PENDAHULUAN
Sampah kompos organik berasal dari makluk hidup, baik manusia, hewan,
maupun tumbuhan. Sampah kompos organik sendiri dibagi menjadi sampah kompos
organik basah dan sampah kompos organik kering. Istilah sampah kompos organik
basah dimaksudkan sampah yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi.
Contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan bahan yang termasuk sampah
kompos organik kering adalah sampah yang mempunyai kandungan air yang rendah.
Contoh sampah kompos organik kering adalah kayu atau ranting kering, dan
dedaunan kering
Pupuk kompos organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan kompos organik
atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan kompos organik ini akan mengalami
pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula.
Pupuk kompos organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur
haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hadisuwito, 2007).
Berdasarkan cara pembuatannya, pupuk kompos organik terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu: Pupuk kompos organik alami dan pupuk kompos organik buatan.
Jenis pupuk yang tergolong dalam kelompok pupuk kompos organik alami benar-
benar langsung diambil dari alam, seperti dari sisa hewan, tumbuhan, tanah baik
dengan atau tanpa sentuhan teknologi yang berarti. Pupuk yang termasuk ke dalam
kelompok ini antara lain: pupuk kandang, kompos organik, pupuk hijau, humus dan
pupuk burung. Pupuk kompos organik buatan dibuat untuk memenuhi kebutuhan
pupuk tanaman yang bersifat alami atau non kimia, berkualitas baik, dengan bentuk,
ukuran, dan kemasan yang praktis, mudah didapat, didistribusikan, dan diaplikasikan,
serta dengan kandungan unsur hara yang lengkap dan terukur. Berdasarkan bentuknya
ada dua jenis pupuk kompos organik buatan yaitu: padat dan cair.
1. Jenis sampah kompos organik yang bisa diolah menjadi pupuk kompos
organik adalah:
b. Sisa sayur basi, tetapi ini harus dicuci dulu, peras, lalu buang airnya
c. Sisa nasi
e. Sampah buah (anggur, kulit jeruk, apel dan lain-lain). Tapi tidak termasuk
kulit buah yang keras seperti kulit salak.
a. Protein seperti daging, ikan, udang, juga lemak, santan, susu karena
mengundang lalat sehingga tumbuh belatung.
b. Biji-biji yang utuh atau keras seperti biji salak, asam, lengkeng, alpukat dan
sejenisnya. Buah utuh yang tidak dimakan karena busuk dan berair seperti papaya,
melon, jeruk, anggur.
c. Sisa sayur yang berkuah harus dibuang airnya, kalau bersantan harus dibilas
air dan ditiriskan ( Litauditomo, 2007).
Pupuk cair kompos organik menurut Simamora, dkk (2005). Pupuk cair
kompos organik adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari hewan atau
tumbuhan yang sudah mengalami fermentasi dan bentuk produknya berupa cairan.
Kandungan bahan kimia didalamnya maksimum 5 %. Penggunaan pupuk cair
memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut: 1. Pengaplikasiannya lebih mudah
jika dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk kompos organik padat. 2. Unsur hara
yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman. Mengandung
mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk kompos organik padat. 4.
Pencampuran pupuk cair kompos organik dengan pupuk kompos organik padat
mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk kompos organik padat tersebut.
(Simamora dkk, 2005) Sedangkan menurut Hadisuwito (2007). Pupuk kompos
organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan - bahan kompos organik
yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur
haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk kompos organik ini adalah dapat
secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan
mampu menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk cair ankompos
organik, pupuk kompos organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman
walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan
pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan kepermukaan tanah bisa langsung
digunakan oleh tanaman. (Hadisuwito, 2007).
2. Ukuran Bahan Semakin kecil ukuran bahan, proses pengomposan akan lebih
cepat dan lebih baik karena mikroorganisme lebih mudah beraktivitas pada bahan
yang lembut daripada bahan dengan ukuran yang lebih besar. Ukuran bahan yang
dianjurkan pada pengomposan aerobik antara 1-7,5 cm. Sedangkan pada
pengomposan anaerobik, sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumat-
lumatnya sehingga menyerupai bubur atau lumpur. Hal ini untuk mempercepat proses
penguraian oleh bakteri dan mempermudah pencampuran bahan (Yuwono, 2006).
