap setiap proses
produksi.Berbagai kontrol terhadap suhu atau temperatur yang terjadi dalam memperlakukan
adonan, mulai dari proses mixing, intermediate profing,final profing, baking dan pengemasan
(packing) harus terjaga dengan baik dan tepat Marilah kita coba telaah satu  per satu dalam tiap
proses produksi;

1. Proses Pengadukan (Mixing );

Proses pengadukan merupakan tahap pertama dalam proses pembuatan roti yang menentukan
kualitas dari sisi peningkatan volume, terjadinya robekan atau rekahan (break and shread)
terutaman dalam pembuatan roti tawar (open top), warna crumb dan tekstur  pori-pori (crumb
texture).Dalam proses pengadukan titik kritis yang harus kita ketahui dalam membuat roti
adalah terjadinya pembentukan kalisnya adonan (dough development), dimana pada kondisi
tersebut pengembangan adonan terjadi pada kondisi yang optimal.

Ciri-ciri utama kalisnya adonan adalah terbentuk tekstur film adonan yang tipis, transparan dan
jika ditarik hingga robek akan ada robekan adonan yang lurus.  Hal yang harus dihindari adalah,
jangan sampai terjadi adonan yang kurang kalis (under mixing),  karena akan mengakibatkan
volume roti yang kurang mengembang, warna kulit yang pucat (pale),terjadi rekahan atau
robekan di permukaan kulit yang berlebihan, pori-pori (crumb) yang rapat (dense) dan tektur
roti yang padat.

Sedangkan sebaliknya adonan juga di hindari agar tidak terjadi kelebihan aduk (over mixing)
yang akan mengakibatkan adonan menjadi sticky (lengket) yang akan  berpengaruh volume roti
yang bantat, pori-pori yang terbuka tidak rata (open crumb), warna permukaan kulit yang
cenderung cepat gelap, dan tekstur pori-pori tidak rata dan kasar.

2. Kontrol temperatur selama proses pengadukan atau mixing

Disamping ketepatan dalam melihat kalisnya adonan, faktor kedua yang mempengaruhi
kualitas roti adalah kontrol terhadap temperatur adonan selama proses pengadukan.
Bagaimana caranya?Dalam proses mixing terjadi gesekan mekanis antara adonan dengan bowl
dan pengaduk atau dengan mesin pengaduk , sehingga akan timbul gesekan (friction) yang
dapat menimbulkan peningkatan temperatur dalam adonan. Sehingga dalam proses ini akan di
kenal dengan adanya friction factor atau faktor friksi antara adonan dan mikser yang di
gunakan.

Untuk mempertahankan agar terjadinya gesekan mekanis tidak memberikan efek panas yang
berlebihan, maka kita harus melakukan kontrol suhu adonan dengan jalan penambahan air
dingin pada kisaran suhu 4 – 8 °C sehingga suhu akhir adonan (final dough temperature) dapat
tercapai pada kisaran 25 – 28°C.Hal lain yang mempengaruhi temperatur adonan adalah suhu
ruangan produksi yang tentunya dapat di setting pada kondisi ideal sama dengan suhu final
dough temperatur yaitu pada kisaran 25 – 28 °C, agar adonan tidak terlampau cepat
mengembang sehingga menyulitkan dalam proses berikutnya, dan juga mengakibatkan pori-
pori adonan menjadi tidak rata yang akan terbawa hingga akhir pembakaran, sehingga pori-pori
roti (crumb) akan tidak rata (uneven) atau bahkan pada kasus yang ekstrim akan terbentuk
lubang-lubang di sekitar pori-pori (crumb) dan kasar. 

3. Fermentasi akhir (final proofing)

Setelah proses pengistarahatan sementara  (intermediate proofing) ,potong dan timbang


(cutting and dividing),pembulatan adonan (rounding), maka tahap berikutnya merupakan titik
kritis dalam proses produksi roti adalah final proofing.Proses fermentasi akhir (Final Proofing)
adalah proses mengembangkan adonan dengan jalan memberikan kondisi yang tepat bagi yeast
dalam beraktifitas sehingga gas CO2 yang di hasilkan akan optimal. Bagaimana caranya?
Aktifitas  yeast sangat di pengaruhi oleh 4 hal yaitu suhu dan kelembaban, pH, sumber makanan
dan cairan.
Dalam proses fermentasi akhir agar terbentuk gas CO2 yang optimal dapat di lakukan dengan
melakukan kontrol temperatur pada kisaran 35 -38°C dan kelembaban relatif (RH) antara 80 –
85 %. Jika kondisi ini dapat di pertahankan maka proses fermentasi akan terjadi pada kisaran
antara 60 menit hingga maksimal 70 menit , sehingga proses fermentasi tidak berjalan
terlampau lama.

Apa yang terjadi jika suhu temperatur tidak pada kisaran tersebut dan cenderung di bawah
standard dengan kelembaban yang tidak terkontrol?

Biasanya ini terjadi pada fermentasi yang hanya di lakukan dengan menutup dengan plastik dan
hanya di biarkan dalam suhu kamar, maka yang terjadi adalah kecenderungan adonan menjadi
kering serta terbentuk permukaan atas yang kering (atau mengulit), karena permukaan atas
adonan yang kering dan pada akhirnya mengakibatkan kulit roti yang di hasilkan cenderung
tebal . Cara mengatasinya adalah dengan melakukan proses fermentasi dalam proofing box
yang di kontrol suhu pada kisaran 35 – 38 C dan kelembaban relatif (RH) antara 80 – 85 %.

4. Proses Pemanggangan

Tahap berikutnya setelah proses fermentasi akhir adalah proses pemanggangan (Baking).


Dalam proses pemanggang ini akan terjadi berbagai reaksi biokimia yang melibatkan inaktivasi
enzim, yeast, perubahan pati dan gluten dalam adonan.Menurut (Pyler, 1979) dalam Husin
Syarbini., 2013, dalam proses pemanggangan terjadi perpindahan panas dari oven yang akan
mengubah adonan menjadi produk ringan, berongga (porous), siap cerna dan kaya rasa. Pada
tahap proses pemanggangan ini akan terjadi reaksi peningkatan volume yang terjadi sangat
cepat, yang di kenal dengan istilah oven spring atau oven jump.Peningkatan ini terjadi pada
interval waktu 6.5 menit dari total waktu yang di butuhkan dalam pemanggangan, dimana
terjadi kenaikan suhu adonan, kenaikan volume hingga 1/3 kali dari volume semula. Selanjutnya
akan terjadi reaksi biokimia adonan yang terjadi selama pemanggangan sebagaimana berikut;

Suhu internal adonan Proses

35 ° C Saat mulai masuk di oven

50° C Pati mulai mengembang dan pecah

60° C Yeast mati

60° C – 65° C Terjadi gelatinasi pati

70° C Denaturasi gluten


74° C Koagulasi Protein

77° C- 82° C Aktifitas enzim terhenti

80° C – 100° C Pembentukan pori-pori (crumb) roti

150° C – 205° C Terjadi pembentukan warna kulit

Dari proses ini akan terlihat, jika proses pemanggangan terjadi tidak semestinya seperti under bake
(pemanggangan kurang), maka produk akan cenderung memiliki warna yang pucat (pale), volume
yang kurang optimal, keserasian bentuk yang tidak di harapkan, pori-pori yang masih agak basah dan
tentunya akan berpengaruh terhadap bau dan rasa yang cenderung masam.

Sementara itu, jika proses pembakaran yang terlalu lama (over baking) maka akibat langsung yang
terlihat adalah warna kulit yang terlalu gelap (cenderung gosong), kulit roti yang kering, pori-pori
yang terlalu kering dan tekstur yang kasar,serta tentunya bau dan rasa yang terbentuk tidak
semestinya.

titik kritis apa yang mungkin menyebabkan kecelakaan kerja bagi karyawan? (b)
Bagaimana penanganannya?

Standar ISO 14001-2015

Klausul 6 – ISO 14001:2015, berkaitan dengan mengidentifikasi segala risiko atau peluang yang
dapat memengaruhi Sistem Manajemen Lingkungan organisasi. Selain itu, memikirkan tindakan
untuk mengatasi risiko dan peluang yang muncul jika diperlukan

Mengacu pada Standar ISO 22000:2018

Klausul 8 – ISO 22000:2018 organisasi juga diminta untuk membuat persiapan dan tanggap
darurat serta pengendalian bahaya di dalam Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Pada
klausul 8 – ISO 22000:2018, perlu memahami Hazard Analysis and Critical Control
Points (HACCP) agar bisa diterapkan.

ISO 45001:2018 adalah Standar Internasional yang menetapkan persyaratan untuk Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Isi standar tersebut merupakan sebuah
panduan SMK3. Selain itu, standar ISO 45001:2018 berfungsi untuk memungkinkan organisasi
secara proaktif meningkatkan kinerja SMK3 dalam mencegah cidera dan kesehatan yang buruk.
Perlu dicatat bahwa pemerintah mewajikan sebuah organisasi atau perusahaan untuk
menerapkan SMK3.
Dalam memproduksi roti, perusahaan harus menerapkan Sistem jaminan mutu yang
berkembang dan umum digunakan dalam industri pangan yaitu menerapkan tujuh prinsip
HACCP dalam konsep manajemen keamanan pangan yang diterapkan pada sepanjang rantai
makanan mulai dari produsen, distributor sampai ke konsumen. Konsep HACCP

Sistem HACCP merupakan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan
berdasarkan pencegahan preventif (preventive measure) yang dipercayai lebih unggul
dibanding dengan cara-cara tradisional (conventional) yang terlalu menekankan pada sampling
dan pengujian produk akhir di laboratorium. Tujuannya  untuk mengidentifikasi, memonitor
dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama proses
produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan pangan untuk
menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi. Sasaran HACCP adalah
memperkecil kemungkinan adanya kontaminasi mikroba patogen dan memperkecil potensi
mereka untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, secara individu setiap produk dan
sistem pengolahannya dalam industri pangan harus mempertimbangkan rencana
pengembangan HACCP.

