Anda di halaman 1dari 12

Apa itu POME?

Selama bertahun-tahun,kelapa sawit berperan penting dalam perekonomian


Indonesia dan merupakan sakah satu komoditas andalan dalam menghasilkan devisa.
Produksi kelapa sawit cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Seiring dengan
peningkatan produktivitas kelapa sawit, diikuti juga dengab peningkatan limbah yang
dihasilkan dari prose pengolahan buah kelapa sawit menjadi CPO. Adapun limbah
yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit adalah limbah cair yang dikenal dengan
Palm Oil Mill Effluent (POME),limbah udara yang berupa emisi gas dari boiler dan
insinerator dan limbah padat seperti tandan buah kosong,serat dan cangkang.
POME adalah suspensi koloid yang mengandung 95-96% air, 0,6-0,7%
minyak dan 4-5% lemak dan padatan total. POME dikeluarkan dari industri berupa
cairan coklat dengan suhu debit antara 80-90 oC dan cukup asam dengan nilai pH
kisaran 4,0-5,0. Biasanya POME berisi nilai rata-rata 6000mg / 1 minyak dan lemak.
POME rata-rata mengandung BOD (Biologycal Oxygen Demand) berkisar antara
8.200-35.000 mg/L dan COD (Chemical Oxygen Demand) berkisar antara 15.10365.100mg/L yang akan menjadi bahan pencema apabila dibuang langsung ke perairan
bebas (Yonas dkk , 2012)

Pengolahan terdahulu.
Limbah cair yang dihasilkan pabrik kelapa sawit tidak langsung dibuang ke badan air
karena akan menimbulkan pencemaran. Secara konvensional pengolahan limbah di
pabrik kelapa sawit (PKS) dilakukan secara biologis dengan menggunakan sistem
kolam, yaitu limbah cair diproses di dalam satu kolam anaerobik dan aerobik dengan
memanfaatkan mikroba sebagai perombakan BOD dan menetralisir keasaman cairan
limbah. Hal ini dilakukan karena pengolahan limbah dengan menggunakan teknik
tersebut cukup sederhana dan dianggap murah. Namun demikian lahan yang
diperlukan untuk pengolahan limbah sangat luas, yaitu sekitar 7 ha untuk PKS yang

mempunyai kapasitas 30 ton TBS/jam. Kebutuhan lahan yang cukup luas pada teknik
pengolahan limbah dengan menggunakan sistem kolam dapat mengurangi
ketersediaan lahan untuk kebun kelapa sawit. Waktu retensi yang diperlukan untuk
me-rombak bahan organik yang terdapat dalam limbah cair ialah 120 140 hari.
Efisiensi perombakan limbah cair PKS dengan sistem kolam hanya sebesar 60 70
%. Disamping itu pengolahan limbah PKS dengan menggunakan sistem kolam sering
mengalami pendangkalan sehingga masa retensi menjadi lebih singkat dan baku mutu
limbah tidak dapat tercapai. Proses ini kurang baik dalam penurunan kualitas air
limbah, terutama pada panen puncak dan dalam kondisi fluktuatif. Pengolahan yang
menggunakan kolam terbuka pada temperatur ambient yang tinggi menghasilkan
produksi gas metana dan karbondioksida yang tidak terkendali, yang mana keduanya
merupakan gas rumah kaca. Luas areal yang dibutuhkan untuk tempat pengolahan
sangat besar sehingga hanya diprioritaskan untuk industri pengolahan kelapa sawit
yang kecil.
Namun proses ini mempunyai banyak kelemahan, diantaranya yaitu:
- memerlukan areal yang datar yang cukup luas (300 Ha untuk pabrik kapasitas 60
ton/dalam satu areal).
- sifatnya yang sementara (tidak selamanya ) karena flatbed suatu saat akan jenuh dan
bila itu terjadi berarti harus membuat flatbed baru.
- Jika pengaliran dan pendistribusian menggunakan pipa maka dalam waktu 2-3 tahun
harus menggantinya, karena dalam pipa sudah terbentuk kristal yang akan
menyumbat pipa.
Untuk itu, konversi limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) menjadi biogas
menggunakan digester anaerobik sudah banyak diteliti bahkan telah diaplikasikan
secara komersial dibeberapa PKS di Indonesia dan Malaysia [1, 11]. Hal ini
disebabkan pengolahan konvensioanal LCPKS yang menggunakan kolam terbuka