Peran bakteri dalam pembuatan kompos organik yaitu sebagai pengurai yang
mampu merombak bahan baku sehingga menjadi bahan yang mudah diserap oleh
tanaman. Penguraian dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobik), material kompos
organik akan menjadi gas amoniak, hidrogen sulfida (H2S), methana (CH4) dan
senyawa lain yang lebih sederhana. Sementara dalam kondisi cukup oksigen
(aerobik), penguraian akan menghasilkan H2O dan CO2, serta senyawa lain dalam
bentuk nutrisi.
Oleh karenanya, keberadaan bakteri jenis saprofit ini, sangat berperan dalam
mineralisasi di alam dan, dengan cara ini, bakteri membersihkan dunia dari sampah
dan limbah kompos organik. Tanpa kehadiran si jasad renik (bakteri dalam
pembuatan kompos organik) ini, niscaya bumi kita akan penuh oleh sampah kompos
organik dan limbah kompos organik, yakni segala material yang berasal dari jasad
mati, berdampingan dengan jasad hidup.
Bakteri dalam pembuatan kompos organik atau mikroba pengurai, atau
dekompos organiker berfungsi melapukkan atau mendekompos organikisi sampah
kompos organik dan bahan kompos organik (limbah kota, pertanian, peternakan, tinja,
urine, sisa makanan, dan material kompos organik lainnya).
Pada kondisi kelembaban, suhu, porositas dan aerasi yang sesuai dengan
kebutuhannya, bakteri dalam pembuatan kompos organik ini akan bekerja terus
menerus tanpa henti, atau akan mendekompos organikisi material kompos organik
dengan cepat. Misal, pada penggunaan dalam penguraian bahan kompos organik
(pengomposan) didalam kompos organikter atau skala alat rotary kiln, 5 hari bisa
menyelesaikan tugasnya mengurai aneka bahan kompos organik tersebut.
Dengan bakteri dalam pembuatan kompos organik bekerja terus menerus, akan
menekan pertumbuhan mikroba patogen, atau berbeda dengan apa yang terjadi pada
kondisi tanpa oksigen (anaerobik). Dengan saling melengkapi peranan (simbiosis)
antara teknologi mikrobiologi dan alat mesin rotary kiln, akan menurunkan biaya
pengomposan karena efisiensi dari aspek waktu, tenaga kerja dan luas lahan bagi
keperluan penumpukan sampah.
Tanpa itu, membuat pupuk kompos organik (kompos organik) akan beresiko
menimbulkan gas methan dan H2S sebagai polutan ( bau, cairan lindi, binatang) dan
akan dipersepsikan rumit, lama, merugikan, menjijikan dan berbau. Itulah pangkal
masalah banyaknya instalasi pengolahan sampah maupun produksi pupuk kompos
organik di perkotaan mendapat penolakan warga sekitar.
1. Kadar air bahan baku : daun-daun yang masih segar atau tidak kering, kadar
airnya memenuhi syarat sebagai bahan baku. Dengan begitu, daun yang sudah kering,
yang kadar airnya juga akan berkurang, tidak memenuhi syarat. Hal tersebut harus
diperhatikan karena banyak pengaruhnya terhadap kegiatan mikroba dalam mengolah
bahan baku menjadi kompos. Seandainya sudah kering, bahan baku tersebut harus
diberi air secukupnya agar menjadi lembab.
2. Berbentuk bak, baik dengan dinding yang terbuat dari batu bata (tembok),
dari bambu, dari kayu ataupun dari bahan-bahan lainnya. Kebaikan dari tempat ini
ialah mudah untuk mencampurkan bahan, tidak tergenang air di musim hujan.
Adapun kejelekannya, memerlukan biaya yang cukup mahal untuk membuat dinding.
3.1 KESIMPULAN
Sayekti, Dwi. Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos Melalui Resapan Lubang
Biopori http://p4tksb-jogja.com/arsip/images/WI/Mengubah%20Sampah%20Organik
%20Menjadi%20Kompos%20Melalui%20Resapan%20Lubang%20Biopori.pdf. Diakses
pada : Minggu, 02 Oktober 2016 , 03:41
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian , Pupuk Organik dari Limbah Rumah Tangga
http://www.litbang.pertanian.go.id/download/one/184/file/Pupuk-Organik-dari-Limbah.pdf.
Diakses pada : Sabtu, 01 Oktober 2016 , 09:15