Prinsip HACCP

1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah teridentifikasi
4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP
5. Menetapkan atau menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi
penyimpangan (deviasi) pada batas kritisnya
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya
(Record keeping)
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran

Berikut beberapa risiko bahaya yang bisanya dihadapi pekerja di bakery kitchen:

1.Strain – Risiko cedera keseleo Seperti yang kita semua tau, hal ini disebabkan karena adanya
ketegangan pada bagian leher, punggung, bahu, atau bagian lainnya akibat posisi yang salah
ketika membersihkan area kerja, mengangkat barang, ataupun ketika melakukan kegiatan
berulang yang terlalu banyak. Walaupun hal ini dapat sembuh dengan sendirinya, namun tentu
dapat menyebabkan berkurangnya produktifitas dan potensi cedera yang berkepanjangan.
Untuk membantu pekerja menghindari risiko ini, kepala kitchen terkait dapat memberikan
arahan atau pelatihan terlebih dahulu kepada helper atau bawahan sehingga potensi cedera
dapat terhindar atau diminimalisir.
2.Burns – Luka bakar Cedera ini merupakan salah satu cedera yang paling berbahaya dan paling
sering diabaikan. Luka bakar ini paling berpotensi terjadi di area pemanggangan atau yang
berhubungan dengan api. Mulai dari potensi menyentuh permukaan besi panas, paparan uap
panas, atau terkena cipratan minyak panas Untuk meminimalisir risiko ini, diperlukan pelatihan
dan kedisiplinan pekerja dalam memakai peralatan keamanan seperti sarung tangan, pelindung
wajah, apron, dan perlengkapan lainnya yang dapat mereduksi paparan panas. Selain itu bagi
pihak pengelola disarankan menyediakan peralatan seperti wadah makanan anti-slip untuk
mengindari tumpahan makanan, serta memperhatikan area kelistrikan agar tetap tertutup
rapat dan jauh dari potensi cipratan air.
3. Cut and wounds – Luka gores/sayatan Umumnya area dapur sangat identik dengan peralatan
masak, termasuk peralatan tajam seperti pisau, piring, dan lain sebagainya. Barang-barang
tersebut tentu dapat membahayakan bagi penggunanya apabila terjadi ketidaksengajaan
seperti pecah terjatuh, tersayat ketika proses pemotongan bahan, atau tergores ujung meja
dan benda kerja yang tajam. Untuk membantu menghindari risiko tersebut, seluruh peralatan
yang digunakan harus selalu di cek dan memastikan cara penggunaannya sudah baik dan benar.
Pekerja juga perlu diberikan arahan cara penggunaan yang tepat dan melakukan penyimpanan
peralatan dengan aman di tempat yang sudah disediakan.
4.Slip hazard – Risiko terjatuh Risiko ini mencakup behaya tergelincir dan tersandung. Hal
tersebut merupakan bahaya yang umum terjadi di dapur, khususnya di area yang cenderung
basah. Oleh karena itu penggunaan anti slip dapat mengurangi risiko ini terutama pada lantai
tempat pencucian piring, lemari es, dan wastafel. Intruksikan kepada para pekerja untuk selalu
disiplin membersihkan tumpahan apapun serta sediakan papan tanda area licin jika perlu.
Selain itu perhatikan juga area lantai yang tidak rata agar pekerja terhindar dari risiko terjatuh
akibat tergelincir. Solusinya adalah dengan meletakan alas karet untuk mengakomodir
permukaan lantai yang tidak rata serta memberikan tambahan grip bagi pekerja yang
melewatinya.
Dari beberapa risiko yang sudah dijelaskan di atas, pihak pengelola dapat menentukan langkah-
langkah strategis untuk meningkatkan keselamatan pekerja, mengidentifikasi bahaya, serta
memberikan program pelatihan jika diperlukan.

Ada juga di temukan terdapat 5 titik kritis bahaya pada proses produksi roti PT Ramayana
BakeryTitik kritis bahaya pada proses produksi roti terdiri dari bahaya fisik pada
1. Proses pemecahan telur,
2. Bahaya fisik pada proses pendinginan,
3. Bahaya fisik pada proses pemotongan roti,
4. Bahaya fisik pada proses pengisian isi roti dan
5. Bahaya fisik pada proses pengemasan roti.
Dari hasil tersebut ditetapkan batas kritis, prosedur pemantauan, serta tindakan korektif.
Selanjutnya, untuk meminimalsir potensi bahaya diusulkan rekomendasi perbaikan kepada PT
Ramayana Bakery yaitu rekomendasi terkait higiene dan kesehatan karyawan, rekomendasi
metode 5S dan rekomendasi perbaikan berupa penambahan fasilitas.

c). Pustaka
No. Refferensi Judul Penerbit Penulis Tahun
2.1 Artikel Saat Tahapan Proses Usaha Husin Syarbini 28 November
. Produksi Kurang Bakery.com 2016
Diperhatikan, Sehingga
Roti Tidak Berkualitas.
5 Tips Berikut, Bisa
Membantu
Menanggulanginya !

2.2 Artikel Risiko yang Ada di Baker’s Friend Baker’s Friend 22 Januari 20-
. Dapur Bakery dan Cara 21
Menghindarinya

2.3 Jurnal Repository ub,ac Sinaga, Patricia 2019


. Analisis Keamanan Sabrina
Pangan dengan Hazard
Analysis Critical Control
Point pada Proses
Produksi Roti PT
Ramayana Bakery

3.(a) Limbah apa saja yang mungkin dihasilkan? (b) bagaimana cara menanganinya? (c)
Pustaka aturan dan jurnal 10 tahun terakhir.

JAWABAN:

Mengacu pada :

1.Penerapan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Dalam Pengelolahan Limbah Cair


2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2021 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
4. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang
Perindustrian

1. Limbah Industri Bakery


Bakery waste (limbah industri roti) adalah limbah proses pembuatan roti atau kue termasuk roti
atau kue yang tidak terjual. Limbah dari pabrik roti ini merupakan sumber energi terbaik bagi
ruminansia dan efektif sebagai pengganti jagung bagi ternak unggas, tetapi karena mempunyai
kadar garam yang relatif tinggi maka penggunaannya dalam ransum dibatasi hingga 20%.
Komposisi nutrient sangat bervariasi, tergantung kepada bahan yang digunakan dalam
pembuatan roti. Bakery waste mengandung bahan kering 89,8%, protein kasar 10,7%, abu 3,8%
dan lemak kasar 12,7% (Gohl, 1981 dalam Ebook)

2. Sumber Limbah Industri Bakery


Limbah yang dihasilkan oleh indutri bakery bersumber dari limbah yang dihasilkan dari tahap
pengolahan dan limbah akibat adanya produk cacat atau tidak sesuai dengan standar. Dibawah
ini merupakan tahapan dalam pembuatan bakery berjenis roti di PT Nippon Indosari Corpindo.

1. Kegiatan penerimaan Bahan Baku. Pada tahap ini, jika ada bahan baku yang tidak
memenuhi standar, maka akan tidak akan digunakan dan akan menjadi limbah.
2. Penyimpanan bahan baku, dimana penyimpanan bahan baku dibedakan
berdasarkan spesifikasinya, ada yang disimpan dalam Cold Storage dan ada yang
disimpan di ruangan biasa.
3. Penyiapan Bahan Baku untuk pembuatan produk roti.
4. Sponge Mixing (Pencampuran Awal) yaitu bahan dasar terlebih dahulu (Tepung,
Telur dan Ragi). Pada tahap ini limbah yang dihasilkan adalah cangkang telur.
5. Fermentasi (Suhu yang digunakan 27o C, kelembaban (RH) 75% waktu fermentasi 3
sampai 5 jam).
6. Dough Mixing dan Floor Time (Pencampuran semua bahan).
7. Dividing dan Rounding (Pembagian adonan berdasarkan jenis adonan serta
pembulatan adonan).
8. Intermediate Proving (Adonan di istirahatkan sebentar).
9. Sheeting (Pemipihan Adonan).
10. Moulding (Pengisian)
11. Panning (Adonan ditata seperti bentuk yang diinginkan).
12. Baking (Pemanggangan Roti, Suhu yang digunakan 200 o C dalam waktu 8 sampai 35
menit).
13. Depanning dan Cooling (Roti yang sudah dipanggang kemudian didinginkan agar
ketika di packing tidak ada uap atau pengembunan pada kemasan).
14. Slicing White Bread ( Pemotongan untuk produk roti tawar). Pada tahap ini, bagian
sisi pada roti dibuang dengan ukuran tertentu (sesuai standar) sehingga bagian
yang dibuang tersebut menjadi limbah padat.
15. Packaging ( dengan kecepatan 110 rpm / tergantung pada jenis produk). Pada tahap
ini tidak menutup kemungkinan adanya kecacatan pada kemasan, sehingga
pengemasan yang cacat dapat dibuang dan akhirnya menjadi limbah.
16. Metal Detecting ( Pengamatan apakah ada pencemaran logam dalam produk roti
yang dihasilkan). Jika ditemukan adanya kontaminasi logam pada produk, maka
produk akan dibuang sehingga menjadi limbah.
17. Storage FG/ Finish Good ( Penyimpanan produk roti yang telah dikemas atau yang
akan didistribusikan).

3.Proses Pengelolaan Limbah Industri Bakery

Limbah industry bakery harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan kerugian terhadap
lingkungan sekitar. Tidak adanya pengelolaan terhadap limbah dapat menimbulkan dampak,
diantaranya adalah

(1) pencemaran saluran air oleh limbah cair ;

(2) penyumbatan drainase jalan ;

(3) dapat menimbulkan bau busuk (4) dapat tergenang jika terjadi banjir.

