Anda di halaman 1dari 16

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil
Hasil yang didapat dari tinjauan pengelolaan limbah cair kelapa sawit yang
dihasilkan oleh PKS Air Tenggulang, PT. Hamita Utama Karsa ini sebagai
berikut:

5.1.1 Limbah Pabrik Kelapa Sawit Secara Umum


Proses pengolahan buah kelapa sawit untuk menghasilkan minyak mentah
sawit (CPO) sesungguhnya hanyalah proses yang berdasarkan prinsip secara fisik
saja. Bagian buah sawit yang mengandung kadar minyak yang tinggi adalah justru
pada bagian sabut buah sawit, sehingga proses yang dilakukan adalah dengan
penekan (pressing) sabut sawit dengan temperatur tertentu. Dengan proses
pengolahan bahan baku nabati yang merupakan sumber dari senyawa-senyawa
organik rantai panjang, maka bahan-bahan pencemar dalam air buangan dari
pabrik pengolahan CPO juga didominasi senyawa-senyawa organik, khususnya
bahan minyak nabati.

5.1.2 Limbah Cair yang dihasilkan


Dalam proses perolehan minyak mentah kelapa sawit dari tandan buah
segar kelapa sawit (TBS), terdapat unit-unit proses yang menghasilkan limbah
cair dengan jumlah yang cukup banyak. Diagram alur proses pengolahan TBS
menjadi CPO dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam pengolahan TBS dipabrik
kelapa sawit, limbah cair bersumber dari 3 bagian pengolahan yaitu air buangan
kondensat dari stasiun rebusan, air buangan dari stasiun klarifikasi, dan air
buangan hydrocyclone dari stasiun kernel. Banyaknya air limbah dipengaruhi alat
pengolahan ataupun perbedaan cara pengolahan. Oleh karena adanya perbedaan
sifat dari air buangan stasiun kernel dengan air buangan dari stasiun rebusan dan
stasiun klarifikasi (air buangan stasiun kernel tidak mengandung banyak lemak).
Air kondensat rebusan dan air buangan klarifikasi masih mengandung minyak,
lemak zat padat, serat-serat, dll. Jumlah kondensat (buangan rebusan) dan air

Universitas Sriwijaya
buangan proses klarifikasi berkisar antara 0,4 – 0,8 m3/ton TBS dengan angka
rata-rata 0,65 m3/ton TBS. Pengaruhnya yang buruk terhadap lingkungan bila
dibuang langsung ke perairan adalah pengurangan kadar oksigen didalam badan
air yang menerimanya, sebagai akibat dari pemecahan bahan-bahan organik. Oleh
karena itu maka keadaan air limbah tersebut dinyatakan dengan Biological
Oxygen Demand (BOD), dapat dilihat pada Tabel.1.

Tabel.1 Analisa Buangan Pabrik Kelapa Sawit

Air buangan sebelum Effluent


Parameter *)
Range Rata-rata
pH 3,4 – 5,2 4,2
BOD 10.280 – 43.750 22.260
COD 15.550 – 100.380 50.710
Total Solids 11.460 – 78.710 40.370
Suspended Solids 8.770 – 71.610 17.620
Oil and Grease 130 – 17.970 6.110
Amonical Nitrogen 4 – 77 35
Total Nitrogen 180 - 1360 750
*) Semua parameter dalam satuan mg/l, kecuali pH.
Sumber : PT. Hamita Utama Karsa

Parameter pencemaran / buangan limbah cair pabrik kelapa sawit adalah sebagai
berikut :
a. pH atau Konsentrasi Hidrogen Ion
pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas
keadaan asam atau basa sesuatu larutan. pH juga salah satu cara untuk
menyatakan konsentrasi ion H+, misalnya:
Bila nilai pH = 7, berarti Netral
pH > 7, berarti Basa
pH < 7, berarti Asam
Nilai pH perlu dinyatakan didalam proses pengenalan karena pH
merupakan salah satu faktor aktifitas dan kehidupan mikro organisme.
b. BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD Merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisma untuk
menguraikan bahan organik secara biologis didalam air buangan pada
waktu dan suhu tertentu. Lebih banyak bahan organik, lebih banyak pula

Universitas Sriwijaya
oksigen yang diperlukan oleh mikro organisme. Dengan kata lain lebih
bayak bahan-bahan organik pada air buangan itu, maka lebih besar BOD-
nya.
c. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan
bahan organik secara kimiawi.
d. Total Solid (TS)
Total solid merupakan jumlah seluruh bahan padatan yang terkandung
didalam air limbah yaitu partikel yang sukar larut dan mengendap.
e. Suspended Solid (SS)
Suspended solid merupakan jumlah partikel yang tidak larut ataupun
mengendap. Partikel ini akan mengapung atau melayang didalam air
limbah.

