Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan


manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada
pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang
serius. Tumpukan sampah rumah tangga yang dibiarkan begitu saja akan
mendatangkan tikus got dan serangga (lalat, kecoa, lipas, kutu, dan lain-lain) yang
membawa kuman penyakit. Di tengah kepadatan aktifitas manusia, penanganan
sampah masih menjadi permasalahan serius yang belum bisa tertangani dengan
tuntas, terutama di kotakota besar. Pasalnya, rata-rata tiap orang perhari dapat
menghasilkan sampah 1-2 kg dan akan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya
kesejahteraan dan gaya hidup masyarakat. Sampah yang tidak mendapat penanganan
yang serius bisa mengakibatkan pencemaran, baik polusi udara, polusi air, maupun
polusi tanah. Persentase kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik relatif tinggi
sehingga petani cenderung memakai pupuk ini. Namun belakangan ini, harga pupuk
anorganik semakin naik. Hal ini tentu saja menambah beban biaya bagi petani. Selain
itu pupuk anorganik dapat menimbulkan ketergantungan dan dapat membawa
dampak kurang baik, misalnya tanah menjadi rusak akibat penggunaan yang
berlebihan dan terus menerus akan menyebabkan tanah menjadi keras, air tercemar,
dan keseimbangan alam akan terganggu(Indriani,2004).
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penelitian yang dapat merubah
sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Salah satunya adalah memanfaatkan
sampah khususnya sampah organik untuk bahan baku pupuk cair sehingga dapat
mengurangi penumpukan sampah dan dapat membantu petani dalam menyediakan
pupuk. Sebenarnya permasalahan sampah bisa dikurangi jika penanganannya dimulai
dari rumah ke rumah dengan cara mengolahnya menjadi kompos. Selama ini pupuk
kompos yang dihasilkan dari sampah organik dalam bentuk padat memang banyak.
Namun, jarang yang berbentuk cair, padahal kompos cair ini lebih praktis digunakan,
proses pembuatannya relatif mudah, dan biaya pembuatan yang dikeluarkan juga
tidak terlalu besar (Hadisuwito, 2007). Bahan baku pupuk cair yang sangat bagus dari
sampah organik yaitu bahan organik basah atau bahan organik yang mempunyai
kandungan air tinggi seperti sisa buah-buahan atau sayur- sayuran. Selain mudah
terkomposisi, bahan ini juga kaya akan nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Semakin
besar kandungan selulosa dari bahan organik (C/N rasio) maka proses penguraian
oleh bakteri akan semakin lama. Boisca adalah kultur bakteri yang berfungsi untuk
menjaga keseimbangan mikroorganisme di dalam lingkungan hidup. Boisca dapat
menekan mikroorganisme yang merugikan dan mendukung tanaman/ikan/ternak
secara optimal. Bakteri Indegenious mampu mengurai bahan organik dalam waktu
singkat menjadi senyawa sederhana yang dibutuhkan tanaman. Kemampuaannya
memfermentasi bahan-bahan organik telah memungkinkan ikan/ternak. memperoleh
pakan dan pencernaan yang sehat. Kekuatan dekomposisinya dapat mengubah limbah
padat/cair menjadi bahan yang bermanfaat bagi lingkungan. Boisca dapat
diaplikasikan pada budidaya berbagai jenis tanaman, ikan dan ternak, pembuatan
kompos, pembuatan pakan ikan/ternak, perbaikan kualitas tanah/air, pengolahan
limbah sampah organik (Hadisuwito, 2007).
1.2 TUJUAN

1 Mengetahui pengertian pupuk kompos


2 Mengetahui sampah yang bisa digunakan dan yang tak bisa digunakan dalam
pembuatan pupuk kompos
3 Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pembuatan pupuk kompos
4 Mengetahui cara pembuatan pupuk kompos menggunakan sampah organik
BAB II
ISI

2.1 PENGERTIAN PUPUK KOMPOS ORGANIK

Sampah kompos organik berasal dari makluk hidup, baik manusia, hewan,
maupun tumbuhan. Sampah kompos organik sendiri dibagi menjadi sampah kompos
organik basah dan sampah kompos organik kering. Istilah sampah kompos organik
basah dimaksudkan sampah yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi.
Contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan bahan yang termasuk sampah
kompos organik kering adalah sampah yang mempunyai kandungan air yang rendah.
Contoh sampah kompos organik kering adalah kayu atau ranting kering, dan
dedaunan kering