Limbah industry bakery dapat berupa limbah cair maupun limbah padat. Proses pengelolaan
limbah cair dan limbah padat pada industry bakery adalah sebagai berikut :

a. Pengelolaan Limbah Cair

Pengelolaan limbah cair bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar padatan tersuspensi
dan bahan terlarut, serta penyisihan unsure hara berupa nitrogen dan fosfor. Secara umum
pengolahan limbah cair dibedakan menjadi tiga, yaitu : pengolahan primer, pengolahan
sekunder dan pengolahan tersier. Pengolahan primer merupakan pengolahan secara fisik untuk
meyisihkan benda-benda terapung atau padatan tersuspensi terendapkan. Pengolahan primer
berupa penyaringan kasar, dan memisahkan bahan inert seperti butiran pasir atau tanah.
Pengolahan sekunder merupakan proses biologis.
Pengolahan secara biologis pada prinsipnya adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme
seperti bakteri dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi polutan biodegradable dan
mengkonversi polutan menjadi karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhannya. Kondisi
lingkungan pada pengolahan sekunder harus diatur guna mengoptimalkan pertumbuhan
mikroba. Sistem pengolahan limbah cair secara aerobik dapat menggunakan sistem lumpur
aktif (activated sludge), Rotating Biological Contractor (RBC) dan kolam oksidasi. Pengolahan
sekunder dapat menurunkan kandungan BOD dan TSS pada limbah cair, akan tetapi efluen
masih mengandung ammonium dan fosfor dalam bentuk terlarut. Ammonium atau ammonia
merupakan nutrisi bagi biota air, sehingga jika limbah cair mengandung ammonia, maka akan
terjadi pertumbuhan biota air yang berlebihan sehingga menimbulkan pendangkalan badan air.
Hal demikian harus dikendalikan dengan pengolahan tersier pada limbar cair. Sistem yang
dapat digunakan dalam pengolahn tersier adalah filtrasi pasir, eliminasi nitrogen (nitrifkasi dan
denitrifikasi) dan eliminasi fosfor. Setelah melakukan pengolahan Sekunder, selanjutnya
dilanjut ke pengolahan tersier yaitu limbah cair dialirkan ke IPAL (Instalasi Pengelolaan Air
Limbah).

b.Pengelolaan Limbah Padat

Salah satu perusahaan bakery di Indonesia yaitu PT Mirota Indah Indonesia menghasilkan
limbah padat yang cukup besar. Limbah produksi seperti sisa cake dan tart di olah kembali
menjadi adonan pralin kemudian di cetak dan didinginkan menjadi tart dengan variasi baru ;
limbah putih telur digunakan untuk membuat beraneka macam brownis dan cake ; limbah roti
di jual pada konsumen untuk digunakan sebagai pakan ternak.

Limbah padat industri bakery (roti) pada umunya digunakan sebagai pakan ternak. Limbah
industri roti, merupakan salah satu bahan pakan yang banyak mengandung karbohidrat.
Pembuatan pakan ternak tidak hanya berasal dari limbah roti, akan tetapi diperlukan bahan-
bahan yang lain dalam bentuk formulasi. Dalam memformulasikan penyusunan ransum atau
pakan, perlu menggunakan tabel patokan kebutuhan nutrisi.

Teknologi pakan ternak ruminansia meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan yang bertujuan
meningkatkan kualitas nutrisi, meningkatkan daya cerna dan memperpanjang masa simpan.
Teknik pengolahan pakan dari limbah industri bakery dapat dilakukan dengan cara pembuatan
pakan penguat. Pakan penguat atau keonsentrat yang terbentuk seperti tepung. Pakan penguat
bersifat mudah dicerna karena terbuat dari berbagai bahan pakan sumber energi (karbohidrat)
seperti serealia, biji-bijian, bungkil, kacang-kacangan, dan lain-lain.

Tahapan pembuatan pakan adalah sebagai berikut :

Formulasi bahan
Penumbukan bahan

Pencampuiran
bahan
menggunakan
mixer

Pakan ternak

7 Langkah Mengurangi Limbah dari Bisnis Roti dan Bakery yang Berkelanjutan

Limbah adalah sesuatu yang kita sebagai masyarakat telah menerima sebagai norma. Tapi
bagaimana jika kita melihat limbah dengan cara yang berbeda? Bagaimana jika kita melihatnya
sebagai kesempatan untuk belajar, berkreasi, dan berkreasi secara lebih berkelanjutan? Itulah
konsep di balik minimisasi limbah, dan itu salah satu yang bisa diterapkan di hampir semua
bisnis. Dalam posting blog ini, kita akan melihat cara-cara yang dapat Anda lakukan untuk
meminimalkan pemborosan pada bisnis roti Anda. Dari pemilihan produk hingga pengemasan,
baca terus untuk mempelajari cara mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan bisnis Anda.

Buat audit limbah

Salah satu cara untuk meminimalkan limbah pada bisnis bakery Anda adalah dengan melakukan
audit terhadap limbah makanan Anda. Ini dapat membantu Anda mengidentifikasi jenis
makanan apa yang terbuang, dan berapa banyak. Dengan mengurangi jumlah makanan yang
terbuang percuma, Anda akan dapat menyimpan lebih banyak uang di saku dan menghindari
produksi stok berlebih. Anda juga dapat mencoba mengurangi jumlah bahan kemasan yang
digunakan selama produksi. Misalnya, alih-alih menggunakan beberapa bagian kemasan untuk
setiap item, cobalah menggabungkannya menjadi satu paket. Ini akan mengurangi jumlah
material yang perlu diangkut dan disimpan, dan juga akan membantu Anda menghemat uang
untuk sumber daya seperti kantong plastik.
Cara lain untuk menghemat uang dari limbah makanan adalah dengan memasak makanan
sepenuhnya sebelum menyajikannya. Ini tidak berarti terlalu matang atau kurang matang;
cukup luangkan waktu yang diperlukan untuk memasak makanan secara menyeluruh agar tidak
berakhir di tempat sampah nantinya. Terakhir, pastikan untuk membuat kompos dari sisa
makanan yang tidak langsung dimakan atau digunakan. Ini tidak hanya akan mengurangi jumlah
sampah yang harus dihasilkan, tetapi juga akan menyediakan nutrisi organik untuk tanaman di
kebun atau lahan pertanian Anda!

Mendidik staf Anda

Jika Anda seperti kebanyakan pembuat roti, Anda mungkin memiliki banyak ide tentang cara
meminimalkan pemborosan pada bisnis roti Anda. Namun, jika Anda ingin membuat operasi
Anda berkelanjutan, penting untuk mendidik staf Anda tentang manfaat pengurangan
limbah.Mungkin sulit bagi karyawan untuk memahami perbedaan antara bahan yang dapat
didaur ulang dan sampah, tetapi penting bagi mereka untuk melakukannya. Hanya bahan yang
dapat didaur ulang yang harus dimasukkan ke tempat sampah daur ulang; sampah harus
dibawa ke tepi jalan untuk dibuang.

Minimalkan kemasan

Ada sejumlah cara untuk meminimalkan pemborosan pada bisnis roti Anda. Misalnya, Anda
dapat menggunakan wadah yang dapat digunakan kembali untuk bahan dan persediaan kue.
Anda juga dapat membuat kompos sisa makanan atau menyumbangkannya ke badan amal
setempat. Dan terakhir, pastikan untuk mengemas produk Anda dengan cara yang ramah
lingkungan, seperti menggunakan bungkus atau kotak alami.

Gunakan bahan biodegradable

Jika menyangkut pemborosan pada bisnis roti Anda, ada beberapa cara untuk
meminimalkannya. Pertama, gunakan bahan biodegradable jika memungkinkan. Ini tidak hanya
mengurangi jumlah limbah yang perlu dibuang, tetapi juga membantu menjaga kebersihan
lingkungan. Kedua, pastikan Anda memiliki sistem untuk mengumpulkan dan mendaur ulang
sisa makanan. Terakhir, pastikan Anda mengikuti pedoman keamanan pangan yang tepat saat
menangani sisa makanan.

Hindari kelebihan stok


Saat memulai bisnis roti, penting untuk menghindari kelebihan stok. Memproduksi makanan
secara berlebihan dapat menyebabkan pemborosan dan pembusukan, yang dapat menjadi
mahal untuk ditangani. Berikut adalah beberapa tips untuk meminimalkan pemborosan pada
bisnis bakery Anda:
-Luangkan waktu untuk merencanakan bagaimana Anda akan memproduksi makanan Anda. Ini
akan membantu Anda menentukan berapa banyak makanan yang Anda butuhkan dan
memastikan bahwa Anda tidak memproduksi lebih dari yang Anda butuhkan. Lacak Inventaris
- Gunakan sistem seperti perangkat lunak manajemen inventaris atau catatan kertas untuk
melacak apa yang sedang diproduksi dan di mana lokasinya. Ini memungkinkan Anda untuk
mengidentifikasi masalah lebih awal dan melakukan penyesuaian yang diperlukan.
-Gunakan sistem seperti perangkat lunak manajemen inventaris atau catatan kertas untuk
melacak apa yang sedang diproduksi dan di mana lokasinya. Ini memungkinkan Anda untuk
mengidentifikasi masalah lebih awal dan melakukan penyesuaian yang diperlukan. Ikuti Good
Manufacturing Practices
- Pastikan proses produksi menjunjung tinggi Good Manufacturing Practices (GMPs). Panduan
ini melindungi lingkungan dan produk Anda dari kontaminasi.

- Memastikan proses produksi menjunjung tinggi Good Manufacturing Practices (GMPs).


Panduan ini melindungi lingkungan dan produk Anda dari kontaminasi. Minimalkan Limbah di
Sumber
- Kurangi atau hilangkan limbah selama produksi dengan menggunakan peralatan yang efisien,
mengambil jalan pintas jika memungkinkan, dan mengikuti praktik terbaik untuk menangani
bahan makanan.

Menetapkan sistem untuk pengomposan

Salah satu cara termudah untuk mengurangi limbah pada bisnis roti Anda adalah dengan
membuat kompos. Pengomposan memungkinkan sisa makanan dan sampah membusuk dan
menciptakan amandemen tanah yang bermanfaat. Ini tidak hanya akan membantu Anda
mengalihkan limbah dari tempat pembuangan sampah, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas
udara di tempat kerja Anda. Untuk memulai pengomposan, Anda memerlukan tempat sampah
atau tumpukan kompos, bahan untuk melapisi tempat sampah (seperti jerami atau koran), dan
cara membalik bahan (seperti sekop pemutar). Penting untuk memilih jenis kompos yang tepat
untuk bisnis Anda – terlalu banyak bahan basah akan membuat kompos Anda tidak dapat
digunakan, sementara menambahkan terlalu banyak bahan hijau dapat menghambat
dekomposisi. Setelah semuanya siap, mulailah dengan memasukkan bahan organik (seperti
daun, kulit buah, dan sisa dapur) ke dalam tempat sampah. Saat bahan terurai, ia akan
menghasilkan panas dan kelembapan. Balik bahan sekali atau dua kali seminggu agar semua
bahan organik terurai menjadi karbon hitam (humus) dan partikel mirip tanah.
Jika Anda tertarik mempelajari lebih lanjut tentang cara meminimalkan pemborosan pada bisnis
roti Anda, kunjungi [tautan].