5.1.3 Jumlah Limbah Cair yang dihasilkan


Jumlah limbah cair dari suatu pabrik bergantung dari kapasitasnya. Pabrik
pengolahan CPO di PT. Hamita Utama Karsa, PKS Air Tenggulang, mempunyai
kapasitas sebesar 60 ton TBS/jam. Jika TBS yang diolah rata-rata 500 ton/hari,
jumlah limbah cair yang dihasilkan rata-rata sekitar 500 T/hari x 0,65. Jadi dalam
sehari PKS Air Tenggulang menghasilkan 325 ton air limbah. Proses produksi
rata-rata 12 jam/hari. Jika menggunakan pompa dengan kapasitas 30 ton/jam,
maka jumlah limbah cair yang dapat dialirkan pompa adalah 360 T/hari. Artinya
pompa dengan kapasitas 30 ton/jam masih mampu mengalirkan 325 ton air
limbah ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

5.2 Pembahasan
Proses pengolahan TBS akan menghasilkan produk utama dan produk
sampingan, produk utama yang dihasilkan dari proses pengolahan TBS berupa
CPO dan kernel, sedangkan produk sampingan yang dihasilkan berupa limbah.
Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan TBS secara umum terbagi
menjadi tiga yaitu berupa limbah padat, limbah gas, dan limbah cair. Limbah
padat yang dihasilkan berupa janjang kosong, ampas/serat, cangkang, dan solid.

Universitas Sriwijaya
Limbah padat yang dihasilkan sebagian besar dimanfaatkan untuk keperluan
pupuk dan bahan bakar boiler. Janjang kosong dan solid dimanfaatkan sebagai
pupuk dengan cara di sebar ke lahan dengan perbandingan janjang kosong dan
solid 3 : 1, sedangkan ampas dan cangkang dimanfaatkan sebagai bahan bakar
boiler. Limbah gas yang dihasilkan dari cerobong boiler, sedangkan limbah cair
secara umum dihasilkan dari st. perebusan, st. klarifikasi, air hydrocyclone, dan
air pencucian unit-unit pengolahan. Berdasarkan data yang dihasilkan diatas jika
tidak dikelola dengan baik dan benar maka limbah akan mengalami penumpukan
dan limbah dapat mencemari lingkungan secara berkala. Oleh karena itu dalam
menjalankan proses berikutnya PKS Air Tenggulang PT. Hamita Utama Karsa
memanfaatkan limbah sebagai sumber energi, sebagai pupuk, atau dialirkan
kembali ke parit atau sungai dengan proses pengelolaan sebagai berikut :

5.2.1 Limbah Cair


Limbah cair PKS mengandung padatan melayang dan terlarut maupun emulsi
minyak dan air. Apabila limbah tersebut langsung dibuang maka sebagian besar
akan mengendap terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut sehingga
menimbulkan kekeruhan, dan mengeluarkan bau tidak sedap yang dapat
merugikan lingkungan sekitar. Limbah cair yang dihasilkan dari stasiun rebusan,
stasiun klarifikasi, dan air hydrocyclone ditampung disebuah bak pengutip (fat pit)
sebelum dialirkan lebih lanjut ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL). PKS Air
Tenggulang PT. Hamita Utama Karsa memiliki 9 kolam penampungan atau
pengolahan limbah di unit instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dapat dilihat di
lampiran 2, dimana limbah cair diolah agar dapat dialirkan ke parit atau kesungai
sesuai baku mutu dengan proses pengelolaan sebagai berikut:
a. Stasiun Fat Pit
Dari seluruh proses pengolahan kelapa sawit diperlukan sebuah bak
penampungan dan pengendapan yang disebut dengan bak fat pit. Bak fat pit
ini berfungsi untuk mengutip minyak sebanyak-banyaknya yang masih terikut
dalam sludge dan air yang berasal dari sisa pembuangan air rebusan
(condensat), air buangan dari stasiun klarifikasi, dan air hydrocyclone
sehingga losses minyak yang terbuang ke limbah menjadi kecil. Bak fat pit

