Anda di halaman 1dari 14

MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

PABRIK KELAPA SAWIT

BAB I
PENDAHULUAN

Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian


Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis
dalam perekonomian nasional. Salah satu hasil olahan kelapa sawit adalah
minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) saat ini merupakan sumber
minyak nabati terbesar di dunia. Menurut laporan Oil World pada tahun 2011,
Minyak kelapa sawit memberikan andil sekitar 27% atau 46 juta ton terhadap total
minyak nabati di dunia. Produksi minyak nabati berikutnya diikuti oleh soybean,
rapeseed dan sunflower. Sementara itu, sebagai negara dengan paling besar
penghasil minyak kelapa sawit adalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit (PKS) yang
berjumlah lebih dari 640 di seluruh Indonesia memproduksi CPO sekitar 23 juta
ton atau 46% dari total produksi CPO di dunia.
Kegiatan pengolahan kelapa sawit menghasilkan produk samping, yaitu
limbah yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik.
Limbah pabrik kelapa sawit yang berasal dari proses pengolahan tandan buah
sawit segar menghasilkan dua jenis limbah, dalam bentuk padat dan limbah cair
buangan pabrik atau Palm Oil Mill Effluent (POME). Limbah padat tersebut
dihasilkan dari serat, cangkang, tandan kosong dan pelepah daun. Penumpukan
limbah padat terbanyak dihasilkan adalah tandan kosong, mencapai 20 juta ton
pertahunnya. Rerata produksi tandan kosong kelapa sawit adalah berkisar 20%
hingga 35% dari total berat tandan buah segar yang diproses. Dengan banyak
volume limbah padat tandan kosong kelapa sawit akan menyebabkan timbulnya
pencemaran lingkungan. Salah satu pencemaran yang ditimbulkan adalah
pendangkalan di sekitar daerah perairan.
Emisi dan limbah dari pabrik tak bisa dihindari seiring dengan kegiatan
perusahaan yang seringkali memberi dampak terhadap kesehatan masyarakat
atau lingkungan hidup sekitar. Pihak yang pertama kali mengetahui/mendeteksi
penyebab, penanganan dan menurunkan emisi dan limbah terhadap beban
lingkungan hidup seperti ini adalah perusahaan yang menghasilkan emisi dan
limbah itu sendiri. Untuk itu, perusahaan dituntut memberikan dan menjamin
keamanan kepada masyarakat melalui pengendalian pencemaran lingkungan
hidup dengan benar. Untuk menjawab permasalahan sosial seperti ini, maka
pengelola perusahaan mulai dari tingkatan managemen (lapisan pengelola)
sampai dengan semua karyawan perlu menjalankan pengendalian lingkungan
hidup yang benar dan efektif secara mandiri dan aktif, diatas kesadaran tentang
pentingnya pengendalian terkait antisipasi pencemaran lingkungan hidup.
Polutan di dalam air buangan/limbah yang bersumber dari fasilitas produksi
pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2. Yang pertama adalah komponen yang
seharusnya menjadi produk yang muncul di dalam air buangan karena sesuatu
alasan. Melalui pembenahan di proses produksi, loss produksi dapat diturunkan,
konsentrasi komponen ini di dalam air kotoran/limbah juga dapat diturunkan. Yang
berikutnya adalah benda tidak dibutuhkan yang dihasilkan melalui proses
pemurnian produk dari bahan baku, yang muncul di dalam air buangan. Bagian ini
adalah komponen yang pada dasarnya seharusnya dibuang, dan menjadi obyek
utama dari pengolahan air limbah. Terdapat berbagai jenis proses pengolahan air
limbah, sehingga memilih proses yang paling pas/cocok dengan jenis dan tujuan
pengolahan air buangan merupakan hal penting.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Limbah Pabrik Kelapa Sawit