Pertimbangkan untuk membeli bahan-bahan organik

Jika Anda ingin meminimalkan limbah pada bisnis roti Anda, Anda harus mempertimbangkan
untuk membeli bahan organik. Bahan organik tidak hanya lebih baik untuk lingkungan, tetapi
juga cenderung lebih tinggi dalam kualitas dan rasa daripada bahan konvensional. Saat
berbelanja bahan organik, penting untuk mengingat tiga P: Produksi, Pengawet, dan
Pengemasan. Produk harus segar dan lokal jika memungkinkan untuk mendapatkan rasa dan
nutrisi terbaik. Pengawet dapat mencakup bahan kimia berbahaya yang dapat memengaruhi
kesehatan dan lingkungan Anda. Kemasan dapat menjebak udara dan kelembapan yang dapat
menyebabkan pembusukan dan keracunan makanan. Saat berbelanja produk organik, carilah
sertifikasi seperti USDA Organic atau Certified Organic seal.

Dalam hal mengawetkan makanan, beberapa tip termasuk menggunakan alternatif rendah
natrium, menyimpan makanan di bagian lemari es atau freezer yang lebih dingin, dan
menggunakan resep yang tidak memerlukan makanan olahan. Hindari kemasan yang memiliki
bahan tambahan yang tidak perlu seperti bungkus plastik; pilih wadah yang dapat digunakan
kembali atau tas kain sebagai gantinya. Dalam hal memanggang barang, menggunakan bahan
daur ulang bila memungkinkan adalah cara yang bagus untuk mengurangi limbah sambil
membantu lingkungan

c). Pustaka

No. Refferensi Judul Penerbit Penulis Tahun


3.1 Artikel Pengolahan Limbah Ochikame Santi Yulianti 16 September
. Bakery (Agro Industri) 2014
3.2 Artikel 7 Langkah Mengurangi Bioma Bioma 23 Juli 2023
. Limbah dari Bisnis Roti
dan Bakery yang
Berkelanjutan

4.Bagaimana penerapan sanitasi industry dan keselamatan kerja di industry tempat


saudara bertugas? (b) Pustaka aturan dan jurnal 10 tahun terakhir.
a) Penerapan sanitasi di industri roti
Pengertian sanitasi Industri,adalah usaha mencegah penyakit di tempat
kerja dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor di lingkungan
kerja yang dapat berperan dalam pemindahan bahaya/penyakit sejak penerimaan
bahan baku, proses produksi, sampai pada tahap distribusi.
Menurut UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, masyarakat
berperan serta baik secara perorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk
dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat
pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya. Pembangunan
kesehatan perlu digerakkan oleh masyarakat dimana masyarakat mempunyai
peluang dan peran yang penting dalam pembangunan kesehatan. Oleh karena itu
pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting atas dasar untuk
menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuannya sebagai pelaku
pembangunan kesehatan.4.2
Roti merupakan salah satu makanan jajanan yang dijual tanpa kemasan
khusus oleh para pedagang roti, yang dijual secara keliling dan dikonsumsi oleh
masyarakat umum. Makanan dan minuman yang baik bila diproduksi dan diedarkan
kepada masyarakat luas haruslah memenuhi persyaratan KepmenKes
No.942/MenKes/SK/VII/2003.4.3
Jurnal yang digunakan dari Saudara Fajriansyah, yang berjudul Hygiene dan
sanitari pengolahan roti dan pabrik roti paten bakery. Jurnal AcTion: Aceh Nutrition
Journal, November 2016; 1(2): 116-120. 4.1
Dimana penelitiannya dilakukan di Pabrik Roti Paten Bakery di Lamdingin
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Sampel pada penelitian adalah semua
pekerja yang bekerja di unit pengolahan roti pada pabrik roti paten bakery di
Lamdingin Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh sebanyak 7 orang.
Instrumen Penelitian ini yaitu menggunakan check list dan kuisioner untuk
mengetahui keadaan personal hygiene penjamah roti, cara pengolahan roti,
peralatan pengolahan roti, tempat pengolahan roti, dan packing/pengemasan roti
yang hygienis. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara
menggunakan kuisioner dan check list dengan melakukan observasi langsung ke
pabrik pengolahan roti dengan cara Tanya jawab dalam suatu daftar pertanyaan
yang berupa formulir untuk mendapatkan tanggapan, jawaban, informasi, dan
sebagainya. Pengolahan data melalui tahap editing, koding dan tabulasi yang
selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk memberikan gambaran Hygiene dan
Sanitasi Pengolahan Roti.
Sedangkan hasil penelitian terkait sanitasi peralatan dan tempat
pengolahan roti di pabrik Roti Paten Bakery dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.
Berdasarkan hasil penelitian diatas tergambarkan bahwa aspek sanitasi
peralatan pengoalahan roti di pabrik Roti Paten Bakery sangat memenuhi syarat
(86,0%) untuk melakukan pengolahan serta memproduksi roti. Sebaliknya, jika
dilihat berdasarkan kondisi sanitasi tempat pengolahan lebih banyak yang tidak
memenuhi persyaratan (71,0%) tempatpengolahan roti.
Kondisi sanitasi peralatan pengolahan roti menunjukkan bahwa hal
tersebut sudah baik, dimana peralatan pengolahan makanan yang selalu dalam
keadaan bersih dan peralatan pengolahan bahan makanan yang dipergunakan
dalam mengolah makanan bermutu baik. Adapun demikian masih terdapat 14%
peralatan.yang kurang memenuhi syarat dikarenakan kurangnya kepedulian
pekerja terhadap peralatan yang telah digunakan seperti tidak langsung di cuci
setelah digunakan dan tidak adanya tempat penyimpanan khusus peralatan.
Sedangkan berdasarkan sanitasi tempat pengolahan makanan, dimana
makanan diolah sehingga menjadi makanan yang terolah ataupun makanan jadi
yang biasanya disebut dapur. Dapur merupakan tempat pengolahan makanan yang
harus memenuhi syarat hygiene dan sanitasi, diantaranya konstruksi dan
perlengkapan yang ada.4.4 Hal tersebut akibat tempat pengolahan yang tidak begitu
luas, sehingga masih terjadinya ketidaknyamanan para pekerja saat mengolah roti.
Selain itu ventilasi yang tidak memenuhi syarat dan kurang memadai serta tidak
dilengkapi dengan cerobong asap khusus diruang pengolahan menyebabkan suhu
diruangan tinggi dan kepengapan.4.5

b) Keselamatan kerja di industri roti


Definisi K3 – Pengertian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, Pengertian Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja Atau K3 Adalah Segala Kegiatan Untuk Menjamin Dan
Melindungi Keselamatan Dan Kesehatan Tenaga Kerja Melalui Upaya Pencegahan
Kecelakaan Kerja Dan Penyakit Akibat Kerja.
Tujuan dari keselamatan kerja diantaranya yaitu untuk melindungi tenaga kerja
atas keselamatannya untuk melalukan pekerjaan,meningkatkan kesejahteraan
hidup karyawan atau pekerja, meningkatkan produksi serta menjaga agar sumber-
sumber produksi dapat terpelihara dengan baik sehingga dapat dipergunakan
secara efisien dan aman dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Jurnal yang digunakan adalah dari Saudari Sekar Larasati, yang berjudul Analisis
Potensi Bahaya dengan menggunakan Metode HIRA (Hazard Indetification and Risk
Assessment) pada Pabrik Roti Tawar X Boyolali.K3 khususnya di toko Roti untuk
mencegah terjadinya kelelahan kerja, stress, kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja lingkungan kerja harus didesain sedemikian rupa agar memenuhi persyaratan
fisik sesuai peraturan kesehatan kerja. Persyaratan fisik tempat pengolahan
makanan antara lain meliputi 6 yaitu: Desain bangunan tempat kerja, Desain
perabot kerja, Desain penyimpanan peralatan, Desain lantai dan saluran
pembuangan limbah, Penerangan dan Ventilasi pertukaran udara di ruang
pengolahan. Industri roti merupakan salah satu sektor informal yang pekerjaannya
dilakukan di rumah. Dalam proses produksi masih dikerjakan secara manual dengan
melibatkan 3-5 orang pekerja. Dalam proses produksi biasanya masih kurang
memenuhi metode, fasilitas, dan prinsip kerja yang baik.
Hazard Identification Risk Assessment (HIRA) adalah suatu metode yang digunakan
sebelum melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan. 4.7
Proses produksi yang dilakukan pada pabrik ini cukup kompleks meliputi,
penimbangan dan pencampura bahan baku, penghalusan adonan dan pencetakan,
pemanggangan adonan disuhu yang tinggi, pemotongan dan pengemasan roti
tawar.4.8 Lingkungan kerja yang panas, serta keluhan-keluhan yang dirasakan para
pekerja membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Selain itu,
seluruh proses pembuatan masih menggunakan alat yang sederhana dan
dioperasikan manual oleh pekerja.4.9 Disetiap proses produksi memiliki potensi
bahayanya masing-masing. Penelitian salah satu pabrik roti tawar yang ada di
Kabupaten Boyolali. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi bahaya,
melakukan penilaian risiko, dan menggambarkan pengendalian bahaya yang sudah
ada. Dengan diketahuinya potensi bahaya yang ada, peneliti dapat memberikan
rekomendasi upaya pengendalian untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang
bersifat observasional. Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah
metode wawancara mendalam (indepth interview) dan menggunakan lembar
observasi. Subjek penelitian adalah subjek yang ditujuh untuk diteliti oleh peneliti.
Informan yang diteliti berjumlah 6 orang dengan kriteria lama bekerja minimal 1
tahun. Informan utama berjumlah 6 orang informan terdiri dari 5 orang pekerja dan
1 orang pemilik.
hasil penelitian ditemukan berbagai macam potensi bahaya pada proses kerja dan
lingkungan kerja pabrik roti tawar.
 Potensi bahaya pada proses pembuatan adonan Beberapa potensi bahaya
yang terdapat pada proses ini yaitu : lantai licin, gerakan berulang, mesin
yang terkendala.
 Potensi bahaya pada proses pembuatan adonan Beberapa potensi bahaya
yang terdapat pada proses ini yaitu : gerakan yang berulang dan monoton,
serta tangan terjepit penggiling.
 Potensi bahaya pada proses pemanggangan adonan Beberapa potensi
bahaya yang terdapat pada proses ini yaitu : gerakan berulang dan
monoton, terkena alat pemanggang, ruangan yang panas, alat yang kadang
memiliki kendala.
 Potensi bahaya pada proses pendinginan roti Beberapa potensi bahaya yang
terdapat pada proses ini yaitu : gerakan berulang dan monoton.
 Potensi bahaya pada proses pengemasan roti Beberapa potensi bahaya
yang terdapat pada proses ini yaitu : tangan masuk ke dalam alat pemotong
roti, tangan terkena mesin pengupas roti, terkena pisau, gerakan berulang
dan monoton.
 Penilaian risiko pada proses produksi Pabrik Roti Tawar X Boyolali.
Berdasarkan hasil penelitian dalam penilaian risiko dengan menggunakan
matriks evaluasi risiko, didapatkan beberapa potensi bahaya yang memiliki
tingkat risiko tinggi, tingkat risiko sedang, dan tingkat risiko rendah. Adapun
hasil penilaian risiko ini merupakan hasil perkalian dari kemungkinan
(probability) dengan keparahan (severity) pada pabrik roti tawar.
Berikut ini adalah beberapa upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh Pabrik
Roti Tawar X Boyolali:
 Rekayasa teknik Rekayasa teknik adalah pengendalian dengan cara
mengubah struktur dari suatu objek kerja untuk mencegah paparan bahaya
pada pekerja. 4.11 Rekayasa teknik yang dilakukan pada Pabrik Roti Tawar X
Boyolali ini sesuai dengan hirarki pengendalian yaitu dengan cara
pemberian pelindung dibagian belakang alat pengupas roti. Akan tetapi
bagian depan mesin masih terbuka sehingga dapat menyebabkan tangan
terluka.
 Pengendalian Administrasi Pada pengendalian ini dilakukan dengan
menyediakan sebuah system yang dapat mengurangi kemungkinan pekerja
terpapar bahaya.4.12 Menurut keterangan dari wawancara yang dilakukan
dengan informan upaya pengendalian administrasi yang dilakukan oleh
pabrik ini dengan cara memberikan informasi terkait standar operasional
kerja kepada para pekerja. Namun informasi yang diberikan hanya dilakukan
saat awal bekerja dan tidak dilakukan secara berkelanjutan, selain itu
informasi yang diberikan masih belum cukup lengkap dan belum mencakup
tentang K3 secara keseluruhan. Pemberlakuan jam istirahat dan hari libur
bagi pekerja juga termasuk ke dalam pengendalian administrasi karena
dengan upaya ini paparan bahaya pada pekerja dapat diminimalisir.
 Pemberian Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri adalah pilihan terakhir
dari Hierarki Pengendalian. Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang
mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya ditempat
kerja. 4.12 Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh informan, Alat
Pelindung Diri yang diberikan berupa penutup kepala, sarung tangan,
celemek, dan kaos lengan panjang yang digunakan sebagai seragam.
Namun, penggunaan APD sendiri tidak diawasi sehingga masih
memungkinkan untuk terjadinya potensi bahaya di tempat kerja.
Dari idetifikasi dan pengedalian yang dilakukan maka didapat bahwa;
 Terdapat potensi bahaya pada lingkungan kerja pada Pabrik Roti Tawar X
Boyolali yaitu potensi bahaya lantai licin, lingkungan kerja berdebu,
dehidrasi karena lingkungan kerja yang panas, dan kebakaran.
 Terdapat potensi bahaya pada proses kerja Pabrik Roti Tawar X Boyolali
antara lain : gerakan yang berulang, tersengat aliran listrik, terkena mesin
pemanggang yang panas, terkena alat pengupas roti.
 Berdasarkan penilaian risiko potensi bahaya yang ada pada Pabrik Roti
Tawar X Boyolali didapatkan didapatkan beberapa potensi bahaya yaitu
tingkat risiko rendah adalah lantai licin dan jari terkena pisau. Kemudian
untuk risiko sedang yaitu tersengat aliran listrik, tangan terjepit mesin
penggiling, ruangan yang panas, terkena mesin pemotong, terkena mesin
pengupas roti. Sedangkan untuk tingkat risiko tinggi yaitu gerakan yang
berulang atau monoton dan terkena mesin pemanggang.