(lagoon) ternyata melepaskan biogas (CH4 dan CO2) ke atmosfir sebagai emisi gas
rumah kaca (GRK).
Karakteristik Limbah Cair Industri Minyak Kelapa Sawit
Limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit adalah limbah padat
dan limbah cair Limbah padat terdiri dari janjangan, serat-serat dan cangkang.
Limbah padat yang berupa janjangan dibakar dan abu hasil pembakaran janjangan
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Serat-serat dan sebagian kulit juga
dibakar dan panas yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dapat digunakan
sebagai sumber energi untuk menghasilkan uap yang banyak diperlukan selama
berlangsung. Sisa dapat cangkang digunakan sebagai bahan baku industri yang
aktif maupun industri hard board.
Limbah cair industri pengolahan kelapa sawit yang akan ditinjau lebih
lanjut mempunyai potensi untuk mencemarkan lingkungan karena mengandung
parameter bermakna yang cukup tinggi. Eckenfelder (1980) menyatakan bahwa
golongan parameter yang dapat digunakan sebagai tolok ukur penilaian kualitas air
adalah sebagai berikut :
1.

BOD (biochemical Oxygen Demand) yang merupakan kadar senyawa


organik yang dapat dibiodegradasi dalam limbah cair.

2. COD (Chemical Oxygen Demand) yang merupakan ukuran untuk senyawa


organik yang dapat dibiodegradasi atau tidak.
3. TOC (Total Organic Carbon) dan TOD (Total Oxygen Demand) yang
merupakan ukuran untuk kandungan senyawa organik keseluruhan.
4. Padatan tersuspensi dan teruapkan (suspended and volatile solids).
5. Kandungan padatan keseluruhan.
6. pH alkalinitas dan keasaman.
7. Kandungan nitrogen dan postor.
8. Kandungan logam berat.
Dari hasil penelitian komposisi limbah menunjukkan bahwa 76% BOD
berasal dari padatan tersuspensi dan hanya 224% dari padatan terlarut. Maka

banyak tidaknya padatan yang terdapat terdapat dalam limbah terutama padatan
tersuspensi mempengaruhi tinggi rendahnya BOD
Karakteristik dari limbah cair industri pengolahan kelapa sawit dipaparkan
pada label di bawah ini :
Parameter

Rentang
4,0 4,6

Rata - rata
4.3

60-80

70

30.000-60.000

50.000

Padatan melayang (mg/l)

15.000 40.000

30.000

Padatan terlarut (mg/l)

15.000 30.000

20.000

Minyak

4.000- 11.000

8.000

Kebutuhan oksigen biokimia [BOD] (mg/l)

20.000-40.000

25.000

Kebutuhan oksigen [COD} (mg/l)

40.000-70.000

55.000

Nitrogen

500-900

700

Fosfat

90-140

120

Kalium

1.000-2.000

1.500

Magnesium

250-300

270

Kalium

260-400

325

Besi

80-200

110

PH
Suhu , C
Total Solid (mg/l)

Pengolahan Limbah cair dengan proses Anaerobik


Proses pengolahan anaerobik adalah proses pengolahan senyawa senyawa
organik yang terkandung dalam limbah menjadi gas metana dan karbon dioksida
tanapa memerlukan oksigen.