Pupuk kompos organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan kompos organik
atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan kompos organik ini akan mengalami
pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula.
Pupuk kompos organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur
haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hadisuwito, 2007).
Berdasarkan cara pembuatannya, pupuk kompos organik terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu: Pupuk kompos organik alami dan pupuk kompos organik buatan.
Jenis pupuk yang tergolong dalam kelompok pupuk kompos organik alami benar-
benar langsung diambil dari alam, seperti dari sisa hewan, tumbuhan, tanah baik
dengan atau tanpa sentuhan teknologi yang berarti. Pupuk yang termasuk ke dalam
kelompok ini antara lain: pupuk kandang, kompos organik, pupuk hijau, humus dan
pupuk burung. Pupuk kompos organik buatan dibuat untuk memenuhi kebutuhan
pupuk tanaman yang bersifat alami atau non kimia, berkualitas baik, dengan bentuk,
ukuran, dan kemasan yang praktis, mudah didapat, didistribusikan, dan diaplikasikan,
serta dengan kandungan unsur hara yang lengkap dan terukur. Berdasarkan bentuknya
ada dua jenis pupuk kompos organik buatan yaitu: padat dan cair.

1. Jenis sampah kompos organik yang bisa diolah menjadi pupuk kompos
organik adalah:

a. Sampah sayur baru

b. Sisa sayur basi, tetapi ini harus dicuci dulu, peras, lalu buang airnya

c. Sisa nasi

d. Sisa ikan, ayam, kulit telur

e. Sampah buah (anggur, kulit jeruk, apel dan lain-lain). Tapi tidak termasuk
kulit buah yang keras seperti kulit salak.

2. Sampah kompos organik yang tidak bisa diolah:

a. Protein seperti daging, ikan, udang, juga lemak, santan, susu karena
mengundang lalat sehingga tumbuh belatung.

b. Biji-biji yang utuh atau keras seperti biji salak, asam, lengkeng, alpukat dan
sejenisnya. Buah utuh yang tidak dimakan karena busuk dan berair seperti papaya,
melon, jeruk, anggur.

c. Sisa sayur yang berkuah harus dibuang airnya, kalau bersantan harus dibilas
air dan ditiriskan ( Litauditomo, 2007).

2.2 PENGERTIAN PUPUK KOMPOS ORGANIK CAIR

Pupuk cair kompos organik menurut Simamora, dkk (2005). Pupuk cair
kompos organik adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari hewan atau
tumbuhan yang sudah mengalami fermentasi dan bentuk produknya berupa cairan.
Kandungan bahan kimia didalamnya maksimum 5 %. Penggunaan pupuk cair
memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut: 1. Pengaplikasiannya lebih mudah
jika dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk kompos organik padat. 2. Unsur hara
yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman. Mengandung
mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk kompos organik padat. 4.
Pencampuran pupuk cair kompos organik dengan pupuk kompos organik padat
mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk kompos organik padat tersebut.
(Simamora dkk, 2005) Sedangkan menurut Hadisuwito (2007). Pupuk kompos
organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan - bahan kompos organik
yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur
haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk kompos organik ini adalah dapat
secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan
mampu menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk cair ankompos
organik, pupuk kompos organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman
walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan
pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan kepermukaan tanah bisa langsung
digunakan oleh tanaman. (Hadisuwito, 2007).

2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBUATAN PUPUK


KOMPOS ORGANIK

Pembentukan pupuk kompos organik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara


lain :