Didalam proses pembuatan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil :
CPO) melalui Tandan Buah Segar (TBS) maka akan dihasilkan berbagai
macam air buangan/limbah. Pada proses pemanasan dan sterilisasi, TBS
diolah secara sterilisasi uap dengan tekanan uap 2.5-3.0 kg/cm2, suhu 135-
140°C selama 90-100 menit. Pertama dihasilkan air limbah drain (kondesat)
dari setiap proses memakai sterilizer di proses ini. Pada proses ekstraksi
berikutnya, CPO diperas dengan memasukkan bahan baku ke dalam screw
press. Pada proses ini, adakalanya air yang mengandung minyak merembes
keluar dari berbagai fasilitas. Pada proses purifikasi CPO ditambahkan air
pemanas bersuhu 90°C, lalu CPO dimurnikan dengan mengekstrak zat
pengotor di dalam CPO ke sisi lapisan air pemanas. Dari proses ini,
kandungan minyak yang ada di dalam air limbah panas berkisar 1%. Setelah
itu, minyak yang telah dikumpulkan melalui pengutip minyak dikembalikan ke
proses purifikasi, dan dikumpulkan sebagai CPO. Air limbah yang dihasilkan
dan proses pemisahan minyak & air masih mengandung minyak, karena itu
selain dan kandungan minyak terpisah mengapung pada tangki adjusting,
kandungan padatan juga akan mengendap. Air limbah yang kandungan
minyaknya telah dipisahkan dialirkan ke proses pengolahan air limbah.
Terdapat beberapa macam air limbah yang dihasilkan di Pabrik Kelapa
Sawit (PKS), antara lain air limbah yang dihasilkan dan proses pembuatan
CPO,air limbah yang mengalir bersama air hujan yang dihasilkan di lokasi
penempatan TBS di dalam pabrik, air limbah yang merembes keluar ke lantai
di dalam pabrik dari fasilitas produksi & pipa dll (termasuk yang tercampur
dengan air hujan), air limbah dan fasilitas utiliti seperti boiler dll, dan air limbah
umum dari kantor dan lainnya. Pada pabrik yang umum, semua air limbah ini
dijadikan dalam satu penampungan lalu diolah.
Bagan 1. Material Balance Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit

Berikut ini adalah beberapa karakter dan air limbah dan proses
pembuatan CPO yang merupakan sumber air limbah yang utama.

1. Fluktuasi volume alirnya besar


Pada proses pembuatan CPO dengan tekanan uap, maka
pengolahan TBS merupakan sistem batch tak kontinu, sehingga air limbah
dihasilkan tiap 1 batch. Contohnya, pada perebusan TBS, waktu
pengolahan 90 menit, sehingga air limbah (kondensat) juga akan dibuang
dari proses ini tiap 90 menit. Dengan catatan, bila ada 3 unit ketel
pemanas pada fasilitas yang sama, air limbah akan dibuang tiap 30 menit.
2. Mutu air limbah berubah
Karena dioperasikan dengan sistem batch, timing pembuangan air
limbah dari tiap proses adalah berbeda, dan sulitnya air limbah menjadi
homogen karena banyak mengandung unsur polutan/minyak, maka mutu
air limbah mudah berubah-ubah. Selain itu, kelapa sawit sebagai bahan
baku juga adalah hasil pertanian yang berdampak ke mutu air limbah.

3. Kadar minyaknya tinggi, dan nilai BOD/COD sangat tinggi


Kondensat dari proses pemasakan TBS bersuhu tinggi diatas 90°C,
dan merupakan air limbah dengan nilai BOD tinggi dan berkadar minyak
tinggi. Selain itu, dari proses digesting, eksraksi & purifikasi, air panas
ditambahkan guna pemurnian, sehingga banyak dibuang air limbah
mengandung minyak yang mengandung sludge (padatan organik) berasal
dari TBS pada konsentrasi tinggi.