Mekanisme Reaksi Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Anaerobik


Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang
terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas
yang mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen,
hidrogen dan hidrogen sulfida.
Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara aerob :
anaerobik
Bahan Organik

CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O


mikroorganisme

Sebenarnya

penguraian

bahan

organik

dengan

proses

anaerobik

mempunyai reaksi yang begitu kompleks dan mungkin terdiri dari ratusan
reaksi yang masing- masing mempunyai mikroorganisme dan enzim aktif yang
berbeda.
Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan
menjadi
2 tahap:
Tahap pembentukan asam
Tahap pembentukan metana

Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa


organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar
(polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh
enzim-enzim ekstraseluler. Beberapa senyawa organik dan enzim pengurainya
dapat

dilihat

pada

tabel

di

bawah

ini:

Enzim

Substrat

Produk

Esterase:
Lipase

Gliserida (fat)

Gliserol + Asam lemak

Lecitin

Choline + H3PO4

+ fat

Pektin metil

Metanol

asam

Ester

poligalakturonat

Maltase

Sucrosa

Frukosa + Glukosa

Cellobiose

Maltosa

Glukosa

Lactase

Cellobiosa

Glukosa

Amilase

Laktosa

Galaktos + glukosa

Cellulase

Starch

Maltosa/glukosa

Phosphatase:
Lecithinase
Pectin esterase

Carohydrase

Fructosidase

Cytase
Poligalakturonase
Nitrogen-Carrying

maltooligo-saccarida
Sellulosa

Sellobiosa

Gula sederhana

Compound
Asam
Poligalakturonat organikAsam
galakturonat
Pembentukan asam dari
senyawa-senyawa
sederhana
(monmer)
Proteanase
dilakukan
oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi
Polipeptidase
Protein
Polipeptidadan butirat
acids/farming
bacteria dan acetogenic
bacteria. Asam propionat
Deaminase:
Protein
Asam amino
diuraikan
oleh acetogenic bacteria
menjadi asam asetat.
UreasePembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri
CO2 + NHasam
dariAsparaginase
sub divisi acetocalstic Urea
methane bacteria yang menguraikan
asetat
3
menaji metana dan karbon Asparagine
dioksida. Karbon dioksida Asam
dan aspartat
hidrogen+ NH
yang
3
terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana
menjadi metana dan air.
Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa
organik sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang

menggunakan glukosa sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana peranan


keempat kelompok bekteri tersebut menguraikan senyawa ini menjadi gas metana
dan

karbon

tlioksida

sebagai

berikut

1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi :

a. C6H12O6 + 2H2O

2CH3COOH + 2CO2

+ 4H2

(as. asetat)

b. C6H12O6

CH3CH2CH2COOH + 2CO2
(as. butirat)

c. C6H12O6 + 2H2

2CH3CH2COOH + 2H2O
(as. propionat)

2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi :

d. CH3CH2COOH

CH3COOH + CO2

+ 3H2

(as.asetat)
e. CH3CH2CH2COOH

2CH3COOH + 2H2
(as. asetat)

3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi :

f. CH3COOH

CH4

+ CO2

(metana)

4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi :

g. 2H2 + CO2

CH4
(metana)

2H2O

+ 2H2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik


Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme
baik pada proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses anaerobik antara lain: temperatur, pH, konsentrasi substrat dan zat beracun.

1. Temperatur
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60C dan suhu dijaga konstan.
Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum.
Semakin tinggi temperatur reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan
semakin berkurang. Beberapa jenis bakteri dapat bertahan pada rentang temperatur
tertentu

dapat

dillihat

pada

table

berikut

Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup bakteri


Jenis Bakteri

Rentang temperatur

Temperatur Optimum

a. Cryophilic

o
2 C30

o
12 C18

b. Mesophilic

20 45

25 40

c. Thermophilic
45 75
55 65
Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40C, tapi
dapat juga terjadi pada temperatur rendah, 4C. Laju produksi gas akan naik 100400% untuk setiap kenaikan temperatur 12C pada rentang temperatur 4-65C.
Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap
perubahan temparatur daripada jenis mesophilic. Pada temperatur 38C, jenis
mesophilic dapat bertahan pada perubahan temperatur 2,8C.
Untuk jenis thermophilic pada suhu 49C, perubahan suhu yang dizinkan
0,8C
dan pada temperatur 52C perubahan temperatur yang dizinkan O,3C.