c) Daftar Pustaka
4.1. Fajriansyah, Hygiene dan sanitari pengolahan roti dan pabrik roti paten
bakery. Jurnal AcTion: Aceh Nutrition Journal, November 2016; 1(2): 116-
120
4.2. Depkes RI. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Kerja. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2009.
4.3. Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No
942/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan. Jakarta; 2003.
4.4. Anwar dkk. Sanitasi Makanan dan Minuman Pada Institusi Pendidikan
Tenaga Sanitasi. Jakarta; 1990.
4.5. Azrul A. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Mutiara
Sumber Widya; 1990.
4.6. Sekar Larasati, yang berjudul Analisis Potensi Bahaya dengan
menggunakan Metode HIRA (Hazard Indetification and Risk Assessment)
pada Pabrik Roti Tawar X Boyolali.JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-
Journal) November 2021
4.7.Mariawati AS, Umyati A, Andiyani F. Analisis Penerapan Keselamatan
Kerja Menggunakan Metode Hazard Identification Risk Assessment (HIRA)
Dengan Pendekatan Fault Tree Anlysis (FTA). Ind Serv. 2017;3c(1):293-300.
4.8. Sain MK, Meena ML. Occupational Health and Ergonomic Intervention
in Indian Small Scale Industries: a Review. Int J Recent Adv Mech Eng.
2016;5(1):13-24.
4.9. Chen YL, Zhong YT, Liou BN, Yang CC. Musculoskeletal disorders
symptoms among taiwanese bakery workers. Int J Environ Res Public Health.
2020;17(8). doi:10.3390/ijerph17082960
4.10. Australian/New Zealand Standard. Risk Management Guidlines.; 2004.
4.11. Kurniawati E, Sugiono, Yuniarti R. Springbed Dengan Metode Hazard
Identification And Risk Assessment (Hira) (Studi Kasus : Pt. Malindo Intitama
Raya, Malang, Jawa Timur) Analysis of The Potential of a Work Accidents On
The Production Springbed Using by Hazard Identification and Risk. J
Rekayasa dan Manaj Ind. 2014;2(1):11-23.
http://jrmsi.studentjournal.ub.ac.id/index.php /jrmsi/article/view/56
4.12. PUTRANTO NM, MARHAENDRA N. IDENTIFIKASI BAHAYA PEKERJAAN
PADA DAERAHBERTEGANGAN SWITCHYARD 150 kV DENGANPENDEKATAN
JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) DANHAZARD IDENTIFICATION RISK ASSESSMENT
AND RISKCONTROL (HIRARC) (Studi Kasus: PT. PJB Unit Pembangkitan
Gresik). Undergrad Thesis, Occup Saf Heal Eng RSPP 658155 Put i, 2010.
Published online 2010. Accessed December 22, 2020.
http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate3100010040958/14869
4.12. UU RI Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja. Ann Rep vet Lab N Engl Zool Soc Chester Zool Gard.
1970;1970(5):unpaginated.

5. Bagaimana (a) Teknik pengawasan air bersih dan sampah di industri? (b) bagaimana
pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja karyawan di sana? (c) Pustaka aturan
dan jurnal 10 tahun terakhir.
a) Pengawasan air bersih dan limbah industri
Jurnal yang digunakan Yarra Izwara, Produksi Bersih Industri Roti di Kota
Pontianak. Jurnal Teknologi lingkungan lahan basah. 2021. 5.1
Produksi bersih adalah kegiatan yang dilakukan saat proses industri untuk
meningkatkan efisiensi dalam mengelola limbah industri. Penerapan
produksi bersih untuk menangani limbah mampu mengurangi biaya
produksi yang dikeluarkan oleh suatu industri karena sifatnya yang efektif
dan efisien dalam melangsungkan proses produksi, juga sebagai upaya
hemat energi selama proses produksi (Schaltegger et al., 2008). Upaya
penanganan limbah dimulai dari penanganan bahan baku sampai menjadi
suatu produk dengan menerapkan prinsip 4R yaitu Reduce, Recycle, Reuse,
dan Recovery.
Penelitian yang bersifat deskriptif ini dilakukan dengan mengamati objek
penelitian berupa industri roti di Kota Baru yang berlokasi di Jalan Professor
M.Yamin, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Penelitian mula-mula dilakukan
dengan mengidentifikasi proses produksi, kemudian mengindentifikasi
kendala yang disebabkan oleh proses produksi, bahan baku, teknologi,
pelaksanaan produksi, produk, dan limbah yang berpotensi untuk
mengurangi dan menanggulangi limbah yang dihasilkan untuk selanjutnya
dijadikan sebagai alternatif penerapan produksi bersih.
 Penimbangan Bahan
Limbah yang dihasilkan dari proses penimbangan yaitu ceceran
tepung terigu serta bahan lainnya yang tidak masuk ke dalam wadah
timbangan. Produksi bersih yang dilakukan yaitu karyawan lebih
berhati hati saat proses penimbangan bahan bahan yang bersifat
powder seperti tepung terigu.
 Proses Pengadukan
Limbah yang dihasilkan pada saat proses pengadukan adalah sisa
adonan yang menempel pada mesin pengaduk. Produksi bersih yang
dapat dilakukan yaitu karyawan lebih cermat dalam mengumpulkan
sisa adonan sehingga adonan dapat digunakan kembali atau adonan
tersebut dapat dimanfaatkan untuk pakn ternak. Pembuatan
wastafel untuk mencegah tetesan air, sehingga pekerja tidak perlu
lagi mengangkut air dengan gayung,tetapi cukup dengan memutar
kran.
 Proses Pencetakan Adonan
Limbah yang dihasilkan dari proses pencetakan yaitu sisa adonan roti
yang tidak ikut tercetak. Opsi produksi bersihnya adalah pekerja
lebih berhati-hati dalam melakukan proses pencetakan adonan agar
bahan yang terbuang tidak terlalu banyak serta produksi bersih
dapat juga dilakukan dengan mengumpulkan sisa adonan roti yang
tidak tercetak untuk diproses kembali.
 Proses Pemanggangan
Limbah yang dihasilkan pada proses pemanggangan yaitu roti yang
tidak memenuhi syarat seperti tidak mengembang sempurna atau
gosong. Opsi produksi bersihnya adalah pekerja lebih cermat dalam
mengatur suhu pemanggangan dan waktu pemanggangan agar tidak
terjadi gosong pada roti. Roti yang sudah gosong dapat
dimanfaatkan menjadi pupuk.
 Pemanfaatan Limbah Kulit Telur sebagai Pupuk Organik
Kulit telur adalah salah satu limbah yang dihasilkan dari proses
pembuatan roti. Kulit terlur mempunyai banyak manfaat, yaitu
sebagi pupuk organik yang mengandung banyak unsur
hara.Pengolahan kulit telur yang dihasilkan adalah salah satu cara
untuk meminimalkan dampak lingkungan. Pencemaran lingkungan
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan CaCO3
(Xiao et al., 2011 ). Telur merupakan salah satu makanan yang
mudah dibuat dan banyak dikonsumsi masyarakat. Dengan
penggunaan yang melimpah tersebut menyebabkan terjadinya
penumpukan sampah kulit telur yang melimpah pula. Dengan
kandungan kulit telur yang melimpah, kulit telur dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk tanaman dan penetral tanah serta meningkatkan
kandungan kalsium tanaman.
 Pengolahan Limbah Plastik
Produksi roti tersebut menghasilkan limbah berupa plastik sisa
pengemasan bahan baku dan plastik pengemasan roti yang rusak.
Plastik pengemasan yang rusak dibuang langsung ke TPA tanpa
dilakukan pengolahan, maka dari itu sebaiknya limbah plastik
tersebut dijual ke Bank sampah terdekat agar diolah kembali
menjadi kerajinan tangan dan sebagainya sehingga mengurangi
sampah plastik yang menumpuk di TPA. Alternatif minimasi limbah
lainnya adalah menggunakan kemasan plastik yang biodegradable
pada kemasan roti. Penggunaan plastik biodegradable merupakan
salah cara yang juga ampuh untuk menanggulangi limbah plastik,
dimana sifat dari plastik biodegradable yang ramah lingkungan
menjadikannya pilihan yang tepat sebagai solusi untuk mengurangi
limbah plastik.