1. Perbandingan Karbon-nitrogen( C/N) bahan baku pupuk kompos organik


Nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk tumbuh dan
berkembangbiak. Timbunan bahan kompos organik yang kandungan nitrogennya
terlalu sedikit (rendah) tidak menghasilkan panas sehingga pembusukan bahan-bahan
menjadi amat terlambat. Oleh karenanya, semua bahan dengan kadar C/N yang
tinggi, misalnya kayu, biji-bijian yang keras, dan tanaman menjalar, harus dicampur
dengan bahan yang berair. Pangkasan daun dari kebun dan sampah-sampah lunak dari
dapur amat tepat digunakan sebagai bahan pencampur ( Murbandono, 2000). Rasio
C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) dalam satu bahan.
Semua mahluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan karbon (C) serta nitrogen (N)
dalam jumlah kecil. Unsur karbon dan bahan kompos organik (dalam bentuk
karbohidrat) dan nitrogen (dalam bentuk protein, asam nitrat, amoniak dan lain-lain),
merupakan makanan pokok bagi bakteri anerobik. Unsur karbon (C) digunakan untuk
energi dan unsur nitrogen (N) untuk membangun struktur sel dan bakteri. Bakteri
memakan habis unsur C 30 kali lebih cepat dari memakan unsur N. Pembuatan
kompos organik yang optimal membutuhkan rasio C/N 25/1 sampai 30/1 (Yuwono,
2006). Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber energi
bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3 lainnya digunakan untuk pembentukan
sel bakteri. Perbandingan C dan N awal yang baik dalam bahan yang dikompos
organikkan adalah 25-30 (satuan berat kering), sedangkan C/N diakhir proses adalah
12-15. Pada rasio yang lebih rendah, amonia akan dihasilkan dan aktivitas biologi
akan terlambat, sedang pada rasio yang lebih tinggi, nitrogen akan menjadi variabel
pembatas. Harga C/N tanah adalah <20, sehingga bahan-bahan yang mempunyai
harga C/N mendekati C/N tanah, dapat langsung digunakan (Damanhuri dan Padmi,
2007).

2. Ukuran Bahan Semakin kecil ukuran bahan, proses pengomposan akan lebih
cepat dan lebih baik karena mikroorganisme lebih mudah beraktivitas pada bahan
yang lembut daripada bahan dengan ukuran yang lebih besar. Ukuran bahan yang
dianjurkan pada pengomposan aerobik antara 1-7,5 cm. Sedangkan pada
pengomposan anaerobik, sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumat-
lumatnya sehingga menyerupai bubur atau lumpur. Hal ini untuk mempercepat proses
penguraian oleh bakteri dan mempermudah pencampuran bahan (Yuwono, 2006).

3. Kompos organikisi Bahan Pengomposan dari beberapa macam bahan akan


lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan kompos organik dari tanaman akan
lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan.

4. Jumlah Mikroorganisme Dengan semakin banyaknya jumlah


mikroorganisme maka proses pengomposan diharapkan akan semakin cepat.

5. Kelembaban Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan


kelembaban sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat
bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi akan
menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati.

6. Suhu Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena


berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagi
pengomposan adalah 40-60 0C. Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme akan mati.
Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan
dorman.

7. Keasaman (pH) Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos organik juga


mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik sekitar 6,5-7,5
(netral).

2.4 PERAN MIKROORGANISME DALAM PUPUK KOMPOS


ORGANIK

Peran bakteri dalam pembuatan kompos organik yaitu sebagai pengurai yang
mampu merombak bahan baku sehingga menjadi bahan yang mudah diserap oleh
tanaman. Penguraian dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobik), material kompos
organik akan menjadi gas amoniak, hidrogen sulfida (H2S), methana (CH4) dan
senyawa lain yang lebih sederhana. Sementara dalam kondisi cukup oksigen
(aerobik), penguraian akan menghasilkan H2O dan CO2, serta senyawa lain dalam
bentuk nutrisi.

Oleh karenanya, keberadaan bakteri jenis saprofit ini, sangat berperan dalam
mineralisasi di alam dan, dengan cara ini, bakteri membersihkan dunia dari sampah
dan limbah kompos organik. Tanpa kehadiran si jasad renik (bakteri dalam
pembuatan kompos organik) ini, niscaya bumi kita akan penuh oleh sampah kompos
organik dan limbah kompos organik, yakni segala material yang berasal dari jasad
mati, berdampingan dengan jasad hidup.
Bakteri dalam pembuatan kompos organik atau mikroba pengurai, atau
dekompos organiker berfungsi melapukkan atau mendekompos organikisi sampah
kompos organik dan bahan kompos organik (limbah kota, pertanian, peternakan, tinja,
urine, sisa makanan, dan material kompos organik lainnya).

Pada kondisi kelembaban, suhu, porositas dan aerasi yang sesuai dengan
kebutuhannya, bakteri dalam pembuatan kompos organik ini akan bekerja terus
menerus tanpa henti, atau akan mendekompos organikisi material kompos organik
dengan cepat. Misal, pada penggunaan dalam penguraian bahan kompos organik
(pengomposan) didalam kompos organikter atau skala alat rotary kiln, 5 hari bisa
menyelesaikan tugasnya mengurai aneka bahan kompos organik tersebut.