2. pH (keasaman)
Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang
pH optimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 - 7,4. Bakteri yang
tidak menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan
dapat bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5.
Karena proses anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pambentukan
asam dan tahap pembentukan metana, maka pengaturan pH awal proses sangat
penting. Tahap pembentukan asam akan menurunkan pH awal. Jika penurunan
ini cukup besar akan dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil
metana. Untuk meningkatkat pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur.

3. Konsentrasi Substrat
Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur
dengan perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsurunsur di atas harus ada pada sumber makanannya (substart). Konsentrasi substrat
dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum
dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat.
Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi
proses kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan memudahkan
proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar
mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim.

4. Zat Baracun
Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat
menjadi penghambat ataupun racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika
terdapat

pada

konsentrasi

yang

tinggi.

Untuk logam pada umumnya sifat racun akan semakin bertambah


dengan tingginya valensi dan berat atomnya. Bakteri penghasil metana lebih
sensitif terhadap racun daripada bakteri penghasil asam.

Beberapa senyawa organik terlarut yang dapat menghambat


pertumbuhan mikroorganisme

Senyawa

Konsentrasi

1. Formaldehis

50 200

2. Chloroform

0,5

3. Ethyl benzene

200 1.000

4. Etylene

Tabel5.diKerosene
bawah ini akan menunjukkan500
batas konsentarsi beberapa
logam sebagai penghambat dan sebagai racun bagi pertumbuhan
6. Detergen
1% dari berat kering
mikroorganisme.

Beberapa zat anorganik yang dapat menghambat pertumbuhan


mikroorganisme

Komponen
1. Na+
2. K+

Konsentrasi
Sedang
3.500 5.500

8.00

Kuat

2.500 4.500

12.000

2.500 4.500

8.000

3. ca+2

1.000 1.500

3.000

4. Mg+2

1.500 3.000

3.000

5. NH+
6. S27. Cu
(Manurung, 2004)
8. Cr (VI)
9. Cr (III)
10.Pustaka
Ni
Daftar

200
5 (larut)
50 70 (total)
3.0 (larut)
180 420 (total)
2 (larut)
30 (total)
1 (larut)

Anwar, Ahmad, Rumana Ghufran, dan Zularisam Abd. Wahid. Bioenergy From
11. Zn
Anaerobic Degradation Of Lipids In Palm Oil Mill Effluen. Rev Environ Sci
Biotechnol (2011) 10:353376. 2011
Bitton B (2005) Wastewater microbiology, 3rd Ed. Wiley, Hoboken, New Jersey,
Chap 13, 2005 pp 345369
Nwuche CO, Ugoji EO (2008) Effects of heavy metal pollution on the soil
microbial activity. Int J Environ Sci Technol 5(3):409414
Demirel B, Scherer P (2008) The roles of acetotrophic and hydrogenotrophic
methanogens during anaerobic conversion of biomass to methane a review. Rev
Environ Sci Biotechnol 7:173190
[6] Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor: KEP 51/MEN KLH/10/1995 Tentang: Baku Mutu
Limbah Cair bagi Kegiatan Industri, 1995.

[10] Tomiuchi, Y., Bambang Trisakti, Irvan, Development of Palm Oil Mill
Effluent (POME) Methane Fermentation System. The 4th IWA-ASPIRE,
Conference & Exhibition, Tokyo. Japan. 2011.
[9] Rupani, P.F., R.P. Singh, M.H. Ibrahim, & N. Esa, Review of Current Palm
Oil Mill Effluent (POME) Treatment Methods: Vermicompost-ing as a
Sustainable Practice, World Applied Sciences Journal. 11:1(2010). p. 70-81
[2] Departemen Pertanian, Pedoman Pengelola-an Limbah Industri Kelapa
Sawit, Ditjen PPHP, Jakarta, 2006, p. 15-18.
Trisakti, Bambang, Jhon Almer S. Pasaribu, Tri Afrianty, T. Husaini, Irvan.
Perancangan Prototipe Bioreaktor Untuk Pengolahan Lanjut Limbah Cair Pabrik
Kelapa Sawit (LCPKS) Secara Aerobik. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 4.
2013
Mudhoo, Ackmez. Biogas Production. John Wiley & Sons, Inc. Mauritius. 2012.

Anda mungkin juga menyukai