B. Teknologi Pengolahan Limbah Cair dengan Sistem Kolam Stabilisasi


Anaerob
Baku mutu limbah cair yang diberlakukan pada limbah cair dari pabrik
kelapa sawit adalah ditetapkan melalui Kepmen LH Nomor 51 Tahun 1995
tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri. Selanjutnya pengukuran
volume air limbah harus dilakukan setiap hari.
Tabel 1. Baku mutu air limbah pada pabrik PKS

Parameter Konsentrasi maksimal Volume emisi polutan


(mg/L) maksimal
BOD5 100 0.25
COD 350 0.88
TSS 250 0.63
Lemak minyak 25 0.063
Total N 50 0.125
pH 6.0 — 9.0
Volume air limbah 2.5 m3/t

Dari sudut pandang lingkungan, konsep eliminasi limbah Zero


Emissions merupakan solusi akhir dari permasalahan pencemaran yang
mengancam ekosistem baik dalam skala lokal maupun dalam skala global.
Selain itu, penggunaan maksimal bahan mentah yang dipakai dan sumber-
sumber yang terbaharui (renewable) menghasilkan keberlanjutan
(sustainable) penggunaan sumber daya alam dan penghematan (efisiensi)
terutama bagi limbah yang masih mempunyai nilai ekonomi. Aplikasi Zero
Emissions pada Industri Kelapa Sawit berarti meningkatkan daya saing dan
efisiensi karena semua sumber daya digunakan secara maksimal yaitu
memproduksi lebih banyak dengan dengan bahan baku yang lebih sedikit,
oleh sebab itu Zero Emissions dapat dipandang sebagai suatu standar
efisiensi. Kegiatan kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit merupakan
kegiatan yang sangat memungkinkan penerapan konsep Zero Emissions,
dimana hampir semua limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali
mulai dari pelepah sampai limbah cair.
Untuk menyatakan kisaran/tingkatan pengolahan digunakan istilah
seperti pengolahan primer, pengolahan sekunder dan pengolahan tersier,
yang perbedaannya adalah sebagai berikut :

 Pengolahan primer : utamanya adalah mengelhninasi/penghilangan


senyawa apung secara fisika, dan target eliminasi/penghilangan adalah
SS atau minyak dengan screen, endap atau apung.
 Pengolahan sekunder : proses eliminasi/penghilangan senyawa organik
(BOD) di dalam air limbah melalui metoda biologi seperti teknik lumpur
aktif, dll.
 Pengolahan tersier : proses eliminasi/penghilangan senyawa organik
(BOD, COD), garam nutrisi (nitrogen, fosfor) yang tidak bisa
dieliminasi/dihilangkan pada tahapan sekunder dan unsur lainnya.

Proses biologis dapat mengurangi konsentrasi BOD limbah hingga


90%. Dekomposisi anaerobik meliputi penguraian bahan organik majemuk
menjadi senyawa asam organik dan selanjutnya diurai menjadi gas dan air.
Selanjutnya air limbah dialirkan ke dalam kolam pengasaman dengan waktu
penahanan hidrolis (WPH) selama 5 hari. Air limbah di dalam kolam ini
mengalami asidifikasi yaitu terjadinya kenaikan konsentrasi asam-asam
mudah menguap (Volatile Fatty Acid = FTA), sehingga air limbah yang
mengandung bahan organik lebih mudah mengalami biodegradasi dalam
suasana anaerobik. Sebelum diolah di Unit Pengolahan Limbah (UPL)
anaerobik, limbah dinetralkan terlebih dahulu dengan menambahkan kapur
tohor hingga mencapai pH antara 7,0-7,5. Pengendalian lanjutan dapat
dilakukan dengran proses biologis seperti berikut :

1. Proses Biologis Anaerobik Aerasi


Penanganan ini merupakan alternatif pertama yang dianjurkan dan
didasarkan atas biaya pembangunan UPL yang cukup efektif dan
kemampuan sistem untuk mengolah air limbah sampai rnencapai baku
mutu yang ditetapkan, atau BOD < 100 mg/L. Meskipun PBAn-Fakultatif
merupakan pilihan kedua rnemberikan biaya operasi dan pemeliharaan
yang relatif rendah, namun kemampuan untuk mengolah limbah masih
lebih baik dengan cara PBAn-Aerasi. Disamping itu lahan yang
diperlukan untuk PBAn-Aerasi, sekitar 60% lebih kecil dari pada
pemakaian lahan keperluan PBAn-Fak. Penanganan PBAn-Aerasi terdiri
dari beberapa komponen utama berikut :