Cepatnya proses pengomposan sebagai bentuk penguraian kembali bahan


kompos organik menjadi material yang sesuai dengan sifat fisik tanah, akan
meningkatkan daya tarik dalam pembuatan kompos organik. Bakteri, yang bekerja
tanpa henti, akan menghilangkan kesempatan bakteri patogen, memproduksi
amoniak, methan dan H2S -yang kemudian dipersepsikan masyarakat sebagai bau
busuk sampah.

Dengan bakteri dalam pembuatan kompos organik bekerja terus menerus, akan
menekan pertumbuhan mikroba patogen, atau berbeda dengan apa yang terjadi pada
kondisi tanpa oksigen (anaerobik). Dengan saling melengkapi peranan (simbiosis)
antara teknologi mikrobiologi dan alat mesin rotary kiln, akan menurunkan biaya
pengomposan karena efisiensi dari aspek waktu, tenaga kerja dan luas lahan bagi
keperluan penumpukan sampah.

Peran mikroorganisme bakteri dalam pembuatan kompos organik sebagai


perombakan dalam pengolahan sampah dan pembuatan kompos organik secara
sempurna ( cepat, higienis, tidak berbau, tidak menghidupkan hewan kecil dan
serangga, serta bermutu baik yakni CN ratio< 20, gembur tanpa harus dihancurkan
oleh mesin) diperlukan kesesuaian ( compatible) antara alat ( media kompos
organikter) dan jenis bakterinya sebagai satu kesatuan.

Tanpa itu, membuat pupuk kompos organik (kompos organik) akan beresiko
menimbulkan gas methan dan H2S sebagai polutan ( bau, cairan lindi, binatang) dan
akan dipersepsikan rumit, lama, merugikan, menjijikan dan berbau. Itulah pangkal
masalah banyaknya instalasi pengolahan sampah maupun produksi pupuk kompos
organik di perkotaan mendapat penolakan warga sekitar.

2.5 CARA PEMBUATAN PUPUK KOMPOS ORGANIK


2.5.1 Bahan Baku Kompos Organik

Proses pengomposan atau membuat kompos organik adalah proses biologis


karena selama proses tersebut berlangsung, sejumlah jasad hidup yang disebut
mikroba, seperti bakteri dan jamur, berperan aktif (Unus, 2002). Dijelaskan lebih
lanjut agar peranan mikroba di dalam pengolahan bahan baku menjadi kompos
berjalan secara baik, persyaratan-persyaratan berikut harus dipenuhi :

1. Kadar air bahan baku : daun-daun yang masih segar atau tidak kering, kadar
airnya memenuhi syarat sebagai bahan baku. Dengan begitu, daun yang sudah kering,
yang kadar airnya juga akan berkurang, tidak memenuhi syarat. Hal tersebut harus
diperhatikan karena banyak pengaruhnya terhadap kegiatan mikroba dalam mengolah
bahan baku menjadi kompos. Seandainya sudah kering, bahan baku tersebut harus
diberi air secukupnya agar menjadi lembab.

2. Bandingan sumber C (Karbon) dengan N (zat lemas) bahan : bandingan ini


umumnya disebut rasio/bandingan C/N. dengan bandingan tersebut proses
pengomposan berjalan baik dengan menghasilkan kompos bernilai baik pula, paling
tinggi 30, yang artinya kandungan sumber C berbanding dengan kandungan sumber =
30 : 1. Sebagai contoh, kalau menggunakan jerami sebagai bahan baku kompos, nilai
rasio C/N -nya berkisar 15 – 25, jadi terlalu rendah. Karena itu, bahan ba ku tersebut
harus dicampur dengan benar agar nilai rasio C/N -nya berkisar 30. Misalnya, lima
bagian sampah yang terdiri atas daun -daunan dari pekarangan dicampur dengan dua
bagian ko toran kandang, akan mencapai nilai rasio C/N mendekati 30, atau lima bagi
an sampah tersebut dicampur dengan lumpur selokan (lebih kotor akan lebih Lilis
Sulistyorini, Pengelolaan Sampah 81 baik) sebanyak tiga bagian, juga akan mencapai
rasio C/N sekitar 30. Sementara itu, untuk jerami, lima bagian jerami harus ditambah
dengan tiga bagian kotoran kandang, atau kalau tidak ada dengan empat bagian
Lumpur sedotan sehingga nilai rasio C/N-nya akan mendekati 30.