Universitas Sriwijaya
diberi steam pemanas yang berfungsi untuk memisahkan minyak dan lumpur
agar pengutipan minyak lebih optimal.
Prinsip kerja bak fat pit adalah sebagai tempat penampungan dan
pengendapan sludge dan air melalui bagian bawah pada sekat bak ujung
dipasang pipa underflow, secara gravitasi sludge dan air pada bagian bawah
akan keluar dan terus dipompakan ke kolam limbah. Sedangkan minyak akan
terlihat melayang pada permukaan atas karena memiliki berat jenis yang lebih
kecil. Kemudian dilakukanlah pengutipan minyak dengan menggunakan
skimmer dan oil comb. Minyak yang dikutip dengan skimmer dan oil comb
akan ditampung di bak penampungan dan terus dipompakan ke stasiun
klarifikasi.

Gambar 5.1. Bak Fat Pit

b. Cooling pond
Limbah cair yang telah ditampung dan dikutip sisa minyaknya di bak
fat pit kemudian dialirkan menuju IPAL, dimana dikolam pertama yaitu kolam
pendinginan yang berukuran 40 m x 18 m dengan kedalaman 3 meter. Kolam
pendinginan memiliki fungsi untuk menurunan suhu dari 80-90ºC menjadi 38-
41ºC. penurunan suhu ini bertujuan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri
mesophilik. pH limbah cair didalam kolam pendingin yaitu 4 dengan waktu
retensi selama 6 hari.
PKS Air Tenggulang memiliki dua kolam pendingin, dimana dari
kolam ini masih terdapat minyak yang ikut terpompa dari fat pit. Pada
permukaan kolam terlihat ada sedikit minyak dari hasil proses pengolahan

Universitas Sriwijaya
minyak. Minyak yang terdapat di kolam pendingin berwarna kuning dan
membeku di pagi hari karena suhu dan cahaya yang belum panas. Berikut ini
gambar kolam pendingin.

Gambar 5.2. Kolam Pendingin

c. Anaerobic Pond
PKS Air Tenggulang memiliki dua kolam anaerobic yang berukuran
68 m x 17 m dengan kedalaman 3 m. Pada kolam ini diatasnya ditutupi oleh
scam (padatan lemak yang mengapung diatas permukaan cairan) yang
terbentuk akibat suhu limbah yang menurun. Scam ini dapat menghambat
udara masuk sehingga terjadi proses anaerobic. Air limbah PKS mengandung
senyawa anorganik dan organik. Senyawa organik lebih mudah mengalami
pemecahan dari pada senyawa anorganik. Bahan-bahan organik yang
terkandung dalam air limbah PKS dapat dirombak oleh mikrobia, baik secara
anaerobik maupun secara aerobik. Keberhasilan perombakan bahan organik
tergantung pada jenis mikrobia dan kondisi substrat. Reaksi pemecahan dalam
fermentasi terdiri dari tahapan-tahapan reaksi yang dikatalis oleh berbagai
enzim yang dirpoduksikan oleh mikrobia. Kecepatan reaksi perombakan
bahan organik secara biologi tergantung dari jumlah mikrobia yang
terkandung, jenis mikrobia yang dapat saling mendukung dalam perombakan,
sifat substrat dan faktor lingkungan.
Tugas utama dari mikrobia tersebut adalah memecahkan berbagai
macam senyawa organik komplek menjadi lebih sederhana. Tugas mikrobia
selanjutnya adalah melanjutkan perombakan senyawa asam organik menjadi

Universitas Sriwijaya
methane dan disebut bakteri methane. Reakasi perombakan secara anaerobik
dapat dilihat pada persamaan reaksi berikut ini :
Tahap I
Bakteri anaerob
Bahan Organik ―――――――> asam organik + CO2 + H2O + energi
Penghasil asam