b) Pengawasan Kesehatan dan keselamatan Kerja Karyawan,


Menggunakan jurnal Revian Cornedi Navenata, Penerapan Keselamatan dan
Kesehatan kerja di CV Roti Golden Menggunakan Metode preliminary
hazard Analysis.5.3
Di suatu perusahaan industri, faktor keselamatan kerja menjadi peranan
yang sangat penting. Oleh karena itu, harus banyak diperhatikan dan dijaga
agar perusahaan mampu mengantisipasi secepat mungkin terjadinya
kecelakaan akibat kerja, yaitu timbulnya kecelakaan yang berhubungan
dengan aktivitas kerja, baik secara langsung dan secara tidak langsung di
perusahaan.
K3 khususnya di toko Roti untuk mencegah terjadinya kelelahan kerja,
stress, kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja lingkungan kerja harus
didesain sedemikian rupa agar memenuhi persyaratan fisik sesuai peraturan
kesehatan kerja. Persyaratan fisik tempat pengolahan makanan antara lain
meliputi 6 yaitu: Desain bangunan tempat kerja, Desain perabot kerja,
Desain penyimpanan peralatan, Desain lantai dan saluran pembuangan
limbah, Penerangan dan Ventilasi pertukaran udara di ruang
pengolahan.Adapun permasalahan di perusahaan ini tidak adanya alat
pelindungan diri (APD) dan penerapan K3 nya pun kurang atau pun kadang
tidak digunakan diperusahaan CV. ROTI GOLDEN ini, kadang setiap
perusahaan banyak yang menyepelekan terhadap penerapan K3.
 Identifikasi bahaya
 Mixer
Di bagian ini APD yang di gunakan tidak ada, maka dari itu
bahaya yang akan terjadi yaitu bagian tubuh terpotong
seperti tangan atau jari oleh baling-baing mixernya, saat
proses pencampuran adonan yang sedang di giling atau bisa
juga ketika pekerja melamun dan karena tidak menggunakan
APD seperti, sarung tangan, alat untuk memasukan adonan
ke dalam mixernya.
 Mesin Betlen
Di bagian ini APD yang di gunakan hanya sarung tangan saja,
maka dari itu bahaya yang akan terjadi yaitu tersetrum mesin
tersebut dan bisa menyebabkan pekerja meninggal ketika
akan memasukan adonan ke dalam mesin betlen dan menata
adonan yang sudah di citak ke loyang. Mengapa demikian
karena pekerja tidak menggunakan sandal/sepatu ketika
bekerja hanya menggunakan sarung tangan saja, APD nya
tidak di gunakan sehingga akan sangat mudah terkena
bahaya.
 Pembakaran/oven besar
Di bagian ini APD yang di gunakan hanya sarung tangan saja,
maka bahaya yang akan terjadi yaitu meledaknya oven dan
terjadinya kebakaran karena bocor nya gas saat proses
pembakaran kemudian APD yang di gunakan nya pun tidak
lengkap seperti sepatu, celemek, masker dan tabung APAR ,
hal ini dapat merugikan pabrik atau bisa membuat pekerja
luka atau meninggal.
 Pembakaran/oven kecil
Di bagian ini APD yang di gunakan hanya sarung tangan saja,
maka bahaya yang akan terjadi yaitu meledaknya oven dan
terjadinya kebakaran karena bocor nya gas saat proses
pembakaran kemudian APD yang di gunakan nya pun tidak
lengkap seperti sepatu, celemek, masker dan tabung APAR ,
hal ini dapat merugikan pabrik atau bisa membuat pekerja
luka atau meninggal.
 Penggorengan
Di bagian ini APD yang digunakan hanya sarung tangan saja,
maka dari itu bahaya yang Seminar dan Konferensi Nasional
IDEC 2020 ISSN: 2579-6429 2 November 2020 A02.7 akan
terjadi yaitu terkena tumpahan minyak panas saat proses
memasukan roti ke penggorengan tersebut karena saat akan
menjatuhkan roti ke penggorengan di situ terjadi tumpahan
minyak ke bagian tubuh seperti tangan badan dan lain
sebagainya. Dampaknya kulit bisa melepuh. Akibat tidak
menggunakan sarung tangan, apron dada/celemek dan APD
lainnya.
 Mesin paking/pengemasan
Di bagian mesin ini APD yang di gunakan tidak ada/tidak
menggunakan alat APD, maka dari itu bahaya yang akan
terjadi yaitu tersetrum dan terkena lelehan plastik
kemasan,dampak dari bahaya tersebut adalah pekerja
meninggal jika tersetrum kemudian jika terkena lelehan
plastik kemasan pekerja akan melepuh bagian tubuhnya.
Mengapa demikian karena tidak menggunakan sarung tangan
dan sepatu/sandal ketika menggunakan mesin ini. • Mesin
cutting Di bagian ini APD yang di guakan tidak ada atau tidak
menggunakan alat APD, maka bahaya yang akan terjadi yaitu
tangan atau jari bisa terpotong oleh mesin tersebut,saat
proses pemotongan plastik kemasan atau ketika pekerja
melamun, mengapa demikian karena pekerja tidak
menggunakan sarung tangan dan juga kurang hati-hati, serta
bisa akibat dari kelalaian pekerja seperti melamun saat
bekerja.
 Identifikasi pencegahan bahaya
Berdasarkan data yang di dapat dari hasil observasi dan sekaligus
dari pengolahan data yang sudah di olah, hal ini dapat memudahkan
untuk memberikan pencegahan bahaya.
Mixer
Pada bagian ini untuk pencegahan nya dengan menggunakan sarung
tangan, alat untuk memasukan adonan ke dalam mixer jangan
sampai hanya dengan tangan kosong kemudian tidak melamun saat
bekerja dan selalu fokus saat bekerja. • Mesin Betlen Pada bagian ini
untuk selalu menggunakan APD seperti sarung tangan,
sandal/sepatu untuk menghindari terkena aliran listrik. Karena
dengan menggunakan alat APD yang lengkap pekerja akan
terlindungi dari bahaya yang akan terjadi.
Pembakaran/oven besar
Pada bagian ini hal yang harus di perhatikan untuk mencegah
terjadinya bahaya yaitu dengan menggunakan sarung tangan,
sepatu/sandal kemudian mempunyai tabung APAR dan memakai
masker, untuk siaga jika terjadinya kebakaran di pabrik tersebut dan
untuk menghindari bahaya untuk pekerja jika menggunakan APD
yang sesuai dan lengkap, dan tidak lupa untuk selalu ada pengecekan
di bagian oven ini.
Pembakaran/oven kecil Kemudian untuk bagian ini juga sama hal nya
seperti oven besar di atas, untuk mencegah terjadinya bahaya yaitu
dengan menggunakan sarung tangan, sepatu/sandal kemudian
mempunyai tabung APAR dan memakai masker, untuk siaga jika
terjadinya kebakaran di pabrik tersebut dan untuk menghindari
bahaya untuk pekerja jika menggunakan APD yang sesuai dan
lengkap, dan tidak lupa untuk selalu ada pengecekan di bagian oven
ini.
Penggorengan Pada bagian penggorengan ini hal yang harus di
perhatikan yaitu penggunaan APD seperti celemek/apron dada dan
sarung tangan, agar terhindar dari bahaya terkena tumpahan minyak
panas.
Mesin paking/pengemasan
Di mesin pengemasan ini untuk pecegahan bahaya tersebut harus
menggunakan sarung tangan, sandal/sepatu dan juga apron
dada/celemek, Agar tidak terkena lelehan plastik dan tidak terkena
aliran listrik.
Mesin cutting Di bagian mesin ini yang harus di gunakan untuk
mencegah terjadinya bahaya yaitu dengan menggunakan sarung
tangan untuk kebutuhan dan untuk perlindungan tangan.
 Kesimpulan
 Perusahaan meningkatkan SOP yang ada di perusahaan,
untuk lebih mementingkan keselamatan dan kesehatan kerja
karyawan.
 Perusahaan akan memperlengkapi alat pelindung diri (APD)
yang seharusnya ada di pabrik
 Safety campain dan spanduk akan lebih banyak dipasang,
termasuk juga banner-banner
c) Daftar Pustaka
5.1 Yarra Izwara, Produksi Bersih Industri Roti di Kota Pontianak.Jurnal
Teknologi lingkungan lahan basah. 2021
5.2 Schaltegger, Stefan, Martin Bennett, Roger L Burrit, and Christine Jasch,
eds. 2008. “Environmental Management Accounting for Cleaner
Production.” In Eco-Efficiency in Industry and Science 24, Netherlands:
Springer.
5.3. Revian Cornedi Navenata, Penerapan Keselamatan dan Kesehatan kerja
di CV Roti Golden Menggunakan Metode preliminary hazard
Analysis.Seminar dan Konferensi Nasional IDEC 2020