2.5.2 Tempat Pengomposan


Tempat pengomposan tergantung kondisi serta luas lahan (pekarangan rumah)
yang dapat disiapkan untuk pembuatan kompos. (Wied, 2004). Dengan demikian,
bentuk tempat pengomposan dapat bermacam-macam, antara lain :

1. Berbentuk lubang dengan ukuran 100 x 75 x 50 cm atau 2,5 x 1 x 1 m


(panjang, lebar, dan tinggi), bisa lebih, bisa juga kurang, tergantung kepada lahan
yang dapat digunakan sebagai tempat pembuatan kompos, serta bahan baku yang
akan dibuat atau diproses. Bentuk lubang mudah dibuat . Selain itu, setiap bahan baku
yang akan dimasukkan hanya tinggal dijatuhkan ke dalamnya. Namun, kejelekan dari
tempat berbentuk lubang ini ialah kalau musim hujan akan tergenang air sehingga
proses pengomposan akan terhambat. Tambahan pula, bahan sukar untuk
dicampurkan sampai merata.

2. Berbentuk bak, baik dengan dinding yang terbuat dari batu bata (tembok),
dari bambu, dari kayu ataupun dari bahan-bahan lainnya. Kebaikan dari tempat ini
ialah mudah untuk mencampurkan bahan, tidak tergenang air di musim hujan.
Adapun kejelekannya, memerlukan biaya yang cukup mahal untuk membuat dinding.

3. Pada permukaan tanah saja, artinya timbunan bahan baku langsung


ditempatkan pada permukaan tanah tanpa lubang atau dinding. Dengan cara ini
pencampuran bahan baku agar rata mudah dilakukan. Selain itu, tidak tergenang air,
tetapi sangat mudah diganggu oleh binatang, misalnya ayam, atau binatang lain,
seperti tikus dan celurut yang senang berdiam pada timbunan sampah.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai Pupuk Cair maka, dapat ditarik


kesimpulan bahwa pupuk cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan
organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang kandungan
unsur haranya lebih dari satu unsure.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Pupuk Organik Cair


antara lain ukuran bahan, komponen bahan, suhu atau Temperatur dan Keasaman
(pH)
Limbah ternak berupa feses dan urine mengandung nitrogen dan fosfor yang
sangat tinggi. Kandungan ini dibutuhkan oleh tumbuhan sehingga dijadikan bahan
dasar pembuatan pupuk cair. Secara kimiawi pupuk organik yang baik mengandung
beberapa unsur hara seperti Nitrogen (N) = 1.5 – 2%, fosfor (P 205) = 0,5 – 1% dan
kalium (K20) = 0,5 – 1%
DAFTAR PUSTAKA

Sayekti, Dwi. Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos Melalui Resapan Lubang
Biopori http://p4tksb-jogja.com/arsip/images/WI/Mengubah%20Sampah%20Organik
%20Menjadi%20Kompos%20Melalui%20Resapan%20Lubang%20Biopori.pdf. Diakses
pada : Minggu, 02 Oktober 2016 , 03:41

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian , Pupuk Organik dari Limbah Rumah Tangga
http://www.litbang.pertanian.go.id/download/one/184/file/Pupuk-Organik-dari-Limbah.pdf.
Diakses pada : Sabtu, 01 Oktober 2016 , 09:15

Kementrian Lingkungan Hidup, PEMBUATA KOMPOS DARI SAMPAH

ORGANIK RUMAH TANGGA http://www.menlh.go.id/DATA/Pembuatan_konpos.PDF.


Diakses pada : Sabtu, 01 Oktober 2016, 09:20

Sinaga, Damayanti. PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN


MENGGUNAKAN BOISCA SEBAGAI STARTER. 2010
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7518/1/10E01048.pdf Diakses pada :
Minggu, 02 Oktober 2016, 03:22

Dody Adi Nugroho dan Andhika Cahaya T S ,PEMBUATAN KOMPOS DENGAN


MENGGUNAKANLIMBAH PADAT ORGANIK(SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS
TEBU) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/47212/2/Reference.pdf.

Diakses pada : Sabtu, 01 Oktober 2016, 09:30

Anda mungkin juga menyukai