a) Peralatan pengukur aliran (baskulator atau flow monitoring)


b) Kolam pengasaman 2 unit paralel dengan WPH masing-masing 2,5
hari
c) Kolam Anaerobik Primer dan sekunder masing-masing 2 unit dengan
WPH masing-masing selama 40 dan 20 hari.
d) Kolam aerobik dengan aerasi lanjut yang dilengkapi dengan aerator
permukaan dengan WPH selama 15 hari
e) Kolam pengendapan dengan WPH selama 2 hari

Waktu penahanan hidrolis dengan sistem ini yaitu selama 137 hari,
dengan volume kolam antara 95.900 - 102.750 m3. Air limbah yang
dibuang dari UPL ini telah memenuhi baku mutu limbah cair sesuai
dengan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dengan BOD 100 mg/1
dan pH 6-9. Jika limbah cair dialirkan ke areal tanaman kelapa sawit dan
tidak menimbulkan dampak yang merugikan, maka biaya investasi dan
pengoperasiannya berkurang antara 50 - 60%. Dengan proses biologis
dalam suasana anaerobik dan aerobik, terjadi biodegradasi bahan
organik menjadi senyawa asam dan gas, sedangkan mineral sedikit
berkurang selama proses tersebut. Ciri utama yang diusulkan dengan
disain tersebut berkaitan dengan bak pengutipan minyak dengan WPH 2
jam dan susunan UPL anaerobik sebanyak 4 unit. Bak pengutipan
minyak dengan WPH selama 2 jam dengan kedalaman 1,5 m dibangun
untuk mengutip kembali minyak dan selanjutnya limbah yang berasal dari
stasiun rebusan dan klarifikasi dipisahkan alirannya dengan WPH selama
8 jam. Bak pengutipan minyak dilengkapi dengan pompa untuk
mengembalikan minyak (resirkulasi) ke tempat pengumpulan. Oleh
karenanya, perlu dihindarkan agar air pencuci tidak dialirkan ke dalam
bak pengumpul untuk mengurangi volume limbah. Selain itu perlu
diketahui bahwa dalam mengantisipasi penurunan kualitas air.
Pemerintah telah mengeluarkan PP No 20 Tahun 1990 tentang
pengendalian pencemaran air, dan Menteri Negara Lingkungan Hidup
telah mengeluarkan Keputusan Menteri tentang baku mutu limbah cair
bagi kegiatan industri.

Tabel 2. Kisaran Komponen Kimia Limbah Cair PKS Sebelum dan


Setelah Pengolahan
Bagan 2. Sistem Kolam Anaerobik Aerasi Kapasitas 30 Ton
2. Proses Biologis Anaerobik-Fakultatif
Proses ini memungkinkan biaya operasi dan pemeliharaan relatif
rendah, hanya saja diperlukan energi untuk memindahkan pompa untuk
mengalirkan limbah dan pembuangan lumpur. Jika kolam sudah penuh,
dan alirannya secara gravitasi, pemakaian energi menjadi berkurang
namun biaya operasi dan pemeliharaan secara periodik masih diperlukan
Jika biaya pembebasan lahan tidak termasuk dalam pembangunan UPL
tersebut, maka biaya investasi dengan cara ini sebanding dengan
alternatif pertama. Proses Anaerobik-Fakultatif kurang baik dalam
penurunan kualitas air limbah, terutama pada puncak panen dan kondisi
fluktuasi, dan hal ini merupakan salah satu kerugian yang ditimbulkan
oleh sistem tersebut. Pengamatan lainnya yang menimbuikan kerugian
adalah luas areal yang diperlukan untuk UPL. Oleh karenanya dianjurkan
proses anaerobik-fakultatif digunakan hanya untuk mengolah limbah PKS
saja. Proses yang berlangsung dalam sistem ini sama dengan PBAn-
Aerasi lanjut. Peralatan dan komponen yang diperlukan adalah seperti
berikut :