Tahap II
Bakteri anaerob
Bahan Organik ――――――――> CH4 + CO2 + energi methane
Penghasil methane
Bakteri aktif dalam perombakan ini ialah bakteri Metanogenik. Hasil
reaksi Metanogenesis ialah CH4 dan CO2 dengan perbandingan antara 1 : 1
sampai 3 : 1. Bakteri dapat bekerja dengan baik bila kandungan bahan terlarut
antara 0,7 – 3,5 persen, untuk air limbah PKS yang mengandung 3%
membutuhkan waktu prombakan paling cepat bila dalam substrat tidak
terdapat faktor penghambat. Dalam fermentasi anaerobik terjadi pemecahan
bahan organik dalam kolam dan diketahui dari jumlah BOD yang berkurang
hingga 30% sisa. Untuk mengurangi efek hasil reaksi terhadap mikrobia
maka ukuran kolam dibuat sedemikian rupa sehingga tingkat kecepatan reaksi
semaksimal mungkin.
Air limbah PKS kaya akan Lignin yang dapat dirombak oleh
mikroorganisme. Salah satu faktor penghambat ialah kurangnya sumber
nitrogen dalam media substrat. Untuk mengaktifkan mikrobia perombak
lignin, maka dapat ditambah nitrogen kedalam media substrat misalnya urea.
Oksigen terlarut yang tinggi dapat mengahambat proses metabolisme
mikrobia/bakteri anaerobik. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen atau DO)
yang diperbolehkan ialah lebih kecil dari 0,5 ppm, apabila kandungan DO
lebih besar maka organisme dapat terhambat bekerja, justru dapat mematikan.
Reaksi bioksidasi dipermukaan dasar lebih lambat jika dibandingkan
dengan pada bagian atas. Hal ini disebabkan hasil reaksi lebih sulit berdiffusi
karena terselubung oleh bahan padatan. Hasil reaksi ini akan menghambat

Universitas Sriwijaya
jalannya reaksi, karena bertindak sebagai inhibitor. Pada kolam yang
mengandung bakteri asam cuka, akan timbul asam cuka yang menumpuk
dibagian dasar dan ini akan mempengaruhi kerja mikrobia yang lain. Hal
diatas menyebabkan reaksi biooksidasi tidak dapat berlangsung dengan
sempurna sehingga penurunan BOD dengan fermentasi anaerobik tidak dapat
mencapai 100%, yang dapat dicapai ialah 70% - 90% dari BOD semula.
Bakteri yang digunakan dalam proses anaerobic pada awalnya
dibiakan disatu tempat. Di dalam pembiakkan awal perlu ditambahkan nutrisi
yang merupakan sumber energi dalam metabolisme bakteri seperti urea, gula,
dan limbah yang telah diencerkan. Pada kolam anaerobic I sudah terlihat
bakteri aktif, warna air hitam pekat. pH limbah dikolam anaerobic I berkisar
6-7, sedangkan di kolam anaerobic II pH berkisar 7-8. Dari kolam anaerobic I
ke kolam anaerobic II dialirkan secara overflow dan terjadi penurunan suhu
dari 36 oC menjadi 32 oC. Berikut ini gambar kolam anaerobic I dan II.

Gambar 5.3. Kolam Anaerobic I dan II.

Beberapa faktor yang diperhatikan untuk mengefektifkan reaksi fermentasi antara


lain :
a. pH Air limbah Pabrik Kelapa Sawit
Keasaman air limbah PKS yang keluar dari Fat Pit berkisar antara 3-5.
Pada keasaman tersebut tidak semua mikroorganisme dapat bekerja
optimum dan pertumbuhan mikroorganisme yang cepat. Umumnya
mikroorganisme bekerja optimum pada pH 6,5 – 7,5. Fermentasi
anaerobik dapat berlangsung dengan baik jika limbah dalam keadaan
netral. pH air limbah PKS dapat dinaikkan dengan penambahan atau abu