6. Bagaimana (a) pengawasan vector dan tikus di pabrik? (b) bagaimana Prinsip Sanitasi dan
Sistem Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP)nya? (c) Pustaka aturan dan jurnal
10 tahun terakhir.

a. Pengawasan vector dan tikus di pabrik


Jurnal yang digunakan Sulasmi,Kemampuan Variasi Umpan Dalam Menangkap Tikus Di Industri
Tahu Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap. Media Komunikasi Sivitas Akademika dan
Masyarakat.2021
Tikus adalah binatang pengerat yang merugikan manusia karena menghabiskan/merusak
makanan, tanamtanaman, barang-barang dan lain-lain harta benda. Kehidupan tikus disebut
juga “Commersial”, yaitu makan, tinggal dari dekat kehidupan manusia. Tikus dapat pula
sebagai vektor berbagai jenis penyakit-penyakit bakterial, penyakit-penyakit virus,
penyakitpenyakit Spirochaeta dan penyakit cacing.(Depkes RI, 2007). Pengendalian secara
kimiawi yaitu pengendalian menggunakan pestisida kimia khusus untuk tikus, yaitu racun
tikus/rodentisida. Rodentisida diberikan melalui makanan atau umpan untuk membunuh hama
tikus (Deny Murtanti, 2018).
Metode pengendalian secara fisik (Trapping) dapat di terapkan dengan menggunakan beberapa
jenis umpan yang bisa menarik dan mengundang tikus untuk masuk kedalam perangkap yang
dipasang dengan mengandalkan indera penciuman dari tikus tersebut , Adapun jenis umpan
yang biasanya digunakan dalam metode trapping adalah, mentimun, jagung dan Kelapa. umpan
tersebut dinilai dapat maksimal dalam menunjang angka tikus tertangkap dalam metode
trapping. Tikus sangat menyukai lingkungan yang sangat kotor seperti salah satu tempat yaitu
di industri tahu yang ada di kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap. Kondisi lingkungan pada
industri tahu tersebut sangat kumuh ditambah dengan bau dari limbah yang terbuang dari
industri tahu yang dapat mengundang kedatangan vektor tikus di tempat tersebut. Hal ini dapat
berpotensi menyebarkan penyakit pada manusia.
Pengumpulan data
Data primer diperoleh secara langsung oleh peneliti melalui hasil yang diperoleh sebelum dan
sesudah pemasangan perangkap serta identifikasi tikus di Industri Tahu Di Kecamatan Baranti.
Dan data skunder dalam penelitian ini diperoleh melalui penelusuran kepustakaan, berupa
buku-buku, refrensi dari internet serta literatur-literatur yang ada hubungannya dengan objek
penelitian
Pembahasan
 Kemampuan perangkap tikus dengan menggunakan umpan Mentimun dalam
menangkap tikus di Industri Tahu Perangkap tikus adalah alat atau taktik yang
ditujukan untuk mendeteksi, mengancam, atau menangkap pengacau, hewan atau
hama. Penelitian ini menggunakan 6 perangkap tikus di Industri Tahu yang lokasi
antara sarang dan sumber makanan dekat dengan habitat tikus. Adapun ciri-ciri
untuk mengidentifikasi keberadaan tikus yang perlu diperhatikan bekas makanan,
dan tanda-tanda kunyahan atau telah melihat tikus di lokasi tersebut sehingga
menjadi acuan untuk memulai pemasangan perangkap guna mempersempit
pencarian pada lokasi umum, contohnya pojok terpencil, diantara perabotan dan di
area dapur. Berdasarkan Tabel 4 tentang hasil menggunakan umpan Mentimun
sebanyak 6 buah. Dalam menangkap tikus di industri tahu dapat dinyatakan bahwa
total tikus yang tertangkap adalah sebanyak 2 ekor dengan jumlah tikus presentase
33,3%. Adapun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Budi Nugroho
tahun 2016 mengenai variasi umpan dapat dinyatakan bahwa total tikus yang
tertangkap adalah sebanyak 9 ekor dan jumlah tikus R.Novergicus yang tertangkap
adalah 6 ekor dengan presentase 66% sementara hasil yang saya peroleh hanya
menangkap 2 tikus dengan persentase 33.3% yang artinya masih kurang efektif
sehingga belum bisa dikatakan efektif . Umpan mentimun mengandung kadar air
96%. sehingga dapat memicu ketertarikan tikus Rattus Tanezumi dan Rattus
Norvegicus namun tidak terlalu menarik perhatian tikus karena tidak menimbulkan
bau dan warna yang mencolok sehingga hanya didapatkan 2 ekor tikus dengan
jenis kelamin betina. dilihat dari kebiasaan perkembang biakannya atau pola hidup
yaitu Rattus Tanezumi (Tikus rurnah) merupakan binatang pemanjat ulung, tikus ini
menimbulkan penyakit Rat-bitt-ever atau demam gigitan tikus, Kemampuan
memanjat tembok kasar dan turun dengan kepala dibawah sangat lihai, dan bila
jatuh dari ketinggian 5,5 meter tidak akan menimbulkan luka yang berarti bagi
tikus. Sedangkan Rattus Norvegicus (Tikus Got) yaitu, dapat mencakup lubang
galian di tanah, tumpukan sampah, gudang dan saluran pembuangan dan tikus ini
memiliki potensi besar menyebarkan penyakit tular rodensia (rodent borne
disease).
 Kemampuan perangkap tikus dengan menggunakan umpan Jagung dalam
menangkap tikus di Industri Tahu Perangkap tikus adalah alat atau taktik yang
ditujukan untuk mendeteksi, mengancam, atau menangkap pengacau, hewan atau
hama. Penelitian ini menggunakan 2 perangkap tikus di Industri Tahu yang lokasi
antara sarang dan sumber makanan dekat dengan habitat tikus. Adapun ciri-ciri
untuk mengidentifikasi keberadaan tikus yang perlu diperhatikan bekas makanan,
dan tanda-tanda kunyahan atau telah melihat tikus di lokasi tersebut sehingga
menjadi acuan untuk memulai pemasangan perangkap guna mempersempit
pencarian pada lokasi umum, contohnya pojok terpencil, diantara perabotan dan di
area dapur. Berdasarkan Tabel 4 tentang hasil menggunakan umpan jagung
sebanyak 6 buah. dalam menangkap tikus di industri tahu dapat dinyatakan bahwa
total tikus yang tertangkap adalah sebanyak 6 ekor dan jumlah tikus presentase
100%. Adapun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Budi Nugroho
tahun 2016 mengenai variasi umpan dapat dinyatakan bahwa total tikus
R.Novergicus yang tertangkap adalah 2 ekor dengan presentase 29%. Sementara
hasil yang saya peroleh menangkap 6 tikus dengan persentase 100% yang artinya
umpan tersebut lebih efektif dari umpan Mentimun dan Kelapa Bakar. umpan
jagung mengandung kadar air 30% sehingga dapat memicu ketertarikan tikus
Rattus Tanezumi dan Rattus Norvegicus namun tidak terlalu menarik perhatian
tikus pada baunya tetapi memiliki warna yang sangat mencolok sehingga
didapatkan 6 ekor tikus dengan jenis kelamin betina 5 dan 1 jantan.
 Kemampuan perangkap tikus dengan menggunakan umpan Kelapa Bakar dalam
menangkap tikus di Industri Tahu Perangkap tikus adalah alat atau taktik yang
ditujukan untuk mendeteksi, mengancam, atau menangkap pengacau, hewan atau
hama. Penelitian ini menggunakan 2 perangkap tikus di Industri Tahu yang lokasi
antara sarang dan sumber makanan dekat dengan habitat tikus. Adapun ciri-ciri
untuk mengidentifikasi keberadaan tikus yang perlu diperhatikan bekas makanan,
dan tanda-tanda kunyahan atau telah melihat tikus di lokasi tersebut sehingga
menjadi acuan untuk memulai pemasangan perangkap guna mempersempit
pencarian pada lokasi umum, contohnya pojok terpencil, diantara perabotan dan di
area dapur. Berdasarkan Tabel 4 tentang hasil menggunakan umpan kelapa bakar
sebanyak 6 buah. Dalam menangkap tikus di industri tahu dapat dinyatakan bahwa
total tikus yang tertangkap adalah sebanyak 4 ekor dan jumlah tikus presentase
66,7%. Dapat dinyatakan bahwa total tikus R.Novergicus yang tertangkap adalah 4
ekor dengan presentase 50 % dari 10 perangkap yang dipasang, Sementara hasil
yang saya peroleh menangkap 4 tikus dengan persentase 66,7% dengan 6
perangkap yang saya gunakan yang artinya masih kurang efektif karena belum
mendapatkan 100%. umpan Kelapa Bakar mengandung kadar air 46,9%, sehingga
dapat memicu ketertarikan tikus Rattus Tanezumi dan Rattus Norvegicus namun
tidak terlalu menarik perhatian tikus pada warna yang mencolok tetapi ada bau
yang sangat mengundang tikus masuk kedalam perangkap, sehingga hanya
didapatkan 4 ekor tikus dengan jenis kelamin betina 2 dan 2 jantan. Berdasarkan
Penelitian Ade Nendi Mulyana (2017) tikus merupakan hewan yang memiliki indera
penciuman yang tajam. Kelapa bakar mengeluarkan aroma yang dapat menarik
tikus untuk masuk kedalam perangkap. Kelapa bakar merupakan jenis umpan yang
disukai oleh tikus, di duga karena kelapa bakar mempunyai aroma yang kuat. tikus
merupakan hewan yang mempunyai preferensi makanan yang banyak, baik yang
berasal dari tumbuhan dan berfungsi memperbaiki bagian-bagian tubuh yang
rusak, sedangkan makanan yang berasal dari tumbuhan dimanfaatkan sebagai
sumber tenaga. Pengendalian tikus perlu dilakukan agar tidak adanya tikus yang
bersarang, dan peduli terhadap lingkungan sendiri sehingga tikus maupun vektor
lainnya tidak menyebarkan penyakit ke manusia.