a) Fasititas pengukur aliran


b) Bak pengutipan minyak, 1 unit dengan WPH selama 2 jam
c) Kolam pengasaman 2 unit paralel dengan WPH selama 2,5 hari
d) Kolam anaerobik primer, dan sekunder masing-masing 2 unit dengan
W.PH berturut-turut selama 40 dan 20 hari
e) Kolam fakultatif, 1 unit dengan WPH selama 15 hari
f) Kolam alga/aerobik, 3 unit dengan WPH masing-masing 7 hari
g) Bak penampung dan pengering lumpur
Bagan 3. Sistem Kolam Anaerobik Fakultatif Kapasitas 30 Ton
C. Pengendalian Pencemaran Lingkungan

Lingkup pengendalian pencemaran lingkungan yang paling pertama


dan utama adalah pada tahap pekerjaan pengolahan kelapa sawit. Pekerjaan
mengendalikan pencemaran lingkungan terkait dengan air limbah adalah
pekerjaan mengontrol operasi normal dan merawat sistem pengolahan air
limbah, pekerjaan mengendalikan pencemaran lingkungan disaat darurat
akibat kecelakaan oleh kerusakan atau salah operasi dan instrumen atau alat
yang menyusun sistem IPAL atau akibat hujan lebat dan lainnya. Dengan
asumsi bahwa pengendalian pencemaran lingkungan sudah dilaksanakan
dengan benar, maka perlu mengasumsikan keadaan darurat, lalu merancang
prosedurnya. Untuk menjamin adanya kemampuan sistem IPAL dalam
mengolah limbah secara keseluruhan, perlu menetapkan target pengendalian
lingkungan yang mengacu pada rencana pengendalian pencemaran
lingkungan, menguasai berbagai kondisi dari air limbah. Kontrol angka-angka
berdasarkan data pengukuran, pembiasaan operasi, instrumen & alat yang
benar, pengusulan ide pembenahan terhadap prosedur operasi dan lainnya
sangat diperlukan. Secara ringkas, setiap sub-sistem dalam pengolahan
produk maupun limbah kelapa sawit, perlu distandarasisasi serta dilakukan
pemantauan dan pengawasan dengan instrumen yang tepat terhadap sub-
sistem tersebut.
BAB III
PENUTUP

Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian


Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis
dalam perekonomian nasional. Mengingat besarnya potensi dampak negatif
terhadap lingkungan dari proses industri kelapa sawit khususnya terkait limbah
cair yang ditimbulkan, maka perlu penanganan yang tepat dan berkelanjutan.
Teknologi pengolahan limbah kelapa sawit saat ini sudah bermacam-macam dan
memiliki tujuan yang berlainan. Masing-masing teknologi memiliki kelebihan dan
kelemahan. Oleh karena itu, dalam pemilihan teknologi yang akan digunakan
haruslah disesuaikan dengan kondisi PKS dan juga kemampuan finansial. Selain
itu untuk menjamin pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan pada
PKS, diperlukan koordinasi dan partisipasi aktif segenap elemen yang terkait
dengan kegiatan PKS. Elemen dimaksud antara lain pemerintah (pusat dan
daerah), pihak perusahaan (pengelola dan pekerja), dan masyarakat sekitar
(termasuk LSM). Koordinasi dan partisipasi aktif tersebut alam rangka upaya
pemantauan dan evaluasi kegiatan perusahaan, demi tercapainya tujuan
kesejahteraan bersama
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian RI. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa


Sawit. Jakarta
Kementerian Lingkungan Hidup RI. 2013. Panduan Penanganan Air Limbah di
Pabrik PKS. Jakarta
Nursanti, Ida., dkk. 2013. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Kolam
Anaerob Sekunder I Menjadi Pupuk Organik Melalui Pemberian Zeolit.
Materi Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian
Universitas Lampung
SawitIndonesia. 2014. Teknologi Pengolahan Limbah Pabrik Kelapa Sawit.
http://www.sawitindonesia.com, diakses tanggal 5 November 2014

Anda mungkin juga menyukai