Universitas Sriwijaya
janjang kosong yang berasal dari incenerator atau ada juga yang
menggunakan caustic soda/kapur. Penambahan alkali dilakukan pada bak
netralisasi atau menginjeksikan pada pipa inlet.
Selama fermentasi anaerobik dihasilkan gas CO2, CH4 dan asam organik.
Kecuali CH4, hasil reaksi dapat mengasamkan air limbah, maka dalam
usaha mempertahankan pH-nya sering ditambahkan buffer posfat, akan
tetapi biayanya dianggap terlalu mahal sehingga cara ini dihentikan.
b. Mikroorganisme Katalis
Mikroorganisme yang banyak dikembangkan dalam pengendalian air
limbah PKS ialah jenis bakteri, yaitu bakteri methanogen. Bakteri yang
dapat diintroduksi bila perkembangbiakannya sangat cepat dengan maksud
agar jumlah bakteri dalam media sebanding.
Bakteri methanogen yang diperlukan untuk fermentasi anaerobik dengan
kapasitas olah 30 ton TBS/jam dengan pemakaian air 60% diperlukan 120
kg dengan kandungan 8 x 109 koloni pergram. Apabila katalis ini tidak
mengalami pengurangan jumlah, maka ini sudah dapat digunakan untuk
seterusnya. Untuk mempertahankan jumlah tersebut kondisi limbah perlu
diatur sedemikian rupa, termasuk pemberian makanan.
c. Retention Time
Setiap reaksi membutuhkan waktu untuk merubah suatu senyawa menjadi
senyawa lainnya, dan waktu yang dibutuhkan sehingga perombakan
dianggap sempurna, dan ini dinamakan retention time.
Retention time dari setiap perlakuan berbeda-beda, tergantung dari
perbandingan substrat dengan mikrobia, aktifitas mikrobia dan keadaan
lingkungan. Retention time mempengaruhi ukuran kolam dan tergantung
dari kualitas air limbah yang dinginkan. Seperti telah diketahui bahwa
kemampuan mikro organisme untuk merombak senyawa organik hanya
70% - 90% BOD.
Retention time tidak selalu tetap ini tergantung dari kandungan bahan
padatan air limbah. Bahan padatan umumnya mempunyai berat jenis diatas
1 sehingga menempati dasar kolam. Karena terjadi penimbunan bahan
padatan di bagian dasar, maka proses perombakan bahan organik akan

Universitas Sriwijaya
berjalan lebih lambat dengan terjadinya penumpukan bahan organik yang
masuk belakangan. Akibatnya retention time untuk mencapai hasil yang
diharapkan akan bertambah lama. Disamping itu volume kolam akan
bertambah kecil yang disebabkan pendangkalan, ini berarti memerlukan
pertambahan retention time. Karena retention time tidak dapat ditambah
lagi karena ukuran kolam sudah tertentu, maka perlu dilakukan
pengiorekan secara reguler apakah pemompaan atau pengorekan dengan
alat mekanis, sudah tentu didasarkan pada pertimbangan ekonomis.
d. Suhu
Kemampuan mikroorganisme untuk merombak bahan organik dipengaruhi
suhu air limbah, yaitu harus disesuaikan dengan suhu yang diinginkan oleh
mikro organisme, sehingga mikro organisme dapat bekerja optimum. Suhu
air limbah untuk pengendalian yang menggunakan bakteri mesofil diatur
pada suhu 20 - 30ºC, sedangkan bakteri termofil menginginkan suhu
medium pada 50 - 60ºC.
Air limbah yang keluar dari Fat Pit masih panas dengan suhu 80 - 90ºC,
keadaan ini tidak sesuai untuk pengendalian secara fermentasi anaerobik
yang memakai bakteri mesofil, maka air limbah tersebut perlu mengalami
pendinginan. Pendinginan yang dilakukan ialah dengan kolam pendingin,
dan akan menghasilkan air limbah yang bersuhu dibawah 40ºC. Pada
proses yang memakai bakteri termofil, di dalam lagoon masih dipanaskan
sehingga suhunya sesuai dengan keinginan bakteri.
e. Inhibitor
Inhibitor adalah suatu zat atau bahan yang dapat mempengaruhi kehidupan
mikroorganisme. Inhibitor yang terdapat dalam limbah dapat mengurangi
aktifitas mikroorganisme yang berakibat tingginya BOD dalam air
buangan akhir. Inhibitor yang terdapat dalam air limbah terdiri dari
senyawa kimia dan mikroorganisme lainnya yang bersifat antagonis.
Senyawa kimia yang sangat mempengaruhi kehidupan mikroorganisme
antara lain adalah khlorin, logam berat seperti Fe dan Cu. Untuk
menghindarkan penurunan aktifitas mikroorganisme dalam fermentasi
anaerobik, maka perlu dihindarkan penggabungan air buangan yang

Universitas Sriwijaya
mengandung senyawa kimia laboratorium dengan air limbah PKS.
Mikroorganisme yang dikembangkan dalam kolam fermentasi anaerobik
terdiri dari satu strain, dan jangan digabungkan dengan starin yang bersifat
antagonis.
f. Zat-zat yang berlemak tidak boleh terlalu tinggi
Dengan mengaktifkan bak dekantrasi dalam pabrik dan luar pabrik,
diharapkan minyak yang masuk ke Effluent persentasenya kecil.
Kandungan minyak dalam air buangan masih dapat dikumpulkan di bak
dekantasi sebelum masuk ke Effluent Treatment. Zat-zat yang berlemak
yang masuk kedalam ponding/kolam max. 0,70%.n bakteri termofil
menginginkan suhu medium pada 50 - 60ºC.