Kesimpulan
1) Hasil penerapan dengan menggunakan umpan Mentimun dalam menangkap tikus di
Industri Tahu Dapat dinyatakan bahwa total tikus yang tertangkap adalah sebanyak 2
ekor dengan presentase 33,3 % .
2) Hasil penangkapan tikus dengan umpan jagung di
3) Industri Tahu Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap mampu menangkap tikus sebanyak 6
ekor dengan presentase 100% .
4) Hasil penerapan dengan menggunakan umpan Kelapa Bakar dalam menangkap tikus di
Industri Tahu dapat dinyatakan bahwa total tikus yang tertangkap adalah sebanyak 4
ekor dengan presentase 66,7%
5) Berdasarkan ke tiga umpan yang digunakan yang paling efektif adalah umpan Jagung.

b. Prinsip sanitasi dan HACCP


Jurnal yang digunakan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP dan Implementasinya
dalam Industri Pangan
Menjelang pelaksanaan liberalisasi di sektor industri dan perdagangan, Menteri Perindustrian
dan Perdagangan pernah mengisyaratkan bahwa di masa mendatang industri pangan nasional
akan menghadapi tantangan persaingan yang makin berat dan kendala yang dihadapi pun
semakin besar.
Seperti kita ketahui bersama bahwa dewasa ini masalah jaminan mutu dan keamanan pangan
terus berkembang sesuai dengan tuntutan dan persyaratan konsumen serta dengan tingkat
kehidupan dan kesejahteraan manusia. Bahkan pada beberapa tahun terakhir ini, konsumen telah
menyadari bahwa mutu dan keamanan pangan tidak hanya bisa dijamin dengan hasil uji pada
produk akhir di laboratorium saja. Mereka berkeyakinan bahwa dengan pemakaian bahan baku
yang baik, ditangani atau di ”manage” dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan
menghasilkan produk akhir pangan yang baik pula. Oleh karena itu, berkembanglah berbagai
sistem yang dapat memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan sejak proses produksi
hingga ke tangan konsumen serta ISO-9000, QMP (Quality Management Program), HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Point) dan lainlain.
Adanya beberapa kasus penyakit dan keracunan makanan serta terakhir adanya issue keamanan
pangan (food safety) di negara-negara maju, maka sejak tahun 1987 konsep HACCP ini
berkembang, banyak dibahas dan didiskusikan oleh para pengamat, pelaku atau praktisi
pengawasan mutu dan keamanan pangan serta oleh para birokrat maupun kalangan industriawan
dan ilmuan pangan. Codex Alimentarius Commission (CAC) WHO/FAO pun telah
menganjurkan dan merekomendasikan diimplementasikannya konsep HACCP ini pada setiap
industri pengolah pangan. Begitu pula negara-negara yang tergabung dalam MEE melaui EC
Directive 91/493/EEC juga merekomendasikan penerapan HACCP sebagai dasar pengembangan
sistem manajemen mutu dinegara-negara yang akan mengekspor produk hasil perikanan dan
udangnya ke negara-negara MEE tersebut.

Sejarah Perkembangan Perumusan HACCP


Konsep sistem HACCP sebagai penjamin keamanan pangan pertama kali dikembangkan oleh
tiga institusi, yaitu perusahaan pengolah pangan Pillsbury Company bekerjasama dengan NASA
(The National Aeronaties and Space Administration) dan US Arm’s Research, Development and
Engineering Center pada dekade tahun 1960-an dalam rangka menjamin suplai persediaan
makanan untuk para astronotnya (ADAMS, 1994 ; MOTARJEMI et al, 1996 ; VAIL, 1994).
Konsep ini pada permulaannya dikembangkan dengan misi untuk menghasilkan produk pangan
dengan kriteria yang bebas dari bakteri pathogen yang bisa menyebabkan adanya keracunan
maupun bebas dari bakteri-bakteri lain serta dikenal pula dengan program ”zero-defects”
(HOBBS, 1991). Program ”zero-defects” ini esensinya mencakup tiga hal, yaitu : pengendalian
bahan baku, pengendalian seluruh proses dan pengendalian pada lingkungan produksinya serta
tidak hanya mengandalkan pemeriksaan pada produk akhir (finished products) saja.
Kemudian atas inisiatif perusahaan industri pengolah pangan Pillbury Company, konsep sistem
manajemen HACCP tersebut lalu dipresentasikan dan dipublikasikan pada tahun 1971 dalam
Konfrensi Perlindungan Pangan Nasional di Amerika Serikat (HOBBS, 1991). Disamping itu,
konsep ini menjadi dasar bagi peraturan untuk menjamin keamanan mikrobiologis bagi produk
makanan berasam rendah yang dikalengkan dan makanan yang diasamkan dan diproses dengan
menggunakan suhu tinggi. Selanjutnya konsep sistem HACCP ini banyak dipelajari, diteliti,
diterapkan dan dikembangkan oleh berbagai kalangan industri pengolah pangan, ilmuan pangan,
teknologi pangan, para pakar di bidang ilmu dan teknologi pangan baik yang ada di
Universitas/Perguruan Tinggi, lembaga litbang pangan dan 4 lain-lain. bahkan FDA (Food and
Drug Administration) sebagai lembaga penjamin mutu dan keamanan pangan nasional yang
disegani di Amerika Serikat telah menetapkan dan mensyaratkan agar sistem HACCP ini
diterapkan secara wajib (mandatory) pada setiap industri pengolah pangan secara luas (PERSON
dan CORLET, 1992)

Pemahaman Konsep Sistem HACCP dan Definisinya


Menurut BRYAN (1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen untuk
menjamin keamanan produk pangan dalam industri pengolahan pangan dengan menggunakan
konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh
(komprehensif) dan bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya
yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan produk pangan. Sistem HACCP dapat
dikatakan pula sebagai alat pengukur atau pengendali yang memfokuskan perhatiannya pada
jaminan keamanan pangan, terutama sekali untuk mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang
berasal dari bahaya mikrobiologi (biologi), kimia dan fisika ; dengan cara mencegah dan
mengantisipasi terlebih dahulu daripada memeriksa/menginspeksi saja.
Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem penjamin keamanan pangan
mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu : (1) Mencegah penarikan produk pangan yang
dihasilkan, (2) Mencegah penutupan pabrik, (3) Meningkatkan jaminan keamanan produk, (4)
Pembenahan dan pembersihan pabrik, (5) Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar,
(6) Meningkatkan kepercayaan konsumen dan (7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian
yang mungkin timbul karena masalah keamanan produk.
Pendekatan HACCP dalam industri pangan terutama diarahkan terhadap produk pangan
(makanan) yang mempunyai resiko tinggi sebagai penyebab penyakit dan keracunan, yaitu
makanan yang mudah terkontaminasi oleh bahaya mikrobiologi, kimia dan fisika (Tabel 1).
Prinsip dasar Sistem HACCP
Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem HACCP pada industri
pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP (National Advisory Committee on
Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC (Codex Alintarius Commission, 1993).
Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut adalah:
1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya.
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah teridentifikasi.
4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.
5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi
penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya.
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya
(Record keeping).
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.
Secara sistematis untuk mengidentifikasi dan mengenali setiap titik kendali kritis (CCP) dapat
dilakukan dengan metode alur keputusan atau CCP Decission Tree seperti terlihat pada Gambar
1.
Tindakan koreksi adalah prosedur proses yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius atau
kritis diketemukan dan batas kritisnya terlampaui. Dengan demikian, apabila terjadi kegagalan
dalam pengawasan pada CCP-nya, maka tindakan koreksi harus segera dilaksanakan. Tindakan
koreksi ini dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu semakin tinggi resiko
produk semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan (Tabel 2.).
Pola Penerapan dan Pengembangan sistem HACCP dalam Industri Pangan
Pada dasarnya untuk merancang dan menerapkan sistem HACCP dalam industri pangan perlu
mempertimbangkan pengaruh berbagai hal terhadap keamanan pangan, misal : bahan mentah,
ingredien dan bahan tambahan, praktek pengolahan makanan, peranan proses pengolahan dan
pengendalian bahaya, cara mengkonsumsi produk, resiko masyarakat konsumen, dan keadaan
epidemiologi yang menyangkut keamanan pangan.
Kemudian untuk memperoleh program yang efektif dan menyeluruh dalam
penerapan/implementasi HACCP perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1) Komitmen Manajemen.
2) Pembentukan Tim HACCP.
3) Pelatihan Tim HACCP.
4) Diskripsi Produk.
5) Identifikasi Penggunaan/Konsumennya.
6) Penyusunan Bagan/Diagram Alir Proses.
7) Menguji dan Memeriksa Kembali Diagram Alir Proses.
8) Menerapkan Tujuh Prinsip HACCP.

Kesimpulan
Sistem jaminan mutu dan keamanan pangan pola HACCP sekarang mulai diakui dan diterapkan
di seluruh dunia termasuk Uni Eropa, bahkan telah diadopsi Codex Almentarius Commision
sebagai acuan dalam pengembangan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan industri pangan.
HACCP ini pun dapat diterapkan pada seluruh rantai produk makanan, mulai dari produksi
primer sampai ke konsumen akhir. Selain meningkatkan jaminan keamanan pangan (food safety
assurance), keuntungan lain dari HACCP adalah penggunaan sumber daya secara lebih baik dan
pemecahan masalah dapat lebih cepat. Penerapan HACCP juga sesuai dengan implementasi
sistem manajemen mutu, misalnya seri ISO-9000, dan merupakan sistem terpilih dalam
manajemen keamanan pangan.

C. Daftar Pustaka
 Sulasmi,Kemampuan Variasi Umpan Dalam Menangkap Tikus Di Industri Tahu
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap. Media Komunikasi Sivitas Akademika dan
Masyarakat.2021
 Depkes RI, 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. http://www.depkes.go.id. (diakses
tanggal 31 Desember 2018).
 Murtianti Deny, 2018. Pengendalian Hama Tikus Secara Terpadu. Jombang. (Online).
(http://pertanian.jombangkab.go.id/beritadinas/penyuluh-tani/511-pengendalianhama-
tikus-secara-terpadu).
 Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality Assurance Industri Pangan (A.
 Tjahjanto Prasetyono)
 Crocker, O. L. and Leung Chiu, J. S., 1984, Quality Circles, A Guide to Participation and
 Productivity, Methuen, Toronto.
 Hicks, Philips E., 1994, Industrial Engineering and Management, A New Perspective, 2nd
 ed., McGraw-Hill Book Co., Singapore.
 Stebbing, Lionel, 1993, Quality Assurance, The Route to Efficiency and Competitiveness,
3rd
 ed., Ellis Horwood, London.
 Taguchi, G., Elsayed, E. A and Hsiang, T. C., Quality Engineering in Production Systems,
 McGraw Hill Book Co., Singapore.
 http://www.fda.gov/gmp5thed, down load : 14 Mei 2000.

Anda mungkin juga menyukai