d. Aerobic pond
PKS Air Tenggulang memiliki tiga kolam aerobic yang berukuran 180
m x 30 m dengan kedalaman 4 m. Air limbah yang keluar dari kolam
anaerobik masih mengandung bahan organik yang diketahui dari nilai BOD
dan COD. Senyawa tersebut sudah sulit dirombak oleh mikroorganisme
anaerob, maka harus dilanjutkan dengan perombakan secara aerobik. Berikut
ini merupakan gambar kolam aerobic.

Gambar 5.4. Kolam aerobic I dan II

Berbeda halnya dengan fermentasi anaerobik, pada aerobik diperlukan


oksigen dalam proses perombakan baik oksidasi dengan katalisator
mikroorganisme maupun dengan katalisator kimia. Oleh sebab itu, pada

Universitas Sriwijaya
fermentasi aerobik sebelumnya dilarutkan oksigen dan akan diperoleh nilai
DO yang tinggi. Cara melarutkan oksigen dalam air limbah dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu dengan kompresor, blade dan dengan paddle. Pada
kolam ini telah tumbuh ganggang dan mikroba heterotrop yang membentuk
flock. Ganggang digunakan sebagai penyuplai oksigen, oksigen dibutuhkan
oleh bakteri untuk mempertahankan hidupnya.
Kelarutan oksigen tergantung dari kontaknya oksigen dengan air
limbah. Kandungan oksigen terlarut dalam kondisi tertentu dapat mencapai
14 ppm. Air limbah yang memasuki kolam aerasi mengandung BOD antara
1000 – 3000 ppm dan COD 1500 – 6000 ppm ini tergantung dari sistem
fermentasi anaerobik yang dilakukan. Berdasarkan hal tersebut dapat dihitung
berapa jumlah oksigen yang akan diberikan selama fermentasi aerobik.
Fermentasi aerobik dapat berjalan apabila dalam air limbah terdapat DO
minimal 2 ppm, maka pada kolam aerobic III terdapat 4 aerator untuk
mempercepat fermentasi aerobik perlu di aerasi pada kolam aerasi.
Pada kolam aerasi terjadi pelarutan oksigen dengan menggunakan
sistem mekanik. Pada kolam ini air limbah ditahan selama ± 10 hari. Pada
masa tersebut sudah dapat berlangsung proses oksidasi, sehingga BOD
menurun. Berikut ini gambar kolam aerobic dengan aerator.

Gambar 5.5. Kolam Aerasi

e. Sedimentasi Pond
Sedimentation pond atau kolam pengendapan di PKS Air Tenggulang
berukuran 180 m x 30 m dengan kedalaman 4 m sehingga dapat menampung

Universitas Sriwijaya
21.600 M3. Kolam pengendapan berfungsi untuk memisahkan cairan dari
lumpur yang mengalir secara kontinyu dari kolam aerob dengan cara
diendapkan. Terlihat bakteri sudah tidak aktif, BOD 300 – 500 ppm, warna
hitam tapi kurang pekat. Dari kolam ini disirkulasikan ke kolam pendinginan
dengan kapasitas pompa 15 T/jam selama proses TBS berlangsung.
Selanjutnya air dari kolam pengendapan dialirkan menuju polishing pond
secara overflow. Berikut ini merupakan gambar kolam pengendapan.

Gambar 5.6. Kolam Pengendapan

f. Polishing Pond
Polishing pond merupakan kolam penampungan yang terakhir sebelum
air dialirkan ke parit. Polishing Pond berukuran 100 m x 25 m dengan
kedalaman 6 m sehingga dapat menampung 15.000 M3. Pada kolam ini warna
air sudah tidak pekat lagi, dan telah memenuhi baku mutu yang disyaratkan
oleh pemerintah sebelum dialirkan ke parit atau sungai. Salah satu indeks jika
air sudah memenuhi baku mutu yaitu ikan-ikan yang terdapat didalam
polishing pond tidak mati. Berikut ini gambar polishing pond.

Gambar 5.7. Polishing Pond

Universitas Sriwijaya
5.2.2 Kendala Pengelolaan Limbah Cair
Hal berikut ini adalah beberapa alasan sangat sulitnya mengolah air limbah
dari PKS :
1. Minyak sawit berasal dari tumbuhan, dan merupakan unsur yang sangat
sulit terurai melalui pengolahan biologis,
2. Sludge dengan konsentrasi tinggi dan minyak bercampur, kandungan
minyak menjadi sulit mengapung, sehingga pemisahan minyak-air menjadi
sulit,
3. Bila suhu air limbah turun, minyak sawit yang terkandung menjadi mudah
memadat, untuk itu minyak menempel pada sludge, viskositas akan naik,
permukaan menjadi scam, sehingga pemisahan minyak-air menjadi sulit
dilakukan,
4. Bila air limbah dengan kondisi sepertti ini dikirim dengan pompa, proses
pembentukan emulsi dari minyak sawit akan berlangsung, sehingga
pemisahan minyak-air menjadi sangat sulit dilakukan,
5. Laju olah padatan organik yang terkandung banyak di dalam air limbah
secara biologis adalah sangat rendah, sehingga waktu tinggal yang pas
dengan ini menjadi dibutuhkan, namun pada dasarnya pengolahan tidak
dapat mengimbangi volume air limbah yang dihasilkan, sehingga kolam
olah cepat dipenuhi oleh lumpur, dan pada akhirnya tidak dapat diperoleh
waktu tinggal yang mencukupi,
6. Tidak dilakukannya teknik pengolahan yang pas untuk lumpur,
7. Perihal pemisahan dengan mengumpulkan padatan organik ini terlebih
dahulu sebelum dialirkan ke IPAL adalah sulit dilakukan dari sisi biaya.

5.2.3 Kontrol Terhadap Kolam Limbah


Kewajiban/kontrol yang dilakukan setiap hari terhadap kolam limbah
adalah sebagai berikut:
1. Setiap hari dilakukan pengecekan pH dan temperature kolam.
2. Cek kondisi pipa, parit distribusi, pompa sirkulasi dan aplikasi (periksa
kebocoran, pipa pecah).

Universitas Sriwijaya
3. Pada areal sekitar kolam tanami bunga kertas, tanaman pelindung dan
penghijauan lainnya.
4. Sekam dan kebersihan bagian dalam kolam (sampah, eks pipa, kerangan
dibuang dan dibersihkan 1 minggu sekali).
5. Pada bagian lereng kolam, dilakukan penanaman rumput tanah lapang atau
sejenisnya.

5.3. Limbah Padat


Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit berupa janjang
kosong, fiber dan cangkang kelapa sawit limbah padat jajang kosong dihasilkan
dari proses pemipilan atau tresher, buah yang sudah lepas dari janjang kemudian
masuk ketahap digester sedangkan janjang akan keluar dengan elevator conveyor
menuju ketempat penampungan sementara, kemudian janjang kosong diangkut
dengan menggunakan truck untuk di angkut ke lahan sebagai pupuk. Limbah
padat fiber atau serabut dihasilkan dari proses pengepressan, fiber yang telah
terpisah dari karnel akan keluar dengan elevator, fiber digunakan sebagai bahan
bakar boiler dan sebagian lagi dibuang kelahan. Limbah padat berupa cangkang
dihasilkan dari proses pemecahan ripple mill, cangkang ini sebagian digunakan
sebagai bahan bakar boiler dan sebagian lagi dimanfaatkan sebagai penimbunan
jalan menuju pabrik atau menuju kebun. Berikut ini merupakan gambar
pengaplikasian limbah padat sebagai pupuk di lahan kebun.

Gambar 5.8. Limbah Padat

5.4. Pengolahan Limbah Gas


Pengolahan limbah gas di PT. Hamita Utama Karsa tidak dilakukan
pengolahan dengan semestinya. Limbah gas di PT. Hamita Utama Karsa berupa

Universitas Sriwijaya
gas CO2 yang berasal dari cerobong asap boiler yang terdiri dari empat unit
boiler, dan gas dari emisi genset yang dibuang secara langsung ke udara tanpa
pengolahan lebih lanjut karena letak pabrik jauh dari tempat permungkiman
penduduk serta disekeliling pabrik juga terdapat pepohonan yang dapat
menetralkan gas-gas tersebut. Tata letak pabrik PT. Hamita Utama Karsa terletak
jauh dari lingkungan penduduk sehingga limbah yang ditimbulkan tidak
menggangu udara lingkungan sekitar penduduk.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai